Você está na página 1de 18

Kanker Paru

A. Pengertian
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Setiap tumor tumbuh pada kecepatan tertentu bergantung pada
karakteristik penjamu dan tumor itu sendiri (Corwin, 2001). Pertumbuhan tumor
dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign) (Brooker, 2001).
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak
teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya,
baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau
dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Tumor paru merupakan
keganasan pada jaringan paru (Price & Wilson, 2006). Istilah tumor paru
digunakan untuk tumor yang berasal dari epitel saluran napas (bronkus,
bronkiolus dan alveoli). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel sel yang
mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor maligna yang timbul dari bronkus.tumor
seperti ini adalah epidermoid, terletak dalam bronchi yang besar yang timbul jauh
di luar paru(Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a. Rokok tembakau, yaitu kandungan tar, suatu persenyawaan hidrokarbon
aromatic polisiklik
b. Polusi udara, banyak sekali polusi udara yang dapat menyebabkan kanker
paru-paru, diantaranya sulphur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan yang
berasal dari pabrik.

c. Asap pabrik/industri/tambang.
d. Debu radioaktif/ledakan nuklir (radon), beberapa zat kimia antara lain asbes,
arsen, krom, nikel, besi, dan uranium.
e. Iradiasi
f. Genetika, pada sel kanker paru-paru didapatkan sejumlah lesi genetic
termasuk aktivasi onkogen dominant dan resesif (inaktivasi supresor tumor).
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni :
Proton oncogen.
Tumor suppressor gene.
Gene encoding enzyme.
g. Diet
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
C. Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
T:

T0 : tidak tampak tumor primer


T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis,
namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi
pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah
dekat karina dan atau disetai efusi pleura.

N:

N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional


N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau

kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal

M:

M0 : tidak terdapat metastase jauh


M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ organ lain.

b. Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) :
Karsinoma Bronkogenik.

Karsinoma epidermoid (skuamosa).


Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan
menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah
bening hilus, dinding dada dan mediastinum.

Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).


Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini
timbul dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan
sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe
hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ organ
distal.

Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar)


Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local
pada paru paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas
melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis
tetap tidak menunjukkan gejala gejala sampai terjadinya metastasis yang
jauh.

Karsinoma sel besar.

Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Sel
sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang
jauh.

Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

Lain lain.
o Tumor karsinoid (adenoma bronkus)
o Tumor kelenjar bronchial.
o Tumor papilaris dari epitel permukaan.
o Tumor campuran dan Karsinosarkoma
o Sarkoma
o Mesotelioma.
o Melanoma.
o Tidak terklasifikasi

c. Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu:


1) Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
Tahap terbatas
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja

dan pada jaringan disekitanya.


Tahap ekstensif
Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru
tempat asalnya, atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh
jauh.

2) Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)


Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum)
pasien dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya

tumor diparu-paru.
Stadium 0
4

Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan

terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.


Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan

belum menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.


Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan

kalenjer getah bening di dekatnya.


Stadium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah
disekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau
kalenjer getah bening di sisi yang sama ataupun sisi berlawanan dari

tumor tersebut.
Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paruparu yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel sel Kanker telah
menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer
adrenalin , hati dan tulang.

D. Patofisiologi
Karsinoma pada sel skuamosa merupakan karsinoma bronkogenik histologis yang
paling sering ditemukan, kanker ini ditemukan pada permukaan sel epitel
bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia terjadi akibat
kebiasaan merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor.
Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke
dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding
dada, mediastinum. Karsinoma sel skuamosa sering kali disertai batuk dan
hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat
obstruksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam

bermetastasi, maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis (Price &


Wilson. 2006)
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan
adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan
displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral
berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan
obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka (Smeltzer &
Bare, 2001)
E. Manifestasi klinis
Tumor pada system bronkopulmonari dapat mengenai lapisan saluran pernapasan,
parenkim paru pleura, atau dinding dada. Penyakit terjadi secara lambat (biasanya
selama beberapa decade) dan seringkali asimtomatik sampai lanjut dalam
perkembangannya. Tanda dan gejala tergantung pada letak dan ukuran tumor,
tingkat obstruksi, dan keluasan metastase ke tempat regional atau tempat yang
jauh.

Gejala kanker paru yang paling sering adalah batuk, kemungkinan akibat
iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering,
tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sebagai titik dimana dibentuk
sputum yang kental, purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

Mengi terjadi jika mengalami obstruksi secara parsial.

Jika tumor menyebar ke struktur yang berdekatan dan ke nodus limfe


regional, pasien dapat menunjukan nyeri dada dan sesak, serak (menyerang
saraf lariengal) disfagia, edema kapala dan leher, dan gejala-gejala efusi
pleura atau pericardial.

Nyeri adalah manifestasi akhir dan sering ditemukan dengan metastasis ke


tulang.

Pada beberapa pasien, demam kambuhan terjadi sabagai gejala dini dalam
berespons terhadap infeksi yang menetap pada area pneumonitis kearah distal
tumor.

Kelemahan, anoreksia, penurunan BB serta anemia mungkin terjadi pada


tahap akhir

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi

Foto thorax posterior anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.

Bronkhografi
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus

b. Laboratorium.

Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe)


Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

Pemeriksaan fungsi paru dan GDA


Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.

Tes kulit, jumlah absolute limfosit

Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada


kanker paru)
c. Histopatologi

Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui)

Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)


TBNA di karina, atau trakhea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada di kanan. Akan memberikan informasi ganda,
yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB
subkarina atau paratrakeal.

Biopsi Trans Torakal (TTB)


Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %

Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.

Mediastinosopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat

Torakotomi
Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacammacam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.

d. Pencitraan

CT-Scanning atau MSCT (Multi Slice CT), untuk mengevaluasi jaringan


parenkim paru dan pleura
8

MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

G. Penatalaksanaan
( At a Glance, Medicine, Patrisk Davey, hal. 203 )
a. Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <
25% kasus yang bias dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari semua
kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif
sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada pneumonektomi. metoda ini lebih
dipilih untuk pasien dengan tumor setempat tanpa adanya penyebaran
metastatic dan mereka yang fungsi jantung parunya baik.
Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi
tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.
Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini
dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan
satu paru.
Torakotomy, untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacammacam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel
tumor.
b. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang
tidak bisa dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal
dan hanya menyembuhklan sedikit.
c. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri lokal.
Terapi radiasi dapat menyembukan pasien dalam persentasi kecil, namun
bermanfaat dalam pengendalian neoplasma yang tidak dapat di reseksi tetapi
yang ressponsif terhadap radiasi. Radiasi dapat digunakan untuk mengurangi
ukuran tumor dan dapat digunakan sebagai pengobatan paliatif untuk
menghilangkan tekanan tumor, radiasi dapat membantu menghilangkan batuk,
nyeri dada, dispnea, hemoplisis, dan nyeri tulang serta hepar.

d. Kemoterapi, Kemoterapi digunakan untuk menganggu pola pertumbuhan


tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasis luas, untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.Peran kemoterapi
pada kanker bukan sel kecil belum jelas
e. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent
dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit
endobronkial yang signifikan
f. Perawatan Paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea.
Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera
makan.

10

H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Keluhan utama klien dengan karsinoma bronkogenik biasanya bervariasi
seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak napas.
Riwayat penyakit saat ini biasanya keluhan hampir sama dengan jenis
penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan (onset) yang khas.
Seringkali karsinoma bronkogenik ini merupakan pneumonitis yang tidak
dapat ditanggulangi. Batuk merupakan gejala umum yang sering diabaikan
oleh klien dan dianggap sebagai akibat meroko atau bronkhitis. Bila
karsinoma bronkus berkembang pada klien dengan bronkhitis kronis,
batuk akan timbul lebih serig dan volume sputum bertambah.
Riwayat penyakit sebelumnya, walaupun tidak terlalu spesifik biasanya
akan didapatkan adanya keluhan batuk jangka panjang dan penurunan
berat badan secara signifikan. Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga
dari klien dengan kanker paru berisiko lebih besar mengalami penyakit
yang sama, walaupun masih belum dapat dipastikan apakah hal ini benarbenar karena faktor herediter atau karena faktor-faktor genetik.
2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Adanya kesimpulan penegakan diagnosis medis karsinoma bronkhogenik
akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap keadaan status
psikologi klien. Mekanisme koping biasanya maladaptif yang diikuti
perubahan mekanisme peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk
pengobatan, serta prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor
pemicu kecemasan dan ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
3. Pemeriksaan fisik fokus
Breathing :
Inspeksi : secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk,
degan/tanpa peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada bisa asimetris
apabila terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri dada dapat

11

timbul sebagai rasa sakit dan tidak nyaman akibat penyebaran neoplastik
ke mediastinum. Selain itu, dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi
serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran neoplastik atau
pneumonia. Gejala umum seperti anoreksia, lelah, dan berkurangnya berat
badan merupakan gejala lanjutan.
Palpasi : pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
Perkusi : pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
Auskultasi : didapatkan bunyi stridor lokal, wheezing unilateral
didapatkan apabila karsinoma melibatkan penyempitan bronkhus dan ini
merupakan tanda khas pada tumor bronkhus. Penyebaran lokal tumor ke
struktur mediastinum dapat menimbulkan suara serak akibat terserangnya
saraf rekuren, terjadi disfagia akibat keterlibatan esofagus, dan paralisis
hemidiafragma akibat keterlibatan saraf frenikus.
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan napas, penumpukkan
secret.
2. Gangguan Pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
perubahan membran kapiler-alveolar.
3. Nyeri Kronis b.d ketidakmampuan fisik-psikososial kronis (metastase
kanker, injuri neurologis)

12

J. Intervensi
K. Diagnosa
N. Bersihan
jalan

L. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)


Q. NOC:

nafas tidak efektif R.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

M. Intervensi (NIC)
S. Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

b.d obstruksi jalan selama 3x24 jam, pasien menunjukkan keefektifan


napas,
jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :

penumpukkan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara

sekret d.d :
nafas yang bersih (mampu mengeluarkan

O. DS :
sputum)
Klien mengeluh sesak

tidak ada sianosis dan dyspneu

tidak ada pursed lips

Ronchi (+)

Menunjukkan jalan nafas yang paten

Batuk (+)

Frekuensi pernafasan dalam rentang normal

P.

DO :

Produksi sputum (+)

Ronchi (-)

Tampak menggunakan otot

Saturasi O2 dalam batas normal

Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning


Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion nasotrakeal

Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan

(16-20 x/mnt)

RR > 20x/mnt

Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.

Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah


kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi, penurunan saturasi O2, dll.

bantu pernapasan

T.

Airway Management

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan atau pemberian oksigen
Pasang mayo bila perlu
13

Lakukan fisioterapi dada jika perlu


Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan
sekret
U. Gangguan
Pertukaran gas

Y. NOC :

Monitor respirasi dan status O2


Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Z. Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam,

Pasang mayo bila perlu

b.d ketidakseimban

pertukaran gas adekuar, dengan kriteria

gan perfusi

hasil :

ventilasi, perubahan

Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan

membran kapiler-

oksigenasi yang adekuat

alveolar d.d :

V. DS:
W. Klien mengeluh
sesak napas
X. DO:
Penurunan CO2

Memelihara kebersihan paru paru dan bebas

Lakukan fisioterapi dada jika perlu


Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator

dari tanda tanda distress pernafasan

Berikan pelembab udara

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

Monitor respirasi dan status O2

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,

Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan

mampu bernafas dengan mudah, tidak ada

Takikardi
14

otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan

Hiperkapnia

pursed lips)

intercostal

Hypoxia

Tanda tanda vital dalam rentang normal

Monitor suara nafas, seperti dengkur

Sianosis

PH darah dalam rentang normal

Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,


hiperventilasi, cheyne stokes, biot

AA.

Hipoksemia

Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak

AGD abnormal

adanya ventilasi dan suara tambahan

pH arteri abnormal

Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental

RR > 20x/mnt

Observasi sianosis khususnya membran mukosa


Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut
jantung

AC.

Nyeri

AH.

AB.
AL.

NOC:

Pain Management

AI. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

fisik (metastase

selama 3x24 jam, nyeri kronis pasien

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan

kanker, injuri

berkurang dengan kriteria

faktor presipitasi

Akut b.d agen injuri

AD.

neurologis,)

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Tidak ada gangguan tidur

d.d
AE.

AJ. hasil:

DS:

Klien mengatakan nyeri

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

Tidak ada gangguan konsentrasi

pengalaman nyeri pasien

Tidak ada gangguan hubungan interpersonal


15

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

Klien mengatakan merasa Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan
mudah lelah
AF.DO:
Atropi otot

secara verbal

Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau


Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

Tidak ada tegangan otot

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau


Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan

AK.

Gangguan aktifitas

dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

Anoreksia

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Perubahan pola tidur

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Respon simpatis (suhu

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non

dingin, perubahan posisi

farmakologi dan inter personal)

tubuh , hipersensitif,

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

perubahan berat badan)


AG.

Ajarkan tentang teknik non farmakologi : relaksasi napas


dalam, distraksi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
AM.
AN.
16

Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri


sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
AO.
AP.

17

AQ.

DAFTAR PUSTAKA

AR.
AS.

Bulechek, dkk. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition.


USA : Mosby Elsevier

AT. Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


AU. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
AV. Herdman, Heather. 2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta
: EGC
AW. Moorhead, Sue dkk. 2004. Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth
Edition. USA : Mosby Inc
AX. Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
AY. Smeltzer, S dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
AZ. Underwood, J.C.E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta : EGC
BA.

18

Você também pode gostar