Você está na página 1de 23

Gangguan Mental Organik

Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang memiliki dasar organik
yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti halnya penyakit serebralvaskular, tumor
otak, intoksikasi obat-obatan, dll. Secara umum, ganguan mental seperti ini bisa
diklasifikasikan menjagi 3 kelompok berdasarkan kepada gejala utamanya yang merupakan
gangguan berbahasa, gangguan kognitif seperti halnya penurunan daya ingat, dan juga
gangguan perhatian. Ketiga kelompok gangguan mental itu adalah delirium, dimensia, serta
gangguan amnestik. Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada
dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia. Depresi) Dari
sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut
organik dan Psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.
Didalam DSM IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan
fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut
Gangguan Mental Organik dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai Delirium,
Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu
kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera
atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak Disfungsi ini dapat primer seperti pada
penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder,
seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari
beberapa organ atau sistem tubuh.
PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan Gangguan Mental
Organik. Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau
perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom
Otak Organik yang etiolognnya (diduga) jelas Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau
menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan
otak atau Sindrom Otak Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala
atau lamanya penyakit yang menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut
ialah kesadaran yang menurun (delirium )dan sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom
Otak Organik menahun (kronik) ialah demensia.

Dalam sumber lain, gangguan mental organik meliputi juga gangguan mental
organik selektif yang mencakup gangguan kepribadian organik antara lain seperti sindroma
lobus frontalis, sindroma amnesia organik, sindrom waham organik, halusinosis organik,
sindroma afektif organik.
Etiologi Gangguan Mental Organik
Etiologi Primer berasal dari suatu penyakit di otak dan suatu cedera atau rudapaksa
otak atau dapat dikatakan disfungsi otak. Sedangkan etiologi sekunder berasal dari penyakit
sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.
Istilah organik merupakan sindrom yang diklasifikasikan dapat berkaitan dengan
gangguan/penyakit sistemik/otak yang secara bebas dapat didiagnosis. Sedangkan istilah
simtomatik untuk GMO yang pengaruhnya terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
gangguan / penyakit ekstra serebral sitemik seperti zat toksik berpengaruh pada otak bisa
bersifat sesaat/jangka panjang.
A. Delirium
Delirium adalah kejadian akut atau subakut neuropsikiatri berupa penurunan fungsi
kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat reversibel. Penyakit ini
disebabkan oleh disfungsi serebral dan bermanifestasi secara klinis berupa kelainan
neuropsikiatri. Definisi delirium menurut Diagnostic Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM-IV-TR) adalah sindrom yang memiliki banyak penyebab dan
berhubungan dengan derajat kesadaran serta gangguan kognitif. Tanda yang khas adalah
penurunan kesadaran dan gangguan kognitif. Adanya gangguan mood (suasana hati),
persepsi dan perilaku merupakan gejala dari defisit kejiwaan. Tremor, nistagmus,
inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala defisit neurologis.
Klasifikasi delirium berdasarkan DSM-IV-TR :
-

Delirium karena kondisi medis umum

Delirium karena intoksikasi zat

Delirium karena sindrom putus zat

Delirium karena etiologi yang multiple

Delirium yang tak terklasifikasikan

Epidemiologi
Kasus dari gangguan ini sering ditemukan dalam setting klinis. Biasanya pasien dengan
gangguan ini berada dalam kondisi memasuki atau pulih dari atau bahkan masih berada
dalam keadaan koma. Hal ini menyebabkan pasien dengan gangguan ini berada dalam
kondisi overmedikasi dari obat psikoaktif. Kasus ini banyak ditemukan pada anak-anak
maupun lansia.
Gambaran klinis
1. Gambaran

mencolok

adanya

defisit

untuk

memusatkan,

mempertahankan,

memindahkan perhatian
2. Halusinasi visual sering ditemukan
3. Gangguan irama tidur
4. Fluktuasi kesadaran disorientasi, amnesia, tidak kooperatif
Diagnosis
Kriteria diagnostik yang untuk Delirium karena kondisi medis umum :
1. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan)
dengan

penurunan

kemampuan

untuk

memuaskan,

mempertahankan,

atau

mengalihkan perhatian.
2. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam
sampai hari dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari.
3. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang
telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul.
4. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dan
kondisi medis umum.
Gejala-gejala Utama :
1. Kesadaran berkabut
2. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian
3. Diorientasi
4. Ilusi
5. Halusinasi

6. Perubahan kesadaran yang berfluktuasi


Gejala sering berfluktuasi dalam satu hari, pada banyak kasus, pada siang hari terjadi
perbaikan, sedangkan pada malam hari tampak sangat terganggu. Siklus tidur-bangun
sering terbalik.
Gejala-gejala neurologis :
1. Disfrasia
2. Disartria
3. Tremor
4. Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia
5. Kelainan motorik
Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala
serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama
dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti epilepsi, penyakit sistemik,
intoksikasi atau reaksi, dan putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak
terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang
dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena
adalah formasio retikularis.
Selain itu diakibatkan juga karena adanya gangguan metabolik/defisiensi vitamin
(thiamin), hipoksia, hipcarbamia, hipoglikemia, gangguan mineral, pasca bedah, kejang,
cedera kepala, ensefalopati hipertensif, gangguan fokal lobus parietal, dan inferomedial
lobus oksipital.
Komorbiditas

Skizofrenia dan skizofreniform

Gangguan afektif

Demensia

Gangguan buatan

Prognosis

Tergantung pada etiologi yang melatarbelakangi

Bisa menjadi demensia, GMO lain

Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan ketakutan)


dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya
berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium
biasanya berlangsung kurang dari 1 minggu setelah menghilangnya faktor penyebab,
gejala delirium menghilang dalam periode 3-7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin
memerlukan waktu 2 minggu untuk menghilang secara keseluruhan. Semakin lanjut
usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang
diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Terjadinya delirium berhubungan dengan
angka mortalitas yang tinggi pada tahun selanjutnya, terutama disebabkan oleh sifat
serius dan kondisi medis pasien.

Patogenesis Delirium
Walaupun patogenesis delirium belum diketahui secara pasti, beberapa teori yang
diungkapkan oleh beberapa pakar tetap penting untuk diperhatikan. Perubahan Electro
Encephalo Graphic (EEG) (-8 kali per detik, lebih lambat dari fungsi sistem saraf pusat
normal) sering terjadi pada delirium yang terkait dengan disfungsi korteks, hal ini
disebabkan karena EEG mengukur aktivitas listrik di korteks. Struktur subkorteks
(formasiretikuler, thalamus) mengendalikan aktivitas listrik di korteks sehingga struktur
ini juga erat kaitannya dengan delirium. Disaritmia korteks mengindikasikan adanya
defisiensi substrat tertentu, umumnya karena paparan abnormal glukosa dan oksigen
dalam kada rtertentu. Sayangnya, tidak semua pasien dengan delirium menunjukkan
adanya perlambatan EEG, dan bukti adanya defisiensi substrat tertentu tidak dapat
ditemukan pada sebagian besar kasus. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
mengganggu kemampuan sel saraf untuk menginisiasi aktivitas listrik. Menurunnya
aktivitas listrik antar sel saraf akan menyebabkan melambatnya gelombang EEG.
Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguanstructural dan fisiologik.
Neuropatologi dari delirium telah dipelajari padapasien dengan hepatic encephalopathy
dan pada pasien dengan putusalkohol. Patogenesis delirium terdiri dari beberapa
transmitter, yaitu :

a. Asetilkolin
Asetilkolin adalah salahsatu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis
terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik
diketahui sebagai penyebab keadaan bingung, pada pasien dengan transmisi
kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien postoperatif delirium
serum antikolinergik juga meningkat.
b. Dopamine
Pada otak,hubungan

muncul antara aktivitas kolinergik

dandopaminergik.

Pada

delirium muncul aktivitas berlebih daridopaminergik,pengobatan simptomatis muncul


pada pemberianobat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambatdopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin : terdapat peningkatan serotonin pada pasien denganencephalopati
hepatikum.GABA

(Gamma-Aminobutyric

Acid);

pada

pasien

dengan

hepaticencephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan


level ammonia terjadi pada pasien hepaticencephalopati, yang menyebabkan
peningkatan pada asamamino glutamat dan glutamine (kedua asam amino
inimerupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat
juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan
alkohol.
Terapi pada Penderita Delirium
Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu mengobati gejala-gejala klinis yang
timbul (medikasi) dan melakukan intervensi personal danlingkungan terhadap pasien agar
timbul fungsi kognitif yang optimal.Medikasi yang dapat diberikan antara lain :
1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)
Haloperidol (haldol)
Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk delirium.
Risperidone (risperdal)
Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikitdibandingkan
dengan haldol. Mengikat reseptor dopamine D2 dengan afinitas 20 kali lebih
rendah daripada 5-ht2-reseptor

2. Short acting sedative ( lorazepam )


Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau alcohol. Tidak
digunakan benzodiazepine karena dapat mendepresi nafas, terutama pada pasien
dengan usia tua, pasien dengan masalah paru.
3. Vitamin,

thiamine

(thiamilate)

dancyanocobalamine

(nascobal,

cyomin,

crystamine)
Bahwadefisiensi vitamin B6 dan vitamin B12 dapat menyebabkan delirium maka
untuk mencegahnya diberikan preparat vitamin B per oral.
4. Terapi Cairan dan Nutrisi
Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium jugasangat berguna untuk
membina hubungan yang erat terhadap pasien dengan lingkungan sekitar untuk dapat
berinteraksi serta dapat mempermudah pasien untuk melakukan ADL (activity of daily
living) sendirinya tanpa tergantung orang lain.
Intervensi personal yang dapat dilakukan antara lain
a. Kebutuhan Fisiologis
Prioritasnyaadalah

menjaga

keselamatan

hidup-

Kebutuhan

dasar

dengan

mengutamakan nutrisi dan cairan. Jika pasien sangat gelisah perlu pengikatan untuk
menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harusdipertimbangkan dan jangan ditinggal
sendiri.
Gangguan tidur
-

Kolaborasi pemberian obat tidur

Gosok punggung apabila pasien mengalami sulit tidur

Beri susu hangat

Berbicara lembut

Libatkan keluarga

Temani menjelang tidur

Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur

Hindari tidur diluar jam tidur

Mandi sore dengan air hanngat

Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopidsb.

Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam

Disorientasi
-

Ruangan yang terang

Buat jam, kalender dalam ruangan

Lakukan kunjungan sesering mungkin

Orientasikan pada situasi linkumngan

Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar

Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur,lemari,


photo keluarga, pakaian, sandal ,dll)

Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa

Ikutkan dalam terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi(orang, tempat,


waktu).

b. Halusinasi
-

Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri- Ruangan :

Hindari dari benda-benda berbahaya

Barang-barang seminimal mungkin- Perawatan 1 1 dengan pengawasan yang


ketat- Orientasikan pada realita- Dukungan dan peran serta keluargaMaksimalkan rasa aman- Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan
(konsisten)

c. Komunikasi
-

Pesan jelas

Sederhana

Singkat dan beri pilihan terbatas

d. Pendidikan kesehatan
-

Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaansebelumnya

Seharusnya perawat harus tahu sebelumnya tentang :

Masalah pasien

Stressor

Pengobatan

Rencana perawatan

Usaha pencegahan

Rencana perawatan dirumah

Penjelasan diulang beberapa kali

Beri petunjuk lisan dan tertulis

Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumahdengan baik


sesuai rencana yang telah ditentukan

B. Dementia
Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh
proses degeneratif yang progresif yang mengenai fungsi kognitif . Demensia merupakan
sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif (biasanya tanpa gangguan
kesadaran) yang mempengaruhi kepribadian pasien.
Epidemiologi
Demensia ditemukan banyak pada lansia dan biasanya terjadi pada usia lebih dari 65
tahun. Tipe demensia yang paling banyak diderita adalah demensia tipe Alzheimer dengan
presentase 50-60%. Kemudian dilanjutkan dengan demensia vascular sebesar 15-30% dan
pasien demensia tipe ini biasanya laki-laki.
Gambaran Klinik
Pasien penderita demensia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
-

Gangguan Daya Ingat


Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia,
khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer.
Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat terjadi secara ringan dan paling
jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Selama perjalanan penyakit demensia, pasien
terganggu dalam orientasi terhadap orang, waktu, maupun tempat. Sebagai contoh,
pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah
pergi ke kamar mandi. Tetapi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat
kesadaran.

Gangguan Bahasa
Proses demensia dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan
berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau
berputar-putar.

Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga
pasien, hal ini dikarenakan pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan
yang terjadi pada lobus frontal dan temporal dimungkinan menjadi penyebab
perubahan keperibadian pasien. Pasien jadi lebih mudah marah dan emosinya

meledak-ledak. Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang


patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa penyebab yang terlihat.
-

Psikosis
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer mengalami halusinasi, dan 3040% mengalami waham, terutama dengan sifat paranoid.

Etiologi
Demensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer dengan kemungkinan 60%, dapat
juga disebabkan karena gangguan neurologis (seperti chorea huntington, parkinsonism,
multiple sklerosis), gangguan toksik metabolik (anemia pernisiosa, defisiensi asam folat,
hipotiroidime, intoksikasi bromida), trauma (cedera kepala), dan obat toksin (termasuk
demensia alkoholik kronis). Demensia yang masih mungkin disembuhkan (reversible)
adalah yang disebabkan oleh gangguan kelebihan atau kekurangan hormon tiroid, dan
vitamin B12 (Depkes, 2001).
Jenis-jenis Demensia
1. Alzheimer
2. Vascular Dementia
Gejala umum dari vascular dementia adalah sama dengan tipe demensia alzheimer,
tetapi diagnosis dari vascular demensia membutuhkan pemerikasaan klinis dimana
vascular demensia lebih menunjukkan penurunan dan deteriorasi dari penyakit
alzheimer. Demensia vaskuler juga merupakan demensia yang terjadi akibat penyakit
ateroskleros pada pembuluh darah sehingga resiko demensia sama dengan penyakit
aterosklerose lainnya, seperti hipertensi, diabetes mellitus dan hiperlipidemia.
Demensia vaskuler yaitu demensia yang timbul akibat keadaan atau penyakit lain
seperti stroke, hipertensi kronik, gangguan metabolik, toksik, trauma otak, infeksi,
tumor dan lain-lain. Dimana demensia vaskuler dapat terjadi apabila lansia memiliki
penyakit diatas, sehingga kejadian demensia dapat terjadi dengan cepat. Perjalanan
penyakit ini pasien akan mendadak merasa membaik kemudian memburuk
3. Dementia Due to Other General Medical Condition
DSM IV menyatakan 6 penyebab spesifik dari demensia yang dapat dikodekan
seperti: HIV disease, head trauma, Parkinson's disease, Huntington's disease, Pick's

disease, and Creutzfeldt-Jakob disease.kategori ketujuh memberikan klinikus untuk


menspesifikan kondisi medis yang diasosiasikan dengan demensia.
4. Substance-Induced Persisting Dementia
Untuk memfasilitasi pemikiran klinikus tentang perbedaan diagnosa, substance
induced ini terdapat pada dua daftar di DSM yaitu yang diikuti dengan demensia dan
yang terkait dengan kelainan zat. Zat spesifik yang dituliskan dalam DSM IV TR
adalah alkohol, sedatives, hypnotics, anxyolitics.
5. Alcohol-Induced Persisting Dementia
Untuk mendiagnosis jenis ini kriteria diagnosa demensia harus terpenuhi, karena
amnesia dapat muncul pada psikosis, dan korsakoff sindrom. Kita harus dapat
membedakan kerusakan fungsi memori yang terjadi disertai dengan defisit fungsi
kognitif dengan amnesia yang disebabkan oleh kekurangan thiamine
Dalam sindrom wernicke korsakoff terdapat juga kerusakan pada fungsi kognitif,
namun hal ini disertai dengan perubahan mood, konsentrasi yang kurang dan gejala
lain dalam konteks depresi juga harus dibedakan.
Komorbiditas/Differential Diagnosis
-

Delirium
Perbedaan antara delirium dan dementia lebih sulit dilakukan. Secara umum,
delirium di bedakan dengan onset yang cepat, durasi yang singkat, kerusakan
fungsi kognitif yang fluktuatif dalam keseharian, gangguan pola tidur, gangguan
pada atensi dan persepsi.

Depression
Beberapa pasien depresi memiliki gejala kerusakan fungsi kognitif yang akan sulit
dibedakan dengan pasien demensia. Biasanya disebut sebagai pseudodementia
(depression related cognitive dysfunction), pasien dengan depression related
cognitive dysfunction umumnya memiliki simptom depresive yang terkemuka, hal
ini akan memudahkan dibedakan dengan depression related cognitive dysfunction
dan seringkali mempunyai episode depresif.

Factitious Disorder
Seseorang yang berusaa menampilkan kehilangan memori secara tak menentu dan
tidak konsisten, seperti factitious disorder. Demensia yang sebenarnya, memori
atas waktu dan tempat hilang sebelum memori akan orang lain memori yang
terbaru juga hilang sebelum memori yang terpencil.

Schizophrenia
Walaupun skizofrenia dapat diasosiasikan dengan kerusakan fungsi intelektual,
simtomnya lebih ringan daripada simtom yang kita lihat pada demensia.

Normal Aging
Penuaan tidak selalu disertai dengan penurunan fungsi kognitif, tetapi masalah
minor dari memori sudah biasa terjadi dalam penuaan. Hal ini tidak secara
signifikan mengganggu pekerjaan dan kehidupan sosial pada penuaan.

Alzheimer dan Vascular Dementia


Vascular dementia dibedakan dari alzheimer dengan deteriorasi yang disertai
dengan penyakit cerebrovascular. Walau deteriorasi tidak terlihat jelas dan
konsisten pada setiap kasus, simptom yang ditemukan pada pasien vascular
dementia adalah gejala focal neurological

Vascular Dementia versus Transient Ischemic Attacks


TIA ditunjukkan dengan episod yang singkat akan disfungsi focal neurological
selama kurang dari 24 jam (biasanya 5-15menit). Walau hal ini terjadi bisa
didasari oleh banyak hal, namun pada umumnya microembolization dari a
proximal intracranial arterial lesion yang memicu TIA dan kadang hal ini berlanjut
kepada brain infarction (kematian jaringan otak)

ALZHEIMER
Dalam kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk tipe alzheimer pada dementia of menekankan
kerusakan memori dan memmperlihatkan salah satu penurunan fungsi kognitif (aphasia,
apraxia, agnosia, or abnormal executive functioning). Diagnosis juga mempersyaratkan
penurunan yang gradual dalam pemfungsian dan kerusakan pada fungsi sosial dan
okupasional.
Etiologi

Genetik. Dipengaruhi sebanyak 40%, keluarga yang memiliki latar belakang


demensia dengan tipe Alzheimer. Sehingga dapat dikatakan genetik memiliki
peran dalam munculnya penyakit tersebut. Dizygotic 43%. Alzheimer
menunjukkan hubungan antara kromosom 1, 14, 21.

Amyloid Precursor Protein

Genetik yang menjadi dasar protein amyloid terdapat pada lengan kromosom 21.
Proses ini berlanjut pada pembentukan of amyloid precursor protein. Protein ini
nantinya akan membentuk plak senilis.

Neurotransmitter
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita
alzheimer

didapatkan

penurunan

aktivitas

kolinasetil

transferase,

asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin.


Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada
korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan
neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan
jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer, dimana pada jaringan
otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian
dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang
atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai
patogenesa penyakit alzheimer
Perjalanan Penyakit

Stadium Awal
Perilaku berubah dapat diamati keluarga semangat & kemauan, dorongan untuk
melakukan aktifitas rutin sehari-hari, tak mampu melakukan aktifitas multipel, depresi
ringan

Stadium Menengah : Gangguan memori & kognitif


Deteriorasi intelektual : orientsi, memori, berhitung, percakapan kurang efisien,
pemahaman misinterpretasi
Penderita murung, menarik diri, menjauhi teman lama
Obsesi, kebiasaan pramorbid
Daya nilai menurun

Stadium Lanjut : Kemunduran psikologik & perilaku


Apati
Gangguan kepribadian menyeluruh mengurus diri (-)
Tak mampu mengingat, komunikasi

Gejala neurologik afasia, apraksia, agnosia, buta kortikal


Pasien meninggal 2-5 tahun, komplikasi terbanyak karena infeksi
Table 10.3-5 DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Dementia of the Alzheimer's Type
A. The development of multiple cognitive deficits manifested by both
1. memory impairment (impaired ability to learn new information or to recall
previously learned information)
2. one (or more) of the following cognitive disturbances:
a. aphasia (language disturbance)
b. apraxia (impaired ability to carry out motor activities despite intact
motor function)
c. agnosia (failure to recognize or identify objects despite intact sensory
function)
d. disturbance in executive functioning (i.e., planning, organizing,
sequencing, abstracting)
B. The cognitive deficits in Criteria A1 and A2 each cause significant impairment in
social or occupational functioning and represent a significant decline from a previous
level of functioning.
C. The course is characterized by gradual onset and continuing cognitive decline.
D. The cognitive deficits in Criteria A1 and A2 are not due to any of the following:
1. other central nervous system conditions that cause progressive deficits in
memory and cognition (e.g., cerebrovascular disease, Parkinson's disease,
Huntington's disease, subdural hematoma, normal-pressure hydrocephalus,
brain tumor)
2. systemic conditions that are known to cause dementia (e.g., hypothyroidism,
vitamin B12 or folic acid deficiency, niacin deficiency, hypercalcemia,
neurosyphilis, HIV infection)
3. substance-induced conditions
E. The deficits do not occur exclusively during the course of a delirium.
F. The disturbance is not better accounted for by another Axis I disorder (e.g., major
depressive disorder, schizophrenia).
Code based on presence or absence of a clinically significant behavioral disturbance:
Without behavioral disturbance: if the cognitive disturbance is not accompanied by any
clinically significant behavioral disturbance.

With behavioral disturbance: if the cognitive disturbance is accompanied by a clinically


significant behavioral disturbance (e.g., wandering, agitation).
Specify subtype:
With early onset: if onset is at age 65 years or below
With late onset: if onset is after age 65 years
Coding note: Also code Alzheimer's disease on Axis III. Indicate other prominent clinical
features related to the Alzheimer's disease on Axis I (e.g., Mood disorder due to Alzheimer's
disease, with depressive features, and Personality change due to Alzheimer's disease,
aggressive type).
(From American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright
2000, with permission.)
Prognosis dan Patogenesis
Pada umumnya demensia dimulai pada umur 50 sampai 60 tahun dengan deteriorasi
selam 5-10 tahun yang berujung kematian. Onset dan kecepatan dari deteriorasi berbeda
pada tiap jenis dementia dan kategori diagnosis individu. Rata-rata tingkat survival
expectation untuk pasien demensia dengan tipe alzheimer adalah 8 tahun dari range 1-20
tahun. Data menunjukkan bahwa orang yang memiliki onset lebih awal atau memiliki
latar belakang keluarga yang mungkin pernaj memiliki dementia akan memiliki
perjalanan penyakit yang lebih cepat. Segera setelah demensia di diagnosis, pasien harus
menjalani tes medis dan neuropsikologis karena 10-15% dari seluruh pasien dengan
demensia memiliki potensi reversibel jika treatment diberikan sebelum munculnya
kerusakan otak secara permanen.
Terapi
Bantuan yang baik mereka yang membantu pasien berjuang dengan perasaan bersalah,
berduka, marah, dan kelelahan sebagaimana mereka menyaksian anggota keluarga
mereka sendiri menderita. Pasien yang mendapat dukungan dan psikoterapi edukasional
dimana penyakitnya secara terang dijelaskan. Mereka juga mendapat keuntungan dari
dukungan yang diberikan oleh keluarganya dalam menghadapi penyakit yang membuat
mereka memiliki disfungsi.
C. Gangguan Mental Organik Selektif

1. Sindroma Lobus Frontalis


Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia. Hal ini ditandai dengan gangguan
fungsi lobus frontalis pada tahap dini, dengan masih terpeliharanya daya ingat secara
relatif hingga saat selanjutnya.
Abulic syndrome
Disinhibition syndrome, euphoria Irritable euphoric apaty
Bradikinesia
Compulsive hostile tumor
Dramatic regression infantil
Tes kelancaran bicara , fungsi motorik sekuensial, tugas bertentangan
berurutan
2. Sindroma Amnesia Organik
Sindrom amnesik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya. Namun
dari pengaruh daya ingat, berupa berkurangnya daya ingat jangka pendek (lemahnya
kemampuan belajar materi baru). Amnesia Anterograd dan Retrograd, menurunkan
kemampuan mengingat dan mengungkap pengalaman lalu. Biasanya orang yang
menderita amnesia organik memilik riwayat cedera / penyakit pada otak (jaringan
diensefalon dan lobus temporalis medialis), sehingga daya ingat segera tidak
berkurang. Namun daya perhatian dan kesadaran tidak terganggu, hendaya intelektual
menyeluruh kurang.
Secara Etiologi : kerusakan bilateral diensefalon medial temporal karena cedera
kepala, gangguan vaskuler, ensefalitis, defisiensi tiamin, alkoholisme kronik
3. Sindroma Waham Organik
Gangguan Waham Organik (Lir-Skizofrenia) memiliki kriteria umum untuk menduga
suatu penyebab organik seperti dicantumkan sebelumnya. Penderita memiliki waham
yang menetap / berulang (waham kejar, tubuh yang berubah, cemburu dll.). Sidroma
waham organik ini dipengaruhi oleh pemakaian zat, seperti : amfetamin, kanabis,
halusinogen. Pemakaian zat ini akan dapat merusak bagian otak lobus temporalis,
sehingga penderita mengalami epilepsi dan Chorea Huntington. Seseorang yang
penderita sindrom tersebut sering mengalami halusinasi, gangguan proses pikir, dan
katatonik. Namun, penderita masih mengalami kesadaran dan daya ingatnya harus
tidak terganggu. Diagnosis jangan dibuat jika penyebab organik yang diduga tidak
khas atau terbatas pada penemuan seperti ventrikel otak yang melebar (CT-Scan) atau

gejala neurologis yang halus (soft neurological signs). Hal yang terbaik dilakukan
untuk penderita ini, yaitu melakukan Flash back.
4. Halusionosis Organik
Halusinosis organik adalah suatu gangguan halusinasi yang menetap atau berulang,
biasanya visual atau auditorik yang terjadi pada keadaan kesadaran penuh. Bisa pula
dijumpai waham, tapi tidak menonjol dan insightnya masih baik. Gangguan ini
disebabkan oleh oleh gangguan tertentu pada otak. Kasus ini banyak ditemukan di
kalangan para pecandu alkohol.
Kriteria diagnostik :

Dijumpai kriteria umum untuk golongan ini

Ada halusinasi yang menetap atau berulang

Tidak ada kesadaran berkabut

Tidak ada penurunan fungsi intelektual yg nyata

Tidak ada gangguan mood yang menonjol

Tidak ada waham yg nyata dan dominan

5. Sindroma Afektif Organik


Sindrom afektif organik adalah gangguan berupa keadaan mania atau depresi
sehubungan dengan gangguan pada otak. Penyebabnya bisa cedera otak, tumor otak,
tumor pada kelenjar hormon. Hal ini menyebabkan gangguan pada toksik atau
metabolik.
Sindroma depresif reserpin, metildopa, halusinogen
Sindroma manik / depresif hipertiroidisme, hipotiroidisme
Hiperaldosteronisme
Hiperadrenokortikalisme
Ca pankreas depresif
Penyakit virus (HIV)
6. Sindroma Putus Zat dan Sindroma Intoksikasi
Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan
secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat
yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat.
Intoksikasi Zat Psikoaktif

Berdasarkan istilah kedokteran, intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke


dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Pemeriksaan Intoksikasi
1. Pemeriksaan awal (anamnesa)
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria-kriteria diagnostik yang harus ditanyakan saat
anamnesa yakni:
-

Baru menggunakan amfetamin atau zat sejenis

Tingkah laku maladaptif yang segera setelah pemakaian amfetamin atau


sejenis

Adanya 2 atau lebih tanda-tanda berikut yang terjadi selama atau segera
setelah pemakaian: taki/bradikari, midriasis, tekanan darah meningkat/turun,
persiperasi/menggigil, penurunan berat badan, agitasi/retardasi psikomotor,
kelemahan oto, depresi respirasi, nyeri dada/aritmia, kebingungan, kejang,
atau koma.

Gejala-gejalanya bukan disebabkan karena kondisi medis umum ataupun


gangguan mental lainnya.

2. Pemeriksaan lanjutan/khusus
Pemeriksaan Psikiatri Khusus
Penampilan umum:
-

Kesadaran

Perilaku dan aktivitas psikomotor

Pembicara

Sikap

a. Keadaan afektif:
o Perasaan dasar
o Ekspresi afektif
o Empati
b. Fungsi kognitif:
o Daya ingat
o Daya konsentrasi
o Orientasi
c. Kemampuan menolong diri sendiri

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan rontgen
c. Pemeriksaan psikologik, laporan social worker
Satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti keracunan obat ini adalahmelalui analisis
laboratorium. Bahan untuk analisis berasal dari darah, cairanlambung, atau urin. Obat
golongan amfetamin akan tertahan dalam urin selama 2hari. Pemeriksaan dan
penyaringan yang cepat dan sederhana menggunakan kromatografi lapisan tipis dapat
digunakan untuk mendeteksi 90% keracunan umum. Sekarang terdapat cara-cara
pemeriksaan baru dengan teknik yang lebih maju dan cepat misalnya enzyme multiple
immunoassay. Pada kasus keracunan yang sedang dan berat diperlukan pemeriksaan penunjang
darah lengkap, elektrolit, glukosa darah, uji faal ginjal, CPK, analisisgas darah,
urinalisis, EKG, dan foto toraks.
Intoksikasi amfetamin
Takikardi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan tekanan darah, berkeringat atau
mengigil, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor,
kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, aritmia jantung konfusi, kejang,
diskinesia, distonia, koma
Intoksikasi kokain
Takikardi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan tekanan darah, berkeringat atau
mengigil, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor,
Intoksikasi zat psikotropika (halusinogen, phenycyclidine, dsb)
Perilaku maladaptif (kecemasan, paranoid, gangguan dalam pertimbangan, dsb),
perubahan persepsi (depersonalisasi, ilusi, direalisasi, halusinasi, dsb), dilatasi pupil,
takikardi, berkeringat, palpitasi, pandangan kabur, tremor, inkoordinasi.

Terapi Terhadap Keadaan Intoksikasi


Intoksikasi opioida : Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang
setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali.

Intoksikasi kanabis (ganja): ajak bicara yang menenangkan pasien. Bila perlu beri :
Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.
Intoksikasi kokain dan amfetamin. Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral, atau
Klordiazepoksid 10-25 mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30
menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
Intoksikasi alkohol : Mandi air dingin bergantian, air hangat, Minum kopi kental,
Aktivitas fisik (sit-up,push-up). Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan.
Intoksikasi

sedatif-hipnotif

(Misal

Valium,pil

BK,

MG,Lexo,Rohip):

melonggarkan pakaian, membersihkan lendir pada saluran napas, beri oksigen dan
infus garam fisiologis
CRAVING
Drug craving adalah salah satu tanda bahwa seseorang mengalami adiksi pada
penggunaan obat-obatan. Drug craving sendiri ialah sugesti atau keinginan yang kuat
untuk menggunakan obat-obatan. Bila craving sudah masuk dalam tahap lebih tinggi
lagi, maka akan disebut dengan drug addiction. Adiksi zat (narkoba) berarti bukan
hanya sekedar menggunakan zat dalam jumlah yang banayk. NIDA (National Institute
on Drug Abuse) memberikan definisi mengenai adiksi adalah sebagai sutau penyakit
otak kronis, mudah kambuh yang ditandai dengan dorongan kompulsif untuk mencari
dan menggunakan zat, walaupun memiliki konsekuensi berbahaya.
TOLERANCE
Toleransi obat atau drug tolerance ialah menurunnya khasiat obat setelah pemakaian
yang berulang-ulang, sehingga selanjutnya ia membutuhkan dosis yang lebih besar
untuk memberikan khasiat yang sama. Lama kelamaan dosis ini dapat mencapai batas
yang membahayakan sehingga dapat menimbulkan kematian.
WITHDRAWAL SYNDROME
Putus zat atau istilah lainnya adalah withdrawal syndrome memiliki arti yakni
menyebabkan rasa nyeri atau lainnya akibat dihentikannya atau dikuranginya narkoba
yang telah digunakan berulang-ulang atau terus menerus. Gejala putus zat sendiri
memiliki definisi yakni suatu gejala nyeri atau gejala lainnya akibat dihentikannya

pengkonsumsian narkoba. Sesuai dengan jenis-jenis narkoba, maka untuk setiap jenis
biasanya pengguna akan menunjukkan gejala putus zat yang berbeda-beda.
a. Keadaan putus alkohol
Halusinasi, ilusi, kejang dalam 12-48 jam, gemetar, keluhan-keluhan mual dan
muntah, muka kemerahan, konjungtiva mata kemerahan, kelemahan umum,
insomnia, mudah kaget, cemas, marah, rindu dengan minuman alkohol, mudah
tersengal, nafas pendek, serta hipertensi.
b. Keadaan putus opoida
-

Tanda-tanda objektif: Mengantuk, pilek sampai bersin, dilatasi pupil, panas


dingin, meriang dan berkeringat berlebih, merinding dan muncul dan hilang,
tekanan darah meninggi, respirasi meningkat, suhu badan meninggi tajam,
mual, muntah, diare, insomnia

Tanda-tanda subjektif: Keluhan sugesti, anxietas, gelisah, mudah tersinggung,


rasa sakit dan pegal otot diseluruh tubuh, tulang-tulang ngilu, tidak ada selera
makan, sakit dan kram perut, gemetar/tremor, kejang-kejang kecil, lemas

c. Keadaan putus ganja


Insomnia, mual, mialgia, cemas, gelisah, dan mudah tersinggung, demam,
berkeringat, nafsu makan menurun, fotofobia (takut cahaya), depresi, bingung,
menguap, diare, kehilangan berat badan, dan tremor
d. Keadaan putus obat-obatan sedatif hipnotika (MG, BK, rohip, lekso, nipam, dsb).
Mual, muntah, tampak lemah dan letih, berkeringat, dan tekanan darah meningkat,
anxietas, depresi, tremor kasar pada tangan, lidah, dan kelopak mata.
e. Keadaan putus kokain
Keletihan, insomnia atau hiper insomnia, agitasi psikomotor, ide-ide bunuh diri
dan paranoid, mudah tersinggung dan iritabel, perasaan depresif
f. Keadaan putus kafein
Gelisah dan gugup, mudah tersinggung, nyeri kepala, gemetar, tak mampu bekerja
efektif, hidung berlendir, mual sampai muntah, kadang-kadang timbul depresif.
g. Keadaan putus amfetamin
Depresi, agitasi, anxietas, rasa letih dan depresi, insomnia disertai keinginan untuk
tidur
h. Keadaan putus nikotin
Craving, iritabel, anxietas, sulit konsentrasi, gelisah, nyeri kepala, gangguan tidur

7. SINDROMA NEUROLEPTIK MALIGNA (NMS)


Neuroleptic malignant syndrome (NMS) adalah suatu gangguan yang terjadi akibat
reaksi merugikan yang paling sering disebabkan oleh penggunaan obat-obat
neuroleptik atau antipsikotik.
Tanda dan Simptom
NMS jarang terjadi namun merupakan gangguan yang fatal.
Gejala awal:
a. Kekakuatn otot
b. Peningkatan sekresi air liur
c. Diaphoresis
d. Dysphagia
e. Dyskinesia
f. Dystonia
g. Demam tinggi sampai 108 derajat F
h. Disfungsi sistem otonom, tekanan darah meningkat dan denyut nadi fluktuatif,
pernafasan cepat
i. Tremor
j. Delirium
k. Lethargy
l. Stupor
m. Pucat, hipertertemia
Gejala biasanya terjadi pada 24-72 jam dan bertahan selama 1-44 hari (rata-rata 10
hari). NMS ini disebabkan karena adanya penurunan aktivitas dopamin akibat blokade
reseptor dopamin (D2), ataupun deplesi dopamin di SSP, disfungsi membran otot,
serta adanya gangguan sistem saraf simpatik. Pemblokan reseptor dopamin ini akan
meningkatkan kontraksi otot rangka. Faktor penyebab dari sindroma ini adalah
peningkatan dosis neuroleptik yang cepat, serta penghentian secara tiba-tiba
penggunaannya. Psikomotor agitasi merupakan gejala awal yang paling signifikan
pada pasien NMS, ia juga mengalami stres, dehidrasi, pasien berusia dibawah 40
tahun serta lebih sering terjadi pada pria.
Zat yang mungkin menyebabkan NMS:
a. Obat-obat neuroleptik/antipsikotik (clozapine, nisperidone)

b. Obat-obat non-neuroleptik yang memblok jalur dopamin (metoclopramide,


amoxapine, lithium)
c. Dopaminergik (obat-obatan antiparkinson)
d. Obat-obat antiemetikum
e. Obat-obat anastesi (droperidol)

Você também pode gostar

  • Transient Neonatal Diabetes
    Transient Neonatal Diabetes
    Documento1 página
    Transient Neonatal Diabetes
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Case Report Hemoroid
    Case Report Hemoroid
    Documento6 páginas
    Case Report Hemoroid
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Case Report Hemoroid
    Case Report Hemoroid
    Documento33 páginas
    Case Report Hemoroid
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka Naion
    Daftar Pustaka Naion
    Documento1 página
    Daftar Pustaka Naion
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Case Report Hemoroid
    Case Report Hemoroid
    Documento33 páginas
    Case Report Hemoroid
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Agama
    Agama
    Documento13 páginas
    Agama
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • CHF
    CHF
    Documento17 páginas
    CHF
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Documento38 páginas
    Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Referat Tetralogy of Fallot
    Referat Tetralogy of Fallot
    Documento22 páginas
    Referat Tetralogy of Fallot
    Susi Susanti LG
    Ainda não há avaliações
  • 64 119 1 SM
    64 119 1 SM
    Documento4 páginas
    64 119 1 SM
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Laporan TB Adhoc Uts
    Laporan TB Adhoc Uts
    Documento14 páginas
    Laporan TB Adhoc Uts
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Case Report Epistaksis (Ridho Pratama Dan Adelina Damar Fitri)
    Case Report Epistaksis (Ridho Pratama Dan Adelina Damar Fitri)
    Documento31 páginas
    Case Report Epistaksis (Ridho Pratama Dan Adelina Damar Fitri)
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Refrat Epistaksis Didi Dan Ryan Fix
    Refrat Epistaksis Didi Dan Ryan Fix
    Documento21 páginas
    Refrat Epistaksis Didi Dan Ryan Fix
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Abstrak
    Abstrak
    Documento1 página
    Abstrak
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • BAB1
    BAB1
    Documento6 páginas
    BAB1
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Proposal Penelitian
    Proposal Penelitian
    Documento51 páginas
    Proposal Penelitian
    kirnamara
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Update
    BAB I Update
    Documento5 páginas
    BAB I Update
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Update
    BAB I Update
    Documento1 página
    BAB I Update
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Update
    BAB I Update
    Documento5 páginas
    BAB I Update
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Presentasi Bab I Dan Kesimpulan
    Presentasi Bab I Dan Kesimpulan
    Documento12 páginas
    Presentasi Bab I Dan Kesimpulan
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Css Asfiksi Frank GP Yul
    Css Asfiksi Frank GP Yul
    Documento19 páginas
    Css Asfiksi Frank GP Yul
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Update
    BAB I Update
    Documento1 página
    BAB I Update
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • 16.04.1848 Jurnal Eproc
    16.04.1848 Jurnal Eproc
    Documento8 páginas
    16.04.1848 Jurnal Eproc
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Update
    BAB I Update
    Documento5 páginas
    BAB I Update
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Cover
    Cover
    Documento4 páginas
    Cover
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Panuveitis
    Panuveitis
    Documento13 páginas
    Panuveitis
    Anonymous Di1zSIkRBH
    100% (1)
  • Waspada Demam Tifoid !
    Waspada Demam Tifoid !
    Documento2 páginas
    Waspada Demam Tifoid !
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • PANUVEITIS
    PANUVEITIS
    Documento2 páginas
    PANUVEITIS
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka Naion
    Daftar Pustaka Naion
    Documento1 página
    Daftar Pustaka Naion
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações
  • NAION Case Report
    NAION Case Report
    Documento5 páginas
    NAION Case Report
    Anonymous Di1zSIkRBH
    Ainda não há avaliações