Você está na página 1de 12

Tinjauan Pustaka

Trauma Kimia Alkali Okuli Dekstra


Krisna Lalwani
102011301/C3
20 Maret 2014
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Kr15n4_cloud@yahoo.com

Pendahuluan
Manusia membutuhkan informasi berupa rangsangan dari lingkungan luar sekitar
untuk dapat menjalani hidupnya dengan baik. Agar rangsangan yang berasal dari luar tubuh
dapat ditangkap dibutuhkan alat-alat tubuh tertentu yang bernama indera. Agar dapat melihat
mata harus menangkap pola pencahayaan di lingkungan sebagai gambar atau bayangan optis
kamera nondigital menangkap bayangan pada film. Citra tersandi di retina disalurkan melalui
serangkaian tahap pemrosesan visual yang semakin rumit hingga akhirnya secara sadar
dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli.
Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang
memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam struktur tengkorakyang melindunginya, yaitu
orbita. Banyak sekali penyakit yang bisa menyerang pada mata, walaupun mata berukuran
sangat kecil dibandingkan dengan ukuran bagian tubuh kita yang lain.
Penyakit mata ini sangat mengganggu penderitanya karena dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan. Penyakit mata pada umumnya terjadi akibat kontak dengan
lingkungan luar seperti cahaya matahari, debu dan angin. Selain itu, penyakit mata juga
terjadi akibat adanya trauma dari luar yaitu trauma akibat kecelakaan dan trauma kimia.
Terkait dengan hal tersebut, makalah ini akan membahas dan memberikan pengertian tentang
sejumlah bahan maupun bagian yang perlu diperhatikan lebih dalam dari kasus yang
diberikan yaitu Trauma Kimia Alkali Oculi Dekstra.

Pembahasan

Kasus
Seorang wanita umur 27 tahun datang ke poli umum UKRIDA dengan keluhan mata
kanan merah, sakit, berair, mata kiri tidak ada keluhan, pasien adalah seorang pembantu
rumah tangga, sebelum keluhan dirasakan, pasien datang sedang membersihkan kamar mandi
dengan larutan pembersih kamar mandi portex. Pada saat pemeriksaan ketajaman
penglihatan, mata kanan sulit dibuka karena kesakitan, sementara mata kiri dapat melihat
jelas sampai 6/6. Pada pemeriksaan didapatkan palpebra edema spasme, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh.
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan
riwayat perjalanan penyakit. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Penanganan dari pasien ini harus dimulai
dengan riwayat secara menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
melakukan diagnosis. Berdasarkan skenario tersebut, keluhan utama pasien adalah Seorang
wanita umur 27 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah, sakit, berair, mata kiri tidak
ada keluhan. Keluhan dirasakan pasien sedang membersihkan kamar mandi dengan larutan
pembersih kamar mandi portex.
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1.
2.
3.
4.
5.

Identitas pasien
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya

Identitas Pasien

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya dituliskan secara singkat
beserta lamanya.
Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah gejala mengenai salah satu atau kedua mata? Adakah penurunan penglihatan?
Apakah onsetnya mendadak atau berangsur-angsur? Adakah gejala penyerta (nyeri bola mata,
nyeri kepala, sekret)?1 Adakah demam, mual, muntah, diare, anoreksia, menggigil, penurunan
berat badan dan tinggi badan, malaise, konstipasi?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit? Apakah ada riwayat trauma ? Adakah
riwayat masalah penglihatan sebelumnya? Riwayat diabetes melitus dan hipertensi? Adakah
riwayat penyakit neurologis? Terapi mata (laser)? 1Apakah penyakit kronis pada organ-organ
(saluran cerna, kardiovaskuler, organ pernafasan dan ginjal).
Obat-obatan
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? apakah baru-baru ini ada perubahan
penggunaan obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu ?
Alergi
Adakah alergi obat atau antigen lingkungan ? Adakah paparan bahan K?
Riwayat Keluarga dan Sosial
Adakah riwayat penyakit dalam keluarga? Riwayat masalah penglihatan turunan
dalam keluarga (glaukoma)? Apa pekerjaan pasien ? Bagaimana lingkungan tempat
tinggalnya? Apakah rutin dalam olahraga? Menanyakan aktivitas , makanan sehari-hari dan
ekonomi.

Pemeriksaan Fisik
3

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit tersebut


berdasarkan anamnesis adalah pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital yang meliputi
tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan serta dilakukan inspeksi dan palpasi pada kedua
mata pasien. Pemeriksaan fisik pada mata harus dimulai dari mata kanan lalu ke mata kiri.
Inspeksi mata untuk melihat adakah kelainan yang terlihat jelas (misalnya mata
merah, asimetri, nistagmus yang jelas, atau ptosis. Lihat konjungtiva, kornea, iris, pupil, dan
kelopak mata. Pupil apakah simetris ? lalu lihat ukurannya. Lakukan pemeriksaan pada kedua
mata untuk melihat respon dan seimbang pada cahaya dan akomodasi.1
Lakukan tes ketajaman penglihatan di kedua mata, misalnya dengan kartu snellen
untuk penglihatan jauh dan dengan kartu Jaeger untuk penglihatan dekat. Tes gerak bola
mata; tanyakan mengenai diplopia dan cari nistagmus.1
Tekanan intraokular diukur dengan tonometer Goldmann. Satu silinder plastik jernih
ditekankan pada kornea yang sudah dianestesi. Cincin pendataran, dilihat melalui silinder,
dibuat terlihat adanya fluoresein pada film air mata. Prisma yang diletakkan secara horizontal
dalam silinder, memisahkan cincin kontak menjadi dua setengah lingkaran. Tekanan yang
diberikan ke silinder dapat divariasikan untuk mengubah tingkat pendataran kornea dan
kemudian ukridan cincin. Tekanan disesuaikan sehingga kedua setengah lingkaran saling
bertautan. Ini merupakan titik akhir dari tes, dan tekanan yang diberikan dikonversi ke dalam
satuan tekanan okular (mmHg) yang dapat dilihat di tonometer.2
Oftalmoskop merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli.
Pemeriksaan dengan oftalmoskop dinamakan oftalmoskopi. Oftalmoskopi dibedakan dalama
oftalmoskopi langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan kedua jenis oftalmoskop ini adalah
bertujuan menyinari bagian fundus okuli kemudian bagian yang terang di dalam fundus okuli
dilihat dengan satu mata melalui celah alat pada oftalmoskopi langsung dan dengan kedua
mata dengan oftalmoskopi tidak langsung. Perbedaan antara oftalmoskopi langsung adalah
pada oftalmoskopi langsung daerah yang dilihat, paling perifer sampai daerah ekuator, tidak
stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan pembesaran 15 kali. Dengan oftalmoskop
tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8 kali diameter papil, dapat dilihat sampai
daerah ora serata, karena dilihat dengan 2 mata terdapat efek stereoskopik, dan dengan
pembesaran 2-4 kali. Pemeriksaan dengan oftalmoskop dilakukan di kamar gelap.3

Tes Seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan
dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan
terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
Fluoresein adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari gelombang
biru akan memberikan gelombang hijau. Bahan larutan ini dipakai untuk melihat terdapatnya
defek epitel kornea, fistel kornea atau yang disuntikan intravena untuk dibuat foto pembuluh
darah retina. Aplikasi fluoresein pada mata dapat mengidentifikasi abrasi kornea ( yaitu
hilangnya sel epitel permukaan) dan kebocoran akueous humor dari mata.2
Pemeriksaan Penunjang
Trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas
lakmus.

Gambar.1 Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH


Diagnosis
Menegakkan diagnosis terhadap suatu penyakit merupakan hal yang tidak mudah,
mengingat gejala dan tanda-tanda klinis yang tidak khas. Diagnosis ditegakkan atas dasar
riwayat penyakit dan gambaran klinik. Pada kasus ini telah didapatkan working diagnosis
yaitu trauma kimia alkali oculi dekstra, tetapi untuk menetapkan working diagnosis ini harus
dilakukan diagnosis banding terlebih dahulu. Pertama akan dilakukan diagnosis banding
antara ulkus kornea oculi dekstra, keratitis, dan abrasi kornea.

Differential Diagnosis
Keratitis
Pada keratitis, umumnya pasien memberikan gejala mata merah, visus turun perlahan,
rasa silau, dan merasa kelilipan.3 Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang
pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam
penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superfisial yaitu
pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai
lapisan stroma. Penyebabnya adalah virus, bakteri, jamur, paparan sinar ultraviolet seperti
sinar matahari atau sunlamps, lensa kontak ,mata kering dan reaksi terhadap obat tetes mata,
kosmetik, polusi, atau partikel udara.

Ulkus kornea oculi dekstra


Disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau jamur. Gejala klinis pada ulkus kornea
secara umum dapat berupa:
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa ada benda
asing di mata, pandangan kabur, mata berair, bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus,
silau dan nyeri karena infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

Abrasi kornea
Pasien dengan abrasi kornea biasanya mengeluh sakit mata dan ketidakmampuan
untuk membuka mata karena adanya benda asing . Lecet kecil atau besar pada kornea
sehingga seringkali pasien terlalu tidak nyaman untuk bekerja , menyetir , atau membaca,

dan nyeri sering menghalangi tidur . Beberapa upaya oleh pasien untuk membersihkan mata
dapat lebih mengganggu permukaan epitel.4
Gejala lain termasuk fotofobia, air mata yang berlebihan dapat terjadi . Konjungtiva
injeksi dan kelopak mata bengkak. Kebanyakan pasien dengan bersamaan iritis atraumatic
dapat dengan jelas membedakan antara ketidaknyamanan sakit dari kekauan badan ciliary
dan sensasi benda asing atau ketidaknyamanan gatal dari cedera kornea superfisial .4
Penyebabnya adalah trauma, debu, kontak lensa.
Working Diagnosis
Trauma basa atau alkali akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. Alkali
menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada
trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan akustik soda
dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. Pada trauma alkali akan
terbentuk kolagenase yang akan menambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang
menembus ke dalam bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan
penderita.3
Menurut klasifikasi thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam: 3

Derajat 1: hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata


Derajat 2: hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea
Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea
Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %

Gambar. 2 Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 4

Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa terdapatnya
neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4 membutuhkan waktu
sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
Etiologi
Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara lain adalah
semen, soda kuat, amonia, NaOH, CaOH, dan cairan pembersih dalam rumah tangga.
Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna dipakai sebagai bahan pendingin lemari es,
larutan 7% ammonia dipakai sebagai bahan pembersih. Mudah merusak jaringan bagian
dalam mata seperti iris dan lensa. Ammonia merusak stroma lebih sedikit dibanding dengan
NaOH dan CaOH. pH cairan mata naik beberapa detik setelah trauma. NaOH dikenal dengan
kaustik soda, dipakai sebagai pembersih pipa. pH cairan mata naik beberapa menit sesudah
trauma. Ca(OH)2 daya tembus pada mata kurang, hal ini akibat terbentuknya sabun kalsium
pada epitel kornea. pH cairan mata menjadi normal kembali sesudah 30 3 jam pasca
trauma.
Epidemiologi
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan
bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup
signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang.
Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari
data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang,
2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral
akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di
rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.
Patofisiologi
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila
dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini
mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, camera oculi anterior,
dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan
terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.5,6
8

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada
pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak
membrane sel. Akibat persabunan membrane sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut
dari pada alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi
penggumapalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma
kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke
dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh darah
baru atau neovaskularisasi. Akibat membrane sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan
sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan
stroma dibawahnya melalui plasminogen activator. Bersamaan dengan dilepaskan
plasminogen aktivatir dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya
akan terjadi gangguan penyembuhan empitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan
dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan
puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2
minggu setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhenti hanya bila terjadi epitelisasi
lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke
dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata
susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua
unsure ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5,6

Manifestasi Klinis
Pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah
kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding
trauma asam.
Pada kornea:
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan
memakai bahan kimia di abad modren. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan
segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang segera harus
dilakukan untuk mencegah memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan
dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit
15-30 menit.
9

Membran sal rusak.

Terjadi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.

Tekanan intra okuler meningkat.

Hipotoni akan terjadi bila kerusakan pada badan silier.

Kornea keruh dalam beberapa menit.

Pada kelopak:

Margo palpebra rusak.

Kerusakan pada kelenjar air mata, sehingga mata menjadi kering.

Pada konjungtiva:

Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang.

Padalensa
Lensa keruh.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk menangani trauma basa pada mata adalah
secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik selama mungkin. Irigasi dilakukan
sampai pH menjadi normal, paling sedikit 2000 ml selama 30 menit. Bila dilakukan irigasi
lebih lama akan lebih baik. Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi basa dapat dilakukan
pemeriksaan dengan kertas lakmus. pH normal air mata 7,3. Bila penyebabnya adalah CaOH,
dapat diberi EDTA karena EDTA 0,05 dapat bereaksi dengan CaOH yang melekat pada
jaringan. Pemberian antibiotika dan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman
oportunis. Pemberian sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan
sinekia posterior. Pemberian Anti glaukoma (beta blocker dan diamox) untuk mencegah
terjadinya glaucoma sekunder. Pemberian Steroid secara berhati-hati karena steroid
menghambat penyembuhan. Steroid diberikan untuk menekan proses peradangan akibat
10

denaturasi kimia dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva. Steroid topical ataupun
sistemik dapat diberikan pada 7 hari pertama pasca trauma. Diberikan Dexametason 0,1%
setiap 2 jam. Steroid walaupun diberikan dalam dosis tinggi tidak mencegah terbentuknya
fibrin dan membrane siklitik. Kolagenase inhibitor seperti sistein diberikan untuk
menghalangi efek kolagenase. Diberikan satu minggu sesudah trauma karena pada saat ini
kolagenase mulai terbentuk. Pemberian Vitamin C untuk pembentukan jaringan kolagen.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air
mata

buatan).

Operasi

Keratoplasti

dilakukan

bila

kekeruhan

kornea

sangat

mengganggu penglihatan.

Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,dan jenis trauma
yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara lain :
1. Simblefaron, adalah perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan
konjungtiva forniks. Dapat disebabkan akibat trauma kecelakaan,operasi, luka bakar
oleh zat kimia, dan peradangan. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera padamata
yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihatsesudah
beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapatmuncul akut,
subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata. Trauma basa pada permukaan mata
sering menyebabkan katarak, selain menyebabkan kerusakankornea, konjungtiva, dan
iris. Komponen basa yang masuk mengenai matamenyebabkan peningkatan PH cairan
akuos dan menurunkan kadar glukosa danaskorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut
ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun
karena trauma asam sukar masuk ke bagian dalam mata dibandingkan basa maka
jarang terjadi katarak traumataik akibat trauma asam.
5. Glaukoma

Prognosis

11

Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka
panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosisnya ditentukan oleh anestesi kornea dan
bahan alkali penyebab trauma tersebut.

Kesimpulan
Trauma kimia alkali merupakan kasus kegawatdaruratan dan biasanya lebih berat
daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel membran
dan masuk ke bilik mata depan, bahkan s amp ai ret i na . Berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis kerja dapat ditegakkan bahwa
wanita berumur 27 tahun menderita trauma kimia alkali okuli dekstra. Penatalaksanaan yang
cepat dapat memberikan prognosis yang baik.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.
18-9.
2. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes: oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga;
2006. h. 22-7.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan penerbit FKUI;
2013. h. 16-8.
4. Verma A. Corneal abrasion. Diunduh dari:
(http://www.http://emedicine.medscape.com, diakses 20 Maret 2014).
5. Ilyas S. Kegawatdaruratan dalam ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2002. h. 29-36.
6. Kanski, JJ. Clinical opthalmology. Edisi ke-6. Philadelphia: Elseiver Limited; 2008. h.

864-68.

12

Você também pode gostar