Você está na página 1de 7

Askep Abortus Incompletus

Posted by dwixhikari pada 12 Maret 2010


Oleh : Niken Jayanthi, S.Kep
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu kejadian penting pada setiap pasutri dan merupakan awal dari
kehidupan seorang manusia. Selayaknya kehamilan disiapkan dengan matang dari kesehatan
ibu dan buah hati. Saat inipun ibu sudah harus diberi pengertian bagaimana seharusnya ia
menjaga kondisi tubuh untuk kelancaran kehamilan dan perkembangan janin dalam
kandungan. Kehamilan itu sendiri adalah hasil pertemuan antara sel telur dengan sel sperma
disaluran tuba fallopi dan membentuk sebuah janin.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam
kenyataannya tidak selalu demikian, sering kali perkembangan kehamilan mendapat
gangguan seperti pendarahan, gangguan perdarahan yang sering timbul pada awal kehamilan
salah satunya adalah abortus. Abortus adalah penghentian sebelum janin dapat hidup.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh American Collage of Obstetricians and Gynecologist
(ACOG) dilakukan bahwa sekitar 15% kehamilan mengalami keguguran, sedangkan data lain
menyebutkan bahwa janinnya sekitar 15-40% dari kehamilan yang terjadi. Angka sebenarnya
mungkin lebih besar, karena bisa saja keguguran terjadi sebelum seorang wanita menyadari
bahwa dirinya hamil. Dari jumlah tersebut sekitar 60-75% angka keguguran terjadi sebelum
usia kehamilan mencapai 12 minggu.
Abortus bila tidak ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat
sampai syok dan berakhir dengan kematian. Selain itu juga akan mengakibatkan perforasi,
infeksi dan tetatus serta payah ginjal akut. Untuk mengatasi masalah perdarahan dilakukan
tindakan keperawatan rehidrasi cairan dan transfusi darah.
Dengan adanya fenomena di atas penulis tertarik untuk mengelola klien dengan masalah
abortus.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Memperoleh gambaran hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien dengan abortus
incompletus di RS Hikari Semarang.
2. Tujuan khusus
Memperoleh gambaran tentang :
a. Gambaran hasil pengkajian pada pasien kelolaan
b. Gambaran prioritas tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dengan abortus
c. Gambaran perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul
d. Gambaran tindakan keperawatan
e. Gambaran hasil dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah Gangguan Sistem Reproduksi : Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Abortus Inkompletus.

D. Metode
Data penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
Sedangkan teknik pengumpulan data dengan:
1. Observasi
Yaitu dengan mengadakan pengawasan langsung terhadap keadaan umum pasien serta
perkembangan sambil melakukan asuhan keperawatan selama observasi.
2. Wawancara
Yaitu dengan tanya jawab dengan pasien, keluarga pasien, bidan dan tenaga kesehatan yang
ikut menangani.
3. Studi dokumentasi
Yaitu dengan mempelajari catatan medik pasien, buku laporan serta dokumen lainnya.
4. Studi kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan gangguan sistem
reproduksi terutama tentang abortus incompletus.
E. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka : Terdiri atas pengertian, etiologi, patologi, klasifikasi, klinik
abortus spontan, komplikasi, pathway.
BAB III Tinjauan Kasus.
Daftar Pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Di
bawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus.
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup
sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400
1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Eastman, 1994).
Abortus adaah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaita
fetus belum viable by law (Jeffcoat, 1990).
Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentasi
belum selesai (Holmer, 1994).
B. Etiologi
Terlampir di rental Hikari.
C. Patofisiologi
Pada abortus terjadi perdarahan dalam aesidua basalls diikuti oleh terjadinya nekrosis
jaringan sekitarnya, ini menyebabkan hasil konsepsi sebagian atau seluruhnya terlepas, hal ini
akan menyebabkan uterus berkontraksi yang akhirnya mengeluarkan isi rahim.
Sebelum minggu ke 8 biasanya hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya. Karena villichorialis
belum menanamkan diri dengan erat ke dalam decidua. Pada kehamilan antara 8 sampai 14

minggu villi chorialis menembus decidua lebih dalam, sehingga umumnya placenta tidak
dilepaskan secara sempurna sehingga timbul banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin, disusul dengan pengeluaran placenta secara lengkap yang telah terbentuk.
Perdarahan tak banyak bila placenta terlepas secara lengkap, telur yang lahir dengan abortus
mempunyai beberapa bentuk : ada kalanya berupa telur kosong (bilighted ovum) yang
berbentuk kantong amnion berisi air ketuban tanpa bentuk yang jelas mungkin janin lahir
mati atau dilahirkan hidup.
Kalau abortus terjadi dengan lambat laun hingga darah berkesempatan membeku antara
decidua dan chorion maka terbentuklah mola cruenta. Bila darah beku tersebut sudah seperti
daging akan menjadi mola carnosa. Mola tuberose bentuk yang memperlihatkan benjolanbenjolan yang disebabkan hematom-hematom antar amnion dan chorion.
Janin yang mati bila masih sangat kecil dapat diabsorbsi dan hilang, bila sudah agak besar
maka cairan amnion diabsorbsi hingga janin tertekan (Foutes Compressus). Kadang-kadang
janin menjadi kering, mengalami murnifikasi hingga menyerupai perkamen (Foetus
Papyraceus). Kemungkinan janin yang tidak cepat dikeluarkan terjadi naserasi : kulit
terlupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena berisi cairan dan tubuh janin
kemerah-merahan.
D. Klasifikasi
Abortus dibagi atas 2 (dua) golongan :
1. Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun
medisinalis. Semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus provokatus (Induced Abortion)
Adalah abortus yang disengaja baik dengan memakai obat maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis / perlu mendapat persetujuan 2 sampai
3 dokter ahli).
b. Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak ilegal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.
Abortus spontan dibagi atas :
a. Abortus Kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga rahim kosong.
b. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa)
Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua
(placenta)
c. Abortus Inciepiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba,
kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
d. Abortus Iminens (keguguran membakat)
Keguguran membakat dan akan terjadi, dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dengan
memberikan obat hormonal dan antispasmodic serta istirahat.
e. Nissed abortion
Keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan
selama 2 bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis

Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 x atau lebih.


g. Abortus Infeksionus dan abortus septic
Adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam
peredaran darah atau peritoneum.
E. Manifestasi klinik
Terlampir di rental Hikari.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Ginekologi:
1. Inspeksi vulva
a. Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b. Adakah disertai bekuan darah
c. Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d. Adakah tercium bau busuk dari vulva
2. Pemeriksaan dalam spekulum
a. Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b. Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c. Apakah tampak jaringan keluar ostium
d. Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3. Pemeriksaan dalam
a. Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b. Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c. Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan
d. Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e. Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
f. Adakah terasa tumor atau tidak
g. Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
Pathways
Terlampir di rental Hikari.
G. Penanganan
1. Abortus Iminens
a. Istirahat baring
Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya
aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
b. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir
c. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena darah harus
diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan untuk mengetahui apakah ada jaringan
yang keluar dari vagina,
d. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah infeksi.
e. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat hernatinik misalnya :
sulfas farosus 600 1000 mg sehari.
f. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah mati.
g. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus. Apabila terjadi
obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat juga berbentuk Supositoria. Dianjurkan untuk
menunggu 48 jam setelah pasien membaik, baru merangsang peristaltic usus.
h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas, tiap 4 jam sekali jika
pasien panas.

i. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat baring sampai 2/3 hari
setelah perdarahan berhenti.
j. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan adanya lesi cerviks.
k. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin G.
1. Setelah lepas dari perawatan, pasien harus banyak istirahat, mengurangi kegiatan fisik,
jangan dulu mengangkat beban berat, menghindari kelelahan dan ketegangan jiwa, 2-3
minggu setelah lepas perawatan jangan melakukan senggama. Bila terjadi perdarahan ulang
segera istirahat baring dan lapor segera ke petugas kesehatan.
2. Abortus Incomplete
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau cairan ringer
dilanjutkan dengan transfuse!
b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa konsepsi.
c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler,
d. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas ferroscus dan vitamin C.
e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
3. Abortus kompletus
a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 31 tablet selama 3-5 hari.
b. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa dipertimbangkan transfuse.
c. Antibiotik untuk cegah infeksi.
d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral.
4. Abortus incipiens .
a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus ditangani sebagai
abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler,
dan apapun yang keluar dari vagina ditunjukkan pada dokter.
b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus spontan, pertolongan
dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam. Morfin sangat berguna disamping
menghilangkan rasa sakit dapat merelaksasi cerviks sehingga memudahkan ekspulsinya hasil
konsepsi.
c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera melakukan pengosongan
uterus.
d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus. Digunakan pada kehamiian
lebih dari 12 minggu karena biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada
saat kerokan lebih besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam 500 ml dekstrose 5 % dimulai 8
tetes / menit dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit. Bila janin
sudah keluar tetapi placenta masih tertinggal sebaiknya pengeluaran placenta secara digital.
e. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan pertolongan dapat dilakukan
pengeluaran jaringan secara digital,
f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan
pengosongan uteri,
g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum / cunam abortus,
h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika pengosongan uterus sudah
selesai dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus.
5. Abortus infeksiosus dan abortus septic
a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.
b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan
obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta tiap 6 jam berikan suntikan streptomycin 500 mg
setiap 12 jam atau antibiotik spectrum luas lainnya.
c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih cepat bila terjadi
perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.

e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik ditinggikan dan dipilih
jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan dilakukan bila
keadaan umum membaik dan panas reda.
H. Fokus intervensi
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan abortus ;
1. Resiko tinggi terjadi syok berhubungan dengan perdarahan abnormal.
Tujuan : tidak terjadi syok
Kriteria hasil:
a. TTV normal
b. Ekstremitas hangat
Intervensi Keperawatan :
Terlampir di rental Hikari.
2. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan intra uterin
Tujuan : Nyeri hilang / berkurang
Kriteria hasil :
Terlampir di rental Hikari.
Intervensi:
a. Tentukan riwayat nyeri : lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan tindakan penghilang yang
digunakan (PQRST)
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung, aktifitas hiburan, musik,
tertawa dll)
c. Evaluasi penghilangan nyeri ;
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prosedur
pengobatan dan penatalaksanaannya.
Tujuan : Cemas hilang / berkurang
Kriteria hasil:
a. Klien mengatakan cemas hilang / berkurang.
b. Klien mengetahui tentang penyakitnya, penyebab, tanda dan gejala, perjalanan penyakit
dan tindakan perawatan yang dilakukan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c. Berikan informasi tentang penyebab, tanda, gejala, perjalanan penyakit dan tindakan
pengobatan yang dilakukan
d. Berikan informasi tentang pengobatan yang dijalani.
e. Berikan informasi yang adekuat tentang keadaan klien
f. Anjurkan keluarga untuk memberikan motivasi pada klien
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan perawatan diri berhubungan adanya jadwal adanya
tindakan (tetap bedrest selama 3 hari setelah perdarahan berhenti).
Tujuan : klien memenuhi perawatan diri secara mandiri
Kriteria hasil:
a. Klien menunjukkan peningkatan kebutuhan perawatan diri
b. ADL tanpa bantuan
Intervensi Keperawatan:

a. Kaji respon individu terhadap aktifltas.


b. Ukur nadi, tekanan darah, pernafasan, perdarahan, kontraksi uterus.
c. Kaji aktifitas maksimal individu dalam memenuhi kebutuhannya.
d. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan sehari-harinya.
e. Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas tubuh Tujuan ; Tidak terjadi
infeksi
Kriteria hasil:
a. Tidak ada tanda tanda infeksi
b. TTV dalam batas normal
c. Hasil laboratorium dalam batas normal: lekosit
Intervensi:
a. Tekankan pada pentingnya hygiene personal.
b. Pantau TTV
c. Berikan perawatan dengan prinsip aseptic
d. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi
e. Kolaborasi pemeriksaan : kultur
f. Kolaborasi pemberian antibiotic
g. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : lekosit
BAB III
TINJAUAN KASUS
Terlampir di rental Hikari.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta :
EGC.
Doengoes, M. (2001). Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Bagian Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. (1998).
Obstetri Patologi. Bandung : Eistar.
Sumapraja, Witjaksono. (2007). Majalah Kesehatan Keluarga Dokter Kita. Jakarta : Dian
Rakyat.
Mochtar. R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Você também pode gostar