Você está na página 1de 83

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan suatu perusahaan adalah untuk dapat menjaga kelangsungan hidup
perusahaan, melakukan pertumbuhan serta dapat meningkatkan profitabilitas dari
waktu ke waktu dimana ketiganya adalah pedoman menuju arah strategis semua
organisasi bisnis. Semakin derasnya arus teknologi dan informasi, menuntut setiap
perusahaan untuk lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan
tersebut dalam persaingan global. Salah satu strategi yang dilakukan oleh
perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah dengan efisiensi
biaya,

meningkatkan

produktivitas,

meningkatkan

kualitas

produk

dan

meningkatkan kemampuan untuk memberi respons terhadap berbagai kebutuhan


pelanggan. Dengan demikian, agar perusahaan dapat mengelola usahanya dengan
efektif dan efisien membutuhkan sistem informasi yang sistematik untuk dapat
terus bertahan guna menghadapi persaingan global yang pesat dan kompleks.
Perusahaan jasa khususnya perusahaan jasa konstruksi adalah salah satu yang
juga harus bersaing dalam persaingan global yang semakin lama semakin pesat
perkembangannya guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
Perusahaan jasa konstruksi adalah perusahaan yang berbeda dengan perusahaan
jasa lainnya. Hal ini disebabkan adanya karakteristik yang khas yaitu terletak pada
ukuran periode akuntansi yang umumnya lebih dari satu periode akuntansi atau
lebih dari satu tahun. Di lain pihak, perusahaan harus menyediakan informasi

mengenai posisi keuangan yang dibutuhkan oleh perusahaan itu sendiri atau oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu satu tahun atau satu periode
akuntansi.
Melihat kondisi diatas, agar perusahaan jasa konstruksi dapat menyajikan
jumlah laba yang wajar, maka dalam proses penyusunan laporan keuangan perlu
melakukan proses mempertemukan antara pendapatan dan pembebanan biayabiaya. Penentuan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting dalam
hal ini. Akuntansi biaya memiliki fungsi untuk menyajikan secara rinci informasi
tentang pendapatan yang diperoleh dengan berbagai biaya sumber daya yang
dikonsumsi untuk menyelesaikan satu pesanan. Salah satu bentuk informasi
penting dalam operasi perusahaan antara lain berupa informasi harga pokok
produksi.Yang merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan
manajerial. Harga pokok produksi atau dalam perusahaan jasa konstruksi lebih
dikenal dengan istilah harga pokok konstruksi terdiri dari tiga macam biaya, yaitu
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead. Perhitungan
harga pokok konstruksi yang akurat merupakan hal yang penting terutama bagi
perusahaan jasa konstruksi yang proses produksinya berdasarkan pesanan yang
berbeda-beda. Perhitungan harga pokok konstruksi berkaitan dengan sistem
akuntansi biaya yang digunakan oleh perusahaan.
Dalam functional based system atau sistem tradisional, perhitungan biaya
didasarkan asumsi bahwa produk individual menyebabkan timbulnya biaya.
Dengan asumsi seperti diatas, sistem tradisional membebankan biaya ke produk
berdasarkan konsumsi biaya yang berhubungan dengan jumlah unit yang

diproduksi. Apabila kita menghitung biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga
kerja langsung, hal ini tidak menjadi masalah jika menggunakan sistem
tradisional. Namun, akan menjadi masalah jika kita menghitung biaya overhead.
Dalam sistem tradisional, biaya overhead diasumsikan proporsional dengan
dengan jumlah unit yang diproduksi. Namun pada kenyataannya banyak sumber
daya-sumber data atau biaya-biaya yang timbul dari aktivitas-aktivitas yang tidak
berhubungan dengan volume produksi. Sehingga, sistem tradisional tidak lagi
sesuai dengan kondisi perusahaan yang semakin berkembang dari waktu ke
waktu, apalagi perusahaan dituntut untuk menyelesaikan pesanan sesuai dengan
permintaan pelanggan yang pasti berbeda antara pelanggan yang satu dengan yang
lain.
Sistem tradisional tidak dapat menunjukkan berapa biaya yang sesungguhnya
dikonsumsi dalam tiap pesanan yang dikerjakan oleh perusahaan. Hal ini akan
sangat merugikan perusahaan khususnya perusahaan jasa konstruksi yang
mengerjakan berbagai jenis pesanan dari pelanggan yang berbeda-beda. Alokasi
biaya dengan sistem ini mengakibatkan penyimpangan karena tiap pesanan atau
produk tidak mengkonsumsi biaya overhead secara proporsional terhadap unit
yang diproduksi. Kondisi seperti ini mengakibatkan kekeliruan dalam perhitungan
harga pokok konstruksi yang berimbas pada strategi penetapan harga jual,
keputusan manajerial yang tepat, alokasi sumber daya yang tidak efektif, bahkan
hilangnya keunggulan kompetitif.
Untuk mengatasi kelemahan sistem tradisional, maka digunakan metode
perhitungan biaya produksi berdasarkan aktivitas atau Activity Based Costing

(ABC) yang akan membantu pihak manajemen untuk mengalokasikan biaya


overhead

yang

lebih

akurat.

Perhitungan

biaya

berdasarkan

aktivitas

diperkenalkan dan didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana


tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan
menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan
dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, ABC memiliki
penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Perhitungan biaya produk
tradisional menelusuri hanya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung ke setiap unit output. Tetapi, ABC mengakui bahwa banyak biaya-biaya
lain yang pada kenyataannya dapat ditelusuri tidak ke unit output, tetapi ke
aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output. Dengan demikian,
penggunaan metode Activity Based Costing ini akan mampu memberikan
informasi harga pokok konstruksi yang lebih akurat.
PT X yang berada di Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang jasa konstruksi, dimana aktivitas yang dilakukan berdasarkan
pesanan yang diterima dari pemberi proyek. PT X terlebih dahulu menentukan
pelaksana yang akan bertugas melaksanakan jalannya proyek. Pelaksana yang
ditunjuk kemudian mengestimasi bahan-bahan, mengestimasi jumlah tenaga kerja
serta biaya-biaya yang diperkirakan akan timbul saat proyek dilaksanakan. Hasil
estimasi tersebut dipergunakan sebagai anggaran biaya proyek. Dengan demikian,
setiap proyek memiliki volume, tingkat kompleksitas, dan karakteristik yang
berbeda-beda. Maka dari itu perusahaan membutuhkan suatu metode perhitungan
harga pokok konstruksi yang dapat membebankan biaya tidak langsung (biaya

overhead) dengan lebih tepat sehingga akan memberikan informasi mengenai


harga pokok konstruksi yang lebih akurat. Kebutuhan informasi yang lebih akurat
terkait dengan usaha perusahaan yang dimaksudkan untuk dapat mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan dalam persaingan global yang semakin kompleks,
khususnya dalam proyek pelaksanaan pengecatan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana penerapan Activity Based Costing untuk meningkatkan akurasi dalam
perhitungan harga pokok konstruksi pada pelaksanaan pengecatan perusahaan jasa
konstruksi PT X di Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penerapan Activity
Based Costing dalam penentuan harga pokok konstruksi pada pelaksanaan
pengecatan di PT X .
2. Untuk membuktikan keakuratan perhitungan harga pokok konstruksi dan
mengetahui manfaat yang dihasilkan dari penerapan metode Activity
Based Costing.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
yang dapat digunakan oleh perusahaan mengenai perhitungan harga pokok
konstruksi dengan metode Activity Based Costing.
2. Bagi penulis, penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan
dan pengetahuan mengenai perhitungan harga pokok konstruksi dengan
metode Activity Based Costing.
3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
dan pembanding bagi peneliti selanjutnya.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi


Dalam penulisan proposal ini, secara garis besar dapat diuraikan secara
singkat terdiri dari lima (5) bab dimana antara satu bab dengan bab lainnya saling
berhubungan. Uraian tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan penelitian.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori dan konsep-konsep
yang berhubungan dengan masalah yang dirumuskan, yang
meliputi tentang definisi, konsep dasar, asumsi, manfaat, serta
langkah-langkah dalam penerapan Activity Based Costing. Di

samping itu akan ada sedikit penjelasan mengenai perbandingan


antara sistem tradisional dengan Activity Based Costing dalam
perhitungan harga pokok konstruksi.

BAB III

METODE PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang akan
digunakan dalam mengadakan penelitian. Bab ini juga akan
menjelaskan jenis dan pendekatan penelitian, jenis data yang
dikumpulkan, prosedur pengumpulan data, serta teknik analisis
data.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini dibahas tentang gambaran umum PT X yang
terdiri dari sejarah singkat perusahaan, lokasi perusahaan, struktur
organisasi serta pembahasan tentang permasalahan yang ada
berdasarkan konsep-konsep yang telah dijelaskan dalam tinjauan
kepustakaan berdasarkan teori dan konsep-konsep yang relevan.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


Bab ini akan menguraikan kesimpulan mengenai hasil penelitian
yang telah dibahas dan juga memberikan saran-saran yang
sekiranya dapat bermanfaat bagi perusahaan.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Landasan Teori


2.1.1

Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya


In the past, cost accounting was widely regarded as the calculation of the

inventory cost presented in balance sheet and cost of goods sold figure in the
income statement. Seperti yang diungkapkan oleh Carter dan Usry (2002:7)
tersebut, akuntansi biaya pada mulanya hanya dipandang sebagai sebuah cara
perhitungan atas nilai persediaan yang dilaporkan di neraca dan nilai harga produk
penjualan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi.
Perkembangan akuntansi biaya selanjutnya mampu menyediakan berbagai
informasi dan data yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk berbagai
tujuan termasuk perencanaan, pengendalian serta penentuan biaya produk.
Sehingga, akuntansi biaya menjadi partner manajemen yang utama dalam
kegiatan perencanaan dan pengawasan dengan memberikan manajemen alat yang
diperlukan untuk merencanakan, mengawasi, melakukan penilaian atas berbagai
kegiatan perusahaan serta pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian diatas
dapat dikatakan bahwa akuntansi biaya memberikan informasi biaya kepada pihak
manajemen dan akuntansi manajemen sebagai salah satu tipe informasi yang
digunakan untuk membantu manajemen.
Menurut Mulyadi (2005:7) definisi akuntansi biaya adalah: Akuntansi
biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya

pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara tertentu, serta
penafsiran terhadapnya.
Menurut Horngren, Datar, dan Foster (2003:3) Cost Accounting provides
information for management accounting and financial accounting. Cost
Accounting measures and reports financial and non financial information relating
to the cost acquiring or utilization resource in organizations.
Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
akuntansi biaya adalah kegiatan yang terdiri dari prosedur sistematis mengenai
pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya maupun sumber daya
yang digunakan dalam operasi perusahaan. Dengan demikian, akuntansi biaya
merupakan bagian dari akuntansi manajemen.

2.1.2 Definisi Akuntansi Manajemen


Akuntansi manajemen di definisikan oleh Hansen dan Mowen (2003:7)
adalah The management accountant identifies, collects, measures, classifies, and
reports information that is useful to internal users in planning, controlling and
decision making activities.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa akuntansi manajemen
adalah suatu kegiatan atau proses yang menghasilkan informasi keuangan bagi
manajemen yang digunakan manajer untuk :
a. Perencanaan, yaitu pernyataan lengkap suatu kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan identifikasi metode untuk
mencapai tujuan tersebut.

10

b. Pengendalian, yaitu aktivitas untuk mengarahkan kegiatan agar berjalan


sesuai dengan yang direncanakan.
c. Pengambilan keputusan, yaitu proses memilih diantara beberapa alternatif.
Informasi akuntansi manajemen meliputi data historis maupun estimasi
yang digunakan oleh manajemen untuk melaksanakan operasi sehari-hari,
perencanaan operasi di masa datang, dan mengembangkan strategi bisnis secara
menyeluruh. Akuntansi manajemen mampu membantu manajer mengenali
masalah-masalah, menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan mengevaluasi
kinerja. Dengan demikian, akuntansi manajemen diharapkan mampu membantu
perusahaan menghadapi perubahan lingkungan operasi sehingga perusahaan dapat
terus bertahan

2.1.3 Konsep Biaya dan Cara Penggolongan Biaya


Para akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai suatu nilai tukar,
prasyarat atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh manfaat. Terdapat
dua istilah yang sering digunakan oleh akuntan manajemen, yaitu: biaya (cost)
dan beban (expense). Menurut Hansen dan Mowen (2003:4) definisi cost dan
expense adalah: Cost is the cash or cash-equivalent value sacrified for goods and
services that are expected to bring a current or future benefit to organization As
cost are used up in the production of revenues they are said to expired. Expired
costs are called expense.
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa biaya (cost) adalah kas atau
nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan

11

memberikan manfaat pada saat ini atau pada masa yang akan datang bagi
perusahaan. Sedangkan beban (expense) menunjukkan biaya yang telah
dihabiskan dalam proses menghasilkan pendapatan atau bagian pengorbanan yang
diberikan untuk suatu periode akuntansi tertentu.
Untuk memudahkan dalam penyajian informasi biaya yang dibutuhkan
manajemen agar dapat mengelola perusahaan secara efektif, maka dalam mencatat
dan menggolongkan biaya haruslah selalu diperhatikan untuk tujuan apa
manajemen memerlukan informasi biaya tersebut. Maka sebaiknya selalu
diterapkan konsep different cost for different purpose yaitu, untuk tujuan yang
berbeda kita harus menggunakan konsep biaya yang berbeda pula. Tidak ada satu
konsep biaya yang dapat digunakan untuk semua tujuan. Maka dari itu, dalam
akuntansi biaya dikenal berbagai macam klasifikasi atau penggolongan biaya.
Klasifikasi biaya sangat diperlukan untuk mengembangkan data biaya
yang dapat membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuannya. Menurut
Mulyadi (2005:13) terdapat lima cara penggolongan biaya yaitu diantaranya
sebagai berikut:
1. Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran:
Merupakan dasar penggolongan biaya yang terdiri dari:
a. Biaya bahan baku
b. Biaya tenaga kerja langsung
c. Biaya overhead
2.
Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan:
a. Biaya produksi. Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah
bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual.
b. Biaya pemasaran. Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
melaksanakan kegiatan pemasaran produk.
c. Biaya administrasi dan umum. Merupakan biaya-biaya untuk
mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk.

12

3.

Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang


dibiayainya:
a. Biaya langsung. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab
satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayainya. Jika sesuatu
yang dibiayainya tersebut tidak ada, maka biaya langsung ini tidak akan
terjadi.
b. Biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya
tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayainya. Biaya tidak
langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya
produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead
costs).
4. Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan
perubahan volume aktivitas:
a. Biaya variabel.Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan
b. Biaya semivariabel. Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
c. Biaya semifixed. Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat
volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada
volume produksi tertentu.
d. Biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam
kisar volume kegiatan tertentu.
5. Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya:
a. Pengeluaran modal (capital expenditure). Pengeluaran modal adalah biaya
yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya
periode akuntansi adalah satu tahun kalender).
b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure). Pengeluaran pendapatan
adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi
terjadinya pengeluaran tersebut.
2.1.4 Harga Pokok Produk atau Jasa
Hansen dan Mowen (2003:44) memberikan definisi harga pokok produksi
adalah: The cost of goods manufactured represent the total cost assigned to good
completed during the current period. Menurut Hilton (1999:43) mengemukakan
sebagai berikut: Product cost is a cost assigned to goods that were either
purchased or manufactured for sale.
Jadi, harga pokok produksi atau jasa adalah biaya-biaya yang timbul
karena adanya aktivitas produksi. Proses produksi suatu perusahaan akan

13

mengeluarkan biaya-biaya yang akan digunakan untuk menghasilkan barang atau


jasa. Biaya-biaya yang timbul tersebut dinamakan biaya produksi atau biaya jasa.
Menurut Hansen dan Mowen (2003:40), unsur-unsur yang membentuk
harga pokok produk atau jasa adalah: The only cost assigned to goods and
service completed are the manufacturing costs of direct material, direct labor and
overhead. Unsur-unsur biaya produk atau jasa menurut Hansen dan Mowen
(2003:42), dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu:
1.

Biaya Bahan Baku


Bahan baku merupakan dasar yang akan digunakan untuk membentuk
bagian yang menyeluruh menjadi produk jadi. Bahan baku yang digunakan
untuk memproduksi dapat diperoleh melalui pembelian lokal, impor atau
dari pengolahan sendiri. Biaya bahan baku meliputi harga pokok semua
bahan yang dapat diidentifikasi dengan pembuatan suatu jenis produk,
dengan mudah dapat ditelusuri atau dilihat perwujudannya di dalam produk
selesai. Biaya bahan baku memiliki bagian yang signifikan dari total biaya
suatu produk.

2.

Biaya Tenaga Kerja Langsung


Tenaga kerja merupakan kegiatan fisik yang dilakukan oleh karyawan untuk
mengolah suatu produk. Biaya tenaga kerja langsung meliputi biaya-biaya
yang berkaitan dengan penghargaan dalam bentuk upah yang diberikan
kepada semua tenaga kerja yang secara langsung ikut serta dalam
pengerjaan produk yang hasilnya kerjanya dapat ditelusuri secara langsung

14

pada produk dan upah yang diberikan merupakan bagian yang besar dalam
memproduksi produk.
3.

Biaya Overhead
Pada umumnya dalam suatu perusahaan biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung merupakan biaya produksi langsung. Semua biaya selain
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang berhubungan
dengan produksi adalah biaya produksi tidak langsung. Istilah ini sesuai
dengan sifat biaya overhead yang tidak dapat atau sulit untuk ditelusuri
secara langsung kepada produk atau aktivitas-aktivitas pekerjaan. Biaya
tidak langsung ini terkumpul dalam suatu kategori yang disebut biaya
overhead pabrik (BOP) dan membutuhkan suatu proses alokasi yang adil
untuk tujuan perhitungan harga pokok produksi atau jasa.

2.1.5

Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi


Harga pokok produksi merupakan salah satu informasi yang penting bagi

perusahaan yang akan digunakan oleh manajer untuk tujuan yang beraneka ragam.
Sebagai contoh, harga pokok produk dari sebuah produk jadi berguna untuk
menetapkan harga jual produk. Di samping itu, harga pokok produksi yang akurat
juga memungkinkan bagi manajer untuk mengelola operasi secara efektif dan
efisien, serta merupakan faktor penting dalam pembuatan laporan keuangan.
Ada dua jenis sistem akuntansi biaya yang digunakan untuk menentukan
harga pokok, yaitu: job order cost systems dan process cost systems. Jenis mana

15

yang digunakan untuk menentukan harga pokok sangat tergantung pada jenis
proses produksi perusahaan yang bersangkutan.
TABEL 2.1
PEMBANDINGAN KALKULASI BIAYA PESANAN DAN PROSES
Kalkulasi Biaya Pesanan
1. Variasi perbedaan produk luas.
2. Biaya diakumulasi berdasarkan
pekerjaan.
3. Biaya per unit dihitung melalui
pembagian total biaya pekerjaan
dengan unit yang diproduksi

Kalkulasi Biaya Proses


1.
2.

Produk homogen.
Biaya diakumulasi berdasarkan
proses atau departemen.
3.
Biaya per unit dihitung melalui
pembagian proses satu periode
dengan unit yang diproduksi
selama periode tersebut.

Sumber: Hansen dan Mowen (2003:208)

2.1.5.1 Job Order Cost Systems


Metode harga pokok pesanan adalah cara penentuan harga pokok produksi
dimana biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk sejumlah produk tertentu, atau
suatu jasa yang dapat dipisahkan identitasnya dan yang perlu ditentukan harga
pokoknya secara individual. Metode ini tepat digunakan bila produksi terdiri dari
atau merupakan pesanan khusus serta waktu yang dikehendaki untuk
memproduksi suatu unit produksi relatif panjang dimana harga jual banyak
tergantung dari biaya produk.
Oleh karena itu metode job order cost systems adalah metode yang paling
tepat untuk dipergunakan dalam perhitungan harga pokok pada perusahaan
kontraktor. Dalam perhitungan biaya produksi pesanan, biaya diakumulasikan
menurut pekerjaan atau pesanan tertentu. Metode ini mengasumsikan bahwa

16

semua pesanan yang dikerjakan dapat diidentifikasi secara fisik dan setiap
pesanan dapat dibebani dengan biaya yang hanya berkaitan dengan pesanan itu
sendiri.

2.1.5.2 Process Cost Systems


Metode ini digunakan untuk barang-barang yang diproduksi melalui cara
pengolahan yang berkesinambungan atau melalui proses produksi masal karena
unit-unit bahan yang dikerjakan tidak dapat dibedakan satu sama lain selama satu
proses pabrikasi atau lebih. Oleh karena sifat dari outputnya, biaya per unit harus
dihitung tiap proses.
Karakteristik dari kalkulasi biaya proses menurut Carter dan Usry
(2002:156) adalah :
1.

Biaya dibebankan ke perkiraan barang dalam proses pada setiap


departemen.

2.

Laporan

biaya

produksi

digunakan

untuk

mengumpulkan,

mengikhtisarkan dan menghitung biaya per unit dan biaya total. Biaya per unit
diperoleh dengan membagi jumlah biaya yang dibebankan ke suatu
departemen dengan total produksi departemen tersebut pada periode tertentu.
3.

Barang dalam proses pada akhir periode akan dinilai kembali dalam satuan
unit ekuivalen (artinya dihitung berapa unit barang jadi yang setara dengan
barang dalam proses tersebut).

4.

Biaya-biaya dari unit jadi pada suatu departemen akan ditransfer ke


departemen pemrosesan berikutnya agar pada akhirnya dapat diketahui total

17

biaya untuk barang jadi selama satu periode, dan biaya yang harus dibebankan
ke barang dalam proses.

2.1.6 Functional Based Product Costing


Functional Based Product Costing membebankan biaya bahan baku dan
tenaga kerja langsung dengan menggunakan direct tracing (penelusuran
langsung). Sementara itu, biaya overhead dibebankan ke produk dengan
menggunakan penelusuran penggerak dan alokasi. Sistem ini membebankan biaya
overhead melalui dua tahap yaitu tahap pertama adalah mengalokasikan biaya
overhead yang terjadi ke pusat biaya (cost center) dan tahap kedua
mengalokasikan biaya-biaya tersebut dari masing-masing cost center ke produk
dengan menggunakan pemicu yang berbasis pada unit produksi, misalkan jam
tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya bahan baku, dan lain-lain.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menghitung biaya produk
adalah membebankan biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung, karena kedua biaya ini dapat langsung ditelusuri ke produk. Sedangkan
pembebanan biaya overhead unit produk dalam berbagai hal merupakan tugas
yang sulit. Untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan teknik alokasi.
Teknik alokasi dikerjakan melalui pemilihan suatu dasar aktivitas yang dikaitkan
pada seluruh produk melalui proses produksi pada satu periode, kemudian
dihitung tarif overheadnya.
Tarif overhead yang dipilih menyatakan hubungan dari overhead pabrik
dengan dasar yang dipilih. Bila perusahaan banyak menggunakan tenaga kerja

18

sehingga biaya upah pekerjanya dominan dalam struktur biaya produk, maka
dasar yang digunakan adalah jam tenaga kerja langsung. Demikian pula jam
mesin menjadi unsur yang dominan, maka pembebanan biaya overhead
berdasarkan jam mesin.
Sistem ini mengalokasikan biaya overhead melalui dua pendekatan, yakni
dengan menggunakan tarif overhead keseluruhan pabrik (plantwide rate) dan tarif
overhead

departemen

(departemental

rate).

Kedua

pendekatan

tersebut

mengasumsikan bahwa biaya overhead yang terjadi berhubungan dengan volume


unit yang diproduksi. Pendekatan yang digunakan oleh sistem ini sebenarnya
bukanlah suatu pendekatan yang salah. Namun seiring dengan perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi, metode ini sudah menjadi kurang akurat untuk
digunakan sebagai penunjang decision making oleh manajemen suatu perusahaan.

2.1.6.1 Functional Based Product Costing: Plantwide Rate


Perhitungan dengan pendekatan plantwide rate mengasumsikan bahwa
semua biaya overhead yang bervariasi dapat dibebankan ke produk dengan satu
dasar pengalokasian, pada umumnya menggunakan jam tenaga kerja langsung
atau jam mesin. Perhitungan dengan pendekatan ini mengandung dua tahap.
Pertama, menghitung tarif overhead terlebih dahulu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

Tarif Overhead yang

Overhead yang Dianggarkan


=

Ditentukan terlebih dahulu

Aktivitas yang Diharapkan

19

Setelah tarif overhead diketahui, maka akan dihitung total overhead yang
dibebankan ke produksi aktual pada suatu waktu disebut overhead yang
dibebankan yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Overhead yang Dibebankan = Tarif Overhead X Output Aktivitas Aktual

Ilustrasi bagaimana tarif overhead dihitung dengan plantwide rate dapat


dilihat pada gambar 2.1.
GAMBAR 2.1
FUNCTIONAL-BASED PRODUCT COSTING: PLANTWIDE RATE
Overhead Costs

Assign Costs

Plantwide Pool

Assign Costs

Products

Sumber: Don R. Hansen and Maryanne M. Mowen. Management Accounting.


Sixth Edition. South-Western College Publishing. Cincinnati, Ohio.
2003. halaman 115.

20

2.1.6.2 Functional Based Product Costing: Departemental Rate


Biaya overhead dibagi per departemen dan tarif overhead untuk masingmasing departemen ini menggunakan satuan pengukuran jam mesin atau jam
tenaga kerja langsung yang paling dominan pada masing-masing departemen.
Metode ini tidak menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang akurat.
Pada Hansen dan Mowen (2003:117), dicontohkan rumus dalam
menghitung departemental rates adalah sebagai berikut:

Budgeted Overhead
Fabrication rates

=
Expected Machine Hours

Budgeted Overhead
Assembly rates

=
Expected Direct Labor Hours

Setelah diketahui fabrication rates dan assembly rates, maka akan dihitung
total applied overhead rates dengan rumus sebagai berikut:

Applied Overhead = ( Fabrication Rates x Actual Machine Hours ) +


( Assembly Rates x Actual Direct Labor Hours )

21

Ilustrasi

bagaimana

tariff

overhead

dihitung

dengan

pendekatan

departemental rate dapat dilihat pada gambar 2.2.

GAMBAR 2.2
FUNCTIONAL-BASED COSTING: DEPARTEMENTAL RATES

Overhead Costs

Assign Cost

Departemen A Pool

Departemen B Pool

Assign Cost

Assign Costs

Products

Products

Sumber: Don R. Hansen and Maryanne M. Mowen. Management Accounting.


Sixth Edition. South-Western College Publishing. Cincinnati, Ohio.
2003. halaman 116
Functional based costing selama ini dinilai masih mampu untuk mengukur
secara akurat sumber daya dikonsumsi dengan jumlah unit yang diproduksi dari
suatu produk. Namun, berkaitan dengan perkembangan zaman dan kemajuan

22

teknologi, penggunaan sumber daya dan aktivitas dalam proses produksi tidak lagi
tergantung pada volume industri. Akibat pengalokasian dalam sistem biaya ini
akan mengalami distorsi, khususnya untuk perusahaan yang multiproduk, dimana
produk-produk yang dihasilkan memiliki perbedaan dalam volume produksi.

2.1.6.3 Keterbatasan Functional Based Product Costing


Menurut Hansen dan Mowen (2003:117), terdapat dua faktor utama yang
menyebabkan pembebanan biaya overhead kurang akurat, yaitu:
1. The proportion of non unit related overhead cost to total overhead cost
Biaya overhead terdiri dari berbagai biaya yang terkait dengan volume unit
yang diproduksi (misalnya biaya listrik) dan biaya-biaya yang tidak terkait
dengan volume produksi (misalnya biaya set up mesin, biaya penanganan
bahan baku, dll). Non unit based cost driver adalah faktor-faktor selain jumlah
unit yang diproduksi yang memicu biaya. Oleh sebab itu, tidak semua biaya
overhead dapat dikaitkan dengan jumlah unit yang diproduksi. Misalnya,
terdapat tiga aktivitas overhead yakni inspeksi, set up mesin, dan tenaga
listrik. Tenaga listrik pada umumnya dapat dihubungkan dengan jumlah unit
yang diproduksi. Namun, biaya inspeksi dan biaya set up tidak dipengaruhi
oleh banyaknya unit yang diproduksi. Biaya set up mungkin lebih dipengaruhi
oleh jumlah batch yang diproduksi, jumlah batch merupakan non unit level
driver. Oleh karena itu, pengalokasian biaya overhead dengan menggunakan
hanya unit level driver akan mengakibatkan distorsi biaya produk. Besarnya

23

distorsi yang terjadi bergantung pada berapa proporsi dan non unit related
overhead cost dari total biaya overhead.
2. The degree of product diversity
Diversifikasi produk berarti bahwa produk-produk mengkonsumsi aktivitasaktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Banyak alasan
mengapa produk mengkonsumsi biaya overhead dalam proporsi yang berbeda.
Misalnya perbedaan ukuran, kelengkapan produk, waktu set up dan ukuran
batch semuanya ini menyebabkan biaya overhead yang dikonsumsi produk
menjadi berbeda. Harga pokok produk akan terdistorsi jika volume related
yang dikonsumsi oleh suatu produk tidak berubah seiring dengan perubahan
non unit related yang dikonsumsi oleh produk tersebut. Proporsi dan aktivitas
yang dikonsumsi oleh suatu produk disebut ratio konsumsi. Apabila non unit
based overhead cost merupakan proporsi yang besar terhadap total biaya
overhead, maka biaya produk dapat menyimpang jika unit based cost driver
yang digunakan.
Untuk mengatasi keterbatasan dari Functional Based Product Costing,
diperlukan suatu sistem akuntansi biaya yang baru yang mampu menyajikan
informasi biaya dengan lebih akurat. Sistem akuntansi biaya tersebut dikenal
sebagai sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas atau Activity Based
Costing.

24

2.1.7

Activity Based Costing

2.1.7.1 Definisi Activity Based Costing


Definisi Activity Based Costing menurut Horngren dan Foster (2003:39)
adalah: An approach to costing that focuses on activities as the fundamental cost
objects. It uses the costs these activities as the basis for assigning costs to other
cost objects such as products, services or customer.
Menurut Mulyadi (2003:40) Activity Based Costing systems (ABC systems)
adalah:
Activity Based Costing adalah sistem informasi biaya yang berorientasi pada
penyediaan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel
perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas. Sistem informasi ini
menggunakan aktivitas sebagai basis serta pengurangan biaya dan penentuan
secara akurat biaya produk atau jasa sebagai tujuan. Sistem informasi ini
diterapkan dalam perusahaan manufaktur, jasa, dan dagang.
Garrison dan Noreen (2003:316) mendefinisikan Activity Based Costing
sebagai berikut: Activity Based Costing is a costing method that is designed to
provide managers cost information for strategic and other decision that potentially
affect capacity and therefore fixed costs. Menurut Hansen dan Mowen
(2003:122) adalah: Activity Based Costing systems first trace cost to activities
then to product..
Hilton, Maher, dan Selto (2006:14) memberikan pengertian Activity Based
Costing sebagai berikut: Activity Based Costing or ABC is a costing method that
first assigns costs to activies and then to goods services based on how much each
good or service use the activities.

25

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Activity


Based Costing adalah suatu pendekatan terhadap sistem akuntansi yang
memfokuskan pada aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi produk, dimana
aktivitas tersebut merupakan titik akumulasi biaya yang mendasar. Perhitungan
biaya berdasarkan aktivitas ini didasarkan pada konsep produk yang
mengkonsumsi aktivitas dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya. Dengan
metode ini diharapkan manajemen dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (aktivitas yang dipertimbangkan
tidak memberi kontribusi terhadap nilai pelanggan atau terhadap kebutuhan
organisasi).

2.1.7.2 Asumsi dan Konsep Dasar Activity Based Costing Systems


Activity Based Costing adalah pendekatan penentuan biaya produk yang
membebankan ke biaya atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang
disebabkan karena aktivitas. Dasar pemikiran pendekatan penentuan biaya ini
adalah bahwa produk atau jasa perusahaan dilakukan oleh aktivitas dan aktivitas
yang dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan
timbulnya biaya. Henry Simamora (1999:114) menyatakan bahwa perbedaan
komputasional prinsipil antara metode tradisional dengan ABC Systems berkenaan
dengan sifat dan jumlah pemicu biaya (cost driver) yang digunakan.
Menurut Robin Cooper dan Robert S. Kaplan (1991:269) menyebutkan
bahwa ada dua asumsi penting yang mendasari ABC Systems, yaitu:

26

1.

Aktivitas menyebabkan timbulnya biaya (activities cause cost)


ABC Systems berangkat dari asumsi bahwa sumber daya pendukung atau
sumber daya tidak langsung menyediakan kemampuan untuk melaksanakan
aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus
dialokasikan. Tahap pertama dari ABC Systems adalah membebankan biayabiaya dari sumber daya pendukung ke aktivitas-aktivitas yang menggunakan
sumber daya tersebut. Karena itu, ABC Systems berangkat dari asumsi
bahwa aktivitas menyebabkan timbulnya biaya.
2. Produk dan pelanggan menyebabkan timbulnya permintaan atas aktivitas (
product and customers create the demand for activities)
Untuk membuat produk diperlukan berbagai aktivitas dan setiap aktivitas
memerlukan sumber daya untuk pelaksanaan aktivitas tersebut. Karena itu,
pada tahap kedua dari ABC Systems biaya-biaya aktivitas dibebankan ke
produk berdasar konsumsi atau permintaan masing-masing produk terhadap
aktivitas tersebut.
Berdasarkan keterangan-keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya ABC Systems mengatribusikan biaya produk melalui dua tahap, yaitu:
1.

Tahap pertama sistem ini menelusuri beban-beban sumber daya


penunjang kepada aktivitas yang dilaksanakan oleh sumber daya.

2.

Tahap kedua, biaya-biaya ditelusuri ke produk berdasarkan


penggunaan aktivitas oleh produk-produk terhadap aktivitas.

27

Activity Based Costing merupakan sistem yang mempertahankan dan


memproses data keuangan dan operasional dari sumber daya perusahaan
berdasarkan aktivitas, objek biaya, cost driver, dan cost pool.
1. Activities
Aktivitas merupakan setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu
biaya, yaitu bertindak sebagi faktor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam
organisasi.aktivitas dalam ABC Systems menjadi titik dari perhimpunan biaya.
2. Cost Object
Objek biaya dapat berupa apapun, baik produk, pelanggan, jasa, kontrak, unit
kerja, aktivitas, dan sebagainya yang diukur biayanya dan dibebankan untuk
tujuan tertentu.
3. Cost Driver
Pemicu biaya adalah setiap faktor yang menyebabkan perubahan dalam biaya
suatu aktivitas. Satu perubahan dalam pemicu biaya akan mempengaruhi total
biaya aktivitas. Cost driver digunakan untuk mengalokasikan biaya pada
aktivitas atau produk.
4. Cost pool
Dalam ABC Systems, cost pool merupakan suatu aktivitas tunggal atau
sekelompok aktivitas dimana biaya diakumulasikan dan selanjutnya
mendistribusikan biaya tersebut ke produk.
Oleh Garrison dan Noreen (2003:322) struktur umum model ABC
digambarkan pada gambar 2.3 sebagai berikut:

28

GAMBAR 2.3
STRUKTUR UMUM MODEL ABC

Objek biaya (misal produk dan konsumen)


Aktivitas

Konsumsi sumber daya

Biaya

Sumber: Ray H. Garrison & Eric W. Noreen. 2003. Concept for Planning,
Contolling, Decision Making. Managerial Accounting. Tenth Edition.
Richard D. Irwin Inc. pp: 322.

29

2.1.7.3 Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas


Pada tahap pertama untuk mengalokasikan biaya dalam metode Activity
Based Costing, biaya-biaya dari sumber daya penunjang dialokasikan ke aktivitas.
Oleh sebab itu, mengidentifikasikan aktivitas merupakan langkah pertama yang
perlu dilakukan sebelum mengalokasikan sumber daya penunjang tersebut.
Pengidentifikasian aktivitas membutuhkan daftar dari semua jenis pekerjaan yang
dilakukan, misalnya material handling, inspection, process, engineering, dan
sebagainya.

Pengidentifikasian

aktivitas

umumnya

dikerjakan

dengan

mewawancarai para manajer atau wakil dari area kerja fungsional. Suatu
rancangan pertanyaan-pertanyaan kunci diajukan, dan jawabannya akan dapat
membantu menyediakan berbagai informasi yang diperlukan bagi sistem
perhitungan biaya berdasarkan aktivitas.
Identifikasi aktivitas merupakan bagian penting dari proses Activity Based
Costing. Dalam tahap identifikasi aktivitas ini, aktivitas yang luas dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori aktivitas, yaitu:
1. Aktivitas tingkat unit
Aktivitas tingkat unit adalah aktivitas yang dilakukan setiap kali suatu unit
diproduksi. Sebagai contoh, permesinan dan perakitan adalah aktivitas yang
dikerjakan tiap kali unit diproduksi. Biaya aktivitas tingkat unit bervariasi
dengan jumlah unit yang diproduksi.
2. Aktivitas tingkat batch
Aktivitas tingkat batch adalah aktivitas yang dilakukan setiap suatu batch
produk diproduksi. Biaya aktivitas tingkat batch bervariasi dengan jumlah

30

batch tetapi tetap terhadap jumlah unit pada setiap batch. Penyetelan,
pengawasan (kecuali apabila setiap unit diperiksa), jadwal produksi, dan
penanganan bahan, adalah contoh-contoh aktivitas tingkat batch.
3. Aktivitas tingkat produk
Aktivitas tingkat produk adalah aktivitas yang dilakukan bila diperlukan untuk
mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini
mengkonsumsi input yang mengembangkan produk, atau memungkinkan
produk diproduksi atau dijual.aktivitas ini dan biayanya cenderung meningkat
sejalan dengn peningkatan jenis produk yang berbeda. Perubahan teknik,
pengembangan prosedur pengujian produk, pemasaran produk, rekayasa
teknik produk, dan pengiriman, adalah contoh-contoh dari aktivitas tingkat
produk.
4. Aktivitas tingkat fasilitas
Aktivitas tingkat fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses umum
produksi suatu pabrik. Aktivitas tersebut memberi manfaat bagi organisasi
pada beberapa tingkat, tetapi tidak memberikan manfaat untuk setiap produk
secara spesifik. Contohnya-contohnya meliputi manajemen pabrik, tata letak,
pendukung program komunitas, keamanan, pajak kekayaan, dan penyusutan di
pabrik.

2.1.7.4 Pemicu Biaya

31

Pemicu biaya merupakan faktor-faktor yang akan menyebabkan perubahan


dalam biaya total dari objek biaya yang terkait. Suatu aktivitas mungkin
mempunyai banyak pemicu biaya yang berhubungan dengannya.
ABC Systems mampu menghasilkan keakuratan pengukuran biaya yang
lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan sistem biaya tradisional. Hal ini
disebabkan ABC menggunakan lebih banyak cost driver dibandingkan dengan
sistem biaya tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver. Jenis
cost driver yang digunakan dalam ABC systems meliputi cost driver yang
berkaitan dengan unit (misalnya jam mesin, jam tenaga kerja langsung, dan lainlain) maupun cost driver yang tidak berkaitan dengan unit misalnya jumlah batch,
jumlah persiapan, jumlah perubahan desain dan lain-lain. Karena sangat
pentingnya cost driver dalam penentuan biaya supaya menghasilkan ketepatan
informasi, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam memilih cost driver yang akan digunakan. Menurut Cooper dan Kaplan
(1991:383) mengatakan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat digunakan dalam
memilih cost driver, yaitu:
1. Kemudahan untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh cost driver
tersebut.
Untuk mengurangi biaya dari pengukuran cost driver, Activity Based Costing
systems mencoba untuk menggunakan driver dengan kuantitas yang mudah
diketahui. Sebagai contoh, driver berupa jam inspeksi dapat digantikan
dengan driver berupa jumlah inspeksi. Pergantian ini pada umumnya diterima
apabila durasi dari setiap inspeksi adalah sama. Penggunaan cost driver

32

berupa jumlah dari transaksi ini merupakan sebuah teknik untuk mengurangi
biaya pengukuran dalam perancangan Activity Based Costing systems. Data
yang digunakan untuk pemilihan cost driver pada umumnya adalah data yang
tersedia untuk digunakan supaya menghasilkan informasi yang lebih nyata dan
menghindari pengeluaran-pengeluaran untuk mencari informasi baru.
2. Korelasi antara konsumsi dari aktivitas seperti yang digambarkan melalui cost
driver dengan konsumsi yang sesungguhnya.
Penggunaan cost driver yang secara tidak langsung menunjukkan konsumsi
aktivitas oleh produk menimbulkan resiko, yakni cost driver tersebut akan
mengakibatkan distorsi biaya produk karena tidak mampu menunjukkan
secara akurat konsumsi aktual produk terhadap aktivitas. Sebagai contoh,
apabila aktivitas inspeksi membutuhkan durasi waktu yang berbeda-beda,
penggunaan jumlah inspeksi sebagai cost driver tidak berkaitan secara tepat
dengan penggunaan jam inspeksi sebagai cost driver. Korelasi merupakan
bagian penting dalam pemilihan cost driver. Cost driver harus mencerminkan
sumber daya yang dikonsumsi.
3. Pengaruh cost driver terhadap perilaku
Pemilihan cost driver juga harus mempertimbangkan pengaruh dari cost
driver tersebut terhadap perilaku individu dalam perusahaan, terutama apabila
cost driver tersebut digunakan untuk penilaian prestasi.
Cost driver yang digunakan dalam ABC Systems sangat bergantung pada
tingkat keakurasian biaya yang diharapkan yang akan dilaporkan dan tingkat
diversifikasi produk yang diproduksi. Semakin tinggi tingkat keakuratan yang

33

diharapkan dan semakin besar tingkat diversifikasi produk, maka semakin banyak
cost driver yang harus digunakan. Penerapan dan pemahaman yang tidak tepat
mengenai cost driver akan menyebabkan kegagalan dalam ABC systems.

2.1.7.5 Penerapan Activity Based Costing Systems


Menurut Hansen dan Mowen (2003:122-127), proses penerapan Activity
Based Costing systems dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Tahap Pertama
Pada tahap pertama dalam penerapan sistem ABC adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi aktivitas
2. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas
3. Aktivitas yang berkaitan dikelompokkan untuk membentuk kumpulan
sejenis.
4. Biaya aktivitas yang dikelompokkan dijumlah untuk mendefinisikan
kelompok biaya sejenis
5. Menghitung tarif (overhead) kelompok.
2. Tahap Kedua
Dalam tahap ini biaya setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk dengan
menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh masing-masing produk,
sehingga biaya aktivitas yang ada dibebankan kepada produk terhadap setiap
aktivitas. Kemudian biaya overhead perunit diperoleh dengan menelusuri
biaya-biaya overhead dari kelompok-kelompok tertentu pada produk. Total

34

biaya tersebut kemudian dibagi dengan jumlah unit yang diproses dan akan
menghasilkan biaya overhead perunit.
Menurut Blocher, Chen, dan Lin (2002:109) terdapat tiga langkah utama
dalam merancang sebuah ABC systems, yaitu:
1. Mengidentifikasi biaya sumber daya dan aktivitas
2. Membebankan biaya sumber daya ke aktivitas
3. Membebankan biaya aktivitas ke objek biaya
Garrison dan Noreen (2003:322) membagi proses penerapan Activity
Based Costing systems menjadi enam tahap:
1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas
2. Bila mungkin, menelusuri langsung ke aktivitas dan objek biaya
3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas
4. Menghitung tarif aktivitas
5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas
dan ukuran aktivitas.
6. Menyusun laporan manajemen.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas mengenai langkah-langkah dalam
penerapan Activity Based Costing, maka dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap
penerapan

ABC

systems

secara

umum

adalah

sebagai

berikut:

(1)

mengidentifikasikan aktivitas utama dan membuat kamus aktivitas, (2)


menentukan biaya aktivitas-aktivitas tersebut, (3) mengidentifikasikan ukuran
konsumsi untuk biaya aktivitas (penggerak aktivitas), (4) menghitung tarif

35

aktivitas, (5) mengukur permintaan aktivitas tiap produk, (6) menghitung biaya
produk.

2.1.7.6 Manfaat Activity Based Costing systems


ABC systems memperbaiki keakuratan perhitungan biaya produk dengan
mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap, ternyata bervariasi secara
proporsional dengan perubahan selain volume produksi. Dengan memahami apa
yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat atau menurun, biaya tersebut
dapat ditelusuri ke masing-masing produk. Hubungan sebab akibat ini
memungkinkan manajer untuk memperbaiki ketepatan perhitungan biaya produk,
yang dapat secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan. Selain itu,
kelompok biaya overhead tetap yang besar tersebut tidak lagi begitu misterius.
Mengetahui perilaku biaya-biaya tersebut akan memungkinkan manajer untuk
menggunakan lebih banyak pengendalian atas berbagai aktivitas yang
menimbulkan biaya-biaya tersebut.
Menurut Cooper dan Kaplan (1991:276), terdapat tiga manfaat ABC
systems bagi manajemen perusahaan, yaitu:
1. Improved Decision, perhitungan biaya produk dengan menggunakan ABC
systems menghasilkan informasi yang lebih akurat, sehingga manajemen
perusahaan dapat mengambil keputusan dengan tepat karena terhindar dari
distorsi yang terjadi pada perhitungan biaya produk menggunakan sistem
tradisional.

36

2. Continuous Improvement Activities to Reduce Overhead Costs, dalam


penerapan ABC systems penghematan biaya secara signifikan dapat dilakukan
dengan cara penanganan bahan baku secara lebih efisien tanpa harus
menurunkan harga beli bahan baku, mengurangi biaya set up dan membuat
penjadwalan produksi. Dengan disertai perbaikan aktivitas secara terus
menerus dan penggunaan informasi yang lebih akurat maka seharusnya
penghematan biaya tersbut dapat tercapai.
3. Ease of Determining Relevant Cost, ABC systems mengurangi kebutuhan
untuk melaksanakan pembelajaran khusus mengenai analisa yang lebih
mendalam untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam rangka
keputusan tertentu dengan meningkatkan akurasi dari laporan biaya produk
dan menghasilkan biaya secara terpisah dari keempat kategori aktivitas.
Agar manfaat-manfaat diatas didapat dengan optimal, Cooper, Robin, dan
Kaplan (1991:372) mensyaratkan tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Diversitas produk oleh perusahaan termasuk tinggi
Bahwa produk memproduksi berbagai macam jenis atau lini produk yang
diproses dengan menggunakan beberapa fasilitas manufaktur yang sama,
sehingga akan timbul masalah dalam mengalokasikan sumber daya yang
dikonsumsi oleh masing-masing produk.
2. Perusahaan menghadapi persaingan yang ketat
Bahwa terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi produk sejenis,
sehingga dalam keadaan persaingan memperbesar pangsa pasar ini informasi

37

tentang harga pokok produk yang akurat akan mendukung berbagai macam
pengambilan keputusan manajemen.
3. Biaya pengukuran dapat dikatakan rendah
Bahwa biaya-biaya pengukuran yang digunakan untuk menghasilkan
informasi biaya produk tersebut haruslah lebih rendah dibandingkan dengan
manfaat yang akan diperoleh dimasa yang akan datang.

2.1.7.7 Kelemahan Activity Based Costing systems


Ada beberapa kelemahan yang dimiliki oleh Activity Based Costing
systems menurut Carter dan Usry (2002:513), yaitu:
1. ABC systems mengharuskan manajer membuat perubahan radikal dalam cara
berpikir mereka mengenai biaya.
Cara yang paling berguna untuk memahami logika ABC systems adalah
dengan mengakui bahwa ABC memperlakukan semua biaya sebagai biaya
variabel, karena ABC didesain sebagai alat pembuat keputusan strategis dalam
jangka panjang.
2. ABC systems tidak menunjukkan biaya yang akan dapat dihindari dengan
menghentikan suatu produk.
ABC berusaha untuk menunjukkan konsumsi sumber daya dalam jangka
panjang dari setiap produk, namun tidak memprediksikan berapa banyak
pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tertentu.
3. ABC systems memerlukan usaha pengumpulan data melampaui yang
diperlukan untuk memenuhi persyaratan pelaporan eksternal

38

Di perusahaan yang memiliki sejarah sukses yang panjang dengan


mengandalkan pada perhitungan biaya tradisional, akan sulit untuk
meyakinkan manajemen bahwa sistem perhitungan biaya baru dibutuhkan.
Solusi bagi masalah ini adalah untuk terus menggunakan sistem tradisional
yang selama ini sudah dikenal, dan melakukan eksperimen dengan ABC secara
terpisah, dengan cara menggunakannya pertama-tama untuk satu lini produk,
satu fasilitas, atau suatu kategori biaya seperti biaya departemen jasa. Jika
wawasan penting baru diperoleh dari ekperimen tersebut, manajer menjadi
yakin bahwa ABC pantas diterapkan secara luas.

2.1.7.8 Perbandingan Antara ABC Systems dan Sistem Perhitungan Biaya


Tradisional
Suatu perbedaan umum antara ABC systems dan sistem tradisional adalah
homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya. ABC
mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya suatu aktivitas, maupun
identifikasi suatu pemicu aktivitas untuk setiap aktivitas yang signifikan dan
mahal. Akibatnya, ada lebih banyak kehati-hatian, paling tidak dalam membentuk
tempat penampungan biaya dalam ABC systems dibandingkan dalam perhitungan
biaya tradisional. Hasil yang biasa ditemukan adalah bahwa semua biaya dalam
satu tempat penampungan biaya aktivitas sangat serupa dalam hal hubungan logis
antara biaya-biaya tersebut dengan pemicu aktivitas, sementara hal yang sama
tidak dapat dikatakan untuk kebanyakan sistem tradisional.

39

Perbedaan lain antara ABC systems dan sistem tradisional adalah bahwa
semua ABC systems adalah sistem perhitungan biaya dua tahap, sementara sistem
tradisional bisa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Di tahap
pertama dalam ABC systems, tempat penampungan biaya aktivitas dibentuk ketika
biaya sumber daya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Di
tahap kedua, biaya aktivitas dialokasikan dari tempat penampungan biaya
aktivitas ke produk atau objek biaya final lainnya. Tetapi, sistem biaya tradisional
menggunakan dua tahap hanya apabila jika departemen atau pusat biaya lain
dibuat. Biaya sumber daya dialokasikan ke pusat biaya di tahap pertama, dan
kemudian biaya dialokasikan dari pusat biaya ke produk di tahap kedua. Beberapa
sistem tradisional hanya terdiri dari satu tahap karena sistem tersebut tidak
menggunakan pusat biaya yang terpisah, tetapi tidak ada ABC systems yang hanya
terdiri dari satu tahap.

2.2 Penelitian Sebelumnya


Penerapan metode ABC systems untuk menentukan harga pokok produk
telah banyak dilakukan dalam penelitian skripsi. Namun, pada umumnya
penelitian tersebut diterapkan pada perusahaan manufaktur, sedangkan penelitian
mengenai penerapan Activity Based Costing systems pada perusahaan jasa tidak
sebanyak penelitian pada perusahaan mnufaktur.
Aminda Citra Febrianni (2007) melakukan penelitian pada sebuah
perusahaan percetakan. Dalam penelitiannya, diungkapkan bahwa perusahaan
masih menggunakan metode tradisional dalam menghitung harga pokok produksi.

40

Untuk perhitungan biaya overhead, perusahaan tersebut menggunakan tarif yang


diperoleh dengan cara membagi biaya overhead yang telah dianggarkan dengan
taksiran jam tenaga kerja langsung selama satu tahun. Tarif ini berlaku untuk
semua produk yang dihasilkan perusahaan, jadi perusahaan hanya menggunakan
satu jenis cost driver yang berkaitan dengan volume produksi. Sehingga akan
menimbulkan masalah karena beberapa biaya meningkat secara tidak proporsional
dengan kenaikan volume produksi. Kendala ini akan semakin besar apabila
diversifikasi produk semakin meningkat. Dengan penggunaan ABC systems akan
dapat memberikan informasi harga pokok produksi dengan lebih akurat.
Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah perusahaan yang dijadikan objek
penelitian masih menggunakan metode tradisional dalam melakukan perhitungan
harga pokok. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian sebelumnya dilakukan
pada perusahaan percetakan, bukan pada perusahaan jasa konstruksi khususnya
painting contractor.

2.3 Model Analisis


Penelitian ini dilakukan dengan model analisis sebagai berikut:
GAMBAR 2.4
SKEMA MODEL ANALISIS

41

Perusahaan menggunakan sistem perhitungan biaya tradisional dengan


menggunakan plantwide rate dalam melakukan perhitungan harga pokok
konstruksi.

Metode tradisional dianggap kurang relevan terkait dengan adanya


keanekaragaman job order, kondisi persaingan, serta kemajuan teknologi
yang terjadi.

Activity Based Costing merupakan suatu pendekatan dalam perhitungan


harga pokok konstruksi yang akan membebankan biaya berdasar
konsumsi produk terhadap aktivitas.

Activity Based Costing systems akan menghasilkan informasi yang lebih


akurat mengenai perhitungan harga pokok konstruksi dan bermanfaat bagi
pihak manajemen untuk pengambilan berbagai keputusan.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Ruang Lingkup Analisis


Ruang lingkup analisis adalah suatu batasan studi yang menjelaskan fokus

studi agar tidak melebar pada masalah yang lain. Sehubungan dengan luasnya
permasalahan yang ada, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian hanya
sebatas penerapan Activity Based Costing systems dalam penentuan harga pokok
konstruksi pada pelaksanaan pengecatan di perusahaan jasa konstruksi PT X di

42

gudang wilayah Surabaya dan membuktikan keakuratan dalam perhitungan harga


pokok dengan menggunakan Activity Based Costing systems bila dibandingkan
dengan sistem tradisional.

3.2

Rancangan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dimana

proses penelitian tersebut memperhatikan konteks studi dengan menitikberatkan


pada pemahaman, pemikiran, dan persepsi peneliti. Metode yang diterapkan
dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Menurut Yin (2004:1) studi kasus
merupakan pendekatan penelitian yang sesuai untuk digunakan apabila pokok
pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan bagaimana atau mengapa,
dimana peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwaperistiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada
fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata.
Komponen-komponen rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pertanyaan penelitian
Bagaimana penerapan Activity Based Costing systems untuk meningkatkan
akurasi dalam perhitungan harga pokok konstruksi pada pelaksanaan
pengecatan PT X di Surabaya?
2. Proposisi Penelitian

43

1. Dalam Activity Based Costing systems perhitungan biaya konstruksi


dititikberatkan pada aktivitas-aktivitas yang menyebabkan terjadinya biaya
tersebut.
2. Informasi harga pokok konstruksi yang dihasilkan oleh Activity Based
Costing systems lebih akurat dibandingkan dengan sistem tradisional
sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan secara lebih
tepat.
3. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah perhitungan harga pokok konstruksi
pada pelaksanaan pengecatan perusahaan jasa konstruksi PT X di Surabaya.
4. Logika yang mengaitkan data dengan proposisi
Data yang diperoleh harus mengacu pada proposisi yang telah ditetapkan.
Data yang dikumpulkan berupa data perhitungan harga pokok konstruksi
perusahaan, data biaya tidak langsung perusahaan, data aktivitas-aktivitas
dalam produksi, data proses produksi, data tentang harga kontrak proyek
perusahaan.

44

5. Kriteria untuk menginterpretasikan temuan


Setelah data terkumpul, kemudian diolah dengan teknik analisis yang
kemudian akan menghasilkan suatu temuan di mana temuan tersebut akan
diinterpretasikan dengan kriteria tertentu. Hasil analisis data diinterpretasikan
dalam bentuk informasi harga pokok konstruksi yang dihasilkan Activity
Based Costing systems lebih akurat dibandingkan dengan sistem tradisional.
Sehingga dapat digunakan oleh pihak manajemen dalam pengambilan
berbagai keputusan.

3.3

Jenis Data dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif (data

yang dinyatakan dalam bentuk angka) dan data kualitatif (data yang tidak
dinyatakan dalam bentuk angka). Yang digunakan adalah sumber data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari perusahaan dengan
wawancara serta observasi langsung, untuk mengetahui informasi yang
dibutuhkan untuk mendukung penelitian oleh penulis. Data sekunder, penulis
memperoleh secara tidak langsung, dimana data yang diperoleh berasal dari
dokumentasi perusahaan. Jenis data yang demikian adalah data dokumenter, yaitu
arsip-arsip historis yang berupa company profile laporan keuangan PT X yang
berupa arsip-arsip yang berhubungan dengan harga kontrak serta biaya-biaya
proyek.

45

46

3.4

Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1. Survei pendahuluan
Peneliti melakukan peninjauan awal untuk mendapatkan data mengenai
gambaran umum perusahaan, dan untuk mengetahui informasi mengenai
produksi dalam perusahaan, serta mengidentifikasi permasalahan yang ada
dalam perusahaan untuk diteliti lebih lanjut. Survei pendahuluan bertujuan
untuk memastikan kondisi secara umum perusahaan serta untuk mengetahui
tingkat relevansi topik penelitian dengan perusahaan terkait.
2. Survei Lapangan
Tahapan ini merupakan kelanjutan dari survey pendahuluan dengan
melakukan teknik pengumpulan data yang menjadi subyek penelitian dengan
tujuan untuk mendapatkan data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah :
1. Wawancara, merupakan cara pengumpulan data melalui komunikasi
langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan
yang diteliti. Dalam hal ini, dilakukan wawancara secara langsung dengan
karyawan PT X bagian akuntansi perihal data-data yang terkait dengan
sejarah berdirinya perusahaan, struktur organisasi, perhitungan harga
pokok konstruksi, data biaya tidak langsung, data harga kontrak proyek.
2. Dokumentasi, merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
mempelajari dokumen-dokumen atau arsip-arsip yang dimiliki perusahaan.

47

3. Observasi

langsung,

merupakan

cara

pengumpulan

data

dengan

mengadakan kunjungan langsung ke objek penelitian.Yaitu kunjungan


langsung pada perusahaan yang menjadi obyek penelitian yaitu PT X
untuk mengamati keadaan perusahaan dari kondisi fisik sebenarnya.

3.5

Teknik Analisis
Langkah-langkah teknik analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:
1. Mengumpulkan, mempelajari dan memahami data-data mengenai aktivitasaktivitas produksi serta data-data yang terkait dengan proses pelaksanaan
pengecatan.
2. Melaksanakan tahap-tahap Activity based Costing dalam rangka perhitungan
harga pokok konstruksi:
a. Mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses
produksi.
b. Mendaftar total biaya tidak langsung.
c. Menentukan cost driver yang tepat.
d. Mengalokasikan biaya tidak langsung ke aktivitas-aktivitas berdasarkan
cost driver yang tepat.
e. Menentukan aktivitas driver.
f. Mengalokasikan biaya aktivitas ke proyek dengan menggunakan aktivitas
driver.
g. Menentukan biaya tidak langsung proyek.

48

h. Membandingkan

antara

harga

pokok

konstruksi

proyek

dengan

menggunakan sistem tradisional dengan Activity Based Costing.


3. Membandingkan informasi harga pokok konstruksi yang dihasilkan melalui
Activity Based Costing dengan informasi harga pokok konstruksi melalui
sistem tradisional

49

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Subyek dan Obyek Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan


Perusahaan yang menjadi obyek penelitian dalam skripsi ini adalah
berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Didirikan pada tanggal 22
Oktober 1981, melalui akta notaris Susanti SH, No. 407, 28 Mei 1990, dimana
perusahaan tersebut termasuk golongan besar 2 (B2). Kedudukan serta kantornya
untuk wilayah Indonesia Timur sampai sekarang berada di daerah Surabaya
Selatan, sedangkan untuk gudang proyek wilayah Surabaya dan sekitarnya berada
didaerah Taman-Sidoarjo. Dokumen resmi yang dimilikinya diantaranya adalah:
1.

Menteri Kehakiman RI-SK No. C2.2655.HT.01.01.Tahun 1991.

2.

SIUP No. 889/ 13-1/ PB/ XII/ 1990, tanggal 8 Desember 1990.

3.

SIUP No. 503/ 398/ 436.4.12/ 2005, tanggal 19 Oktober 2005.

4.

SIUJK No. 1884/ 306/ 436.4.6/ 2004, tanggal 11 November 2004.

5.

Notaris Shinta Ameliawaty SH, akta No. 49, 7 Mei 2002.


Pada awal pendirian, PT X membiayai usahanya dengan modal sendiri,

karena perkembangan usaha yang pesat maka dirasa perlu untuk menambah
sumber permodalan dengan menggunakan kredit (hutang) bank yang diantaranya
adalah Bank Hagakita dan Bank Permata.

50

4.1.2 Sektor Usaha dan Bidang Pekerjaan Perusahaan


Sesuai dengan akta pendirian perusahaan, maksud didirikannya PT X
adalah berusaha di sektor usaha jasa kontruksi dimana bidang pekerjaannya antara
lain:
1.

Pelaksanaan Pengecatan.
a. Marine (kapal) dan Industri Plant - Struktur Baja, Tanki dan sebagainya.
b. Decorative Bangunan Gedung dan Perumahan.

2.

Pembersihan Baja Sandblasting, Powertool Cleaning, dan lain-lain.

3.

Pengadaan dan Instalansi Gysumboard Plafon dan Pratisi

4.1.3 Struktur Organisasi


Penciptaan organisasi suatu perusahaan adalah untuk mencapai tujuan
tertentu dengan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi, termasuk tenaga kerja.
Koordinasi ini penting karena tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang
penting bagi pimpinan (manajemen) sebagai pelaksana dalam pencapaian tujuan
perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan adanya pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab secara tepat yang diwujudkan dalam suatu struktur organisasi.
Perusahaan membagi organisasinya dalam departemen keuangan, operasional dan
umum. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat mendayagunakan kebaikankebaikan yang ada secara efektif dan terpadu dalam menangani kegiatannya.
Dalam pelaksanaan kegiatan proyeknya, PT X dipimpin oleh seorang
pimpinan perusahaan serta dibantu oleh tiga (3) orang kepala bagian, yang terdiri
dari: Kepala Bagian Keuangan, Kepala Bagian Operasional dan Kepala Bagian

51

Umum. Kepala bagian keuangan bertanggung jawab dalam aspek akuntansi dan
keuangan

setiap

proyek

yang

ditangani.

Kepala

bagian

operasional

bertanggungjawab terhadap kegiatan operasional proyek sehari-harinya serta


bertanggungjawab terhadap mutu atas pengerjaan proyek. Dan untuk kepala
bagian umum bertanggungjawab terhadap permasalahan bersifat umum yang
timbul selama pengerjaan proyek.
Dari masing-masing kepala bagian tersebut masih membawahi beberapa
bagian. Setiap bagian bertanggungjawab kepada kepala bagiannya. Kepala bagian
keuangan membawahi dua (2) bagian, yaitu:
1.

Bagian keuangan atau akuntansi

2.

Bagian administrasi

Kepala bagian operasional membawahi tiga (3) bagian, yaitu:


1.

Bagian operasi dibantu oleh supervisor dan pelaksana

2.

Bagian estimasi

3.

Bagian kendali mutu

Kepala bagian umum membawahi empat (4) bagian, yaitu:


1.

Bagian warehouse

2.

Bagian logistik

3.

Bagian workshop

4.

Bagian security

Masing- masing bagian dibantu oleh beberapa staff dan tenaga penunjang untuk
setiap proyek yang ditangani.

52

53

4.1.4

Kegiatan dan Prospek Usaha


PT Xadalah sebuah perusahaan jasa kontruksi yang bersifat subkontraktor,

yaitu suatu pihak yang melaksanakan pekerjaan pembangunan proyek yang


dipercayakan kepadanya oleh pihak kontraktor. Secara garis besar, urut-urutan
kegiatan yang dilaksanakan perusahaan sejak suatu pekerjaan didapat hingga
suatu pekerjaan diselesaikan dan diserahkan kepada kontraktor adalah sebagai
berikut:
1.

Setelah pihak kontraktor mengumumkan pemenangan proyek tertentu,


maka perusahaan akan memperoleh pelulusan pekerjaan dari kontraktor
melalui surat, yang menyatakan bahwa perusahaan telah memenangkan tender.

2.

Berdasarkan pelulusan pekerjaan, kemudian dibuatkan perjanjian antara


pihak kontraktor dan pihak perusahaan, yang dilampirkan pada anggaran
pelaksanaan proyek yang merupakan penawaran dari pihak perusahaan.

3.

Dalam waktu kurang lebih satu (1) minggu setelah dikeluarkan surat
pelulusan pekerjaan, perusahaan memperoleh surat perintah kerja yang
diantaranya berisi tentang saat kapan pekerjaan dapat dimulai dan jangka
waktu penyelesaian pekerjaan.

4.

Surat perintah kerja diterima maka mulailah perusahaan melaksanakan


pekerjaan sesuai dengan prosedur yang ada.

5.

Begitu pekerjaan mencapai 100% maka dibuat Berita Acara Penyerahan


(BAP).

54

6.

Setelah selesai jangka waktu pemeliharaan yang biasanya 90 hari setelah


penyerahan akan dibuatkan Berita Acara Penyerahan (BAP) pekerjaan yang
kedua.

7.

Berita Acara Penyerahan ( BAP) pekerjaan yang kedua selesai dibuat dan
telah disetujui maka selesailah tugas perusahaan dalam hal melaksanakan
pekerjaan pembangunan suatu proyek yang dipercayakan kepadanya.

4.1.5

Uraian Pekerjaan
Dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai pedoman yang digunakan adalah

gambar detail yang tercantum dalam surat perjanjian serta petunjuk dari direktur,
apabila dalam pelaksanaan ada persyaratan-persyaratan lain yang dipandang perlu
dan belum termasuk atau belum tercantum dalam persyaratan maka direktur
berhak memberikan petunjuk.
Selanjutnya, pekerjaan yang akan dilaksanakan diperjelas dengan uraian
pekerjaan yang disetujui oleh direktur. Uraian pekerjaan berisi mengenai
bermacam-macam pekerjaan disertai syarat-syarat dan ketentuan yang lebih
mendetail mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan serta petunjuk
pelaksanaannya.

4.1.6 Hasil Produksi


Selama tahun 2006, PT X menyelesaikan beberapa proyek dengan
karakteristik dan spesifikasi yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan proyekproyeknya, PT X mengutamakan mutu atas pengerjaan proyek dengan

55

memperhatikan kualitas bahan baku yang digunakan, kualitas sumber daya


manusianya dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu proyek. Hasil
pengerjaan proyek PT X selama tahun 2006 untuk gudang wilayah Surabaya
dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:
TABEL 4.1
PROYEK SELAMA TAHUN 2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Proyek
DTC-Wonokromo
Supra Surya
BNI'46 Sidoarjo
Sampoerna Rungkut
Petrokimia M7102
Ketintang Baru I/2
Murinda-Sukorejo
Tenggilis 91-93
Ruko Pemuda
Villa Pakuwon
Office Park 2
Hypermart PTC
Margorejo Indah C914
BNI Kedungdoro
Tegalsari 51
Cipto 10
JW Marriot
Citra Jenggolo
Gerbang Citraland
Kantor PP Juanda
Dharmahusada U121
Margorejo Indah B301
Superindo Delta
Superindo Rungkut

Sumber: Data Intern Perusahaan

56

4.2

Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Sistematika Harga Pokok Konstruksi Pada PT. X


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa PT X merupakan
perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, dimana aktivitas yang
dilakukan berdasarkan pesanan yang diterima dari pemberi proyek. Maka dari itu
PT X menggunakan metode harga pokok pesanan dalam mengumpulkan biaya
proyeknya. Dengan menggunakan harga pokok pesanan, setiap jenis proyek
dihitung harga pokok konstruksinya secara individual pada saat pesanan selesai
dikerjakan.
Pada perhitungan harga pokok konstruksinya, PT X mengelompokkan
biaya-biayanya ke dalam tiga bagian utama, yaitu biaya bahan, kemudian biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya tidak langsung.
Biaya bahan yang dimaksud disini adalah biaya bahan baku langsung yang
digunakan dalam proses pengerjaan suatu proyek, yang meliputi cat, alkaplast,
plamir pasta, dan lain-lain. Di dalam menentukan biaya suatu bahan sebuah
proyek, bagian pelaksana terlebih dahulu mengestimasi banyaknya bahan baku
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek. Setelah mengetahui
estimasinya, biaya pemakaian bahan baku suatu proyek dapat dihitung dengan
cara mengalikan kuantitas bahan yang digunakan dengan harga bahan yang
digunakan untuk menyelesaikan suatu proyek. Karena setiap proyek yang
dikerjakan disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik tertentu berdasar
keinginan pemberi proyek, maka jenis dan kuantitas bahan-bahan yang digunakan
tidaklah sama untuk setiap proyek.

57

Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya tenaga kerja yang secara
langsung terlibat dalam proses pengerjaan suatu proyek. Biaya tenaga kerja
langsung dibebankan ke masing-masing proyek berdasarkan jumlah hari kerja
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek dikalikan dengan tarif tenaga
kerja per hari. Rincian untuk biaya bahan dan biaya tenaga kerja langsung selama
tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 4.2.
Biaya tidak langsung adalah biaya proyek selain biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung. Untuk perhitungan biaya tidak langsung, PT X
menggunakan tarif yang ditentukan di muka dan dasar pembebanan yang
digunakan adalah jumlah hari tenaga kerja langsung. Tarif diperoleh dengan cara
membagi total biaya overhead yang dianggarkan dengan estimasi jumlah hari
tenaga kerja langsung selama setahun. Tarif ini berlaku untuk semua proyek yang
diselesaikan oleh perusahaan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa perubahan
biaya tidak langsung dapat dijelaskan dengan menggunakan satu tarif biaya
overhead atau satu jenis cost driver.
Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa tarif tunggal mengasumsikan
bahwa biaya tidak langsung dapat dijelaskan dengan hanya menggunakan satu
jenis cost driver yang berkaitan dengan volume pengecatan. Hal ini dapat
menimbulkan masalah karena beberapa biaya meningkat secara tidak proporsional
dengan kenaikan volume pengecatan. Rincian biaya tidak langsung yang
dikeluarkan oleh PT X selama tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 4.3.

58

TABEL 4.2
BIAYA BAHAN BAKU DAN TENAGA KERJA LANGSUNG
UNTUK TAHUN 2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Proyek
DTC-Wonokromo
Supra Surya
BNI'46 Sidoarjo
Sampoerna Rungkut
Petrokimia M7102
Ketintang Baru I/2
Murinda-Sukorejo
Tenggilis 91-93
Ruko Pemuda
Villa Pakuwon
Office Park 2
Hypermart PTC
Margorejo Indah C914
BNI Kedungdoro
Tegalsari 51
Cipto 10
JW Marriot
Citra Jenggolo
Gerbang Citraland
Kantor PP Juanda
Dharmahusada U121
Margorejo Indah B301
Superindo Delta
Superindo Rungkut

Sumber: Data Intern Perusahaan

Bahan Baku
langsung
15.498.486,97
8.434.497,24
11.817.463,25
2.727.988,28
17.089.761,41
2.826.877,48
26.710.928,72
637.712,76
11.700.954,61
3.520.626,49
44.572.786,85
429.830,05
3.070.244,92
38.432.932,50
134.058,91
1.423.771,76
4.865.442,04
22.227.220,75
28.548.326,52
40.906.980,53
5.210.895,65
22.584.613,20
3.105.846,51
4.325.490,15
320.803.737,56

Biaya TKL
7.749.243,48
4.217.248,62
5.908.731,63
1.363.994,14
8.544.880,71
1.413.438,74
13.355.464,36
318.856,38
5.850.477,31
1.760.313,24
22.286.393,42
214.915,03
1.535.122,46
19.216.466,25
67.029,45
711.885,88
2.432.721,02
11.113.610,38
14.274.163,26
20.453.490,27
2.605.447,83
11.292.306,60
1.552.923,26
2.162.745,07
160.401.868,78

59

TABEL 4.3
BIAYA TIDAK LANGSUNG UNTUK TAHUN 2006

Penyusutan Mesin Kompresor


Pemeliharaan Mesin Kompresor
Penyusutan Gudang
Pemeliharaan Gudang
Penyusutan Kendaraan
Pemeliharaan Kendaraan
Penyusutan Peralatan Tukang
Pemeliharaan Peralatan Tukang
Alat-alat Bantu
Gaji Pegawai Gudang
Gaji Pengawas Proyek
Gaji Pegawai Outsourcing
Utilitas
Kesejahteraan Karyawan
TOTAL

5.809.040,38
767.000,00
24.791.544,86
16.563.345,00
68.598.472,95
26.454.139,80
17.007.168,86
4.217.794,50
1.612.079,08
20.710.200,00
21.542.100,00
8.400.000,00
8.100.000,00
6.802.604,40
231.375.489,83

Sumber: Data Intern Perusahaan


Harga Pokok Konstruksi PT X untuk proyek gudang wilayah Surabaya
dan sekitarnya selama tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:

TABEL 4.4
HARGA POKOK KONSTRUKSI PT X

60

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Proyek
DTC-Wonokromo
Supra Surya
BNI'46 Sidoarjo
Sampoerna Rungkut
Petrokimia M7102
Ketintang Baru I/2
Murinda-Sukorejo
Tenggilis 91-93
Ruko Pemuda
Villa Pakuwon
Office Park 2
Hypermart PTC
Margorejo Indah C914
BNI Kedungdoro
Tegalsari 51
Cipto 10
JW Marriot
Citra Jenggolo
Gerbang Citraland
Kantor PP Juanda
Dharmahusada U121
Margorejo Indah B301
Superindo Delta
Superindo Rungkut

Bahan Baku
langsung
15.498.486,97
8.434.497,24
11.817.463,25
2.727.988,28
17.089.761,41
2.826.877,48
26.710.928,72
637.712,76
11.700.954,61
3.520.626,49
44.572.786,85
429.830,05
3.070.244,92
38.432.932,50
134.058,91
1.423.771,76
4.865.442,04
22.227.220,75
28.548.326,52
40.906.980,53
5.210.895,65
22.584.613,20
3.105.846,51
4.325.490,15
320.803.737,56

Biaya TKL
7.749.243,48
4.217.248,62
5.908.731,63
1.363.994,14
8.544.880,71
1.413.438,74
13.355.464,36
318.856,38
5.850.477,31
1.760.313,24
22.286.393,42
214.915,03
1.535.122,46
19.216.466,25
67.029,45
711.885,88
2.432.721,02
11.113.610,38
14.274.163,26
20.453.490,27
2.605.447,83
11.292.306,60
1.552.923,26
2.162.745,07
160.401.868,78

Biaya Tidak
Langsung
11.189.766,28
6.064.131,40
8.518.660,78
1.949.185,09
12.344.838,93
2.021.377,13
19.275.274,82
433.152,24
8.446.468,74
2.526.721,42
32.197.650,07
288.768,16
2.237.953,26
27.721.743,56
72.192,04
1.010.688,57
3.537.409,98
16.026.632,99
20.574.731,54
29.526.544,57
3.753.986,11
16.315.401,15
2.237.953,26
3.104.257,74
231.375.489,83

Harga Pokok
Konstruksi
34.437.496,73
18.715.877,27
26.244.855,66
6.041.167,51
37.979.481,04
6.261.693,35
59.341.667,89
1.389.721,39
25.997.900,66
7.807.661,15
99.056.830,34
933.513,24
6.843.320,64
85.371.142,30
273.280,40
3.146.346,20
10.835.573,05
49.367.464,12
63.397.221,33
90.887.015,37
11.570.329,59
50.192.320,96
6.896.723,02
9.592.492,96

Sumber: Data Intern Perusahaan

4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Konstruksi dengan Activity Based Costing


Untuk dapat menyelesaikan proyek-proyek dari para pemberi proyek serta
untuk meningkatkan mutu atas pengerjaan proyek, dalam melaksanakan proses

61

pengerjaan proyeknya PT X menggunakan beberapa alat bantu dengan tipe


yang berbeda-beda setiap proyeknya, yaitu :
a. Roll Budget
b. Busa Roll Budget
c. Kertas Gosok
d. Kuas
e. Majun
f. Isolasi
g. Roll Mini
h. Busa Roll Mini
Selama tahun 2006 perusahaan secara umum mampu menyelesaikan
sebanyak 24 proyek untuk gudang wilayah Surabaya dan sekitarnya yang terdiri
dari proyek gedung kantor, pertokoan, dan rumah pribadi. Tabel 4.5 berikut akan
menyajikan data mengenai proyek-proyek PT X berdasarkan jenis bangunan
selama tahun 2006 untuk gudang wilayah Surabaya dan sekitarnya,yaitu:

62

TABEL 4.5
PROYEK-PROYEK PT X
Gedung Perkantoran
Supra Surya

Pertokoan
DTC Wonokromo

BNI46 Surabaya
Ruko Pemuda
Sampoerna Rungkut
Hypermart PTC
Petrokimia M7102
Superindo Delta
Murindo-Sukorejo
Superindo Rungkut
Villa Pakuwon
Office Park 2
BNI Kedungdoro
JW Marriot
Citra Jenggolo
Gerbang Citraland
Kantor PP Juanda
Sumber: Data Intern Perusahaan

Rumah Pribadi
Ketintang Baru I/2
Tenggilis 91-93
Margorejo Indah C914
Tegalsari 51
Cipto 10
Dharmahusada U121
Margorejo Indah B301

Di dalam penulisan ini disadari adanya keterbatasan bahwa data yang


disajikan masih jauh dari sempurna dan masih adanya data yang menggunakan
asumsi-asumsi. Hal tersebut disebabkan adanya pengolahan data yang terjadi pada
PT X masih kurang memadai.

4.3
4.3.1

Pembahasan
Perhitungan Harga Pokok Konstruksi Dengan Metode Activity
Based Costing
Activity Based Costing systems merupakan suatu metode perhitungan harga

pokok konstruksi yang mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas, sumber daya,
dan obyek biaya. Dalam metode ABC aktivitas-aktivitas mengkonsumsi sumber
daya, dan selanjutnya aktivitas dibebankan ke masing-masing proyek berdasarkan

63

penggunaannya.

Dalam

perhitungan

harga

pokok

konstruksi

dengan

menggunakan metode ABC, diperlukan berbagai informasi mengenai aktivitas


aktivitas apa saja, biaya-biaya, serta tingkat konsumsi masing-masing proyek
terhadap

aktivitas.

Sehingga,

metode

ABC

membutuhkan

proses

pengidentifikasian aktivitas-aktivitas yang dikonsumsi oleh masing-masing


proyek, menghitung biaya atas dasar aktivitas-aktivitas tersebut serta menelusuri
biaya dari setiap aktivitas ke masing-masing proyek sesuai dengan tingkat
konsumsi tiap proyek.
Perhitungan harga pokok konstruksi berdasarkan ABC merupakan metode
yang mengasumsikan bahwa aktivitas merupakan penyebab timbulnya biaya,
sedangkan proyek-proyek yang dihasilkan mengkonsumsi aktivitas-aktivitas
tersebut. Dengan menggunakan metode ABC manajemen dapat memperoleh
informasi yang lebih akurat mengenai harga pokok konstruksi sehingga dapat
digunakan untuk proses pengambilan keputusan secara lebih bijaksana.
Perhitungan harga pokok konstruksi dengan menggunakan metode ABC dapat
dibagi menjadi dua tahapan. Masing-masing tahapan akan diuraikan sebagai
berikut:
Tahap Pertama
Dalam tahap awal metode ABC ini, yang akan dilakukan antara lain adalah
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses produksi yang
dapat dilihat pada tabel 4.6, mendaftar total biaya tidak langsung yang
ditampilkan pada tabel 4.7, menentukan cost driver yang tepat seperti tampak
pada tabel 4.8, dan mengalokasikan biaya tidak langsung ke aktivitas berdasarkan

64

cost driver yang dapat dilihat pada Tabel 4.9. Sementara rincian dari atribusi
biaya-biaya tidak langsung dapat dilihat pada bagian lampiran 1.
TABEL 4.6
DAFTAR AKTIVITAS
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Aktivitas
Pemesanan bahan ke kantor
Pemeriksaan stock di gudang
Jika tidak ada melakukan pembelian sesuai order
Pengiriman bahan ke lokasi proyek
Pemeriksaan ulang di gudang proyek
Pemeriksaan pemenuhan syarat sebelum proses pengecatan dan
pengecekan lahan proyek
Pembersihan/penggosokan dinding
Pengaplikasian plamir
Penghalusan dengan menggunakan kertas gosok tahap I sampai halus
Pengecatan dasar tahap I
Revisi pada beberapa area yang kurang rapi
Penggosokan/penghalusan dengan kertas gosok tahap II
Pengecatan tahap II dengan mesin kompresor (pengecatan dengan spray)
Perhitungan volume hasil pengecatan
Pembuatan faktur penjualan
Kesejahteraan
Penghunian

Sumber: Data Intern Perusahaan

TABEL 4.7
TOTAL BIAYA TIDAK LANGSUNG TAHUN 2006

Penyusutan Mesin Kompresor


Pemeliharaan Mesin Kompresor
Penyusutan Gudang
Pemeliharaan Gudang
Penyusutan Kendaraan
Pemeliharaan Kendaraan
Penyusutan Peralatan Tukang
Pemeliharaan Peralatan Tukang
Alat-alat Bantu
Gaji Pegawai Gudang

5.809.040,38
767.000,00
24.791.544,86
16.563.345,00
68.598.472,95
26.454.139,80
17.007.168,86
4.217.794,50
1.612.079,08
20.710.200,00

65

Gaji Pengawas Proyek


Gaji Pegawai Outsourcing
Utilitas
Kesejahteraan Karyawan
TOTAL

21.542.100,00
8.400.000,00
8.100.000,00
6.802.604,40
231.375.489,83

Sumber: Data Intern Perusahaan


TABEL 4.8
COST DRIVER UNTUK TIAP BIAYA TIDAK LANGSUNG
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Biaya Overhead
Penyusutan Mesin Kompresor
Pemeliharaan Mesin Kompresor
Penyusutan Gudang
Pemeliharaan Gudang
Penyusutan Kendaraan
Pemeliharaan Kendaraan
Penyusutan Peralatan Tukang
Pemeliharaan Peralatan Tukang
Alat-alat Bantu
Gaji Pegawai Gudang
Gaji Pengawas Proyek
Gaji Pegawai Outsourcing
Utilitas
Kesejahteraan Karyawan

Sumber: Data Intern Perusahaan

Cost Driver
Jam Mesin
Jam Mesin
M
M
Km
Km
Jumlah Hari TKL
Jumlah Hari TKL
Jumlah Proyek
Jumlah Proyek
Jumlah Proyek
Jumlah Proyek
Jumlah Proyek
Jumlah TKL

66

Pada tahap ini juga dilakukan pengklasifikasian aktivitas-aktivitas ke dalam


kategori-kategori yang akan memudahkan perhitungan biaya proyek. Berbagai
aktivitas pada PT X akan dikelompokkan berdasarkan kriteria tingkatan dan
aktivitas drivernya ke dalam empat kelompok berikut,yaitu:
a. Kelompok aktivitas yang merupakan aktivitas tingkat unit, yaitu aktivitas yang
dilakukan setiap kali suatu unit diproduksi. Aktivitas-aktivitas yang bersifat
unit level antara lain:
1. Pemeriksaan ulang bahan di gudang proyek

67

Aktivitas yang dilakukan oleh bagian pengawas proyek untuk memeriksa


segala keperluan bahan baku yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu
proyek. Aktivitas drivernya adalah jam inspeksi.
2. Pemeriksaan

pemenuhan

syarat

sebelum

proses

pengecatan

dan

pengecekan lahan proyek


Aktivitas yang dilakukan untuk mengetahui standar kelembaban dinding
pada proyek yang akan diselesaikan. Aktivitas drivernya adalah jam
inspeksi.
3. Pembersihan dan penggosokan dinding.
Aktivitas yang dilakukan untuk membersihkan dinding proyek sebelum
melakukan segala proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
proyek. Aktivitas drivernya adalah jumlah hari pembersihan.
4. Pengaplikasian plamir
Aktivitas yang dilakukan dengan melapisi dinding dengan plamir.
Aktivitas drivernya adalah jumlah hari pengecatan.
5. Penghalusan dengan menggunakan kertas gosok tahap I sampai halus.
Aktivitas yang dilakukan untuk memperhalus dinding proyek sebelum
proses pengecatan. Aktivitas drivernya adalah jumlah hari penggosokan.
6. Pengecatan dasar tahap I
Aktivitas pengecatan tahap I. Aktivitas drivernya adalah jumlah hari
pengecatan.
7. Revisi pada beberapa area yang kurang rapi.

68

Aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki beberapa hasil pengecatan


tahap awal yang kurang rapi. Aktivitas drivernya adalah jumlah hari revisi.
8. Penggosokan dan penghalusan dengan kertas gosok tahap II
Aktivitas yang dilakukan untuk memperhalus hasil pengecatan yang telah
direvisi. Aktivitas drivernya adalah jumlah hari penggosokan.
9. Pengecatan tahap II dengan mesin kompresor (pengecatan dengan spray).
Aktivitas pengecatan tahap II dengan menggunakan mesin kompresor
sebagai tahap akhir. Aktivitas drivernya adalah jam mesin.
10. Perhitungan volume hasil pengecatan.
Aktivitas yang dilakukan setelah semua proses pengecatan selesai
dilakukan. Aktivitas drivernya adalah jumlah pengecatan.
b. Kelompok aktivitas yang termasuk aktivitas tingkat batch adalah aktivitas
yang dilakukan setiap suatu batch produk diproduksi. Antara lain adalah
sebagi berikut:
1. Pemesanan bahan ke kantor
Aktivitas yang dilakukan untuk memesan bahan baku langsung yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek yang diterima. Aktivitas
drivernya adalah jumlah pesanan.
2. Pemeriksaan stock di gudang
Aktivitas yang dilakukan setelah adanya pemesanan bahan dari kantor.
Aktivitas drivernya adalah jam inspeksi.
c. Kelompok aktivitas yang merupakan aktivitas tingkat produk adalah aktivitas
yang dilakukan untuk mendukung produk yang diproduksi oleh perusahaan.

69

1. Jika tidak ada stock melakukan pembelian sesuai order.


Aktivitas yang dilakukan apabila di gudang, stock yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proyek-proyek tidak tersedia. Aktivitas drivernya jumlah
permintaan
2. Pengiriman bahan ke lokasi proyek.
Aktivitas pengiriman bahan baku langsung ke lokasi proyek. Aktivitas
drivernya adalah jumlah perpindahan.
3. Pembuatan faktur penjualan
Aktivitas yang dilakukan setelah volume hasil pengecatan diketahui.
Aktivitas drivernya adalah jumlah faktur.
d. Kelompok aktivitas yang merupakan aktivitas tingkat fasilitas adalah aktivitas
yang menopang proses umum produksi suatu proyek .
1. Kesejahteraan
Aktivitas pemberian kesejateraan bagi para tenaga kerja langsung.
Aktivitas drivernya adalah jumlah tenaga kerja langsung.
2. Penghunian
Aktivitas penghunian meliputi biaya penyusutan gudang dan pemeliharaan
gudang. Aktivitas drivernya adalah M.
Setelah aktivitas dikelompokkan berdasarkan tingkatan dan aktivitas
drivernya, biaya untuk masing-masing kelompok dijumlahkan untuk mendapatkan
perhitungan biaya tiap pool. Kemudian, hasil dari kalkulasi biaya tersebut dibagi
dengan total aktivitas yang dikonsumsi oleh masing-masing kelompok.Hasil dari
pembagian tersebut merupakan biaya per aktivitas. Rincian kelompok aktivitas,

70

aktivitas driver, dan biaya per aktivitas dapat dilihat pada tabel 4.10. Sementara
itu rincian konsumsi masing-masing proyek terhadap aktivitas dapat dilihat pada
tabel 4.11.

Tahap Kedua
Pada tahap ini, biaya untuk setiap cost pool ditelusuri ke masing-masing
proyek. Penelusuran ini dapat dilakukan dengan cara mengalikan biaya per
aktivitas dengan tingkat konsumsi masing-masing proyek terhadap aktivitas yang
dapat dilihat perhitungannya pada bagian lampiran 2.
Setelah tingkat konsumsi aktivitas masing-masing proyek dikalikan dengan
biaya per aktivitas, maka langkah selanjutnya biaya untuk masing-masing proyek
yang ada dari setiap pool mulai dari pool 1 sampai pool terakhir dijumlahkan
untuk mendapatkan total biaya tidak langsung setiap proyek. Hasil penjumlahan
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12.

71

72

73

Sebagai contoh perhitungan total biaya tidak langsung dari proyek DTC
Wonokromo dapat dirangkum dalam tabel 4.13 sebagai berikut:

TABEL 4.13
PERHITUNGAN TOTAL BIAYA TIDAK LANGSUNG PROYEK DTC
WONOKROMO
Pool
1
2

Aktivitas Driver
Jam Inspeksi
Jam Inspeksi

Konsumsi Aktivitas
Driver
0,5
40

Tarif Per Aktivitas


260.208,11
4.742,47

Biaya Pool tiap


Proyek
130.104,05
189.698,78

74

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Jumlah Hari
Jumlah Hari Pengecatan
Jumlah Hari Revisi
Jam Mesin
Jumlah Pengecatan
Jumlah Pesanan
Jam Inspeksi
Jumlah Permintaan
Jumlah Perpindahan
Jumlah Faktur
Jumlah TKL
M
TOTAL

92
31
11
124
2568
44
0,5
30
44
5
10
22,73

13.850,39
12.046,22
22.143,15
4.592,06
38,59
8.206,85
1.958.891,28
41.210,42
66.717,59
31.296,03
36.184,07
137.849,63

1.288.755,83
373.432,90
239.878,37
569.415,58
99.090,68
361.101,22
979.445,64
1.236.312,54
2.935.573,75
156.480,15
361.840,66
3.132.960,82
12.054.090,97

Sumber: Data Intern Perusahaan setelah diolah

Untuk proyek-proyek yang lainnya, perhitungan yang dilakukan juga sama


halnya seperti proyek DTC WOnokromo. Sebagaimana dapat dilihat pada bagian
lampiran 2, akan tampak jelas perhitungan biaya tiap pool untuk setiap proyeknya,
yaitu dengan cara mengalikan konsumsi aktivitas masing-masing proyek dengan
tarif per aktivitasnya.

4.3.2 Perbandingan Harga Pokok Konstruksi Antara Sistem Tradisional Dan


ABC Systems
Setelah perhitungan dari seluruh pool mulai dari pool 1 sampai pool 15
diketahui, maka besarnya biaya tidak langsung untuk masing-masing proyek
berdasar metode ABC dapat diketahui. Hal ini dikarenakan biaya-biaya yang
dijumlahkan dari masing-masing pool untuk setiap proyek merupakan biaya tidak
langsung dari proyek tersebut.

75

Jadi apabila diambil satu proyek sebagai contoh yaitu DTC Wonokromo.
Tahapannya dimulai dari mendaftar aktivitas dan biaya tidak langsung, kemudian
menentukan cost driver dari masing-masing biaya tidak langsung untuk
mengalokasikannya ke aktivitas-aktivitas yang menimbulkan biaya.Setelah itu
tahap selanjutnya adalah mengelompokkan aktivitas berdasarkan tingkatannya
dan menentukan aktivitas drivernya ke dalam cost pool. Dengan demikian dapat
ditentukan tarif per aktivitas dari total cost pool dibagi dengan total konsumsi tiap
aktivitas.Kemudian biaya untuk masing-masing cost pool ditelusuri ke setiap
proyek dengan cara mengalikan tarif per aktivitas dengan tingkat konsumsi
aktivitas. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan pool 1 sampai pool terakhir
sehingga dapat diketahui total biaya tidak langsung yaitu Rp 12.054.090,97.
Setelah biaya tidak langsung menurut metode ABC diketahui, maka dapat
dilakukan perbandingan dengan metode tradisionalnya. Perhitungan harga pokok
konstruksi berdasarkan metode ABC akan berbeda dengan harga pokok konstruksi
berdasarkan metode tradisional. Rincian mengenai perbandingan antara metode
ABC dan metode tradisional dapat dilihat pada tabel 4.14.

76

Perbandingan ini menunjukkan perbedaan yang cukup besar atas pengaruh


dari metode tradisional yang hanya menggunakan satu cost driver yaitu jumlah
hari tenaga kerja langsung dalam pembebanan biaya tidak langsung dibanding
metode ABC yang membebankan biaya berdasarkan konsumsi proyek terhadap
aktivitas yang memberikan informasi yang lebih akurat dalam perhitungan harga
pokok konstruksi.

77

Penggunaan metode ABC dalam perhitungan harga pokok konstruksi


mempertimbangkan perbedaan dalam mengalokasikan aktivitas sesuai dengan
yang dikonsumsi oleh setiap proyek yang bersangkutan. Hal ini berkaitan dengan
kompleksitas serta karakteristik masing-masing proyek.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya

maka penulisan skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

78

1. PT X menggunakan metode tradisional dalam perhitungan harga pokok


konstruksinya dengan menggunakan jumlah hari tenaga kerja langsung
sebagai cost driver untuk membebankan biaya tidak langsung ke masingmasing proyek. Penggunaan metode tradisional dengan menggunakan
hanya satu jenis cost driver yaitu jumlah hari tenaga kerja langsung
tidaklah relevan mengingat masing-masing proyek yang dikerjakan
memiliki kompleksitas dan karakteristik yang berbeda-beda. Proyek
berupa gedung perkantoran dan pertokoan relatif lebih kompleks
dibanding proyek berupa rumah pribadi.
2. Dengan menggunakan metode ABC, perusahaan dapat memperoleh
informasi yang lebih akurat mengenai perhitungan harga pokok
konstruksi. Sebagai perbandingan, metode tradisional menentukan harga
pokok konstruksi lebih rendah (undercosted) untuk proyek-proyek seperti
DTC Wonokromo, BNI46 Sidoarjo, Sampoerna Rungkut,Petrokimia
M7102, Ketintang Baru I/2, Tenggilis 91-93, Ruko Pemuda, Villa
Pakuwon, Hypermart PTC, Margorejo Indah C914, Tegalsari 51, Cipto 10,
JW Marriot, Dharmahusada U121, Superindo Delta dan Superindo
Rungkut dibanding metode ABC. Sedangkan untuk proyek-proyek seperti
Supra Surya, Murinda-Sukorejo, Office Park 2, BNI Kedungdoro, Citra
Jenggolo, Gerbang Citraland, Kantor PP Juanda, Margorejo Indah B301
menentukan harga pokok konstruksi lebih tinggi (overcosted) dibanding
metode ABC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan metode ABC,
sesungguhnya proyek-proyek yang undercosted menyerap biaya tidak

79

langsung lebih banyak dan proyek-proyek yang overcosted menyerap lebih


sedikit biaya.
3. Metode ABC menggunakan lebih banyak pemicu biaya sehingga akan
mengalokasikan biaya tidak langsung ke masing-masing proyek dengan
lebih akurat, sesuai dengan tingkat kompleksitas dan karakteristik masingmasing proyek. Maka dengan metode ABC harga pokok konstruksi untuk
proyek-proyek yang undercosted akan menjadi lebih tinggi. Sedangkan
untuk proyek-proyek yang overcosted, harga pokok konstruksinya akan
menjadi lebih rendah. Dengan demikian, melalui penggunaan metode ABC
dapat menghilangkan distorsi biaya yang terjadi.

5.2

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saran-saran yang

dapat diberikan adalah bahwa PT X mulai mengaplikasikan metode ABC dalam


perhitungan harga pokok konstruksinya, sehingga harga pokok konstruksi yang
ditentukan lebih akurat dan tepat sehingga dapat membantu manajemen dalam
mengambil keputusan yang bijak berkenaan dengan harga kontrak suatu proyek.
Dengan demikian harga kontrak untuk proyek-proyek perusahaan yang ditetapkan
terlalu tinggi akan menjadi lebih rendah. Sementara untuk proyek-proyek yang
ditetapkan terlalu rendah akan menjadi lebih tinggi, maka pihak manajemen dapat
mengambil keputusan yang bijaksana mengenai harga kontrak suatu proyek.
Berdasar metode ABC dapat juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari
manajemen, karena kinerja di PT X salah satunya dilihat dari laba yang dapat

80

dihasilkan. Apabila menggunakan metode tradisional, laba yang dihasilkan tidak


sesuai dengan yang sesungguhnya karena informasi mengenai harga pokok
konstruksi tidak akurat.

81

82

83

Você também pode gostar

  • AKL2 Bab 2
    AKL2 Bab 2
    Documento10 páginas
    AKL2 Bab 2
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Skrip Si 009
    Skrip Si 009
    Documento62 páginas
    Skrip Si 009
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • AKUN-AKTIVA-TETAP
    AKUN-AKTIVA-TETAP
    Documento8 páginas
    AKUN-AKTIVA-TETAP
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Etbis KAP New
    Etbis KAP New
    Documento19 páginas
    Etbis KAP New
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Daftar NAMA
    Daftar NAMA
    Documento1 página
    Daftar NAMA
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Jadi Bab 1
    Jadi Bab 1
    Documento3 páginas
    Jadi Bab 1
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Etbis KAP New
    Etbis KAP New
    Documento19 páginas
    Etbis KAP New
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Sumber Daya Hayati
    Sumber Daya Hayati
    Documento5 páginas
    Sumber Daya Hayati
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • PASAR VALAS Tgasbister
    PASAR VALAS Tgasbister
    Documento7 páginas
    PASAR VALAS Tgasbister
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Documento3 páginas
    Kata Pengantar
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Akper Hal 138-140
    Akper Hal 138-140
    Documento3 páginas
    Akper Hal 138-140
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Tugas Bister
    Tugas Bister
    Documento30 páginas
    Tugas Bister
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Tugas Bister 2
    Tugas Bister 2
    Documento7 páginas
    Tugas Bister 2
    Abdi
    Ainda não há avaliações
  • Audit Full
    Audit Full
    Documento26 páginas
    Audit Full
    Abdi
    Ainda não há avaliações