Você está na página 1de 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

1.

Embriologi Ginjal
Sistem nefrik, berkembang secara bertahap, menjadi: pronefros, mesonefros,
dan metanefros.
Pronefros
Pronefros merupakan stadium, paling awal dari pembentukan ginjal.
Pronefros merupakan struktur seperti kantung (vestibulum) yang akan
menghilang pada minggu keempat masa kehidupan embrionik. Pronefros
terletak sepanjang massa mesoderm (somite) ke enam sampai ke empat belas

2.

dan terdiri dari 6-10 tubulus.


Mesonefros
Mesonefros merupakan organ ekskresi pada masa embrionik (4-8
minggu) dan akan hilang secara bertahap. Tubulus-tubulus pada mesonefrik
berkembang dari mesoderm interna dan beada pada kaudal dari pronefros
sebelum terjadinya degegnerasi pronefros. Tubulus pada mesonefros berbeda
dari pronefros, yaitu tubulus mesonefros berkembang menjadi bentuk seperti
mangkuk dimana terdorong oleh tonjolan kapilernya. Struktur tersebut disebut
dengan kapsula Bowman, dan lempengan kapiler tersebut disebut sebagai
glomerulus. Pada perkembangannya, tubulus mesonefrik memanjang dan
bergabung dengan kloaka. Duktus nefrik primer tersebut sekarang berganti
nama menjadi duktus mesonefrikus. Setelah menjadi duktus mesonefrikus,
tubulus primordial memanjang, dan menambah cabang-cabang pada
permukaan superfisialnya, sehingga memperbanyak perrtukaran material
dalam darah kedalam kapiler. Setelah meninggalkan glomerulus, darah dibawa
oleh satu atau lebih pembuluh darah eferen yang nantinya akan hancur
menjadi pleksus-pleksus kapiler yang terletak dekat tubulus mesonefrik.
Mesonefros, yang terbentuk pada awal minggu keemapt, akan mencapai

3.

puncak perkembangaannya pada akhir bulan kedua.


Metanefros
Metanefros merupakan fase akhir dari perkembangan sistem nefrik,
berasal dari mesoderm intermediet dan duktus mesonefrikus. Sel-sel
mesoderm akan tersusun seperti massa-massa vesikel yang terletak dekat
dengan ujung duktus kolektikus. Pada saat ginjal berkembang, tubulus yang
terbentuk pada zona perifer juga akan semakin banyak. Massa vesikel
membentuk kavitas di tengah dan akan berbentuk seperti huruf S. Salah satu

ujung huruf S tersebut bergambung dengan tubulus kolektikus, sehinggan


menjadi sebuah kanal. Bagian proksimal S tersebut berkembang menjadi
tubulus kontortus proksimal dan distal dan menjadi lengkung Henle; ujung
distal huruf S berkembang menjadi glomerulus dan kapsula Bowman.
Gloerulus berkembang sempurna pada minggu ke-36 masa gestasi atau ketika
berat fetus mencapai 2500 gram.
B.

Anatomi Ginjal
Anatomi Ginjal Eksterna
Ginjal merupakan struktur kembar yang berbentuk seperti kacang dan
berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan orang dewasa. Ginjal terletak dibelakang
peritoneum dinding abdomen posterior pada kedua sisi kolumna vertebralis dekat
dengan batas lateral otot psoas major.

Gambar 1. Ginjal terletak dibelakan peritoneum parietal. Kedua ginjal diselubungi oleh lapisan lemak
perirenal. Arteri renalis merupakan perpanjangan dari aorta abdominal, dan vena renalis memanjang
dari ginjal menuju vena cava.

Ginjal memanjang mulai dari vertebra torakal 12 (T12) sampai ke lumbal 3


(L3) dan tulang kosta terakhir melindungi sebagian ginjal. Hepar terletak di sebelah
superior renal dextra, sehingga posisi ginjal kanan terletak lebih rendah daripada
ginjal kiri. Tiap ginjal mempunyai panjang kira-kira 11 cm, lebar 5 cm, dan tebal 3
cm, dengan berat sekitar 130 gram. Kapsula renalis, lapisan jaringan ikat fibrosa,
melapisi ginjal dan melindungi ginjal dari infeksi dari organ luar di dekatnya.
Lapisan lemak perirenal yang merupakan lapisan tebal jaringan lemak, melapisi
kapsula renalis. Lapisan lemak perirenal berguna sebagai bantalan untuk meredam
tekanan mekanis. Lapisan tipis jaringan ikat konektif, fasia renalis, mengikat ginjal
dan kelenjar adrenal dengan dinding abdomen. Jaringan lemak pada ginjal, jika tubuh
seseorang terjadi rapid weight loss, maka posisi ginjal akan turun, dimana hal ini
2

disebut sebagai renal ptosis. Ptosis ginjal ini akan menyebabkan ureter menjadi
tertekuk (kinked), sehingga urin tidak dapat dikeluarkan, refluks kembali ke ginjal,
dan menekan jaringan-jarinagn pada ginjal, suatu kondisi yang disebut hidronefrosis,
yang nantinya menyebabkan gagal ginjal dan nekrosis ginjal.
Hilum, merupakan area kecil yang terletak di sebelah medial tiap ginjal,
dimana arteri dan vena renalis serta ureter keluar dari ginjal. Hilum tersebut keluar
terbuka menuju sinus renalis, rongga yang terisi oleh lemak dan jaringan ikat.

Gambar 2. Potongan longitudinal ginjal dan ureter. Korteks melapisi bagian luar ginjal, sedangkan
medulla berada di dalamnya. Kavitas di tengah, yang dikenal sebagai sinus renalis, mengandung pelvis
renalis. Kolumna renalis yang berasal dari korteks dan sampai ke medulla, memisahkan piramis renalis.

Anatomi Ginjal Internal


Pemotongan secara longitudinal menunjukkan lapisan ginjal terdiri atas
lapisan luar, korteks dan lapisan dalam, medulla, yang dimana juga mengelilingi
sinus renalis. Piramis renalis adalah struktur berbentuk kerucut yang membentuk
medulla. Kolumna renalis terbentuk dari jaringan yang sama dengan korteks renalis
dan memisahkan antara masing-masing piramis renalis. Basis piramis renalis, menjadi
pembatas antara korteks dan medulla renalis, sedangkan apeksnya, papilla renalis,
bermuara ke sinus renalis. Kaliks minor, adalah ruangan yang berbentuk corong
yang merupakan perpanjangan dari papilla renalis.

Gambar 3. Fotograf ginjal dan ureter.

Beberapa kaliks minor yang berasal dari papilla-papilla renalis, begabung


menjadi satu membentuk kaliks major. Tiap ginjak mempunyai 8-20 kaliks minor
dan 2-3 kaliks major. Kaliks major bergabung menjadi suatu ruangan yang membesar
yang disebut sebagai pelvis renalis, yang dikelilingi oleh sinus renalis. Pelvis renalis,
semakin ke arah kaudal, salurannnya semakin mengecil sehingga membentuk ureter,
dimana saluran yang keluar dari hilus ginjal dan bermuara di vesika urinaria. Urin
terbentuk dari ginjal dan mengalir ke papilla renalis menuju ke kaliks minor, lalu ke
kaliks major, bergabung ke pelvis renalis dan akhirnya disalurkan ke vesika urinaria
melalui ureter.
C.

Histologi Ginjal
Nefron merupakan unit histologis dan fungsional dari ginjal. Tiap nefrom
mempunyai struktur seperti tabung dengan bagian yang besar pada terminalnya, yang
terdiri atas kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, loop of Henle (lengkung
Henle), dan tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distalis mengosongkan isinya
ke arah tubulus kolektikus, yang membawa urin dari korteks ginjal menuju ke papilla
renalis. Dekat dengan ujung papilla renalis (sebelum keluar ke kaliks minor), terdapat
beberapa duktus kolektikus yang saling bergabung membentuk duktus papilaris,
yang bermuara ke kaliks minor. Korpuskulus renalis, tubulus proksimal, dan tubulus
distal terdapat pada korteks renalis, namun tubulus kolektikus, sebagian loop of
Henle, dan duktus papilaris merupakan bagian dari medulla renalis.
4

Gambar 4. Unit fungsional ginjal Nefron. Satu nefron terdiri atas korpuskulus renalis, tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distalis
mengosongkan isinya ke duktus kolektikus. Nefron jukstamedullaris (dekat dengan medulla renalis)
mempunyai lengkung Henle yang memanjang masuk lebih dalam lagi ke arah medulla, dimana tidak

ada struktur nefron lain yang masuk kedalamnya. Duktus kolektikus membesar menjadi saluran dengan
diameter yang lebih besar, yaitu duktus papilaris, dekat ujung papilla renalis. Duktus papilaris
bermuara ke kaliks minor.

Pada tiap ginjal, kira-kira mempunyai 1,3 juta nefron. Kebanyakan nefron
mempunyai panjang 50-55 mm. Nefron yang korpuskulus renalisnya dekat dengan
medulla, disebut nefron jukstamedullaris (Juxta [latin], artinya dekat). Nefron
jukstamedularis mempunyai loop of Henle yang memanjang ke arah medulla. Hanya
sekitar 15% dari nefron adalah bagian dari nefron jukstamedullaris. Sisanya (85%)
adalah nefron kortikal, dan lengkung Henlenya tidak memanjang masuk ke medulla.
Tiap-tiap korpuskulus renalis mempunyai bagian ujung nefron yang
membesar yang disebut kapsula Bowman dan jaringan pembuluh darah kapiler yang
disebut glomerulus. Dinding kapsula Bowman melengkung sehingga membentuk
ruangan ganda yang terisi oleh glomerulus. Cairan mengalir dari glomerulus ke
kapsula Bowman, dan menuju ke tubulus proksimal dan keluar dari kapsula Bowman.
Kapsula Bowman mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar parietal dan
lapisan dalam viseral. Lapisan parietal terbentuk oleh epitel skuamosa yang
berbentuk kubus pada awal tubulus proksimal. Lapisan visceral terbentuk atas sel
khusus yang disebut podosit yang melapisi kapiler glomerulus.

Gambar 5. (Kanan) Kapsula Bowman menutup glomerulus. (Kiri) Darah mengalir melewati apparatus
jukstaglomerulus melewati arteriol aferen dan meninggalkan glomerulus melewati arteriol eferen.
Tubulus proksimal menjadi saluran keluar dari kapsula Bowman.

Beberapa saluran-saluran terbuka pada sel endotel kapiler glomerulus yang


disebut fenestrae. Sebuah membrana basement, menempelkan sel endotel kapiler
glomerulus dan podosit kapsula Bowman. Kapiler endothelium, membrana basemen,
dan podosit, bersama-sama membentuk membran filtrasi. Pembentukan urin dimulai

ketika cairan dari kapiler glomerulus bergerak menyeberang membran filtrasi ke


lumen, atau ruangan, di dalam kapsula Bowman.

Gambar 6. (Atas) Podosit pada Kapsula Bowman, menegelilingi kapiler. Celah filtrasi di antara
podosit-podosit mengalirkan cairan dari kapiler menuju Kapsula Bowman. Glomerulus terdiri atas
endotel kapiler yang mempunyai lubang (fenestrae) . Membran basemen mengelilingi sel endotel
kapiler. (Bawah) Sel endotel kapiler, membran basemen, dan podosit membentuk membrana basemen
ginjal.

Tubulus proksimal disebut juga sebagai tubulus kontortus proksimal


mempunyai panjang 14 mm dan diameter 60 m. Dindingnya tersusun atas epitel
selapis kuboid yang berada pada membrana basemen, sehingga membentuk lapisan
luar tubulus. Banyak mikrovili yang menonjol dari permukaan lumen sel.

Gambar 7. Histologi tubulus kontortus proksimal. Permukaan luminal sel epitelnya terlapisi oleh
mikrovili. Lapisan basal tiap sel menempel pada membran basemen, dan tiap selnya berikatan dengan
tight junction. Batas basal tiap sel epitel mempunyai invaginasi yang dalam, dan beberapa mitokondria
menempel pada sel membran basal. Fungsi utamanya adalah reabsorpsi dan sekresi aktif.

Lengkung Henle merupakan kelanjutan dari tubulus proksimal. Tiap


lengkung mempunyai dua lengan, lengan bagian desenden dan asenden. Struktur
lengan desenden sama dengan tubulus proksimal. Lengkung Henle, semakin ke arah
medulla, semakin tipis. Lumen dengan diameter yang kecil tersebut epitelnya
mengalami transisi, dari epitel selapis kuboid menjadi epitel selapis skuamosa. Sama
seperti bagian desenden, bagian asenden loop of Henle juga mengalami transisi
semakin ke arah korteks pada epitelnya. Transisi tersebut berlangsung terbalik dari
bagian desenden, yaitu dari epitel selapis skuamosa lalu akan berubah menjadi epitel
selapis kuboid sesuai dengan semakin besarnya diameter lumen. Bagian tebal
lengkung Henle kembali menuju korpuskulus renalis dan berakhir di dekat makula
densa menjadi tubulus kontortus distal.

Gambar 8. Histologi lengkung Henle desenden. Bagian tipis lengkung henle tersusun atas epitel
selapis skuamosa yang mengandung mikrovili dan sejumlah kecil mitokondria. Air dengan mudah
bermigrasi dari lumen masuk ke dalam cairan interstitial.

Tubulus distalis, disebut juga tubulus kontortus distalis, tidak sepanjang


tubulus proksimal. Epitelnya tersusuna atas epitel selapis kuboid, namun sel-selnya
lebih kecil dari sel epitel tubulus proksimal dan tidak mengandung banyak mikrovili.
Tubulus distalis dari nefron-nefron bergabung ke dalam suatu satu saluran, yaitu
duktus kolektikus, yang tersusun atas epitel selapis kuboid. Duktus kolektikus, yang
mempunyai diameter paling besar dari tubulus nefron lain, menuju ke arah medulla
melalui ujung piramis renalis.

Gambar 9. Histologi tubulus distalis. Mikrovili pada permukaan selnya lebih sedikit daripada tubulus
proksimal dan mempunyai mitokondria. Fungsinya adalah penyerapan aktif Na+, K+, dan Cl-.

Gambar 10. Histologi duktus kolektikus. Selnya mempunyai sejumlah kecil mikrovili dan
mitokondria. Secara aktif, sel ini mereabsorpsi aktif Na+, K+, dan Cl-.

Arteri renalis merupakan percabangan dari aorta abdominalis dan masuk ke


ginjal melalui masing-masing sinusnya. Arteri segmentalis berpisah dari arteri
renalis untuk membentuk arteri interlobaris, yang bergerak naik pada untuk masuk
ke dalam korteks ginjal. Percabangan dari arteri interlobaris terdapat di dekat basis
piramis renalis untuk membentuk arteri arkuatus. Arteri arkuatus bercabang menjadi
dua arteri lagi, yaitu arteri interlobularis yang bergerak menuju korteks renalis dan
arteriol aferen yang masuk ke dalam kapsula Bowman untuk mensuplai kapiler
glomerulus korpuskulus renalis. Arteriol eferen berasal dari kapiler glomerulus dan
membawa darah dari glomerulus. Setelah tiap arteriol eferen keluar dari glomerulus,
maka akan membentuk kapiler peritubular di sekitar tubulus kontortus proksimal
dan distalis. Bagian khusus kapiler-kapiler peritubular, yang disebut vasa rekta,
berjalan menuju ke medulla bersamaan dengan lengkung Henle dan kembali menuju
ke korteks renalis. Kapiler peritubular mengalami drainase pada vena peritubular,
yang nantinya akan bergerak menuju vena interlobaris, yang mengalami drainase
lagi menjadi vena renalis. Vena renalis keluar dari ginjal melalui sinus renalis dan
bergabung dengan vena cava inferior.

10

11

Gambar 11. Aliran darah ginjal. (Atas-Kanan) Darah mengalir dari arteri dan vena yang lebih besar ke yang
lebih kecil. (Atas-Kiri) Darah mengalir dari arteri, kapiler, dan vena untuk membentuk sistem sirkulasi darah
pada nefron. (Bawah) Gambar struktur mayor pembuluh darah pada ginjal dan aliran darah pada ginjal.

D.

Fisiologi Ginjal
Nefron disebut juga sebagai unit fungsional ginjal karena merupakan struktur
ginjal yang paling kecil yang mampu memproduksi urin. Filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi merupakan tiga konponen penting dalam pembentukan urin. Filtrasi adalah
pergerakan cairan melewati membran filtrasi yang dikarenakan perbedaan tekanan.
Cairan yang masuk ke nefron disebut sebagai filtrat. Reabsorpsi merupakan
substanse dari filtrat yang masuk kembali ke dalam darah. Kebanyakan air dan
sebagian substansi seperti natrium di reabsorpsi kembali ke dalam darah, sedangkan
produk sisa metabolisme, substansi yang berlebih di dalam tubuh, dan sebagian kecil
air tidak di reabsorpsi. Sekresi merupakan transport aktif elektron masuk ke dalam
nefron. Urin yang terbentuk dari nefron terdiri dari substansi dan air yang tersaring
12

dan substansi yang tersekresi oleh nefron


dikurangi

substansi

dan

air

direabsorpsi.
Pembentukan urin di sebabkan oleh:
1.

Fitrasi. Filtrasi (panah biru, adalah


pergerakan

material

melalui

membran filtrasi ke lumen kapsula


2.

Bowman sehingga membentuk filtrat.


Reabsorpsi. Zat-zat di reabsorpsi
(panah ungu) melalui dinding nefron
dengan

transport

aktif

dan

kotransport.

3. Sekresi. Zat-zat di sekresi (panah


oranye) melewati dinding nefron
menuju ke filtrat.

Gambar 12. Pembentukan Urin

Konsentrasi Zat-zat Mayor


Filtrat Jumlah substansi

Substansi

Plasma

Urin

Konsentrasi urin

Air (Liter)
Molekul Organik

180

180

yang berpindah*
+ 178,6

1,4

Konsentrasi Plasma
-

3900-5000

6-11

-100,0

0**

100

100

-100,0

(mg/100 mL)

Protein
Glukosa
Urea
Uric Acid

13

yang

Kreatinin

26

26

-11,4

1820

70

-2,7

42

14

1,1

1,1

+0,5

196

140

142

142

-141,0

128

0,9

-4,5

60

12,0

103

103

-101,9

134

1,3

Ion (mEq/L)

Na+
K+
ClHCO3-

28
28
-27,9
14
0,5
Tabel 1. Konsentrasi Zat-zat Mayor pada Urin. (*): Sebagian besar zat bergerak masuk dan keluar nefron. Tanda
negatif (-) menandakan pergerakan zat keluar dari filtrat. Jika positif (+) berarti zat-zat yang masuk ke dalam
filtrat. (**): Sejumlah kecil protein dapat ditemukan pada urin, namun karena jumlahnya sangat kecil, nilainya
dianggap nol.

1.

Filtrasi
Sebagian cardiac output total yang melewati ginjal disebut sebagai
fraksi ginjal (renal fraction). Tabel 2 menunjukkan penghitungan kecepatan
darah di dalam pembuluh darah ginjal dan kecepatan lain di dalam ginjal.
Fraksi renalis jumlahnya bervariasi pada tiap individu, pada orang dewasa
dalam kondisi rileks, sekitar 12 30%, namun rata-ratanya sekitar 21%. Hal
ini menunjukkan bahwa total kecepatan aliran darah ginjal adalah 1176
mL/menit. Jumlah plasma yang melewati ginjal tiap menitnya disebut
kecepatan aliran plasma dalam ginjal, adalah sama dengan kecepatan aliran
darah ginjal dikalikan portion darah yang dibentuk oleh plasma, yaitu
mencapai 55% (1176 mL/menit x 0,55 = 646,8 mL plasma/menit, atau
dibulatkan menjadi 650 mL plasma/menit).
Sebagian plasma yang terfiltrasi masuk ke ginjal melewati membran
plasma ke dalam lumen kapsula Bowman untuk menjadi sebuah filtrat, disebut
fraksi filtrat (filtration filtrate). Filtrasi filtrat berjumlah rata-rata 19% dari
jumlah aliran plasma yang melewati ginjal (650 mL plasma/menit x 0,19 =
123,5 mL plasma/menit). Sehingga, kira-kira 125 mL filtrat diproduksi tiap
menitnya. Tiap filtrat yang dihasilkan tiap menitnya disebut sebagai laju
filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate [GFR]), yang sama dengan
kira-kira 180 L filtrat yang terproduksi per harinya. Karena hanya 1 2 liter
urin yang terproduksi tiap harinya pada orang dewasa sehat, seluruh filtrat
tidak tidak semuanya dibuang ke dalam urin. Kira-kira 99% volume filtrat di
reabsorpsi kembali masuk ke dalam darah ketika melewati nefron dan 1%
dibuang ke urin.

14

Substansi
Aliran Darah Ginjal

Kalkulasi Aliran Ginjal


Jumlah per menit
(mL)
1176

Kalkulasi

Jumlah darah yang mengalir melewati ginjal per


menit; sama dengan persen fraksi ginjal (21%)
dari cardiac output (5600 mL darah/menit).
5600 mL darah/menit x 0,21 = 1176 mL
darah/menit

Aliran Plasma Ginjal


Laju
Filtrasi
Glomerulus
Urin

650
125
1
Tabel 2. Kalkulasi Aliran pada Ginjal

Barier Filtrasi
Membran filtrasi merupakan barier filtrasi, yang mencegah sel darah
dan protein masuk ke dalam lumen Kapsula Bowman namun substansi selain
kedua kompenen tersebut tetap bisa masuk. Membran filtrasi mempunyai sifat
permeabilitas membran yang tinggi dibandingkan dengan kapiler pada
umumnya. Molekul-molekul kecil dan air mampu melewati barier dan masuk
ke dalam lumen kapsula Bowman. Fenestrae pada kapiler glomerulus, podosit,
dan membrana basemen mampu dilewati oleh molekul dengan ukuran tidak
lebih dari 7 nm dengan berat 40.000 dalton. Kebanyakan protein plasma
berukuran lebih dari 7 nm sehingga tertahan pada kapiler glomerulus. Protein
albumin, yangmempunyai diameter mendekati 7 nm, masuk ke dalam filtrat
dalam jumlah yang kecil sehingga filtrat mengandung 0,03% protein. Hormon
protein juga mampu melewati barier. Protein memang mampu melewati barier,
namun dapat di reabsorpsi kembali oleh endositosis dan di metabolisme oleh
sel tubulus proksimal.
Tekanan Filtrasi
Pembentukan filtrasi tergantung pada gradien tekanan, yang disebut
tekanan filtrasi, yang membuat cairan kapiler glomerulus melewati membran
filtrasi untuk masuk ke lumen kapsula Bowman. Tekanan filtrasi merupakan
hasil penjumlahan dari kekuatan kecepatan cairan keluar dari kapiler
glomerulus untuk masuk ke lumen kapsula Bowman dan hal-hal yang
membuat cairan keluar dari kapsula Bowman dan masuk ke dalam glomerulus.
Tekanan kapiler glomerulus (Glomerular Capillary Pressure [GCP]),
15

tekana darah di dalam kapiler glomerulus, menggerakkan cairan keluar dari


glomerulus agar masuk ke dalam kapsula Bowman. Tekanam kapiler
glomerulus mempunyai rata-rata sekitar 45 mmHg, tekanan kapiler yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kapiler lain. Tekanan kapsul (Capsule Pressure
[CP]) adalah tekanan cairan di dalam kapsula Bowman, dengan kekuatan
tekana kira-kira 10 mmHg, karena tekanan pada filtrat sudah ada di dalam
lumen kapsula Bowman. Tekanan Osmotik Koloid (Colloid Osmotic
Pressure [COP]) di dalam kapiler glomerulus diakibatkan protein plasma
tidak mampu melewati membran filtrasi. Akibatnya, protein plasma tetap
berada di dalam kapiler glomerulus sehingga menimbulkan tekanan osmotik
sekitar 28 mmHg yang menyebabkan cairan bergerak dari kapiler glomerulus
menuju lumen kapsula Bowman. Dari jumlah tekanan-tekanan di atas, tekanan
filtrasi dapat di tentukan dengan nilai sekitar 7 mmHg.
Tekanan Kapiler Filtrasi = Tekanan golerulus Tekanan Kapsul Tekanan Osmotik Koloid
(7 mmHg)

(45 mmHg)

(10 mmHg)

(28 mmHg)

Tekanan kapiler glomerulus yang tinggi diakibatkan dari rendahnya


resistensi aliran darah pada arteriol aferen dan kapiler glomerulus dan lebih
tingginya resistensi arteriol eferen. Ketika diameter pembuluh darah
berkurang, resistensi yang timbulkan terhadap aliran darah akan semakin
meningkat, dan tekanan darah yang mengalir ke atas (upstream) dari diameter
pembuluh darah yang mengecil lebih tinggi daripada tekanan darah yang
mengalir ke bawah (downstream) dari diameter pembuluh darah yang
mengecil. Arteriol eferen mempunyai diameter yang kecil, dan tekanan darah
pada kapiler glomerulus mempunyai kekuatan yang tinggi akibat rendahnya
resistensi pembuluh arteriol aferen dan kapiler glomerulus karena tingginya
resistensi aliran darah arteriol aferen. Selain itu, tekanan darah yang rendah
juga terdapat pada kapiler peritubular akibat aliran downstream dari arteriol
eferen. Akibat dari perbedaan tekanan ini, filtrat menyebrang membran filtrasi
menuju lumen kapsula Bowman. Tekanan yang rendah pada kapiler
peritubular menyebabkan cairan masuk ke kapiler dari cairan intersel.
Sel otot polos pada arteriol aferen dan eferen dapat mengubah diameter
pembuluh darah dan tekanan filtrasi glomerulus. Contohnya, dilatasi pada
16

pembuluh darah aferen arteriol atau kontriksi pada pembuluh darah arteriol
eferen meningkatkan tekanan kapiler glomerulus, meningkatkan tekanan
filtrasi, dan filtrasi glomerulus.

Gambar 13. Tekanan Filtrasi. Tekanan filtrasi yang melewati membran filtrasi sama dengan
tekanan kapiler glomerulus (GCP) dikurangi tekanan kapiler osmotik (COP) dikurangi
tekanan pada kapsul (CP).

2.

Reabsorpsi Tubulus
Filtrat akan meninggalkan lumen kapsula Bowman dan mengalir
menuju ke tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus
kontortus distal. Ketika filtrat melewati struktur tersebut, banyak substansisubstansi dalam filtrat yang akan terserap kembali (reabsorpsi), hal ini disebut
sebagai reabsorpsi tubular. Resobrsi tubulus diakibatkan oleh adanya difusi,
difusi pasif, transport aktif, kotranspor, dan osmosis. Garam anorganik,
molekul organik, dan sekitar 99% volume filtrat meninggalkan nefron dan
masuk ke cairan intersel. Substansi ini akan masuk kedalam kapiler
peritubular yang mempunyai tekanan rendah dan akhirnya masuk ke sirkulasi
melalui vena renalis.
Substansi yang direabsorpsi dari lumen nefron ke dalam cairan intersel
contohnya adalah asam amino, fruktosa, glukosa, Na+, K+, Ca2+, HCO3-, dan
ClAir mengikuti substansi yang direabsorpsi ke dalam cairan intersel
akibat efek osmosis. Proses transport dan karakteristik permeabilitas tiap
bagian nefron mempengaruhi reabsorpsi filtrat. Sejumlah volume kecil filtrat
(kira-kira 1% volume filtrat) mengandung urea, uric acid, kreatinin, K+
dengan konsentrasi tinggi, dimana bersifat toksik pada tubuh. Regulasi
reabsorpsi substansi dan karakteristik permeabilitas mampu menciptakan urin
17

dengan volume kecil namun dengan kepekatan yang tinggi, atau urin dengan
volume besar dengan keenceran yang tinggi.
Reabsorpsi tubular terjadi di tubulus ginjal dan masuk ke dalam kapiler
peritubular. Dalam 24 jam, ginjal membentuk filtrat sebanyak 150-180 liter
filtrat dan output urin sebanyak 1-2 liter. Umumnya, reabsorpsi dan sekresi
65% terjadi pada tubulus kontortus proksimal, dimana selnya mempunyai
mikrovili sehinggan menambah luas permukaan sel. Tubulus distalis dan loop
of Henle juga berguna untuk reabsorpsi air.

Gambar 14. Representasi skematik filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.

Mekanisme Reabsorpsi
a) Transpor Aktifsel pada tubulus ginjal menggunakan ATP untuk
tranpor material-material yang masih berguna utntuk tubuh dari lumen
masuk ke dalam kapiler peritubular. Material tersebut contohnya
adalah glukosa, asam amino, vitamin, dan ion-ion yang bermuatan
positif.
Dari sekian banyak substansi tersebut, tubulus ginjal mempunyai
ambang batas reabsorpsi. Ini berarti hanya sebagian molekul saja
18

yang direabsorpsi dari filtrat. Contohnya, jika kadar glukosa tubuh


menurun, maka tubulus akan merabsorpsi seluruh glukosa sehingga
tidak ada glukosa pada urin. Apa yang terjadi contohnya seperti ini:
Jumlah molekul transporter glukosa pada membran sel tubulus cukup
untuk mereabsorpsi glukosa yang ada pada lumen. Namun, jika jumlah
glukosa dalam tubuh meningkat, artinya jumlah glukosa pada lumen
juga meningkat sehingga menembus angka ambang batas reabsorpsi.
Hal ini menyebabkan glukosa tidak direabsorpsi dan akan dibuang ke
dalam urin.
Reabsorpsi ion Ca2+ akan meningkat sesuai dengan peningkatan
hormon paratiroid (PTH). Kelenjar paratiroid akan mensekresi hormon
paratiroid ketika kadar kalsium darah berkurang. Reabsorpsi kalsium
oleh ginjal merupakan salah satu mekanisme mengapa kalsium darah
kembali kedalam posisi normal.
Hormon aldosteron, yang disekresi
meningkatkan

reabsorpsi

sodium

oleh

dan

kelenjar

adrenal,

meningkatkan

ekskresi

potassium. Selain sebagai penyeimbang kadar sodium dan potassium,


aldosteron juga berguna untuk mengatur volume darah.
b) Transpor pasifbanyak dari ion negatif yang kembali ke dalam darah
akibat tereabsorpsinya ion positif sehingga ion-ion negatif ikut tertarik
dan tereabsorpsi.
c) Osmosisreabsorpsi air mengikuti reabsorpsi mineral, terutama ion
sodium.
d) Pinositosisprotein-protein kecil terlalu besar untuk direabsorpsi
kembali. Sel-sel pada tubulus proksimal mereabsorpsi protein dengan
cara melipat dirinya dan menyelimuti protein sehingga protein kembali
ke dalam sirkulasi. Umumnya, seluruh protein direabsorpsi oleh ginjal
dan tidak terdapat pada urin.
Segmen Tubulus
Tubulus Proksimal

Substansi yang Direabsorpsi


Sodium (Na+)

Mekanisme
Transpor aktif dari pompa ion
Na+ dan K- pada membran

Glukosa, asam amino, dan

protein
Kation (K+, Mg2+, Ca2+, dan

lainnya)
Air
Urea
dan

19

lipid-soluble

basolateral
Transpor aktif sekunder dengan

Na+
Transpor pasif oleh gradient

elektroseluler
Osmosis
Difusi pasif yang dibuat oleh

Lengkung Henle Pars

solutes
Protein berukuran kecil
Air

konsentrasi gradien air


Endositosis oleh sel tubulus
Osmosis

Desenden
Lengkung Henle pars

Na+, Cl-, K+

Asenden

Transpor akitf primer dari Na+


pada

membran

basolateral;

transport aktif sekunder dari


membran lumen via kanal Na+,

Tubulus Distal

Ca dan Mg

Cl-; regulasi dari aldosteron


Difusi paraseluler pasif oleh

Na+, Cl-

gradien elekrokimia
Transpor akitf primer dari Na

2+

2+

pada

membran

basolateral;

transport aktif sekunder dari


membran lumen via kanal Na+,

Ca2+

Cl-; regulasi dari aldosteron


Uptake pasif di kanal PTH
pada
transport
sekunder

Duktus Kolektikus

membran
aktif
pada

luminal;
primer

membran

Na+, H+, K+, HCO3-, Cl-

basolateral
Transpor aktif primer sodium

Air
Urea

(membutuhkan aldosteron)
Osmosis
Difusi fasilitasi

Tabel 3. Reabsorpsi Tubulus

3.

dan

Sekresi Tubulus
Terreabsorpsinnya sel tubulus untuk terhadap zat yang harusnya
dibuang pada urin akan menjadi fokus kerja dari sekresi tubulus. Substansi
seperti H+, K+, NH4+, kreatinin, dan zat asam organik lain harusnya dibuang ke
filtrat melewati kapiler peritubular. Bagian yang paling aktif mensekresi
adalah tubulus kontortus proksimal, namun bagian korteks duktus kolektikus
juga berfungsi sebagai sekresi tubulus. Fungsi dari sekresi tubulus adalah:
a) Membuang beberapa substansi, seperti obat dan hasil metabolisme,
yang dimana berikatan dengan protein plasma. Substansi tersebut tidak
mampu difiltrasi sehingga harus dibuang.
b) Membuang substansi yang bersifat toksik bagi tubuh yang tereabsorpsi
oleh proses transport pasif, contohnya adalah urea.
c) Mengatur keseimbangan ion K+. Karena tiap ion yang K + terlihat pada
filtrat direabsorpsi pada tubulus proksimal dan loop of Henle pars
asenden.
20

d) Mengontrol pH darah. Ketika pH darah jatuh sehingga bersifat asam


atau basa. Jika darah mempunyai pH yang rendah, tubulus pada ginjal
akan membuang secara aktif ion H+ ke filtrat dan tetap menjaga HCO3(basa) berada dalam darah. Begitu juga ketika darah mempunyai pH
yang tinggi.
4.

Refleks Miksi
Refleks ini akan terinisiasi ketika adanya distensi pada vesika urinaria
(VU). Urin yang mengisi VU akan menstimulasi stretch reseptors yang
nantinya memproduksi aksi potensial. Aksi potensial dibawa oleh saraf aferen
dan dikirim ke korda spinalis regio sacral melalui nervus pelvikus. Sebagai
respon, korda spinalis mengirim kembali aksi potensial melalui serabut
parasimpatik sehingga dinding VU akan berkontraksi dan ditambah dengan
pengurangan aksi potensial motor neuron somatik yang menyebabkan sfingter
urinarius eksterna, yang terbuat dari otot skelet, terelaksasi.
Distensi VU juga akan mengirim aksi potensial melalui neuron
sensoris ke korda spinalis dan menuju pusat miksi di pons dan serebellum.
Pada area ini akan dikirim aksi potensial menuju ke korda spinalis regio
sakrum, dimana mereka mengatur aktivitas refleks miksi pada korda spinalis.
Pada anak-anak, refleks miksi di atur pada korda spinalis, bukan di pons dan
serebellum, dimana pada korda spinalis refleks miksinya bersifat automatik.
Kemampuan untuk menahan refleks miksi secara volunter dapat terjadi pada
umur 2-3 tahun dan setelah umur ini, pusat refleks miksi akan berpindah ke
pons dan serebellum. Volume urin untuk menginisasi refleks miksi adalah
sekitar 400-500 mL.
Keinginan utuk miksi memang diakibatkan adanya distensi pada VU.
Namun jika ada keadaan seperti infeksi bakteri pada dinding VU atau uretra,
mampu untuk menginisiasi refleks miksi, meskipun VU dalam keadaan nyaris
kosong.

21

Gambar 15. Refleks Miksi

E.

Epidemiologi
Di Amerika, penyakit ini mengenai 12% penduduk pria dan 7% penduduk
wanita, dan semakin meningkat. Kira-kira sebanyak 30 juta penduduk Amerika
berisiko terkena nefrolitiasis. Sebanyak kira-kira 2 juta pasien mengeluh gejala yang
mirip dengan neforlitiasis. Jumlah ini meningkat sebanyak 40% dari tahun 1994.
Pada laki-laki di atas umur 70 tahun, di antara 1 dari 8 laki-laki dipastikan
terdiagnosis nefrolitiasis dengan tingkat rekurensi setelah episode pertama adalah
14%, 35%, dan 52% pada tahun ke 1, 5, dan 10.
Tingkat sosioekonomi penderita nefrolitiasis di Amerika berpengaruh terhadap
insidensi nefrolitiasis. Semakin rendah tingkat sosioekonominya, semakin tinggi
tingkat insidensinya.
Kebanyakan batu pada traktus urinarius, muncul pada umur 20-49 tahun
dengan puncak umur 35-45 tahun, namun penyakit ini dapat mengenai seluruh umur.
22

Secara umum, perbandingan laki-laki dan perempuan pada nefrolitiasis


berkisar 3:1. Batu yang dikarenakan gangguan metabolit/hormonal (contohnya
sistinuria, hiperparatiroidisme) dan nefrolitiasis pada anak-anak prevalensinya
sebanding pada kedua jenis kelamin. Batu karena infeksi (struvit) lebih sering pada
wanita daripada pria.
F.

Patofisiologi
Batu ginjal terbentuk melewati dua fenomena. Fenomena pertama adalah
supersaturasi urin dengan zat-zat yang menjadi pembentuk batu, termasuk kalsium,
oksalat, dan uric acid. Kristal dari luar tubuh dapat bersifat sebagai nidi, ion yang
berasal dari supersaturasi urin yang terbentuk dari struktur kristal mikroskopis.
Ion batu yang terbentuk yang paling sering adalah kalsium. Beberapa tipe lain
yang jarang adalah sistin, asam ammonium urat, xantin, dihidroksamin, dan batu lain
yang berasal presipitasi metabolisme obat. Supersaturasi adalah penyebab utama
terbentuknya batu jenis uric dan sistin, namun jenis kalsium (terutama kalsium
oksalat) mempunyai proses yang lebih rumit.
Fenomena yang kedua, yang mempunyai andil besar terbentuknya batu
kalsium oksalat (35-70% kasus), adalah deposisi material pada papilla renalis dengan
nidus (fokus proses) kalsium fosfat.
Kalsium fosfat mengendap pada membrana basemen lengkung henle tipis,
mengikis interstitial, dan berakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit
subepitel, yang dikenal juga sebagai plak Randal, akan mengikis urotelium papilla.
Matriks pada batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat terkumpul secara perlahan
pada substrat sehingga membentuk kalkulus (gumpalan abnormal pada tubuh yang
biasanya terdiri dari garam-garam mineral).
Nyeri kolik ginjal umumnya dimulai pada bagian lateral superior angulus
kostovertebral/costovertebral angle (CVA) dan kadang di subkosta. Radiasi nyeri
menyebar ke arah superior atau inferior dari titik nyeri. Nyeri kolik pada ginjal
dikarenakan oleh dilatasi, regangan, dan spasme akibat obstruksi ureter akut.
Di ureter, meningkatnya peristaltik proksimal melalui aktivasi intrinsic
pacemaker pada uretra dapat menunjukkan persepsi nyeri. Spasme otot, peningkatan
peristaltik proksimal, inflamasi lokal, iritasi, dan edema pada tempat obstruksi dapat
merangsang aktivasi kemoreseptor dan regangan pada free nerve endings pada
mukosa uretra.
Arti nyeri kolik sebenarnya adalah istilah yang kurang tepat untuk
menjelaskan nyeri pada penyakit ini, karena nyeri umumnya konstan, dimana kolik
bilier atau intestinaljuga terkadang intermiten atau hilang timbul seperti gelombang.
23

Cirri-ciri nyeri tergantung pada ambang batas nyeri pada individu dan persepsi,
kecepatan, dan derajat perubahan tekanan hidrostatik pada ureter proksimal dan pelvis
renalis.
Gambar 16. (Kanan) Nyeri kolik ginjal akut
beserta distribusi sarafnya. (Kiri) Proyeksi nyeri
pada ginjal dan ureter

Batu yang bergerak ke arah ureter


dan yang menimbulkan nyeri yang terus
menerus lebih terasa sakit daripada batu
yang tidak bergerak. Obstruksi yang terus
menerus,

menimbulkan

mekanisme

autoregulasi dan refleks, edema intersel,


dan refluks pielolimfatik dan pielovena
(vena renalis) untuk menurunkan tekanan hidrostatik (tekanan pada permukaan air
akibat berat air di atasnya), sehingga dapat menurunkan rasa sakit.
Edema intersel pada ginjal mengakibatkan stimulasi dari regangan kapsula
renalis, nefromegali, dan meningkatnya drainase limfatik ginjal. Hal ini juga
mengurangi densitas parenkim ginjal pada pemeriksaan CT-scan.
Distensi pelvis renalis mengakibatkan stimulasi hiperperistaltik uretra, namun
akan menghilang dalam 24 jam, begitu juga dengan aliran darah ginjal. Tekanan
hidrostatik maksimum perlvis renalis diperoleh dalam waktu 2-5 jam setelah obstruksi
komplit.
Dalam 90 menit pertama obstruksi uretra komplit, vasodilatasi arteriol aferen
pregromelural timbul, yang meningkatkan aliran darah ginjal untuk sementara waktu.
Di antara 90 menit sampai 5 jam setelah obstruksi, aliran darah ginjal mulai menurun
ketika kekuatan peristaltik uretra meningkat. Dalam 5 jam setelah obstruksi komplit,
aliran darah ginjal dan tekanan intralumen uretra menurun pada ginjal dan ureter yang
sakit.
Aliran darah ginjal menurun sampai 50% dari nilai normal setelah 72 jam.
Setelah 1 minggu menurun menjadi hanya 30%, dan 20% dalam 2 minggu, dan
tinggal 12% dalam 8 minggu. Pada saat ini, tekanan intrauretra telah kembali normal,
namun dilatasi uretra proksimal dan peristaltik uretra menjadi minimal.
Edema interstitial pada ginjal yang sakit akan meningkatkan reabsorpsi cairan,
sehingga akan membantu untuk meningkatkan limfatik ginjal untuk tetap stabil. Pada

24

saat yang sama, aliran darah ginjal kontralateral meningkat dan fungsi ginjal menurun
pada ginjal yang sakit.
Kesimpulannya, dalam 24 jam setelah obstruksi komplit, tekanan hidrostatik
pelvis renalis menurun karena (1) berkurangnya peristaltik ureter; (2) menurunnya
aliran darah arteri ginjal, yang mengakibatkan penurunan produksi urin pada ginjal
yang sakit; dan (3) edema intersel ginjal, yang ditandai dengan drainase limfatik
ginjal yang meningkat.
Ketika uretra proksimal dari ginjal terdistensi, sejumlah kecil urin masih
mampu mengalir, menurunkan tekanan hidrostatik, sehingga rasa nyeri kadang
berkurang. Hal ini mampu menjelaskan mengapa nyeri kolik beralngsung kurang dari
24 jam ketika tidak adanya infeksi atau pergerakan batu.
Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa kerusakan ginjal dimulai dalam
24 jam sejak obstruksi total dan kerusakan ginjal permanen mulai dalam 5-14 hari
kemudian. Beberapa dokter menunggu selama beberapa bulan agar batu dapat keluar
dengan sendirinya pada pasien dengan tanpa gejala, beberapa dokter lain berargumen
bahwa kerusakan ginjal akan terjadi selama intervensi tidak dilakukan.
Berdasarkan referensi yang ditulis oleh J. Stuart Wolf dari situs emedicine
tentang nefrolitiasis, penulis merekomendasi agar tidak menunggu lebih dari 4
minggu agar batu dapat keluar melewati traktus urinarius sebelum dilakukan
intervensi. Agak sulit untuk meyakinkan pasien nefrolitiasis asimptomatik untuk
dilaukan pembedahan karena masih belum adanya konsensus urologis untuk
menentukan waktu kapan dilakukan intervensi seperti pengangkatan batu,
fragmentasi, atau bypass.
Jika yang terjadi hanya obstruksi parsial, perubahan yang sama terjadi pada
ginjal, namun derajatnya lebih ringan dan berlangsung lebih lama. Tekanan
hidrostatik pelvis renalis dan ureter proksimal cenderung tetap meningkat dalam
jangka waktu yang lebih lama, dan peristaltik uretra tidak menurun lebih cepat. Jika
kenaikan tekanan hidrostatik masih mampu ditolerir oleh ginjal, laju filtrasi
glomerulus dan aliran darah ginjal masih dalam batas normal, meskipun masih
ditemukan rasa nyeri.
G.

Etiologi
Rendahnya intake cairan dengan rendahnya jumlah urin yang dikeluarkan
akan memproduksi urin dengan tinggi konsentrasi zat-zat pembentuk batu. Faktor ini
penting dalam pembentukan batu pada ginjal. Ciri kerusakan ginjal untuk menandai
jenis batu yang timbul sampai saat ini masih belum ditentukan.
25

Hiperkasiuria merupakan abnormalitas metabolik yang paling sering terjadi.


Hiperkalsiuria dapat terjadi akibat tingginya absorpsi kalsium pada usus (akibat
berlebihnya intake kalsium dan/atau hiperaktivitas penyerapan kalsium pada usus),
beberapa kasus juga berhubungan dengan resoprsi kalsium dari tulang (contoh,
hiperparatiroidisme), dan beberapa kasus akibat dari ginjal yang tidak mampu
direabsorpsi oleh tubulus pada filtrasi glomerulus (renal-leak calciuria).
Berikut adalah 4 zat pembentuk batu yang paling sering ditemukan, dimana
mempunyai sekitar 20 macam etiologi.:
Batu kalsium
Batu kalsium muncul pada 75% kasus di Amerika Serikat. Penelitian
epidemiologi menunjukkan insidensi batu kalsium tidak berhubungan dengan
intake kalsium pada pasien yang baru pertama kali terkena batu ginjal.
Ada sebuah trend pada komunitas urologi untuk tidak mengurangi
intake kalsium untuk mencegah timbulnya batu kembali. Hal ini penting
terutama pada wanita postmenopause akibat tingginya risiko terkena
osteoporosis. Kalsium fosfat, kalsium oksalat, dan kalsium urat berhubungan
dengan penyakit-penyakit dibawah ini:
Hiperparatiroidisme
Peningkatan absorpsi kalsium pada usus Penyebab hiperkalsiuria
yang paling umum, dapat diobati dengan pengikat kalsium atau tiazid
ditambah kalsium sitrat.
Kebocoran kalsium ginjal Diobati dengan diuretic.
Kebocoran fosfat ginjal Diobati dengan suplemen fosfat oral.
Hiperurikosuria Obati dengan allopurinol, diet rendah purin, atau
obati dengan kalsium sitrat.
Hiperoksaliuria Diet rendah oksalat, pengikat oksalat, vitamin B-6,

atau ortofosfat.
Hipositraturia Obati dengan kalsium sitrat.
Hipomagnesuria Obati dengan suplemen magnesium.
Batu struvit (magnesium ammonium sulfat)
Batu struvit terjadi pada 15% kasus kalkulus ginjal. Batu ini
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius yang diakibatkan oleh batang
gram negatif yang mampu memecah urea menjadi ammonium, yang mampu

dikombinasikan dengan fosfat dan magnesium. pH urin biasanya lebih dari 7.


Batu uric acid
Batu asam urat mencapai 6% kasus nefrolitiasis. Batu ini terbentuk
pada pH sekitar 5,5, tingginya intake purin (contohnya organ, ikan, ekstrak
daging). Kira-kira sebanyak 25% penderita batu asam urat mempunyai gout.
26

Serum dan 24 jam sampel urin harus diperiksa untuk menentukan


jumlah kreatinin dan asam urat. Jika asam urat serum atau urin meningkat,
pasien dapat diterapi dengan allopurinol 300 mg per hari. Jika kadarnya

normal, lebih baik diobati dengan terapi alkali.


Batu sistin
Batu sistin timbul pada 2% kasus. Batu ini timbul karena defek pada
metabolik intrinsic yang mengakibatkan kerusakan reabsorpsi tubular dari
sistin, ornitin, lisin, dan arginin.
Batu sistin dapat diobati dengan diet rendah metionin, pengikat sistin
seperti penisilinamin, atau agen alkalisasi.
Analisis batu, disertai dengan evaluasi metabolisme urin dan serum dalam 24

jam mampu mengidentifikasi tipe batu pada 95% kasus. Terapi spesifik dapat
menurunkan angka kekambuhan sebanyak 90%.
H.

a)

Gejala dan Tanda


Pasien dapat mengeluh nyeri. Nyeri bergantung pada lokasi batu. Batu yang
besar akan sulit melewati VU.
Nyeri
Nyeri kolik dan nyeri non-kolik merupakan dua tipe utama batu ginjal.
Nyeri kolik ginjal biasanya disebabkan oleh peregangan pada duktus
kolektikus atau ureter, dimana nyeri ginjal non-kolik disebabkan oleh
peregangan kapsula renalis. Gejala ini dapat overlap sehingga sulit mengakkan
diagnosis. Obstuksi saluran kencing merupakan penyebab utama nyeri kolik
ginjal.

Nyeri

ini

disebabkan

kenaikan

tekana

intralumen

sehingga

menstimulasi ujung saraf bebas.


Nyeri kolik pada ginjal tidak seperti nyeri kolik empedu yang
beralngsung hilang timbul seperti gelombang, namun relatif konstan.
Penekanan ekstrinsik ureter pada kondisi akut mempunyai gejala yang sama.
Pasien dengan obstruksi batu ginjal mempunyai keluhan utama nyeri.
Persepsi nyeri pada batu ginjal dapat juga diakibatkan oleh inflamasi,
edema, hiperperistaltik, dan iritasi mukosa. Edema dapat menyebabkan
peregangan sekaligus menstimulasi ujung saraf bebas sehingga dapat
menyebabkan nyeri kolik ginjal. Jika batu terdapat pada ureter, maka persepsi
nyeri

sesuai

dengan

perjalanan

nervus

ilioinguinalis

dan

nervus

genitofemoralis cabang genital. Berikut akan dijelaskan persepsi nyeri sesuai


dengan lokasi batu pada ginjal.

27

i.

Kaliks renalisBatu pada kaliks dapat menyebabkan obstruksi dan nyeri kolik ginjal.
Secara umum, batu yang tidak menyebabkan obstruksi hanya membuat nyeri yang
hilang timbul. Nyerinya tumpul, dalam, pada pinggang atau punggung. Nyeri bisa
bertambah hebat ketika setelah minum air. Sampai sekrang masih belum jelas
mengapa nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa dengan aktivasi kemoreseptor
akibat edema dan eksudasi.
Pelvis renalisBatu pada pelvis renalis dengan diameter >1 cm dapat menyumbat

ii.

ureteropelvic junction, sehingga menimbulkan nyeri yang sangat hebat pada


costovertebral angle (CVA), yaitu berlokasi di sebelah lateral muskulus sakrospinalis
tepat dibawah costae ke-12. Tipe nyerinya bisa bersifat tumpul atau tajam dan
konstan. Sering terjadi radiasi nyeri ke arah panggul dan kuadran abdomen ipsilateral
bagian lateral. Nyeri bisa terdiagnosis oleh penyakit lain jika nyeri terjadi pada
abdomen kuadran kanan, seperti kolesistitis, gastritis, appendicitis akut, dan
pankreatitis, ulkus peptikum jika nyeri pada kuadran kiri.
Nyeri yang menunjukkan gambaran obstruksi parsial atau komplit
staghorn pada foto Blaast Nier Oversicht (BNO), tidak selamanya
menyebabkan obstruksi. Pada kondisi ini, pasien tidak begitu
mengeluhkan nyeri pada pinggul atau punggung.
b)

Hematuria
Pemeriksaan

urinalisis

lengkap

dapat

membantu

menegakkan

diagnosis urolitiasis untuk menilai hematuria dan kristaluria serta pH urin.


Pasien dapat mengeluh gross hematuria (15%) atau urin berwarna seperti teh
(old blood). Namun pada umumnya pasien mengeluh hematuria mikroskopis
(85%).
c)

Infeksi
Batu ammonium fosfat (struvit) berhubungan dengan infeksi pada
traktus urinarius. Kuman penyebab pada umumnya adalah Proteus sp.,
Pseudomonas sp., Klebsiella sp., dan Staphylococcus. Infeksi yang terjadi
bersifat sekunder dari obstruksi dan stasis proksimal dari batu.
Infeksi dapat berkontribusi dalam persepsi nyeri. Bakteri uropatogenik
dapat melepaskan zat endotoksin dan eksotoksin sehingga mengganggu

d)

persitaltik ureter. Inflamasi lokal dapat menstimulasi kemoreseptor nyeri.


Demam
Hubungan antara demam dengan urolitiasis adalah bersifat emergensi.
Gejala klinis dari sepsis bervariasi mulai dari demam, takikardi, hipotensi, dan
vasodilatasi kutaneus. Dalam beberapa kasus, massa pada kuadran kanan atas
dapat teraba, menandakan adanya hidronefrosis. Demam pada nefrolitiasis
28

membutuhkan dekompresi segera. Dekompresi dapat dilakukan dengan


menggunakan kateter retrograde. Jika kateter gagal, nefrostomi perkutaneus
e)

dapat dilakukan.
Nausea dan vomitus
Mual dan muntah timbul pada 50% kasus. Gejala ini tibul akibat
inervasi pada pelvis renalis, abdomen, dan usus melalui aksis seliak dan
nervus vagus afferent. Gejala ini dapat diperparah dengan pemberian analgesic
narkotik,

f)

yang

dapat

menstimulasi

langsung

peristaltik

usus

dan

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada medulla oblongata.


Pemeriksaan Fisik
Pasien yang mengeluh nyeri, kadang dapat hilang dengan perubahan
posisi. Hal ini dapat membedakan dengan peritonitis dimana pasien merasa
nyeri saat bergerak. Nyeri pada CVA pada ginjal yang terkena dapat timbul.
Massa pada abdomen kuadran atas dapat mengindikasikan batu yang sudah
sangat lama sehingga menyebabkan hidronefrosis.
Demam, hipotensi, takikardi, dan vasodilatasi kutaneus dapat
mengindikasikan adanya urosepsis sehingga membutuhkan dekoresi segera,
resusitasi cairan intravena, dan antibiotik intravena.
Pemeriksaan abdomen yang teliti harus dilakukan agar mampu
menyingkirkan diagnosis dengan gejala nyeri yang sama. Tumor abdomen,
aneurisma aorta abdominal, herniasi diskus lumbal, dan kehamilan dapat
menjadi diagnosis banding nyeri kolik abdomen. Palpasi pada VU harus
dilakukan karena retensi urin dapat tibul dengan nyeri ginjal kolik. Hernia
inkarserata, epididimitis, orkitis, dan pelvic inflammatory disease mempunyai
gejala yang hampir sama dengan urolitiasis. Rectal toucher dapat
menyingkirkan kondisi patologis lain.

I.
i.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
UrinalisisPemeriksaan ini berguna untuk mencari hematuria dan
tanda-tanda infeksi. Sebanyak 85% penderita nefrolitiasis mempunyai gejala
hematuria mikroskopis. Salah satu penelitian restrospektif bahwa sebanyak
67% pasien mempunyai eritrosit sebanyak >5 sel/lapangan pandang besar
(LPB) dan 89% pasien mempunyai eritrosit >0 sel/LPB pada urinalisis.
Leukosit pada urin juga harus diperhatikan untuk menilai adanya infeksi pada
ginjal. Nilai leukosit yang lebih dari 10 sel/LPB atau jumlah leukosit lebih
banyak dari eritrosit dapat dicurigai telah terjadi infeksi. Kristal yang
29

terdeteksi pada urinalisis juga mampu menentukan penyebab batu. Nilai pH


urin juga dapat membantu untuk menentukan kuman penyebab. Jika pH lebih
dari 7 maka kemungkinan kuman penyebabnya adalah kuman yang dapat
memetabolisme urea seperti Klebsiella sp., Proteus sp., dan Pseudomonas sp..
Nilai pH yang kurang dari 5 maka dapat dicurigai sebagai kristal asam urat.
Pemeriksaan darah rutinLeukositosis dapat mengikuti gejala nyeri
ginjal akut. Jika nilai leukosit mencapai lebih dari 15.000 sel/uL, maka pasien
tersebut sangat dicurigai telah terjadi infeksi sitemik meskipun afebris. Kadar
asam urat yang tinggi dapat mengindikasikan adanya hiperurikosuria,
sedangkan hiperkalsemia menunjukkan adanya kebocoran hiperkalsiuria
(dengan hiperparatiroidisme sekunder) atau primer. Jika kada kalsium serum
meningkat, maka perlu dihitung nilai PTH serum. Serum kreatinin dapat
digunakan sebagai prediksi utama nefrotoksik akibat kontras. Jika kadarnya
melebihi 2 gr/dL, maka untuk diagnosisnya digunakan pemeriksaan BNO atau
CT-scan.
ii.

Radiologis
IVPDapat memperlihatkan anatomi upper urinary tact dan lokasi
batu. Namun jika batunya terlalu kecil, maka pemeriksan IVP akan terlihat
normal meskipun sebenarnya pasien tersebut menderita nefrolitiasis.
BNOMempunyai keefektifitas yang hampir sama dengan IVP.
Namun pada BNO, jika terdapat batu yang berukuran kecil, masih mampu
untuk terbaca pada foto sehingga foto BNO mempunyai sensitifitas yang lebih
tinggi daripada IVP.
Computed tomographyCT scan spiral nonkontras saat ini menjadi
modalitas utama pada pasien dengan gejala nyeri kolik akut, terutama dengan
harga yang lebih murah daripada IVP. Pemeriksaan ini dapat menujukkan
struktur intraperitoneum dan retroperitoneum. Pemeriksaan ini tidak
membutuhkan kontras. Kekurangan pemeriksan ini adalah tidak mampu
menentukan waktu klirens ginjal seperti pada pemeriksaan IVP.
J.

Penatalaksanaan
Indikasi pada perawatan di Rumah Sakit (RS) dibuat sesuai derajat gejala
klinis yang timbul. Namun sekarang ini jika pasien mengeluh nyeri kolik ginjal akut,
maka perlu di observasi dalam 24 jam karena biasanya nyerinya akan hilang sebelum
1 hari. Indikasi rawatnya adalah:
Analgesik oral tidak mampu mengatasi nyeri.
30

Obstruksi ureter akibat batu pada ginjal yang tertransplantasi.


Obstruksi ureter diakibatkan oleh infeksi traktus urinarius dengan gejala
demam, sepsis, atau pyonefrosis.
Pada pasien nyeri kolik ginjal gawat darurat, penatalaksanaan
peramanya adalah dengan pemberian cairan intravena (IV) agar dapat
diberikan obat analgesik dan antiemetic secara bolus IV. Banyak dari pasien
datang dengan status hidrasi yang buruk akibat muntah dan kurang intake
cairan.
Setelah nefolitiasis terdiagnosis, periksa adanya gejala obstruksi atau
infeksi. Jika adanya tanda obstruksi tanpa infeksi, maka diberikan analgesik
dan obat lain yang mampu memfasilitasi pengeluaran batu (pemberian obat ini
hanya bisa diberikan jika diameter batu 5-6 mm). Jika terjadi infeksi tanpa
obstruksi maka berikan antibiotik. Jika obstruksi dan infeksi terjadi
a)

b)

K.

bersamaan, maka dapat dilakukan dekompressi.


Simptomatik
Analgetik
Antiemetik
Antidiuretik
Antibiotik
Active Medical Expulsive Theraphy (MET)
Definitif
Indikasi dan Kontraindikasi
Jenis Pembedahan
Pemasangan Stent
Nefrostomy Perkutaneus
ESWL
Perkuteneus Nefrolitotomi
Open Nefrostomi
Prognosis

31

Você também pode gostar