Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya
epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat
adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi
listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga
menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau
seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan
disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi
penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial,
rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,
diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta
orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara
berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang
tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan
gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang
terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah
keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal.
Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang
berhubungan dengan epilepsi. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana dampak
epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan penyandangnya. Masalah yang muncul
adalah bagaimana hal tersebut bisa muncul, bagaimana manifestasinya dan bagaimana
penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus ini masih memerlukan kajian yang
lebih mendalam.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
1
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan
keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi. Pemahaman
epilepsi secara menyeluruh sangat diperlukan oleh seorang perawat sehingga nantinya
dapat ditegakkan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan epilepsi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah itu penyakit epilepsi?
2. Apakah yang menyebabkan penyakit epilepsi?
3. Bagaimana proses terjadinya penyakit epilepsi?
4. Apa saja tanda dan gejala penyakit epilepsi?
5. Bagaimana penanganan (pencegahan dan penanggulangan) penyakit epilepsi?
6. Bagaimana proses pengkajian pada pasien epilepsi?
7. Apa sajakah pemeriksaan penunjang/diagnostik untuk epilepsi?
8. Apa saja masalah keperawatan yang muncul pada pasien epilepsi?
9. Apa saja intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk menangani masalah
keperawatan yang muncul pada pasien epilepsi?
10. Bagaimana implementasi dari intervensi keperawatan dari epilepsi?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan mampu mengaplikasikan penanganan pasien
anak dengan masalah epilepsi menggunakan pendekatan proses keperawatan,
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi yang dihubungkan dengan konsep dasar medis penyakit.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetian penyakit epilepsi.
b. Untuk mengetahui penyebab penyakit epilepsi.
c. Untuk mengetahui proses terjadinya penyakit epilepsi.
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit epilepsi.
e. Untuk mengetahui penanganan (pencegahan dan penanggulangan) penyakit
epilepsi.
f. Untuk mengetahui proses pengkajian pada pasien epilepsi.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang/diagnostik untuk epilepsi.
h. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada pasien epilepsi.
i. Untuk mengetahui intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi Epilepsi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab
utama, ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak
pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi
menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak
4
etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik
dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu
12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan
ini berpotensi menjadi epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir
atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak,
cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 1. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan
metabolik
(hipoglikemia,
hipokalsemia,
Gangguan genetic
Idiopatik
5
Infeksi akut
Trauma
Remaja (12- 18 th)
Kejang demam
Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
3. Patofisiologi Epilepsi
Faktor predisposisi:
Pascatrauma kelahiran, asfiksia neonaturum, pasca cedera kepala.
Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak.
Adanya riwayat keracunan, riwayat gangguan sirkulasi serebral.
Riwayat demam tinggi, riwayat gangguan metabolisme, dan nutrisi/gizi.
Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
Riwayat tumor otak, abses, kelainan bawaan, dan keturunan epilepsi.
Gangguan pada sistem listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak.
Risiko tinggi
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
6
Status
epileptikus
Gangguan
pernafasan
Kerusakan Otak
permanen
Kejang parsial
Peka rangsang
Kejang berulang
Risiko tinggi
cedera
Hipoksia otak
Edema serebral
Kejang umum
Respon pascakejang
(posiktal)
Respon fisik:
Konvusi dan sulit
bangun
Keluhan sakit kepala
dan sakit otot
Risiko isolasi
sosial
Respon psikologis:
Ketakutan, Respon
penolakan, Penurunan
nafsu makan, Depresi,
Menarik diri
Nyeri
Ketakutan
Penurunan Otak merupakan pusat
akut penerima pesan (impuls sensorik)
sekaligus
Koping dan
individu
tidak
kesadaran
efektif
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
Kurang pengetahuan
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas
listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neuron-neuron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx
natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu
masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis
kimiawi
neuron
sehingga
terjadi
kelainan
depolarisasi
neuron.
Gangguan
berlebihan
neurotransmitter
aksitatorik
atau
deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak
meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di
cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama
8
melalui pita suara sehingga trdengar bunyi yang disebut jerit epilepsi
(epileptic cry). Fase tonik ini biasanya berlangsung 20-60 detik kemudian
disusul fase klonik. Selama fase tonik pasien menderita sianosis karena
pernapasan terhenti dan terdapat pula kongesti vena. Pada fase klonik terjadi
kejang umum yang melibatkan semua anggota gerak dan otot-otot pernapasan
serta otot rahang. Terjadilah gerak bernapas stertorus dan keluar busa dari
mulut. Lidah dapat tergigit saat kejang ini. Pasien dapat ngompol karena otot
sfingter kandung kemih ikut kontraksi.
Epilepsi jenis grandmal dapat berupa primer atau sekunder. Sekunder, berarti
sebelumnya pasien menderita jenis epilepsy lain. Bentuk grandmal merupakan
serangan yang terberat. Kejang fokal bila rangsangannya cukup kuat akan
menjadi bangkitan grandmal. Bila pasien terbaring pada permukaan yang
keras dan kasar, kejang klonik tersebut dapat mengakibatkan luka-luka;
gerakan kepala yang terantu-antuk dapat menyebabkan luka. Biasanya fase
klonik ini berlangsung sekitar 40 detik tetapi dapat juga lebih lama. Setelah
fase klonik, pasien terbaring dalam keadaan koma; pupil agak lebar dengan
reaksi cahaya yang lambat, refleks kornea negative, pasien tidak member
jawaban atas rangsangan nyeri dan didapatkan refleks patologik bilateral. Fase
koma biasanya berlangsung kira-kira 1 menit, setelah itu pasien tertidur yang
dapat berlangsung selama 2-3 jam. Jika pada saat tidur ini pasien dibangunkan
ia mengeluh sakit kepala dan ada yang tampak bengong dalam keadaan
disorientasi. Lama keadaan bengong berbeda-beda. Ada pasien yang segera
pulih setelah beberapa menit serangan selesai, yang lain sampai beberapa jam
atau hari. Sebagian besar mengeluh sakit kepala setelah serangan sampai satu
atau dua hari, dan berkurang setelah tidur. Pada serangan grandma terjadi
gangguan autonom, didapatkan peningkatan simpatis dengan pelepasan
epinefrin, yang menyebabkan terjadinya takikardia, peninggian tekanan darah,
midriasis. Produksi air liur bertambah dan bila ini disertai kesukaran bernapas
maka terlihat berbusa pada mulut pasien.
Bangkitan local atau bangkitan parsial baik yang sederhana maupun yang
kompleks dapat berkembang menjadi grandma bangkitan sekunder. Pada
grandma selalu didahului adanya aura yang dirasakan oleh pasien sebelum
serangan terjadi dan kesadaran menghilang. Bentuk aura dapat berbeda-beda
10
bergantung letak fokusnya; dapat berupa perasaan takut, halusinasi dari indra
pencium, pengecapan, penglihatan, merasa mual dan perut seperti naik,
merasa aneh di satu anggota gerak atau bagian dari badan dan sebagainya.
Pada grandma dapat pula dijumpai masa prodromal, yaitu beberapa jam atau
beberapa hari sebelumnya terdapat misalnya perubahan tingkah laku seperti
marah-marah, mudah tersinggung, selalu tegang dan sebagainya. Grandma
merupakan kejang umum yang terdiri dari fase tonik dan fase ronik. Pada
kejang umum jenis klonik pasien menjadi tidak sadar tanpa didahului oleh fase
tonik. Setelah fase klonik selesai pasien tertidur.
Petit mal. Petit mal disebut juga sebagai kejang detik). Pada seranga epilepsy
murni (typical absence) atau simple absence . Bangkitan berlangsung singkat
hanya beberapa detik (5-15 detik). Pada serangan epilepsy jenis petit mal yang
terlihat sebagai berikut:
1. Pasien tiba-tiba berhenti melakukan apa yang sedang ia lakukan
(missalnya makan, membaca, berbicara, dan lain-lain)
2. Ia memandang kosong, melongo (staring). Pada saat ini tidak bereaksi
bila diajak berbicara atau bila dipanggil karena ia tidak sadar.
3. Setelah beberapa detik ia kemudian sadar dan meneruskan lagi apa
yang sedang ia lakukan sebelum serangan terjadi.
Pada serangtan petit mal selain terdapat kehilangan kesadaran dan melongo,
dapat juga dijumpai mata berkedip dengan frekuensi 3 kali perdetik.,. waktu
serangan terjadi (kesadaran menurun) pasien tidak jatuh hanya agk terhuyung.
Tidak didapatkan inkontinensia urine dan juga tidak terdapat aura. Dari segi
klinis dinyatakan sukar untuk membedakannya dengan jenis serangan lain
yang ditandai oleh menurunnya kesadaran tanpa adanya gerak kejang.
Kebanyakan pasien demikian merupakan pasien epilepsy lobus temporal.
Untuk menentukan diagnosis epilepsy jenis petit mal ini berdasarkan atas 2 hal
yaitu gambaran klinis serta rekaman EEgyang mengandung spike and
wavedengan frekuensi 3 kali per detik.
Petit mal merupakan jenis epilepsy yang jarang dijumpai. Bila ada biasanya
didapatkan pada anak setelah umur 3 tahun dan mulai pada umur 4-12 tahun.
Pada umur 20 tahun kira-kira 75% tidak mengalami seranagn lagi; tetapi 50 %
11
pasien petit mal berubah menjadi grandma. Pperubahan biasanya mulai pada
umur 10-13 tahun. Sebagian petit mal dapat berllanjut sampai dewasa walau
frekuensi serangan jauh berkurang. Frekuensi serangan epilepsy petit mal
bervariasi dari 2 atau 3 bulan sampai beberapa ratus kali dalam sehari. Bila
serangan banyak dalam satu hari keadaan mental dapat terganggu karena
frekuensi kesadaran menurun. Anak umumnya mengalami kesukaran dalam
menerima pelajaran. Prognosis baik bila serangan mulai pada usia muda,
dengan riwayat keluarga yang positif dengan intelegensi yang normal serta
tidak
dijumpai
adanya
deficit
neurologic
lainnya.
Livingston
dkk.
gerakan kejutan dari otot fleksor ekstremitas dan kepala. Gerak kejut ini
berlangsung singkat tetapi dapat berulang beberapa kali berturu-turut. Kadang
kejutan ini disertai jeritan dari pasien sehingga orang tua mengura anaknay
kesakitan. Juga dapat terjadi kejutan otot ekstensor.
Banyak sebutan lain dari spasme infantile spasm ini diantaranya sindrom west,
infantile myoclonic encephalopathy, bangkitan salam (salam spells, salam
spasm)/. Menurut gambaran EEG-nya, jenis ini disebut epilepsy jenis
hipsaritmia. Bangkitan mulai umur 3 bulan sampai dua tahun. Dari
pengalaman dikemukakan oleh ibunya bahwa anaknya sering membuat
gerakan terkejut tanpa ada rangsangan. Ada yang menyangka sakit perut
karena sering tiba-tiba mengangkat (fleksi) tungkainya. Gerak kejut ini
umumnya terjadi pada waktu bangaun atau hendak tidur. Untuk memastikan
diagnosis akan lebih mudah setelah dilakukan EEG dan menunjukkan kelainan
yang khas, gelombang lambat bervoltase tinggi yang tidak teratur dengan
gelombang paku multifocal. Infantil spasm biasanya menunjukkan adanya
kerusakan yang luas dan difus di dalam otak yang dapat disebabkan
bermacam-macam penyebab, misalnya anoksia otak yang berat, hipoglikemia,
tuberous sclerosis, penyakit-penyakit metabolic, degenerative atau cacat
anatomic pada otak. Sering pula bayi mempunyai riwayat kelahiran dan
prenatal yang patologis. Prognosis pasien spasme infantilsuram terutama di
bidang mental. GIBBS dkk. Mendapatlkan 87% pasien ini menderita retardasi
mental.
Didapatkan
kecenderungan
bahwa
serangan
akan
pulih kembali tapi sering tampak bengong untuk beberapa saat dan merasa
capai. Serangan sinkop hamper selalu terjadi ketika pasien dalam sikap berdiri
atau tegak. Factor pencetus dapat bermacam-macam misalnya lama berdiri
(ketika mengikuti upacara) , melihat darah, rasa nyeri (takut suntikan),
keadaan sedih (melihat salah satu orang tuanya meninggal) dan sebagainya.
Sinkop adalah menghilangnya kesadaran sepintas yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah ke otak. Sebelum kesadaran menghilang di
dapatkan gejala pendahuluan berupa rasa lemah, penglihatan gelap, keringat
dingin, rasa tidak enak di perut, dan pucat. Penyebab sinkop bermacammacam. Tiap kelainan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak
secara mendadak dapat mengakibatkan terjadinya sinkop. Penyebab yang
sering ialah refleks vascular yang abnormal, kegagalan refleks simpatis dan
penyakit jantung . sinkop, apapun penyebabnya selalu disertai penurunan
tekanan darah yang hebat ( sampai nol atau sangat rendah). Dalam hal
demikian mekanisme autoregulasi pembuluh darah di otak tidak dapat bekerja
secara efektif dan mengakibatkan terhentinya atau berkurangnya aliran darah
ke otak.
Jenis sinkop yang sering ditemukan ialah sinkop vasovagal dan sinkop
postural (hipotensi ortostatik). Ada dua komponen yang berperan dalam
sinkop vasovagal, yaitu melambatnya denyut jantung karena pengaruh vagus
dan adanya vasodilatasi di otot rangka, organ internal dan pembuluh darah
splanchnik. Tetapi yang paling utama pengaruh vasodilatasi, berkurangnya
tahanan di pembuluh darah perifert terutama di otot rangka.
Hapotensi ortoststik dapat menyebabkan sinkop jika tekanan darah turun
banyak. Berdiri lama(waktu upacara); bangun dari tempat tidur setelah lama
berbaribg karena suatu penyakit juga dapat menyebabkan sinkop. Untuk
membedakan sinkop dan epile[psi dapat dengan melakukan anamnesis dan
aloanamnesis yang baik. Selain itu, serangan epilepsy dapat terjadi pada setiap
sikap badan, sedangkan sinkop hanya pada waktu sikap tegak (umumnya).
Pada sinkop tekanan darah rendah; pada epilepsy tekanan darah naik/normal.
Selain sinkop masih ada beberapa kelainan yang sering menyebabkan
gangguan kesadaran/ menghilangnya kesadaran sebentar diantaranya ialah:
14
6. Komplikasi
Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat terjadi setelah
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia),
perbaikan gangguan metabolisme ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan
itu. Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah
serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan
pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
a. Selama Kejang
1) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
2) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
16
anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini.
Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan
masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping
yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit
kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5 tahun.
Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan
pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan
terhadap
anak
kejang
akan
berpengaruh
terhadap
Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin
dapat
menghambat
saluran
Na .
Karbamazepin
dapat
memperpanjang
potensial
penghambat
postsinaptik,
bukan
Tanda:
SIRKULASI
Gejala:
INTEGRITAS EGO
Gejala:
Stensor eksternal/internal
dan/atau penanganan.
Peka
rangsang;
perasaan
tidan
ada
harapan/tidak
berdaya.
ELIMINASI
Gejala:
Inkontinensia episodik.
Tanda:
MAKANAN/CAIRAN
Gejala:
Tanda:
NEUROSENSORI
20
Gejala:
NYERI/KENYAMANAN
Gejala:
Tanda:
PERNAPASAN
Gejala:
KEAMANAN
Gejala:
Tanda:
INTERAKSI SOSIAL
Gejala:
21
Kadar obat pada serum : Untuk membuktikan batas obat antiepilepsi yang
terapeutik.
Pungsi lumbal (PL) : Untuk mendeteksi tekanan abnormal dari CSS, tandatanda infeksi, perdarahan (hemoragik sub arakhnoid, subdural) sebagai
aktivitas kejang.
Pemantauan video-EEG, 24 jam : Dapat mengidentifikasikan fokus kejang
secara tepat.
Skan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, infark, hematoma, edema
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Cappernito:
1. Risiko Tinggi terhadap Inefektif Bersihan Jalan Napas yang berhubungan
dengan relaksasi lidah dan refleks gangguan sekunder terhadap gangguan
pada inervasi otot
2. Risiko Tinggi terhadap Isolasi Sosial yang berhubungan dengan takut
merasa malu sekunder terhadap mengalami kejang di masyarakat
3. Risiko Tinggi Inefektif Penatalaksanaan Program Terapeutik yang
berhubungan dengan insufisiensi pengetahuan tentang kondisi, obat,
perawatan selama kejang, bahaya lingkungan, dan sumber komunitas
Diagnosa Keperawatan menurut Doengus:
1. Risiko tinggi terhadap trauma/kerusakan sel otak dan penghentian nafas
berhubungan dengan kejang, kelemahan progresif cepat otot-otot
pernafasan.
2. Risiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas/pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial.
22
Intervensi
Rasional
1. Selama kejang, lakukan hal berikut :
1. Tindakan ini dapat membantu
a. Berikan privasi, bila mungkin
menurunkan cedera dan rasa malu.
b. Baringkan klien di lantai, bila
mungkin
c. Setelah kejang, baringkan klien
pada posisi miring
d. Kendurkan pakaian
disekitar
leher
e. Bila tidak memungkinkan utuk
membaringkan
klien
dalam
dan
bermanfaat
dalam
mengambil tindakan
motorik
mengecap
involunter
bibir
atau
tidur,
bingung,
kelemahan, paralisis
3. Bila klien mengeluh aura, anjurkan
dia berbaring
4. Ajarkan anggota keluarga atau orang
selama kejang
Risiko Tinggi terhadap Isolasi Sosial yang berhubungan dengan takut akan rasa malu
sekunder terhadap mengalami kejang di banyak orang
Kriteria Pengkajian Fokus
1. Pola sosialisasi biasanya :
a. Hobi
b. Minat pada orang lain
c. Gereja
d. Tengga
e. Sekolah
2. Masalah
berkenaan
Makna Klinis
1. Klien berisiko tinggi harus dikaji
dengan cermat, karena penderitaan
yang berkaitan dengan isolasi social
tidak selalu cepat tampak.
dengan
sosialisasi
umum
Intervensi
Rasional
1. Bantu klien mengenali kebutuhan
1. Klien yang cenderung kejang dapat
sosialisasi
memisahkan
diri
dari
keluarga,
validasi
adlah normal
2. Berikan
3. Bantu
dukungan
klien
dan
mengidentifikasi
mematuhi
dapat
menimbulkan isolasi
4. Kepatuhan
pada
regimen
pengobatan
dapat
membantu
rencana pengobatan
kejang
5. Dialog terbuka dengan orang lain
dapat
terlebih
memberitahukan
dahulu
mereka
tentang
keterkejutan
kejang
dan
situasi serupa:
1. Kelompok pendukung
2. Yayasan Epilepsi
dan penatalaksanaannya
2. Factor penunjang meliputi hal berikut:
a. ansietas
b. diagnosis baru
c. kekurangan instruksi sebelumnya
3. Sumber-sumber
(mis.,
keluarga,
tujuan
pembelajaran
dengan
gangguan
kejang
kesiapan dan kemampuan belajar
Intervensi
Rasional
1. Ajarkan tentang gangguan kejang dan 1. Pengertian klien dan keluarga tentang
pengobatan, perbaiki miskonsepi
diharuskan
sangat
mempengaruhi
[Dilantin])
dapat
peningkat
epidose
kejang,
meskipun
b)
c)
d)
e)
baik
f) Tingkat aktivitas menonton
4. Bahas mengapa aktivitas tertentu yang 4. Umumnya, klien yang cenderung kejang
berbahaya dan harus dihindari :
a) Berenang sendiri
menyebabkan klien atau situasi orang lain
b) Mengendarai (kecuali bebas kejang
pada situasi berbahaya bila terjadi kejang.
selama 1 sampai 3 tahun bergantung
status )
c) Mengoperasikan mesin yang potensial
berbahaya
d) Mendaki gunung
e) Pekerjaan dimana
klien
dapat
ini.
Diskusi
terbuka
dapat
dan
bahan
bacaan
penghentian nafas berhubungan dengan kejang dan kelemahan progresif cepat otot-otot
pernafasan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria:
a. Klien mengungkapkan pemahaman faktor yang menunjang kemungkinan trauma,
dan/atau penghentian pernafasan dan mengambil langkah untuk memperbaiki situasi.
b. Klien mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor
risiko dan melindungi diri dari cedera.
c. Klien mampu mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
d. Klien membantu klien untuk mempertahankan aturan pengobatan untuk
mengontrol/menghilangkan aktivitas kejang.
Intervensi
Gali bersama-sama
klien
dan
Rasionalisasi
orang Kejang demam terjadi ketika demam
pencetus demam.
neuron
yang
menyebabkan
pelepasan
trauma
saat
kejang
tempat tidur yang terpasang dengan posisi (sering/umum) terjadi selama pasien di
tempat tidur rendah
Evaluasi
kebutuhan
tempat tidur.
untuk/
berikan Penggunaan
memberikan
penutup
kepala
perlindungan
dapat
tambahan
28
Pertahankan tirah baring secara ketat jika Pasien mungkin tidak dapat beristirahat
pasien mengalami tanfa-tanda timbulnya fase /perlu untuk bergerak atau melepaskan diri
prodromal/aura. Jelaskan pentingnya tindakan dari suatu keadaan selama fase aura, namun
ini pada klien/orang tua/keluarga.
lingkungan
dan
mudah
tentang
pentingnya
keikutsertaan
(kerja
sama)
pasien.
Minta orang tua/keluarga klien untuk tetap Meningkatkan keamanan klien.
tinggal bersama klien dalam waktu beberapa
lama selama/setelah kejang.
Masukkan jalan nafas buatan seperti plastik Menurunkan risiko terjadinya trauma mulut
atau biarkan klien menggigit sesuatu yang tetapi tidak boleh dipaksa atau masukkan
lunak
antara
gigi
(jika
rahang
relaksasi). Miringkan kepala ke salah satu karena kerusakan pada gigi jaringan lunak
sisi/lakukan penghisapan pada jalan nafas dapat
sesuai indikasi
terjadi.
Juga
membantu
Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang Mengarahkan ekstremitas dengan hati-hati
empuk (lunak) atau bantu meletakkan pada menurunkan risiko trauma secara fisik ketika
lantai jika keluar dari tempat tidur. Jangan klien kehilangan kontrol terhadap otot
melakukan restrein.
Catat tipe dari aktivitas kejang (seperti lokasi/ Membantu untuk melokalisasi daerah otak
29
keadaan posiktal
dan waktu
kembali
kepada
orang Untuk
menghilangkan
ansietas.
Orang
tua/keluarga klien terhadap aktivitas kejang tua/keluarga mungkin bingung dan cemas.
yang dialami anaknya.
Observasi munculnya tanda-tanda atau gejala Hal ini merupakan keadaan darurat yang
status epileptikus, seperti kejang tonik-klonik mengancam hidup yang dapat menyebabkan
setelah jenis yang lain muncul dengan cepat henti
dan cukup meyakinkan.
nafas,
hipoksia
berat,
dan/atau
segera
dibutuhkan
untuk
adanya
tanda-tanda
kejang (jika memungkinkan) dan pola kejang klien untuk melindungi klien dari trauma
yang biasa dialami klien. Ajarkan orang dan
mengenali
perubahan
yang
perlu
mencegah
saat
kejang
terjadi
trauma/komplikasi
dapat
dan
antiepilepsi
(Dilatin),
karbamazepin
meliputi
pirimidon
(Tegretol),
Fenobarbital (Luminal)
rendah
untuk
menurunkan
efek
sampingnya.
Diazepam (Valium)
Glukosa, tiamin
metabolisme
jika
kejang
alkohol.
Pantau/catat kadar obat antiepilepsi, yang Kadar terapeutik standar mungkin tidak
berhubungan dengan efek samping dan optimal pada klien individual jika terjadi
frekuensi dari aktivitas kejang yang terjadi.
efek
samping
yang
merugikan
atau
Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
untuk
pembedahan/elektrolit Stimulator
saraf
vegal,
terapi
dengan
31
gambaran
status
aliran
(drainase)
sekret,
datar, miringkan kepala selama serangan mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
kejang.
nafas.
usaha
bernafas/
ekspansi dada.
memfasilitasi
memasukkannya
diawal
untuk
mungkin
meredanya
tersebut
diindikasikan
aktivitas
tidak
sadar
kejang
dan
setelah
jika
klien
tidak
dapat
32
menurunkan
hipoksia
serebral
ada indikasi.
jika
tidak
muncul
masalah
Tujuan
pasien
diagnostik, persepsi diri terhadap tindakan dan pengetahuan/ pengalaman awal dengan
yang
dilakukannya.
mengungkapkan/
Anjurkan
perasaannya
untuk
tidak
proses
pemecahan
masalah
dan
masalahnya.
menyangkal),
menghentikan
dan
membentuk
pasien
mulai
dapat
mengurangi
depresi
latih
tubuh
(senam),
olahraga
berpengaruh
diri
sendiri
tidak
harga
terhadap
diri
perasaan
pasien
dan
Intervensi Kolaborabsi:
Rujuk pasien atau orang terdekat pada Berikan kesempatan untuk mendapatkan
kelompok
penyokong,
seperti
rujukan
kepada
dapat
merasa
berdosa
atas
masyarakat.
Konsling
dapat
kembali
Rasionalisasi
mengenai Memberi
kesempatan
untuk
yang normal.
Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting Tidak adanya pemahaman terhadap obatsekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak obat yang didapat merupakan penyebab
menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dari kejang yang terus-menerus tanpa
dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurangan henti. Pasien perlu untuk mengetahui risiko
dosis
menghentikan
penggunaan
obat
seperti
mengantuk,
dan
memberikan
kesempatan
untuk
mengurangi/mencegah komplikasi.
Berikan informasi tentang interaksi obat yang Pengetahuan mengenai penggunaan obat
potensial dan pentingnya untuk memberitahu antikonvulsan menurunkan risiko obat
pemberi perawatan yang lain dari pemberian yang diresepkan yang dapat berinteraksi
obat terebut.
yang
selanjutnya
mengubah
ambang
Dilantin
mempunyai
efek
teratur/melakukan
laboratorium
yang
teratur
Tujuan : Klien bebas dari cidera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria Hasil : Klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari stimulus
kejang, melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang.
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga Data dasar untuk intervensi selanjutnya.
secara penanganan saat kejang
Ajarkan klien dan keluarga tentang metode Orang
mengontrol demam.
tua
mengalami
dengan
anak
kejang
diinstruksikan
tentang
yang
demam
metode
pernah
harus
untuk
antipiretik).
Cidera kepala
merupakan
salah
satu
keluarga
yang
agar
aman
cidera kepala.
mempersiapkan Melindungi klien bila kejang terjadi.
seperti
batasan
terapi;
37
Minta
pasien
untuk terapi.
dpat
menghilangkan
menurunkan
edema
spasme
dan
otot
tekanan
dan
pada
anjurkan
proses penyembuhan.
melakukan Menghilangkan atau mengurangi stress pada
38
keadaan
sakit
dan
dirawat.
otot,
(Valium),
seperti
karisoprodol
metkarbamol (Robaxin).
NSAID, seperti ibuprofen (Motrin, Menurunkan edema, tekanan pada akar saraf.
Advil),
diflurisal
antiinfalamasi
intervensi
lain
dapat
tidak
dicoba
mampu
jika
untuk
menghilangkan nyeri.
Analgetik,
seperti
hidrokodon
(Vicodin),
butorpanol (Stadol).
Pasang penyokong fisik seperti brace lumbal Songkongan
anatomis/
struktur
berguna
kolar servikal.
terkena,
meningkatkan
pemisahan
menghilangkan
spasme
otot
dan
dan
otot
quadrisep
untuk
Pasang/
pendingin
pantau
atau
lumbal.
kantong Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang
penggunaan
pelembab,
ultrasound.
relaksasi pada pasien.
Berikan intervensi tertentu pada pasca- Menurunkan
resijo
terjadinya
sakit/
transmisi nyeri.
Upaya tim yang terkordinasi meliputi baik
terapi fisik maupun terapi psikologis dapat
mengatasi
semua
menyebabkan
aspek
nyeri
yang
kronik
mugkin
dan
memberikan
Mereka
harus
yakin
terhadap
tanpa
rasa
takut
tentang
gunakan
tanpa
ketakutan
akan
dibawah
kesehatan
Hindari konfrontasi.
dan
didampingi,
perawatan
maka
klien
pengawasan
kerjasama,
dan
mungkin
memperlambat penyembuhan.
Kontrol kejang bergantung pada aspek
pemahaman dan kerjasama klien. Gaya hidup
dan lingkungan dikaji untuk mengidentifikasi
factor-faktor
yang
dapat
mencetuskan
demam.
Klien
dianjurkan
untuk
diet
(menghindari
stimulant
dapat
menurunkan
ambang
klien
perlu.
Keadaan
tegang
(ansietas,
frustasi)
rencana
menghindari
Tingkatkan kontrol sensasi klien.
kejang.
Kontrol
stimuli
sensasi
pengobatan
yang
klien
untuk
mencetuskan
(dan
dalam
41
menurunkan
ketakutan)
dengan
cara
mengungkapkan ansietasnya.
kekhwatiran yang tidak diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekat.
klien
pengalihan
melayani
(misalnya
aktivitas
membaca)
dan
akan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
: KOPING,
KONFLIK KEPUTUSAN
Tujuan : Mengidentifikasi tingkahlaku koping yang tidak efektif dan konsekuensi,
Menunjukan kewaspadaan dari koping pribadi/ kemampuan memecahkan masalah,
Memenuhi kebutuhan psikologis yang ditunjukan dengan mengekspresikan perasaan yang
sesuai, identifikasi pilihan dan penggunaan sumber-sumber, Membuat keputusan dan
menunjukan kepuasan dengan pilihan yang diambil.
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Tinjau
ulang
patofisiologi
mempengaruhi pasien dan luasnya perasaan kebutuhan akan intervensi untuk mencegah
yang
tidak
kehilangan
berdaya/
control
tingkat ansietas.
Tetapkan hubungan
pasien.
tanpa
terhadap
terapeutik
mendiskusikan
perubahan
yang
Pengenalan
awal
membantu
pasien
dan
intervensi
memperoleh
dapat
kembali
ekulibrium.
Kaji munculnya kemampuan koping positif, Jika individu memiliki kemampuan koping
misalnya
penggunaan
teknik
control individu.
Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa Menyediakan petunjuk untuk membantu
yng terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi pasien dalam mengembangkan kemampuan
untuk
mengantisipasi
perasaan
mengidentifikasi
dan
dimiliki
persepsi
dan
pasien.
Menyediakan
informasi membenarkan
factual.
realita
masalah.
Sediakan lingkungan yang tenang dan tidak Menurunkan
ansietas
dan
menyediakan
menstimulasi. Tentukan apa yang menjadi control bagi pasien selama situasi krisis.
kebutuhan pasien, dan menyediakannya jika
memungkinkan. Memberikan informasi yang
sederhana namun factual mengenai apa yang
dapat pasien harapkan dan ulangi sesuai
kebutuhan.
Ijinkan pasien untuk mandiri pada awla Meningkatkan perasaan aman (pasien akan
dengan melakukan kembali AKS mandiri mengetahui
bertahap,
perawatan
diri
dan
aktivitas mengusahakan
bahwa
perawat
keamanan).
Jika
akan
kontrol
lainnya. Buat kesempatan bagi pasien untuk tercipta, pasien akan memiliki kesempatan
membuat keputusan mengenai keperawatan untuk
mengembangkan
koping
adaptif/
penting
untuk
resolusi
tindakan
destruktif
(seperti
perasaan
menyalahkan
Catat
ekspresi
ketidakmampuan
membangkitkan
solusi
yang
mungkin
memperkuat realita pada waktu pasien mulai (memberikan pertimbangan pro dan kontra
bertanya; lihatlah apa yang terjadi.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan dengan menggunakan panduan yang sesuai dengan
intervensi.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan.
44
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel. Epilepsi
juga merupakan gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Pengklasifikasian epilepsi atau kejang ada dua macam, yaitu
epilepsi parsial dan epilepsi umum.
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada: Trauma lahir, Asphyxia neonatorum; Cedera Kepala, Infeksi
sistem syaraf; Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol; Demam, ganguan metabolik
(hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia); Tumor Otak; Kelainan pembuluh darah.
45
Manifestasi Klinis kejang parsial dapat berkaitan dengan: Gerakan wajah atau
menyeringai, Sentakan yang dimulai disalah satu bagian tubuh, yang dapat menyebar,
Pengalaman sensorik berupa penglihatan, bau atau suara, Kesemutan, Perubahan
tingkat kesadaran. Kejang umum dapat berkaitan dengan : Ketidaksadaran, biasanya
ditandai dengan jatuh, kecuali pada masa kanak-kanak tidak ada kejang; Refleks pada
lengan dan tungkai yang tidak terkontrol; Periode apnea yang singkat (henti nafas);
Salivasi dan mulut berbusa; Menggigit lidah; Inkontinensia; Stadium postictal berupa
stupor atau koma diikuti oleh kebingungan, sakit kepala dan keletihan; Prodroma
dapat terjadi pada setiap jenis kejang. Prodroma adalah perasaan atau gejala tertentu
yang dapat mendahului kejang selama beberapa jam atau beberapa hari; Aura dapat
terjadi pada setiap jenis kejang. Aura adalah sensasi sensorik tertentu yang sering atau
selalu timbul sesaat menjelang kejang
Penatalaksanaan
medis
ditujukan
terhadap
penyebab
serangan.
Jika
Terapeutik
yang
dengan
kejang
berulang,
47
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan (Diagnose
Keperawatan Dan Masalah Kolaboratif. Edisi 2. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien.Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit : Edisi 2. Jakarta : EGC.
Nuzulul.
2011.
Neurobehaviour
Askep
Epilepsi.
[internet]
http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35569-Kep%20Neurobehaviour-Askep
%20Epilepsi.html diakses pada 21 Oktober 2014 pukul 10.00 WITA.
Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta :
Sagung Seto.
48