Você está na página 1de 87

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNIK OPTIK P3
DESAIN OPTIK
Disusun oleh :
Kelompok 3
Aprillia Dewi Agustin
Febrilia Ramadani
Jovi Abirahman
Afian Dzihri
Sahal Abidy
Nur Fadhilah

(2412100023)
(2412100032)
(2412100040)
(2412100044)
(2412100049)
(2412100097)

Asisten :
Siti Sulikhah

(2411100074)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK FISIKA


JURUSAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014
1

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNIK OPTIK P3
DESAIN OPTIK
Disusun oleh :
Kelompok 3
Aprillia Dewi Agustin
Febrilia Ramadani
Jovi Abirahman
Afian Dzihri
Sahal Abidy
Nur Fadhilah

(2412100023)
(2412100032)
(2412100040)
(2412100044)
(2412100049)
(2412100097)

Asisten :
Siti Sulikhah

(2411100074)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK FISIKA


JURUSAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014
i

ABSTRAK
Abstrak-Desain optik adalah suatu proses yang digunakan
untuk membuat rancangan divais optik. Divais optik yang
didesain dapat berupa desain kamera, teropong, mikroskop
dan lain-lain dengan merekayasa peletakkan lensa-lensa dan
komponen optik lainnya. Sistem optik yang digunakan pada
pratikum kali ini yaitu sebuah perangkat lunak yang bernama
OSLO (Optics Software for Layout and Optimization). Optical
Software for Layout and Optimazation (OSLO) merupakan
sebuah perangkat lunak, yang berfungsi sebagai simulator dalam
perancangan desain devais optik dan mengoptimalkan kinerja
divais optik. Dilakukan pengaturan parameter lensa sesuai dengan
yang diinginkan. Dari hasil pengaturan tersebut dianalisa cacat
pada lensa sesuai dengan parameter yang ada seperti:
astigmatism, distortion, lateral color, chromatic focal shift dan
lain sebagainya. Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh
hasil aberasi pada masing-masing alat optik yang diujikan.
Terbukti pada beberapa analisis yang diperoleh hasilnya
menunjukkan tingkat aberasi yang rendah terutama pada bagian
pusat lensa. Untuk lebih meminimalisir aberasi tersebut,
dilakukan optimasi pada desain yang telah dibuat dengan cara
mengubah-ubah nilai radius dan thickness pada tiap-tiap lensa
sehingga didapat hasil yang paling maksimal. Dengan melakukan
optimasi pada OSLO, diharapkan dapat memberikan solusi untuk
mengurangi aberasi yang terjadi pada sistem optik tersebut.
Kata kunci: Analisis Aberasi, Optics Software for Layout and
Optimization (OSLO), Optimasi.

ii

ABSTRACT
Abstract Design of optic is a process that used to make optical
device such as camera, telescope, microscope and etc by the
change the position of the lens and the other optical components.
Optical sytem that used in this practicum is a software named
OSLO (Optics Software for Layout and Optimization). The
function of OSLO is to make simulation about design of oprical
device and to optimize the performance of optical device. By
doing setting parameters according to the desired lens, can
analyze the aberration of the lens, such as astigmatism,
distortion, lateral color, chromatic focal shift and etc. From this
practicum can find the aberration value of optical device. In the
some analysis indicate that the lower aberration is in the center
of lens. To can minimize the aberration of lens, the lens must be
optimized by the change the radius of lens and the thickness of
the lens. By optimization the lens in OSLO, can give solution to
minimize the aberration of optical device.
Keywords : Aberation Analysis Optics Software for Layout and
Optimization (OSLO), Optimization.

iii

KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur
kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya kami mampu
menyelesaikan Laporan Resmi Praktikum Teknik Optik ini
dengan sebaik-baiknya. Tidak lupa sholawat serta salam tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Dalam Laporan ini kami membahas tentang cara optimasi
suatu Devais Optik untuk mengurangi tingkat kecacatan dari
divais optic tersebut. Kami berharap laporan yang kami buat ini
nantinya dapat bermanfaat bagi seluruh pembacanya, sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan para pembacanya.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun
Laporan ini, khususnya kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada asisten praktikum Teknik Optik.
Kami mengetahui masih banyak kesalahan dalam
penyusunan laporan ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat
kami butuhkan sebagai bahan perbaikan dalam penyusunan
laporan yang akan datang.

Surabaya, 11 Nopember 2014


Penulis

iv

DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................i
Abstrak...................................................................................ii
Abstract..................................................................................iii
Kata Pengantar........................................................................iv
Daftar Isi.................................................................................v
Daftar Gambar........................................................................vi
Daftar Tabel............................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................1
1.2 Permasalahan...............................................................2
1.3 Batasan Masalah..........................................................2
1.4 Tujuan..........................................................................2
1.5 Sistematika Laporan....................................................3
BAB II DASAR TEORI.........................................................5
2.1 Parameter Dasar Sistem Optik Geometri.....................5
2.2 Pembiasan Cahaya.......................................................6
2.3 Apochromatic Objective...............................................7
2.4 Apochromatic Doublet.................................................7
2.5 Kualitas Sistem Optik..................................................7
2.6 Optical Software for Layout and Optimization............8
2.7 Beam ekspander...........................................................9
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN...............................11
3.1 Alat dan Bahan.............................................................11
3.2 Langkah Prercobaan....................................................11
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN................17
4.1 Analisa Data.................................................................17
4.2 Pembahasan.................................................................18
BAB V KESIMPULAN..........................................................19
5.1 Kesimpulan..................................................................19
5.2 Saran ...........................................................................19
Daftar Pustaka........................................................................21
LAMPIRAN
v

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Sistem Optika Geometri........................5
Gambar 2.2 Pembiasan cahaya hukum I Snellius..................6
Gambar 2.3 Pembiasan cahaya hukum I Snellius..................6
Gambar 2.4 Interface software OSLO...................................9
Gambar 2.5 Desain divais optic.............................................10
Gambar 3.1 Penamaan Desain...............................................11
Gambar 3.2Tampilan Pengaturan Entrance Beam Radius
dan
Field
Angle
.........................................................................
12
Gambar 3.3 Penentuan Bahan Lensa Pertama.......................12
Gambar 3.4 Pengaturan Bentuk Lensa Pertama....................13
Gambar 3.5 Penentuan Bahan Lensa Kedua..........................13
Gambar 3.6 Pengaturan Bentuk Lensa Kedua.......................14
Gambar 3.7 Tampilan Draw On.............................................14
Gambar 3.8 Tampilan Insert After.........................................15
Gambar 3.9 Tampilan Pengubahan Jarak Lens......................15
Gambar 4.1 Lensa sebelum diatur jaraknya...........................17
Gambar 4.2 Lensa sesudah diatur jaraknya...........................17

vi

vii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa kini banyak komponen-komponen optik modern
yang beredar di pasaran membuat para pengguna harus lebih
selektif dalam memilih. Hal ini dikarenakan banyak dari
komponen-komponen tersebut yang tidak sempurna atau cacat.
Dan cacat inilah yang dapat menyebabkan fungsi kerja dari devais
optik yang menggunakan komponen-komponen tersebut akan
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan
suatu metode yang dapat menguji seberapa layak komponenkomponen tersebut untuk dapat digunakan.[1].
Cacat dalam divais optic sendiri sering disebut dengan nama
aberasi. Aberasi sendiri adalah degradasi kinerja suatu sistem
optik dari standar pendekatan paraksial optika geometris[2].
Degradasi yang terjadi dapat disebabkan sifat-sifat optik
dari cahaya maupun dari sifat-sifat optik sistem kanta sebagai
medium
terakhir
yang
dilalui sinar sebelum
mencapai mata pengamatnya. Aberasi merupakan salah satu
kondisi yang menyatu pada permukaan lensa cembung. Aberasi
tergantung pada kemiringan bidang, ketebalan, indeks refraktif
serta posisi aperture. Karena banyaknya jenis lensa dari produsen
yang juga berbeda-beda, masing-masing lensa memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing[3].
Aberasi adalah kelainan bentuk bayangan yang dihasilkan
oleh lensa ataupun cermin. Dimana aberasi itu penyimpangan
bentuk bayangan dari bentuk bendanya. Hal yang terjadi pada
lensa atau cermin kadang kadang terbentuk bayangan yang tidak
dikehendaki, misalnya timbulnya jumbaijumbai berwarna
disekitar bayangan[4].
Maka dari itu diperlukan adanya desain optik dalam
pembuatan suatu rancangan divais optik. Karena dengan
mendesain suatu devais optik akan dapat ditentukan titik fokus
terbaik dari suatu divais optik sehingga akan mengurangi
kecacatan yang akan terjadi pada suatu divais optik. Dan salah
1

2
satu aplikasi yang sering digunakan dalam mendesain suatu divais
optik adalah OSLO (Optics Software for Layout Optimization).
Dengan menggunakan aplikasi OSLO ini dalam pembuatan suatu
divais optik diharapkan dapat mengurangi kecacatan dalam suatu
divais optik, dengan cara merekayasa peletakan lensa-lensa dan
komponen optik lainnya.
Sehingga dengan adanya aplikasi ini, nantinya para
pengguna divais optik mampu mendesain divais optik yang sesuai
dengan kebutuhannya, tanpa takut akan terjadinya kecacatan pada
divais optic yang telah dibuat.
1.2 Permasalahan
Dari latar belakang di atas dapat permasalahan yang ingin
diselesaikan melalui praktikum ini adalah :
a. bagaimana cara mendesain divais optik berbasis optika
geometri ?
b. bagaimana cara optimasi untuk menurunkan aberasi pada
divais optik?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam pelaksanaan
praktikum P3 kali ini adalah sebagai berikut :
a. dasar desain divais optika geometri dibuat dengan
menggunakan aplikasi OSLO
b. jenis lensa yang digunakan adalah jenis BK7, dengan
perbesaran 3 kali, lensa pertama memiliki titik focus
sebesar 100 mm dan panjang fokus lensa kedua adalah
330 mm
1.4 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah sebagai
berikut :
a. mendesain divais optik berbasis optika geometri dengan
menggunakan OSLO
b. melakukan optimasi untuk menurunkan aberasi pada
divais dengan menggunakan OSLO

1.5 Sistematika Laporan


Dalam laporan praktikum kali ini terdiri atas lima Bab
dengan beberapa sub bab pada setiap babnya, berikut ini
sistematika laporan pada praktikum kali ini.
a. BAB I PENDAHULUAN : dalam bab ini berisikan
tentang latar belakang diadakannya praktikum kali ini,
selain itu berisikan juga permasalahan yang ingin
diselesaikan dalam pelaksanaan praktikum kali ini serta
tujuan tujuan diadakannya praktikum kali ini
b. BAB II DASAR TEORI : dalam bab ini berisikan tentang
teori-teori yang dijadikan sebagai acuan dalam
pelaksanaan praktikum kali ini
c. BAB III METODOLOGI PERCOBAAN : dalam bab ini
berisikan tentang alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum kali ini
d. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN : dalam bab
ini berisikan tentang analisa dari hasil praktikum yang
telah dilakukan serta pembahasan dari praktikum
e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN : dalam bab ini
berisikan tentang kesimpulan yang dapat diambil dari
pelaksanaan praktikum kali ini serta saran untuk
pelaksanaan praktikum untuk kedepannya.

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

BAB II
DASAR TEORI
2.1. Parameter Dasar Sistem Optik Geometri
Optika geometris adalah cabang ilmu pengetahuan
tentang cahaya yang mempelajari sifat-sifat perambatan cahaya
seperti pemantulan, pembiasan, serta prinsip jalannya sinar-sinar.
Ketika kita memandang suatu benda, cahaya dan benda itu
merambat langsung ke mata kita. Karena itu kita dapat melihat
benda tersebut. Tetapi hanya sebagian benda yang memancarkan
cahaya sendiri seperti matahari, lampu, dan nyala api.
Sebagian besar benda-benda yang kita lihat tidak memancarkan
cahaya sendiri seperti bulan, manusia, kertas, dan meja. Benda
yang tidak memancarkan cahaya memantulkan cahaya dari
sumber cahaya ke mata kita. Dengan demikian, apa yang
terlihat, secara fundamental akan tergantung pada sifat
cahaya.

Gambar 2.1 Contoh Sistem Optika Geometri[5]


Gambar 2.1 merupakan sistem optika geometri dengan 6
permukaan. Bila diikuti kembali penjalaran sinar-sinar solid yang
telah direfraksikan oleh semua permukaan dan berpotongan
dengan garis lurus dari titik pembentukan image, jarak
perpotongan dengan titik pembentukan image merupakan panjang
fokus. Dalam sistem lensa yang terdiri atas lebih dari 1 lensa,
fokusnya disebut sebagai effective focal length (EFL). Sementara
F number merupakan hubungan antara EFL dengan lebar berkas
cahaya .
5

2.2.

Pembiasan Cahaya
Pembiasan
(refraction)
cahaya
adalah peristiwa
pembelokan cahaya ketika cahaya mengenai bidang batas antara
dua medium. Konsep Dasar Pembiasan Cahaya antara lain adalah:
Hukum I Snellius: Sinar datang, sinar bias, dan garis normal
terletak pada satu bidang datar(gambar 2.2).

Gambar 2.2. Pembiasan cahaya hukum I Snellius [6]


Hukum II Snellius: Jika sinar datang dari medium kurang
rapat ke medium lebih rapat(misalnya dari udara ke air atau dari
udara ke kaca), maka sinar dibelokkan mendekatigaris normal
(gambar a); jika sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat
ke medium kurang rapat(misalnya dari air ke udara), maka sinar
dibelokkan menjauhi garis normal (gambar 2.3).

Gambar 2.3. Pembiasan cahaya hukum I Snellius [6]

7
2.3.

Apochromatic Objective
Apochromatic objective adalah lensa yan memiliki level
koreksi paling tinggi, yang mengoreksi secara kromatis untuk 3
warna yaitu merah, hijau, dan biru. Selain itu, apochromatic
objective juga mengeliminasi chromatic aberration dan
memperbaiki secara spheris pada dua warna. Apochromatic
objective adalah pilihan terbaik untuk photomicrography pada
cahaya putih. Karena memiliki level koreksi tinggi, apochromat
objective biasaya digunakan untuk perbesaran gambar dan
meningkatkan numerical aperture. Apochromatic objective terdiri
dari triplet, dua doublet, lensa meniskus, dan lensa single
hemispherical [7].
2.4. Apochromatic Doublet
Apochromatic atau achromatic doublet adalah sistem lensa
khusus
menggunakan 2 atau lebih glass dengan index refractive yang
berbeda yang dapat mengurangi efek chromatic abberation dan
spherical aberration. Meskipun demikian,
efek chromatic
abberation tetap dapat muncul terutama pada penggunaan lensa
wide angle dan ketika subject bertemu dengan latar belakang
yang sangat kontras[8]. Pada sistem lensa doublet, terdapat dua
komponen yaitu lensa positif dan lensa negatif. Lensa positif
terbuat dari crown glass dengan chromatic abberation rendah,
sedangkan lensa negatif terbuat dari flint glass dengan chromatic
aberration tinggi[9].
2.5. Kualitas Sistem Optik
Kualitas sistem optik ditentukan oleh desainnya yang
memiliki aberasi minimal. Bila efek difraksi diabaikan, maka
sistem optik tanpa aberasi akan menghasilkan bayangan pada satu
titik fokus. Untuk mendesain suatu sistem optik yang sempurna,
harus dilakukan perhitungan besar aberasi dan pengaruhnya ke
pembentukan bayangan. Berikut adalah jenis-jenis aberasi [5] :
a.
Aberasi Spheris

b.

c.

d.
e.

f.

g.

Aberasi spheris terjadi sinar-sinar paraksial yang masuk


pada ketinggian sistem optik yang berbeda menuju fokus
ternyata jatuh pada titik yang berbeda[5].
Coma
Coma merupakan variasi perbesaran sebagai fungsi
aperture. Coma terjadi untuk sinar-sinar non-perpendicular
terhadap sistem lensa. Bayangan oleh sinar-sinar yang
melewati pinggir lensa akan memiliki tinggi yang berbeda
dibanding sinar-sinar melalui pusat lensa[6].
Astigmata
Aberasi yang terjadi saat sinar-sinar pada bidang tangensial
(meridional) dan bidang sagittal (radial) tidak difokuskan
pada jarak yang sama dari[7].
Curvature of Field
Aberasi jenis ini akan menyebabkan image yang tidak tepat
pada fokus akan blur[5].
Distorsi
Distorsi tidak menghasilkan efek aberasi seperti biasanya.
Distorsi berpengaruh terhadap perbesaran image, bukan
terhadap ketajaman image. Suatu objek berbetuk persegi
akan menghasilkan image dengan sudut-sudutnya
melengkung sebagai akibat efek distorsi[5].
Aberasi Kromatis
Aberasi akibat sistem optik yang digunakan memiliki
indeks bias sebagai fungsi panjang gelombang sinar-sinar.
Akibatnya sinar dengan panjang gelombang berbeda akan
memiliki fokus yang berbeda pula[5].
Lateral Colour
Aberasi yang disebabkan perbesaran image merupakan
fungsi panjang gelombang. Contoh simpel dari lateral color
misalnya terbentuknya warna pelangi di pinggir lensa yang
memiliki lateral color besar[5].

2.6. Optical Software for Layout and Optimization


Optical Software for Layout and Optimization (OSLO)
merupakan sebuah perangkat lunak yang berfungsi dalam

9
mendesain sistem optik[5]. OSLO menyediakan lingkungan
komputasi untuk desain optik. Selain fungsi pada umumnya yaitu
memberikan optimasi dan evaluasi sistem optik, OSLO memiliki
fitur antarmuka jendela khusus yang memungkinkan untuk
bekerja interaktif, guna menyelidiki detail dari sistem optik
selama proses pendesainan. OSLO menerima masukan berupa
simbolik maupun numerik dengan menggunakan menu, toolbar
maupun perintah; fungsi slider untuk analisis real-time, dan kotak
dialog otomatis serta menu untuk peningkatan program custom.

Gambar 2.4. Interface software OSLO[5]


2.7.

Beam ekspander
Beam ekspander merupakan aplikasi umum di sebagian
besar laboratorium menggunakan laser atau sumber cahaya dan
optik. Ada ekspander yang tersedia di pasar, tetapi sering kali
tidak tersedia di rasio ekspansi yang diperlukan atau rentang
spektral. Kualitas output tergantung hanya pada masukan dan
optik komponen yang digunakan. Untuk membuat unit ekspansi ,
penting untuk mengetahui beberapa hubungan optik sederhana,
serta apa masukannya ke output persyaratan rasio diameter.
Bentuk yang paling dasar umumnya terdiri dari dua lensa. Lensa
pertama harus memiliki diameter yang lebih besar dari diameter

10
input maksimum yang diharapkan dari sumber cahaya yang
masuk.

Gambar 2.5. Desain divais optik[4]


M = f2/f1=R2/R1 = h2/h1

per. 2.1

Dimana:
M = perbesaran expander
f2 = panjang fokus efektif lensa keluar
f1 = panjang fokus efektif lensa entri
R2 = jari-jari kelengkungan lensa keluar
R1 = jari-jari kelengkungan lensa entri
h2 = jari-jari keluar (tinggi gambar)
h1 = radius masuk (tinggi objek)
Jarak, t, antara dua lensa akan sama dengan jumlah dari panjang
fokus lensa
t = f1+f2

per. 2.2

Sebuah expander balok dapat digunakan secara terbalik, dengan


lensa berdiameter lebih besar sebagai masukan dan lensa diameter
yang lebih kecil sebagai output, untuk mengurangi thediameter
balok masukan.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Pada percobaan kali ini dilakukan simulasi mengenai
desain divais optic dengan menggunakan software OSLO. Desain
divais optik yang disimulasikan pada percobaan kali ini yaitu
mengenai beam expander, yang mana hal terpenting dari simulasi
beam expander ini adalah menemukan jarak maksimum antar
lensa sehingga berkas cahaya yang keluar dari lensa dapat sejajar.
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan
percobaan desain divais optik, antara lain
a. Laptop
b. Software OSLO
3.2 Langkah Percobaan
Langkah percobaan yang dilakukan dalam percobaan
desain divais optik, antara lain
a. Ditentukan perbesaran beam, dalam percobaan kali ini
digunakan perbesaran 3x, dengan lensa pertama memiliki
panjang fokus sebesar 100 mm, sehingga lensa kedua
panjang fokusnya adalah sebesar 330 mm. Bahan kaca
yang digunakan adalah BK7.
b. Dipilih File, kemudian New Lens dipilih dari menu
OSLO.

Gambar 3.1 Penamaan Desain


11

12

c. Diisikan nama Landscape pada nama kotak New File


name. Dipilih Custom lens pada File type dan diisikan
4 pada Number of surfaces untuk jumlah permukaan
lensa. Diklik Ok.
d. Selanjutnya akan muncul sheet baru seperti di bawah ini.

Gambar 3.2 Tampilan Pengaturan Entrance Beam Radius dan


Field Angle
Diisikan data sebagai berikut
Lens: Landscape
Ent beam radius: 5
Field angle: 0
e. Selanjutnya bahan lensa pertama ditentukan dengan
memasukkan data BK7 di kolom GLASS pada surface
1 (baris kedua, setelah OBJ).

Gambar 3.3 Penentuan Bahan Lensa Pertama

13

f. Lensa pertama didesain dengan menggunakan OSLO,


yaitu lensa dengan panjang fokus 100 mm, dengan
mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 1): 105 mm
Radius (surface 2): -100 mm
Thickness (surface 1): 10 mm
Aperture radius (surface 1): 25 mm
Aperture radius (surface 2): 25 mm

Gambar 3.4 Pengaturan Bentuk Lensa Pertama

g. Selanjutnya bahan lensa kedua ditentukan dengan


memasukkan data BK7 di kolom GLASS pada surface
3

Gambar 3.5 Penentuan Bahan Lensa Kedua

14

h. Didesain lensa kedua dengan menggunakan OSLO, yaitu


lensa dengan panjang fokus 330 mm, dengan mengisikan
data sebagai berikut:
Radius (surface 3): 340 mm
Radius (surface 4): -340 mm
Thickness (surface 3): 5 mm
Aperture radius (surface 3): 25 mm
Aperture radius (surface 4): 25 mm

Gambar 3.6 Pengaturan Bentuk Lensa Kedua

i. Dipilih Draw on untuk melihat hasil lensa yang


didesain, sehingga muncul tampilan sebagai berikut:

Gambar 3.7 Tampilan Draw On

15

j. Ditambahkan surface setelah surface 4 untuk melihat


hasil sinar yang melalui divais optik yang didesain dan
ditambahkan nilai thickness pada surface 4.

Gambar 3.8 Tampilan Insert After

k. Jarak antar dua lensa pada beam expander diubah


sehingga dihasilkan sinar yang sejajar, dimana jarak ini
mempunyai batas maksimal yaitu sebesar jumlahan dari
panjang fokus lensa pertama dengan panjang fokus lensa
kedua.

Gambar 3.9 Tampilan Pengubahan Jarak Lens

16

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data
a. Berdasarkan metodologi praktikum, mula-mula didapatkan
gambar dimana jarak antar lensa belum diatur

Gambar 4.1 Lensa sebelum diatur jaraknya


b. Setelah itu, jarak diatur agar mendapatkan skema device
optic berupa beam expander seperti pada gambar

Gambar 4.2 Lensa sesudah diatur jaraknya

17

18
c. Thickness 2 yang merupakan jarak dari lensa 1 ke lensa 2
diubah dengan memasukkan jumlah dari panjang fokus
lensa 1 ditambah lensa 2.

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini digunakan software OSLO untuk
mendesain device optic berupa beam expander. Beam expander
merupakan optical device yang berfungsi membesarkan ukuran
sinar. Pertama berkas sinar sejajar akan melewati lensa cembung
yang bersifat konvergen, stelah sinar melewati fokus lensa
cembung, sinar cahaya akan diteruskan dan akan ditangkap oleh
lensa cekung yang berukuran lebih besar dan akan menangkap
berkas sinar yang terhambur melewati fokus lensa pertama dan
menjadikannya berkas sinar sejajar yang berukuran lebih besar.
Selanjutnya jarak antar lensa diatur agar menghasilkan sinar
beam expander yang sejajar. Jarak antar lensa didapat dengan
menjumlahkan fokus pada lensa 1 dengan lensa 2 yaitu
f1=100mm dan f2=330mm sehingga jarak antar lensa sebesar
430mm. Jarak 430mm diperlukan agar terjadi perbesaran ukuran
berkas sinar yang melewati device optic yang terdiri dari dua
lensa ini.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
a. software
OSLO merupakan perangkat lunak yang
berfungsi untuk membantu mendesain divais berbasis
optika geometri serta melakukan optimasi untuk
menurunkan aberasi pada suatu divais optic
b. desain beam expander dengan menggunakan OSLO
memiliki jarak antar lensa sebesar 430 nm untuk
menghasilkan berkas sinar yang sejajar.
5.2 Saran
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh saran
untuk keberlangsungan praktikum selanjutnya adalah sebaiknya
asisten praktikum diharapkan lebih menjelaskan lagi mengenai
cara kerja dari software yang digunakan agar praktikan bisa
memahami fungsi dari software tersebut.

19

20

(Halaman ini sengaja dikosongkan

DAFTAR PUSTAKA
[1] Indah W. Uji Kesempurnaan Lensa Berdasarkan Sifat
Aberasi Lensa Menggunakan Metode Interferometer
Twyman-Green
[2] Guenther, Robert (1990). Modern Optics. Cambridge: John
Wiley & Sons Inc.
[3] Anonim. Lensa Optik. Standart Kerja Kopetensi Nasional
Indonesia. Sinematografi Indonesia
[4] Andalia A.P. Makalah Aberasi Slide Share. [Online] diakses
di https://www.scribd.com/doc/245491686/makalah-aberasi
pada 7 November 2014
[5] Smith, J.W. Modern Optical Engineering The Design of
Optical Systems- Fourth Edition.California,USA : Mc-Graw
Hill. 2008
[6] R. Yosi Aprian Sari. Peningkatan Pemahaman Materi Lensa
Cermin Pada Mata Pelajaran Fisika Dengan Menggunakan
Strategi Belajar Contextual Teaching And Learning(Ctl).
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). 2007
[7] Dimitroc, K. Peter. A Simple Tehcnique for Relating
Aberration Errors in Lens Systems to Final Image Quality.
Optimized Photonic System, Inc diunduh dari www.opsphotonics.com pada 6 November 2014
[8] Rochelle. Optics Technical Note1 Optical Components.
Newport Experimen Solution How to Build A Beam
Expander. 2012
[9] Rutten & van Venrooij. Telescope Optics : A
Comphrehensive Manual for Amateur Astronomers . USA :
Wilmann - Bell. 1999

21

Lampiran
Tugas Khusus (Aprillia Dewi Agustin (2412100023))
1. Dasar Teori Lup
Lup adalah alat optik yang hanya memiliki satu lensa,
yaitu lensa positif. Lup atau kaca pembesar ini digunakan untuk
memperbesar sudut pandang. Hal yang paling penting dari
perbesaran menggunakan lup adalah besarnya angular, dimana
ukuran anguler berperan dalam hal memberi kesan seberapa besar
benda yang dilihat mata.

Gambar 1 Perbedaan angular untuk tinggi benda


Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa OA, OB dan OC adalah
benda yang sama tingginya, namun karena berbeda jaraknya,
maka sudut penglihatannya menjadi berbeda. OA yang paling
jauh memiliki sudut penglihatan yang kecil dibandingkan OB dan
OC, (1 < 2 < 3), dan bayangan yang dibentuk diretina, OC
yang paling dekat terlihat lebih tinggi dibandingkan OB dan OA,
(OC1 > OB1 > OA1).
Sedangkan perbesaran yang digunakan dalam alat optik ini adalah
perbesaran angular

Dimana

adalah sudut penglihatan dengan lup dan

merupakan sudut penglihatan tanpa lup.

Gambar 2 Melihat benda tanpa lup

Gambar 3 Melihat benda dengan lup


Terdapat beberapa macam pembentukan bayangan pada lup
a. Proses pembentukan bayangan pada lup ketika mata
berakomodasi maksimum

Gambar 4 Proses pembentukkan bayangan ketika mata


berakomodasi maksimum

b. Proses pembentukan bayangan pada lup ketika mata tidak


berakomodasi

Gambar 5 Proses pembentukkan bayangan ketika mata tidak


berakomodasi

c. Proses pembentukan bayangan pada lup ketika mata


berakomodasi pada jarak x
Untuk
mata
berakomodasi
pada
jarak
x,
artinya bayangan yang dibentuk oleh lensa jatuh pada
jarak x di depan mata (S = x), sehingga perbesaran
lup adalah

d. Proses pembentukan bayangan pada lup ketika mata


berakomodasi pada jarak x dan lup tidak menempel
pada mata.
Untuk mata berakomodasi pada jarak x, dan mata
mempunyai jarak d dari lup, maka perbesaran yang
dihasilkan adalah

2. Metodologi
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan
desain divais optik ini antara lain
a. Laptop
b. Software OSLO
2.2 Langkah Percobaan
Langkah percobaan yang dilakukan dalam percobaan
desain divais optik ini antara lain
a. Dipilih File, kemudian New Lens dipilih dari menu
OSLO.

Gambar 6 Penamaan Desain

b. Diisikan nama Lup pada nama kotak New File name.


Dipilih Custom lens pada File type dan diisikan 4
pada Number of surfaces untuk jumlah permukaan
lensa. Diklik Ok.
c. Selanjutnya akan muncul sheet baru seperti di bawah
ini.

Gambar 7 Tampilan Pengaturan Entrance Beam Radius dan


Field Angle

d.

e.

f.
g.

Diisikan data sebagai berikut


Lens: lup
Ent beam radius: 5
Field angle: 0
Selanjutnya bahan lensa pertama (diasumsikan sebagai
lensa yang dekat dengan mata sebelum melihat benda
dari lup) ditentukan dengan memasukkan data
MGF2_O di kolom GLASS pada surface 1 (baris
kedua, setelah OBJ).
Lensa pertama didesain dengan menggunakan OSLO
dengan mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 1): 15 mm
Radius (surface 2): -15 mm
Thickness (surface 1): 2 mm
Aperture radius (surface 1): 5 mm
Aperture radius (surface 2): 5 mm
Selanjutnya bahan lensa kedua ditentukan dengan
memasukkan data BK7 di kolom GLASS pada
surface 3
Didesain lensa kedua dengan menggunakan OSLO,
dengan mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 1): 50 mm
Radius (surface 1): -50 mm

Thickness (surface 1): 14 mm


Aperture radius (surface 1): 25 mm
Aperture radius (surface 1): 25 mm
i. Dipilih Draw on untuk melihat hasil lensa yang
didesain, sehingga muncul tampilan sebagai berikut:

Gambar 8 Tampilan Draw On


j. Ditambahkan surface setelah surface 4 untuk melihat
hasil sinar yang melalui divais optik yang didesain dan
ditambahkan nilai thickness pada surface 4.
k. Jarak antar dua lensa pada Lup diubah sehingga
dihasilkan sinar menggambarkan perbesaran bayangan
sesuai yang diinginkan.

Gambar 9 Pengaturan Parameter Lensa

Gambar 10 Tampilan Pengubahan Jarak Lensa


3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
3.1.1 Grafik Pergeseran Titik Fokus Terhadap Pengaruh
dari Jarak Antar Lensa
Setelah melakukan simulasi mengenai modifikasi
alat optik yaitu lup dengan menggunakan OSLO, maka
didapatkan grafik pergeseran titik fokus terhadap nilai
panjang gelombang seperti di bawah ini. Grafik ini
didapat dengan mengubah parameter yaitu parameter
jarak antar lensa.

Gambar 11 Focal Shift untuk jarak antar lensa sebesar 25 mm

Gambar 12 Focal Shift untuk jarak antar lensa sebesar 35 mm

Gambar 13 Focal Shift untuk jarak antar lensa sebesar 45 mm

Gambar 14 Focal Shift untuk jarak antar lensa sebesar 55 mm


3.1.2 Grafik Pergeseran Titik Fokus Terhadap Perubahan
Bahan Lensa yang Dekat Dengan Mata
Sedangkan untuk grafik pergeseran titik fokus
di bawah ini didapatkan dengan mengubah parameter
yaitu bahan lensa. Bahan lensa yang diubah adalah ntuk
lensa positif tambahan

Gambar 15 Focal Shift untuk bahan lensa MGF2_O

Gambar 16 Focal Shift untuk bahan lensa BK7

Gambar 17 Focal Shift untuk bahan lensa O_S-FPL53

Gambar 18 Focal Shift untuk bahan lensa SFS6


3.2 Pembahasan
Berdasarkan desain divais optik yang telah dibuat
dengan menggunakan Software OSLO, yaitu desain lup yang
telah sedikit dimodifikasi, dimana lup merupakan alat optik
yang hanya terdiri dari satu lensa positif. Sedangkan dalam
simulasi ini ditambahkan satu lensa positif yang dekat dengan
mata dan berukurang jauh lebih kecil dari lensa lup. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan hasil perbesaran benda yang
lebih baik dan jelas. Walaupun dalam hal ini, pratikan masih
belum mengetahui bagaimana rancang bangun untuk lup
seperti ini jika ingin diwujudkan dalam bentuk suatu alat
optik.
Dan jika dilihat dari grafik hasil percobaan di atas, dapat
terlihat pengaruh dari bahan lensa positif tambahan dan jarak
antar lensa terhadap pergeseran fokus. Hal ini sangat erat
kaitannya dengan aberasi yang akan mempengaruhi hasil
bayangan, yang mana jika memiliki rentang pergeseran focus
yang panjang, maka gambar yang dihasilkan akan semakin
tidak fokus dan menjadi buram. Untuk pengaruh jarak antar
lensa, dari beberapa alternatif di atas, dapat dilihat bahwa jarak

sebesar 35 mm memiliki rentang pergeseran fokus yang paling


kecil, yaitu sebesar -0.52-0.25. Sedangkan untuk pengaruh dari
bahan lensa, dapat dilihat bahwa bahan lensa O_S-FPL53 yang
memiliki rentang paling kecil ,yaitu sebesar -0.25-0.25.
4. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan yaitu mengenai
modifikasi dari desain lup, maka dapat disimpulkan beberapa
hal, antara lain
a. Terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi
pergeseran titik fokus, yang mana secara tidak langsung
akan mempengaruhi hasil perbesaran pada lup, yaitu dari
segi bahan yang digunakan oleh lensa positif tambahan
serta jarak antara lensa tambahan tersebut dari lensa lup.
b. Jarak antara lensa tambahan tersebut dari lensa lup sebesar
35 mm memiliki rentang pergeseran fokus paling kecil
yaitu sebesar -0,52 0,25 .
c. Bahan O_S-FPL53 yang digunakan oleh lensa positif
tambahan memiliki rentang paling kecil yaitu sebesar -0,25
0,25.

Tugas Khusus Febrilia Ramadani (2412100032)


1. Dasar Teori
1.1 Aberasi Kromatik
Prinsip dasar terjadinya aberasi kromatis oleh karena
fokus lensa berbeda-beda untuk tiap-tiap warna. Akibatnya
bayangan yang terbentuk akan tampak berbagai jarak dari
lensa. Aberasi kromatik timbul akibat perbedaan indeks bias
lensa untuk panjang gelombang cahaya yang berbeda,
cahaya yang terdiri dari berbagai panjang gelombang akan
mengalami distorsi atau penguraian warna bila melalui lensa
tersebut, dan fokus pun akan berbeda-beda menurut warna
dan panjang gelombang tersebut sehingga terbentuklah
gambar sesuai dengan masing-masing panjang gelombang

Gambar 1.1 Aberasi Kromatik


itu. Aberasi ini tidak akan terlalu kelihatan pada cahaya
monokromatik. Aberasi kromatik dibagi menjadi dua, yaitu
aberasi kromatik longitudinal dan aberasi kromatik
transverse. Pada aberasi longitudinal cahaya biru akan lebih
focus dibandingkan dengan cahaya merah. Untuk
menghilangkan terjadinya aberasi kromatis dipakai lensa
flinta dan kaca krown; lensa kembar ini disebut
Achromatic double lens.

Jika sinar putih atau polikromatik diarahkan tegak


lurus pada lensa akan mengalami pembiasan sekaligus
disperse. Hal itu dikarenakan sinar putih terdiri atas
berbagai macam warna dengan indeks bias yang berbeda,
berkas sinar tersebut akan menyebar dengan sederetan jarak
fokus yang berlainan.
Sinar dengan indeks bias terbesar akan mempunyai
jarak pada fokus terjauh akan mengakibatkan bayangan
yang terbentuk pada lensa akan lebih tajam. Cacat bayangan
pada lensa itu akan berpengaruh terhadap indeks bias.
Aberasi kromatik, yang terjadi pada lensa bukan
pada cermin, adalah hasil dari variasi indeks bias dengan
panjang gelombang. Aberasi kromatik dan aberasi lainnya
dapat diperbaiki sebagian dengan menggunakan kombinasi
beberapa lensa sebagai ganti sebuah lensa tunggal. Sebagai
contoh, sebuah lensa positif dan sebuah lensa negative
dengan panjang fokus lebih besar dapat digunakan bersamasama untuk menghasilkan sebuah sistem lensa pengumpul
yang mempunyai aberasi kromatik jauh lebih sedikit
dibandingkan sebuah lensa tunggal dengan panjang fokus
yang sama.
1.2 Lensa Akromatik
Untuk menghilangkan terjadinya aberasi kromatis
dipakai lensa flinta dan kaca krown; lensa kembar ini
disebut Achromatic double lens. Lensa akromatik
dirancang untuk menghindari adanya aberasi kromatik pada
bayangan yang disebabkan oleh adanya panjang gelombang
cahaya yang dating dari benda. Lensa akromatik harus
dibuat sedemikian rupa sehingga jarak fokus untuk
bermacam-macam panjang gelombang sama besarnya dan
ini berarti pembesarannya tetap walaupun bayangan tidak

terletak pada satu bidang. System lensa yang akromatik


dapat diwujudkan dengan

Gambar 1.2 Skema Lensa Akromatik


menggabungkan lensa tipis bikonveks dan bikonkaf. Untuk
mendapatkan titik focus dari gabungan kedua lensa ini dapat
menggunkan persamaan berikut ini :
Rumus lensa gabungan.
1
1
1
1

....
f gab
f1
f2
fn
p gab p1 p2 .... Pn

Khusus untuk gabungan lensa tipis yang berjarak d maka


fokus gabungannya :
1
f gab

1
1
d

f1 f 2
f1 f 2

Sebelum mencari focus dari gabungan kedua lensa maka hal


pertama yang harus dilakukan adalah mencari berapa nilai
focus masing-masing jenis lensa untuk kemudian

disubsitusikan ke dalam rumus lensa gabungan. Berikut ini


rumus untuk mencari nilai focus untuk masing-masing lensa
:
1
1
1
(n`1)(

)
f
R1 R2

Untuk Lensa negative atau cekung maka R nya bernilai


negatif, sedangkan untuk lensa psitif atau cembung R nya
bernilai positif. Dan n merupakan indeks bias dari lensa.

2. Metodologi Percobaan
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan
desain divais optik ini antara lain
c. Laptop
d. Software OSLO
2.2 Langkah Percobaan
Langkah percobaan yang dilakukan dalam percobaan
desain divais optik ini antara lain
h. Dipilih File, kemudian New Lens dipilih dari
menu OSLO.

Gambar 2.1 Penamaan Desain


i. Diisikan nama TK1 pada nama kotak New File
name. Dipilih Custom lens pada File type dan
diisikan 4 pada Number of surfaces untuk jumlah
permukaan lensa. Diklik Ok.
j. Selanjutnya akan muncul sheet baru seperti di bawah
ini.

Gambar 2.2 Tampilan Pengaturan Entrance Beam Radius


dan Field Angle
Diisikan data sebagai berikut
Ent beam radius: 5
Field angle: 0
k. Selanjutnya bahan lensa pertama (diasumsikan
sebagai lensa yang dekat dengan mata sebelum
melihat benda dari Lensa Akromatik yaitu Lensa
Flinta) ditentukan dengan memasukkan data NBK7 di kolom GLASS pada surface 1 (baris kedua,
setelah OBJ).
l. Lensa pertama didesain dengan menggunakan OSLO
dengan mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 1): 20 mm
Radius (surface 2): -20 mm
Thickness (surface 1): 1.5 mm
Aperture radius (surface 1): 1 mm
Aperture radius (surface 2): 5 mm
m. Selanjutnya bahan lensa kedua ditentukan dengan
memasukkan data SF2 di kolom GLASS pada
surface 3
n. Didesain lensa kedua dengan menggunakan OSLO,
dengan mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 3): -30 mm

Radius (surface 4): -30 mm


Thickness (surface 3): 1 mm
Aperture radius (surface 3): 5 mm
Aperture radius (surface 4): 5 mm
o. Dipilih Draw on untuk melihat hasil lensa yang
didesain, sehingga muncul tampilan sebagai berikut:

Gambar 2.3 Tampilan Draw On


j. Ditambahkan surface setelah surface 4 untuk melihat
hasil sinar yang melalui divais optik yang didesain
dan ditambahkan nilai thickness pada surface 4.
k. Jarak antar dua lensa pada Lensa Akromatik diubah
sehingga dihasilkan sinar menggambarkan bayangan
sesuai yang diinginkan.

Ga
mbar 2.4 Pengaturan Parameter Lensa

Gambar 2.5 Tampilan Pengubahan Jarak Lensa


l. Jarak antar dua lensa pada Lensa Akromatik diubahubah untuk menghasilkan nilai aberasi yang
minimum.

3. Analisa Data dan Pembahasan


3.1 Analisa Data
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan tanpa
merubah jari-jari lensa maupun jenis lensa, namun
dengan mengubah jarak antara lensa pertama dan lensa
kedua yakni 0,
5, 10, 15 dan 25 mm dapat
mempengaruhi tingkat aberasi dari lensa tersebut. Pada
praktikum kali ini hanya ditinjau mengenai astigmatism
dan longitudinal spherical aberration. Hal tersebut
dapat dilihat dalam Gambar berikut ini :

Gambar 3.1 Curve Analysis pada jarak antar lensa 0


mm
Pada jarak lensa 0 mm dapat diketahui bahwa nilai
astigmatism cahaya biru adalah sebesar 0.8 dan nilai
longitudinal spherical aberration cahaya merah adalah
1 cahaya hijau 0.9 dan cahaya biru 0.75.

Gambar 3.2 Curve Analysis pada jarak antar lensa 5


mm
Pada jarak lensa 5 mm dapat diketahui bahwa nilai
astigmatism cahaya biru adalah sebesar 3.5 dan nilai
longitudinal spherical aberration cahaya merah cahaya
hijau dan cahaya biru adalah sama yakni pada -4

Gambar 3.3 Curve Analysis pada jarak antar lensa 10


mm

Pada jarak lensa 10 mm dapat diketahui bahwa nilai


astigmatism cahaya biru adalah sebesar -19 dan nilai
longitudinal spherical aberration cahaya merah cahaya
hijau dan cahaya biru adalah sama yakni pada -10

Gambar 3.4 Curve Analysis pada jarak antar lensa 15


mm
Pada jarak lensa 15 mm dapat diketahui bahwa nilai
astigmatism cahaya biru adalah sebesar -17.5 dan nilai
longitudinal spherical aberration cahaya merah cahaya
hijau dan cahaya biru adalah sama yakni pada -17.5

Gambar 3.5 Curve Analysis pada jarak antar lensa 25


mm
Pada jarak lensa 25 mm dapat diketahui bahwa nilai
astigmatism cahaya biru adalah sebesar -25 dan nilai
longitudinal spherical aberration cahaya merah cahaya
hijau dan cahaya biru adalah sama yakni pada -25.
3.2 Pembahasan
Dalam praktikum kali ini diminta untuk mendesain
suatu divais untuk mengurangi tingkat aberasi dari suatu
divais optic. Pada percobaan kali ini didesain suatu desain
optik yaitu lensa akromatik yang digunakan untuk
mengurangi aberasi kromatik pada lensa. Berdasarkan
desain divais optik yang telah dibuat dengan menggunakan
Software OSLO, yaitu desain lensa akromatik yang telah
dimodifikasi, dimana jarak antar lensanya diubah-ubah
tanpa merubah jari-jari lensanya untuk memperoleh hasil
aberasi yang minimum.
Dan dari hasil mengubah jarak antar lensa dapat dilihat
bahwa jarak antar lensa yang minimum akan menghasilkan

nilai aberasi yang minimum pula. Hal tesebut dapat dilihat


pada Gambar 3.1 sampai Gambar 3.5. Dalam grafik tersebut
di atas dapat dilihat bahwa nilai aberasi minimum dapat
dihasilkan apabila jarak antar lensa kecil yakni pada jarak 0
mm. Pada kurva astigmatism apabila grafik semakin
mendekati sumbu y nya maka akan semakin baik karena
nilai aberasinya minimum, begitu pula sebaliknya semakin
jauh dari sumbu y maka akan semakin tinggi pula nilai
aberasinya. Dan ini menunjukkan kualitas lensa semakin
buruk.
Sama seperti halnya kurva astigmatism pada kurva
longitudinal spherical aberration menunjukkan bahwa
semakin mendekati sumbu y nya maka nilai aberasi semakin
kecil sehingga lensa tersebut tergolong baik dan hisa
digunakan untuk mengatasi aberasi kromatik.
Dan dari hasil percobaan dengan mengubah jarak lensa
dapat diketahui bahwa semakin besar jarak lensanya maka
arah pergeseran astigmatism dan longitudinal spherical
aberationnya akan bernilai semakin negative.

Tugas Khusus Nur Fadhilah (2412100097)


2. Dasar Teori

2.1.

Penyimpangan Pembentukan Bayangan pada


Lensa
Bayangan-bayangan yang terjadi melalui lensa
tunggal tidak selalu identik dengan bendanya, melainkan
pada umumnya mengalami penyimpangan-penyimpangan
atau kesalahan-kesalahan pembentukan bayangan. Berikut
ini adalah uraian tentang bentuk-bentuk penyimpangan
tersebut
2.1.1. Aberasi Spheris
Aberasi spheris terjadi sinar-sinar paraksial yang
masuk pada ketinggian sistem optik yang berbeda menuju
fokus ternyata jatuh pada titik yang berbeda. Spherical
aberration terbagi menjadi dua jenis yaitu: Aberasi sferis
seperti tampak pada Gambar 2.1 adalah penyimpangan
pembentukan bayangan dari suatu benda yang terletak di
sumbu utama karena bentuk lengkung dari lensa. Berkas
sejajar sumbu utama lensa tidak semua dibiaskan melalui
titik fokus. Hanya sinar-sinar yang paraksial (dekat dengan
pusat lensa) saja yang dibiaskan melalui titik fokus.
Sedangkan sinar-sinar sejajar yang semakin jauh dari
sumbu utama akan dibiaskan melalui titik yang semakin
dekat pada lensa. Penyimpangan pembentukan bayangan
seperti aberasi sferis ini dapat diatasi dengan memakai lensa
gabungan aplanatis atau diafragma. Lensa gabungan
aplanatis terdiri dan 2 buah lensa yang berlainan.
Diafragma berfungsi untuk memblok sinar-sinar tepi
sehingga sinar yang melalui lensa hanya sinar-sinar
paraksial. Benda titik yang tidak terletak di sumbu utama
lensa akibat aberasi sferis ini akan membentuk bayangan
seperti bintang berekor (komet) atau koma. karenanya,
penyimpangan ini disebut gejala koma.[1]

Gambar 2.1. Aberasi spheris pada lensa[2]


2.1.2. Coma
Coma merupakan variasi perbesaran sebagai fungsi
aperture. Coma terjadi untuk sinar-sinar non-perpendicular
terhadap sistem lensa. Bayangan oleh sinar-sinar yang
melewati pinggir lensa akan memiliki tinggi yang berbeda
dibanding sinar-sinar melalui pusat lensa[1].
2.1.3. Astigmata
Astigmatisme adalah
kelainan
pembentukan
bayangan dan suatu benda titik yang jauh dari sumbu
utama. Hal ini karena garis-garis horizontal dan vertikal
dikumpulkan pada jarak yang berbeda.Aberasi yang terjadi
saat sinar-sinar pada bidang tangensial (meridional) dan
bidang sagittal (radial) tidak difokuskan pada jarak yang
sama dari[1].

Gambar 2.2. Astigmata[2]


2.1.4. Curvature of Field
Aberasi jenis ini akan menyebabkan image yang
tidak tepat pada fokus akan blur[6].

2.1.5. Distorsi
Distorsi adalah suatu aberasi yang disebabkan
oleh perbesaran bayanganyang tidak merata. Perbesaran
pada bagian-bagian yang paling luar tidak sama. Benda
yang berupa garis-garis sejajar akan melengkung.Distorsi
tidak menghasilkan efek aberasi seperti biasanya. Distorsi
berpengaruh terhadap perbesaran image, bukan terhadap
ketajaman image. Suatu objek berbetuk persegi akan
menghasilkan image dengan sudut-sudutnya melengkung
sebagai akibat efek distorsi[1].

Gambar 2.3. Distorsi[2]


2.1.6. Aberasi Kromatis
Aberasi akibat sistem optik yang digunakan
memiliki indeks bias sebagai fungsi panjang gelombang
sinar-sinar. Akibatnya sinar dengan panjang gelombang
berbeda akan memiliki fokus yang berbeda pula. Gejala ini
dapat dihilangkan dengan lensa akromatis, yaitu lensa
gabungan yang terdiri dan 2 buah lensa yang jenis
kacanya berlainan, misalnya kerona dan flinta. [1]

Gambar 2.4. Aberasi kromatis[2]


2.1.7. Lateral Color
Aberasi yang disebabkan perbesaran image
merupakan fungsi panjang gelombang. Contoh simpel
dari lateral color misalnya terbentuknya warna pelangi di
pinggir lensa yang memiliki lateral color besar[1].

Gambar 2.5. Lateral color[2]

3. Metodologi Percobaan
Pada percobaan kali ini dilakukan simulasi mengenai
desain divais optic dengan menggunakan software OSLO.
Desain divais optik yang disimulasikan pada percobaan kali
ini yaitu mengenai beam expander, yang mana hal
terpenting dari simulasi beam expander ini adalah

menemukan jarak maksimum antar lensa sehingga berkas


cahaya yang keluar dari lensa dapat sejajar.
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan
percobaan desain divais optik, antara lain
c. Laptop
d. Software OSLO
3.2 Langkah Percobaan
Langkah percobaan yang dilakukan dalam percobaan
desain divais optik, antara lain
l. Ditentukan perbesaran beam, dalam percobaan kali
ini digunakan perbesaran 3x, dengan lensa pertama
memiliki panjang fokus sebesar 100 mm, sehingga
lensa kedua panjang fokusnya adalah sebesar 330
mm. Bahan kaca yang digunakan adalah BK7.
m. Dipilih File, kemudian New Lens dipilih dari
menu OSLO.

Gambar 3.1 Penamaan Desain


n. Diisikan nama Landscape pada nama kotak New
File name. Dipilih Custom lens pada File type dan
diisikan 4 pada Number of surfaces untuk jumlah
permukaan lensa. Diklik Ok.
o. Selanjutnya akan muncul sheet baru seperti di bawah
ini.

Gambar 3.2 Tampilan Pengaturan Entrance Beam Radius


dan Field Angle
Diisikan data sebagai berikut
Lens: Landscape
Ent beam radius: 20lan
Field angle: 0
p. Selanjutnya bahan lensa pertama ditentukan dengan
memasukkan data BK7 di kolom GLASS pada
surface 1 (baris kedua, setelah OBJ).

Gambar 3.3 Penentuan Bahan Lensa Pertama


q. Lensa pertama didesain dengan menggunakan
OSLO, yaitu lensa dengan panjang fokus 100 mm,
dengan mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 1): 211 mm
Radius (surface 2): -211 mm
Thickness (surface 1): 20 mm
Aperture radius (surface 1): 65 mm
Aperture radius (surface 2): 65 mm

Gambar 3.4 Pengaturan Bentuk Lensa Pertama


r. Selanjutnya bahan lensa kedua ditentukan dengan
memasukkan data BK7 di kolom GLASS pada
surface 3

Gambar 3.5 Penentuan Bahan Lensa Kedua


s. Didesain lensa kedua dengan menggunakan OSLO,
yaitu lensa dengan panjang fokus 330 mm, dengan
mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 3): 303 mm
Radius (surface 4): -303 mm
Thickness (surface 3): 50 mm
Aperture radius (surface 3): 20 mm
Aperture radius (surface 4): 20 mm

Gambar 3.6 Pengaturan Bentuk Lensa Kedua


t. Dipilih Draw on untuk melihat hasil lensa yang
didesain, sehingga muncul tampilan sebagai berikut:

Gambar 3.7 Tampilan Draw On


u. Ditambahkan surface setelah surface 4 untuk melihat
hasil sinar yang melalui divais optik yang didesain
dan ditambahkan nilai thickness pada surface 4.

Gambar 3.8 Tampilan Insert After

v. Jarak antar dua lensa pada beam expander diubah


sehingga dihasilkan sinar yang sejajar, dimana jarak
ini mempunyai batas maksimal yaitu sebesar
jumlahan dari panjang fokus lensa pertama dengan
panjang fokus lensa kedua.

Gambar 3.9 Tampilan Pengubahan Jarak Lensa

4. Analisis Data Dan Pembahasan


4.1.
Analisis Data

Gambar 4.1 Ray intercept curves analysis


Pada titik axis, field 4.01e-05 degree, dan field
5.73e-05 degree sinar merah,hijau, dan biru berimpit
dengan membentuk sudut hampir 45 dalam fungsi
sinusoidal.
Aberasi astigmatisma terjadi pada sinar biru yang
terletak pada 10mm dari garis normal.
Aberasi speris terjadi pada sinar merah, biru, dan
hijau yang berimpitan dan membentuk fungsi exp
minus.
Aberasi kromatik hanya terjadi pada sinar hijau
dengan fungsi exp

Gambar 4.2 Wavefront analysis

Untuk field 5.73e-05 degree, aberasi sinar biru


paling bagus dibandingkan dengan sinar lain, karena
sinar biru terletak pada pusat.
Pada field 4.01e-05 degree, terjadi hal yang sama
bahwa sinar biru terletak pada pusat.
Pada axis (0 degree), sinar biru juga terletak pada
pusat lingkaran.
o Secara keseluruhan aberasi yang terjadi cukup besar,
karena tidak terdapat titik pusatan untuk setiap warna
sinar. Hal yang terjadi adalah penyebaran muka
gelombang untuk setiap sinar.

Gambar 4.3 Spot diagram analysis


Pada setiap field (on axis, 4.01e-05 degree, 5.73e-05 degree)
terjadi penyebaran ke segala arah, tidak menunjukkan
adanya titik pada pusatnya.

Gambar 4.4 PSF analysis

Pada setiap field (on axis, 4.01e-05 degree, 5.73e-05 degree)


membentuk grafik yang tidak beraturan, tidak menunjukkan
munculnya puncak gelombang di tengah.

Gambar 4.5 Frequency MTF analysis


Grafik di atas menunjukkan bahwa garis biru tidak terletak
pada garis hitam yang merupakan parameter dari
ketidakaberasian atau aberasi kecil.

Gambar 4.6 Focus MTF analysis


Pembahasan
Percobaan (P4) ini membahas tentang desain devais
optik geometri dengan tujuan untuk dapat mendesain divais
optik berbasis optika geometri dan dapat melakukan
optimasi desain untuk menurunkan aberasi. Pada awal
percobaan dilakukan pengaturan parameter lensa sesuai
dengan modul praktikum, kemudian nilai spesifikasi lensa
diubah untuk mendapatkan nilai optimum. Dari hasil
pengaturan tersebut di analisa cacat pada lensa sesuai
dengan parameter yang ada seperti: astigmatism, distortion,
lateral color, chromatic focal shift dan lain sebagainya. Pada
pembahasan ini akan dianalisa pada gambar Pada gambar
4.1 untuk masing- masing grafik.
Aberasi spheris longitudinal tersebut menunjukkan
aberasi pada tiga panjang gelombang. Dari hasil analisa
aberasi spheris longitudinal menunjukkan nilai sebesar 300
mm. Nilai tersebut cukup besar tetapi desain yang baik,
4.2.

seharusnya pada aberasi untuk warna biru maupun warna


hijau yaitu berada disisi kiri dan kanannya.
Pergeseran fokus kromatik (Chromatic Focal Shift)
menunjukkan sinar polikromatis yang datang jatuh ke focus
yang berbeda karena terdapatnya indeks bias fungsi panjang
gelombang (setiap lensa mempunyai indeks bias yang
berbeda-beda bergantung pada panjang gelombang sinar
cahaya yang merambat melaluinya). Dari grafik tersebut
skala vertikal menunjukkan panjang gelombang. Terlihat
bahwa pada panjang gelombang yang berada pada 0.6 nm
tidak ada aberasi. Pada panjang gelombang ini bayangan
akan terbentuk jelas. Sedangkan pada panjang gelombang
dibawah 0.6 sampai dengan 0.1 fokus jatuh pada skala
negatif, pada panjang gelombang 0.1 0 dan diatas 0.6
fokus jatuh pada skala positif. Adanya panjang gelombang
yang jatuh pada titik fokus yang berbeda ini (fokus negatif
dan positif) akan menyebakan terbentuknya pinggiran warna
pada bayangan.
Pada grafik lateral color menunjukkan bahwa jika
garis berwarna merah dan biru semakin mendekat kearah
sumbu datar yaitu panjang gelombang 0.588 um dengan
warna hijau, maka nilai aberasinya semakin kecil. Hal ini
ditunjukkan oleh sumbu vertical yang menunjukkan besar
aberasi dan sumbu horizontal yang menunjukkan besar
lateral color dalam milimeter. Semakin membuka grafik
lateral color, maka semakin besar nilai aberasi yang
ditunjukkan. Semakin jauh dari lensa nilai aberasinya
bertambah.
Grafik distorsi menunjukkan kurva eksponensial
kearah atas yang berarti merupakan barrel distortion dengan
prosentase sebesar 1e-10 (10x10-10). Dengan hasil tersebut
merupakan hasil yang baik karena aberasi yang di hasilkan
kecil, karena apabila grafik semakin mendekati sumbu x

maka lensa semakin baik. Begitu pula dengan sebaliknya


apabila semakin menjauhi sumbu x maka distorsi akan
semakin besar.
Grafik astigmatism yang di tunjukkan merupakan
pelebaran focus yang di akibatkan oleh aberasi lensa
sehingga mengakibatkan perbedaan focus antara bidang
sagittal. Pada grafik ditunjukkan bahwa pada bidang sagittal
terjadi pelebaran sebesar 300 mm. Seharusnya semakin kecil
nilai astigmatism atau semakin mendekati sumbu y maka
astigmatism lensa akan semakin baik.

Tugas Khusus Sahal Abidy (2412100049)

E
B

C
A

Analisis:
OSLO merupakan aplikasi pemodelan sistem optik. Pemodelan
pada OSLO menggunakan matriks ABCD untuk mendeskripsikan
jalannya sinar. Seperti yang terlihat pada gambar, sinar pada titik
A terpantulkan oleh surface 1 yang memiliki thickness D = -20
mm. Ketebalan yang bernilai negatif akan membuat surface

bertindak sebagai cermin. Sebelum berada di titik A, vektor sinar


menuju ke arah kanan. Karena ketebalan surface 1 bernilai
negatif, maka setelah berada di titik A vektor sinar berbalik ke
arah kiri (berlawanan dengan vektor sebelumnya) dan karena jarijari pada surface 1 benilai positif maka surface tersebut
merupakan surface cembung. Selanjutnya, surface 2 merupakan
medium berupa udara. Setelah sinar dipantulkan oleh surface 1,
sinar menjalar menuju titik B melalui medium udara dengan D =
-50 mm. Dari gambar terlihat bahwa vekto sinar masih tetap ke
arah kiri. Di titik B (surface 3) sinar dipantulkan kembali ke arah
kanan (positif) karena ketebalan dari surface 3 bernilai positif
yaitu D = 10 mm. Di titik C (surface 4), sinar dibiaskan. Itu
berarti harga ketebalan pada surface ini masih sama dengan harga
ketebalan pada surface sebelumnya, yaitu positif. Pembiasan ini
terjadi karena terdapat perbedaan medium antara surface 3 dan
surface 4. Begitu pun pada titik D dan E, konsep-konsep terkait
ketebalan, jari jari, dan medium pada titik-titik sebelum juga
berlaku pada titik-titik tersebut.

Cara membuat:
1. Buatlah 10 surface
2. Atur aperture radius pada semua surface 25 mm
3. Atur thickness surface OBJ

D = 100 mm
4. Untuk surface AST, atur data dengan
R = 7 mm
D = -20 mm
Glass = BK7
5. Untuk surface 2, atur data dengan
R=0
D = -50 mm
Glass = AIR
6. Untuk surface 3, atur data dengan
R=0
D = 10 mm
Glass = BK7
7. Untuk surface 4, atur data dengan
R = 30 mm
D = 100 mm
Glass = AIR
8. Untuk surface 5, atur data dengan
R=0
D=0
Glass = AIR
9. Untuk surface 6, atur data dengan
R = 70 mm
D = -10 mm
Glass = BK7
10. Untuk surface 7, atur data dengan
R=0
D = -50 mm
Glass = AIR
11. Dan untuk surface 8, atur data dengan
R=0
D=0
Glass = BK7
Tugas Khusus Jovi Abi Rahman (2412100040)

BAB II
Dasar Teori
Device Optic Laser
Laser (Light Amplification by Stimulated Emission Radiation)
merupakan salah satu device optic yang menghasilkan berkas
sinar yang koheren. Laser berdasarkan cara kerjanya dibagi
menjadi :
a. Laser He-Ne
Laser gas helium-neon bekerja dengan cara dipompa
secara elektris. Pada laser Helium Neon, rangsangan yang
digunakan adalah rangsangan elektris, hal ini dilakukan dengan
cara memasukkan gas Helium Neon ke dalam tabung gas
yang di ujung ujungnya didekatkan dengan elektroda
yang dihubungkan pada sumber tegangan tinggi
(posisielektroda bisa dilihat pada gambar 1.3 pada bagian
HV). Setelah diberi rangsangan elektris, energi pada ion
akan mengalami penambahan yang mengharuskan energi untuk
berpindah tingkat menuju tingkat yang lebih tinggi karena
setiap ion memiliki tingkat energi stabil maka energi akan
selalu berusaha untuk kembali pada tingkat stabilnya, hal
ini dilakukan dengan cara melepaskan energi yang
kemudian disebut dengan foton (energi yang bisa
mengeluarkancahaya).

Pemompaan Energi
Pelepasan Energi

Gambar
1
Gambar 2

Gambar 3 Skema Laser Gas


Helium Neon
Kemudian foton yang dihasilkan tadi akan dipantulkan di
dalam tabung gas yang kedua sisinyadiberi cermin
dengan tingkat refleksi 100% dan 98%. Foton yang terus
dipantulkan secara berulang ulang akan menghasilkan energi
yang lebih besar karena kemungkinan terjadi superposisi sangat
tinggi. Akibatnya foton akan bisa menembus sisi cermin
lapisan tipis dan memancar keluar
b. Laser Semikonduktor AlGaAs (aluminum gallium
arsenide)
Laser semikonduktor memiliki sifat yang kompak, mudah
diintegrasikan, lebih kuat dan efisien. Mayoritas bahan
semikonduktor didasarkan pada kombinasi dari unsurunsur dalamkelompok ketiga dari Tabel Periodik (seperti
Al, Ga, In) dan kelompok kelima (seperti N, P,As, Sb)
maka disebut sebagai III -V senyawa. Contoh termasuk
Gaas, AlGaAs, InGaAs danpaduan InGaAsP. Para cw
Laser panjang gelombang emisi biasanya dalam 630 ~
1600 nm,namun baru-baru InGaN semikonduktor laser
ditemukan untuk menghasilkan cw 410 nmcahaya biru
pada suhu kamar. Laser semikonduktor yang dapat
menghasilkan cahaya biru-hijau menggunakan bahan
yang merupakan kombinasi dari unsur-unsur dari
kelompokkedua (seperti Cd dan Zn) dan kelompok
keenam (S, Se).

Prinsip laser semikonduktor didasarkan pada radiasi


rekombinasi.

Gambar 4 Prinsip kerja laser semikonduktor


Bahan semikonduktor memiliki pita valensi dan pita
konduksi V C, tingkat energi pitakonduksi Misalnya (Misalnya>
0) lebih tinggi dari pita valensi. Untuk membuat halhalsederhana, kita mulai analisis kita seandainya suhu menjadi 0
K. Ini dapat dibuktikan bahwa kesimpulan yang kita ambil di
bawah 0 K berlaku untuk suhu normal.Berdasarkan asumsi untuk
semikonduktor nondegenerate, awalnya pita konduksi benarbenar kosong dan pita valensi terisi penuh. Lalu, dibangkitkan
beberapa elektron dari band valensi ke pita konduksi, setelah
sekitar 1 ps, elektron dalam pita konduksi drop ke tingkat
terendah kosong dari band ini, batas atas dari tingkat energi
elektron pada pita konduksi-kuasi Fermi tingkat Efc. Sementara
lubang muncul dalam pita valensi dan elektron di dekat bagian
atas pita valensi drop ke tingkat energi terendah dari tingkat
energi valensi kosong, kemudian di atas pita valensi bagian
kosong, yang disebut batas tingkat energi baru atas pita valensi
kuasi-Fermi tingkat EFV. Ketika elektron pada pita konduksi lari
ke pita valensi, mereka akan menggabungkan dengan lubang,
dalam waktu yang sama mereka memancarkan foton yang
merupakan radiasi rekombinasi .

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
a. Peralatan Praktikum
Adapun peralatan praktikum kali ini adalah laptop
yang sudah terinstall software OSLO
b. Langkah-langkah percobaan
- Buka software OSLO
- Create New Lens, beri nama lensa Laser He-Ne
dengan jumlah surface 4

Isikan Ent. Beam Radius 15 mm dan Field Angle


0
Lalu beri panjang radius lensa 1 = 41,040;
Thickness = 5;
Panjang surface 2 yang berupa udara dengan
radius = -542,675; Thickness = 13,9;
Panjang radius lensa 3 = -40,695; Thickness = 5;
Aperture Radius = 9
Panjang surface 4 (udara) dengan radius =
-124,33; Thickness = 32,39; Aperture R=9

Lalu ubah bahan struktur glass untuk surface 1


dan 3 menjadi lensa laser, pada kali ini digunakan
lensa laser schott LASF35 dan dibandingkan
dengan lensa hoya LAF3

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS DATA


Berdasarkan pada langkah-langkah percobaan di atas didapatkan
pola seperti berikut :

Gambar 1. Karakteristik sistem device optic menggunakan lensa


schott LASF35

Gambar 2. Karakteristik bayangan yang dibentuk oleh device


optic dengan lensa schott LASF3

Gambar 3. Karakteristik sistem device optik menggunakan lensa


hoya LAF3

Gambar 4. Karakteristik bayangan oleh lensa hoya LAF3

4.2 Pembahasan
Pada simulasi diatas digunakan 2 jenis lensa,
yaitu plankonveks (cembung-datar), dan plankonkav

(cekung-datar), hal ini dimaksudkan agar bayangan laser


dapat diamati dengan fokus tertentu. Hal ini dimaksudkan
agar sinar cahaya dapat terbentuk berkas sinar yang
fokus, meskipun sinar berkas cahaya sumber bersifat
polikromatis yaitu terdapat tiga panjang gelombang
berbeda.
Hasilnya, didapatkan focal length yang berbeda,
untuk device optic dengan menggunakan lensa schott
LASF35 didapatkan focal length sebesar 59,99 mm
sedangkan untuk lensa hoya LAF3 didapatkan focal
length sebesar 95.69 mm. Selain itu nilai, NA (Numerical
Aperture) juga berbeda untuk lensa schott LASF35
didapatkan NA sebesar 0.25, sedangkan untuk lensa hoya
LAF3 didapatkan NA sebesar 0.1567 mm. Selain itu,
untuk lensa schott didapatkan fokus bayangan yang
berupa titik seperti pada gambar 2, namun untuk lensa
hoya LAF3 tidak didapatkan fokus berupa titik, hal ini
dikarenakan terjadi perbesaran focal length, sehingga
fokus yang berupa titik berkas cahaya tidak dapat
teramati.
BAB V
KESIMPULAN
Dari simulasi yang telah dilakukan yaitu mengenai
modifikasi dari desain lensa laser, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi pergeseran titik
focus, yang mana secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil
fokus sinar yang terbentuk, yaitu dari segi bahan yang digunakan
oleh lensa yang berbeda-beda antar vendor. Pada percobaan kali
ini lensa schott LASF35 lebih cocok digunakan untuk device
optik laser dibandingkan lensa hoya LAF3.

Tugas Khusus Afian Dzihri (2412100044)

3. Metodologi Percobaan
3.1

Peralatan Percobaan
Adapun peralatan yang digunakan untuk Praktikum P-3
Desain Optic Device ini adalah sebagai berikut :
a. Software OSLO
b. Laptop
3.2

Prosedur Percobaan
Pada praktikum kali ini adalah untuk mendesain divais
optic dua lensa plankonveks dan bikonkaf. Adapun langkahlangkah dalam melakukan Praktikum P-3 Desain Optic Device
adalah sebagai berikut :
a. Ditentukan perbesaran beam adalah 0.2 x Magnification
dengan lensa pertama memiliki titik focus 5 mm dan titik
focus lensa kedua adalah 1.2 mm . Kaca yang digunakan
adalah SK16.
b. Pilih new file kemudian pilih new lens dari menu OSLO.
Pilih custom lens, dan beri anka 4 pada kolom jumlah
permukaan (Number of Surface)

c.

Gambar 3.1 Gambar Jendela File New


Beri nama lensa dengan Anamorphic Bravais Objective 2x.

Gambar 3.2 Kolom Surface Data

d.

e.

f.
g.

Muncul sheet baru, lalu isikan sesuai dengan gambar di


bawah ini

Gambar 3.3 Kolom Surface Data setelah diisi


Serat optik diberi gangguan berupa lekukan (bending)
dengan kelengkungan diameter 2 mm pada lensa 1 kemudian
beri kelengkungan -1, 2 mm pada lensa 2 dan sertakan
panjang beam radius 1 mm.
Gunakan bahan lensa SK16
Untuk melihat hasil yang diperoleh, pilih dengan klik Draw
On.

Gambar 3.2 Kolom Draw On

4. Analisa Data dan Pembahasan


4.1 Analisa Data
Berdasarkan praktikum P3 Teknik Optik kali ini diperoleh
data sebagai berikut :

Gambar 4.1 Kolom UW1- Ray Intercept Curves Analysis


Dari kolom UW1 dapat diketahui Aberasi dari Divais Optik
yang telah dibuat. Perlu diketahui bahwa pada kolom UW1
terdapat analisis Aberasi Distortion, Lateral Color, Astigmatism,
Longitudinal Spherical Abberation, dan Chromatic Focal
Shift.Untuk aberasi jenis Astigmatism, analisis dari divais optik
yang telah dibuat bedasarkan data grafik nampak bahwa semakin
garis hijau dan biru yang mewakili bayangan dari dua titik objek
mendekati sumbu Y grafik maka bayangan yang dihasilkan oleh
divais optik menjauhi ciri-ciri aberasi silindris (astigmaisme) dan
sebaliknya. Hal yang menjadikan kemampuan divais optik
membiaskan cahaya sehingga aberasi astigmatisme berkurang
adalah dengan cara memfokuskan berkas cahaya agar terbentuk
bayangan pada satu titik focus tanpa adanya pembelokan berkas.

Gambar 4.2 Analisis Aberasi Astigmatisme


5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa
Praktikum P-3 Design of Optical Device menggunakan Software
OSLO dalam membuat divais Beam Expander. Pada dasarnya
penggunaan OSLO cukup mudah asalkan sudah memiliki hasil
perhitungan manual dalam menentukan bentuk geometri,
karakteristik sumber cahaya, cermin atau lensa

Você também pode gostar