Você está na página 1de 19

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agroekologi adalah pengelompokkan suatu wilayah berdasarkan keadaan
fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat
diharapkan akan berbeda tidak nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim,
fisiografi atau bentuk wilayah dan tanah.
Iklim merupakan rerata cuaca dalam jangka waktu yang lama ( 10 tahun).
Iklim cukup rumit tetapi ada karakteristik dan pola tertentu unsur iklim di
berbagai daerah yang letaknya saling berjauhan bila faktor utamanya sama.
Berdasar kesamaan tersebut, maka dikenal klasifikasi iklim.
Klasifikasi iklim yang paling sering digunakan dalam dunia pertanian
Indonesia adalah klasifikasi menurut Shcmidt-Ferguson dan Oldeman.Sistem
klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk tanaman tahunan
sedangkan sistem klasifikasi iklim Oldeman lebih banyak digunakan untuk
tanaman semusim.
Faktor utama iklim yang berkaitan erat dengan keragaman tanaman yaitu
suhu dan kelengasan.Kelengasan, meski banyak dipengaruhi oleh sebaran curah
hujan namun lebih ditekankan pada keadaan tanah. Daerah yang banyak mendapat
air dari lingkungan sekitaranya akan selalu basah walaupun curah hujannya sangat
sedikit. Kelengasan tanah dibagi menjadi empat, yaitu basah, lembab, agak kering
dan kering berdasar seberapa lama tanah mengalami kekeringan hingga
kedalaman tertentu dalam setahun.Selain itu, usaha pertanian juga sangat
ditentukan oleh bentuk wilayah (bentuk lereng) dan jenis tanah.Sifat tanah yang
sangat menentukan dalam usaha pertanian adalah selang kemasaman, selang
tekstur dan drainase.
Sistem pertanian berkelanjutan hanya akan terwujud apabila lahan digunakan
untuk sistem pertanian yang tepat. Dengan mempertimbangkan keadaan
agroekologi, bagaimana pilihan tanaman yang tepat serta bagaimana sistem
produksi yang baik, dapat ditentukan.Penggunaan lahan yang tepat bukan hanya
menjamin lahan dan alam memberi manfaat untuk masa kini, tapi juga menjamin

bahwa sumber daya alam dapat terus bermanfaat bagi generasi selanjutnya di
masa mendatang.
Bentuk wilayah atau fisiografi (terrain) yang merupakan faktor utama
penentuan sistem produksi disamping sifat tanah.Lereng lahan banyak dipakai
sebagai bahan pertimbangan mengingat bahaya erosi dan penurunan mutu lahan
merupakan ancaman nyata pada pertanian berlereng curam di daerah tropika
basah. Lahan yang mempunyai kelerengan tajam akan menguntungkan secara
ekonomi bila diusahakan untuk budidaya tanaman hias dan sayuran serta
hortikultura dengan membuat teras. Namun pembuatan teras tidak selalu tepat
untuk semua jenis tanah karena tanah dengan jenis bahan induk yang lepas (loose)
seperti batuan pasir, akan mudah longsor bila diteras. Sedangkan bila pada tanah
masam, peterasan akan menyingkap lapisan bawah yang banyak mengandung
aluminium serta kurang subur sehingga membatasi pilihan tanaman yang dapak
dibudidayakan.
Kondisi lahan makin baik akan membuat makin banyak alternative
komoditas yang dapat dipilih untuk ditanam. Dalam pemilihan tanaman yang
sesuai untuk diusahakan pada suatu lahan, diperlukan data masukan tentang
lereng, tekstur, kemasaman serta dilengkapi dengan data rejim suhu dan rejim
kelembaban. Selain itu, kesesuaian tanaman umunya dibatasi oleh kekurangan
atau kelebihan air maupun suhu yang ekstrim. Sedangkan bila kendala tanah,
umumnya lebih cepat dan mudah diatasi serta dengan biaya yang cukup pula.
Namun tak hanya hal-hal yang telah disebutkan di atas yang dapat
mempengaruhi pembangunan pertanian.Pembangunan pertanian tidak dapat
terlepas dari faktor sosial ekonomi seperti penduduk sebagai sumber tenaga kerja
dan potensi pasar, prasarana dan kebiasaan masyarakat.
Teknologi pertanian dapat berkembang dan berkelanjutan tidak saja karena
teknis mantap dan aman secara lingkungan, tetapi juga secara ekonomi harus
layak, secara sosial dan dapat diterima dan secara administratif dapat dikelola.
Dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence)
seperti contoh komputer atau laptop atau netbook, telah disusun suatu sistem
pakar untuk mengevaluasi sistem produksi yang tepat untuk suatu lahan dan
mencari alternatif komoditas untuk diusahakan dengan cepat.

1.2 Tujuan
1. Menyusun data dan informasi tentang keadaan biofisik dan sosial ekonomi di
suatu wilayah ke dalam suatu sistem pangkalan data dan berbagai jenis peta
sehingga tersedia berbagai informasi yang terpadu dan memadai mengenai
keadaan lingkungan di suatu wilayah.
2. Melakukan analisis tentang kesesuaian beberapa jenis tanaman/komoditas
pertanian penting serta kesesuaian teknologi di suatu wilayah.
3. Mengidentifikasi berbagai komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi, serta
mengidentifikasi kebutuhan teknologinya.
4. Memberikan masukan dalam rangka perencanaan penelitian, pengkajian dan
pengembangan komoditas unggulan spesifik lokal.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Agroekologi (agro=pertanian, eco=lingkungan, logos=ilmu) merupakan suatu


cabang ilmu yang menerapkan

dan mempelajari

ilmu

ekologi

untuk

dikombinasikan dengan ilmu pertanian dalam rangka mengelola lingkungan


pertanian

(agroekosistem).Agroekologi

mengelompokan

suatu

wilayah

berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman


tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata(Susetyo
dkk, 2011: 2).
Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah,
dan tanah. Konsep-konsep yang mendasari agroekologi diantaranya: 1)
produktivitas, dapat meningkatkan daya dukung lingkungan; 2) stabilitas,
menanam secara terus-menerus dengan hasil yang konstan; 3) keberlanjutan,
menanam secara terus-menerus dengan memperhatikan daya dukung lingkungan;
4) keseimbangan, menyeimbangkan kebutuhan lingkungan, ekonomi, sosial dan
budaya.
Sistem pertanian berkelanjutan akanterwujud apabila lahan digunakan untuk
sistem pertanian yang tepat dengan carapengelolaan yang sesuai. Apabila lahan
tidak gunakan dengan tepat, maka produktivitasakan cepat menurun dan
ekosistem menjadi terancam kerusakan. Penggunaan lahanyang tepat selain
menjamin bahwa lahan dan alam ini memberikan manfaat untuk pemakai pada
masa kini, juga menjamin bahwa sumberdaya alam ini bermanfaat untuk generasi
penerus di masa mendatang.Dengan mempertimbangkan keadaan agroekologi,
penggunaan lahan berupa sistem produksi dan pilihan-pilihan tanaman yang tepat
dapat ditentukan.
Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien
diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim,
tanahdan sifat lingkungan fisiklainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang
diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti
ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya


perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan.Data
sumber daya lahan inidiperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan
pembangunan dan pengembangan pertanian (Anonim, 2010).
Menurut Wiradisastra (1996) zona agroekologi adalah suatu konsep wilayah
yang didefinisikan dengan pengertian agroekologi yang menyangkut aspek-aspek
tanam-tumbuh di atas lahan dan menghasilkan interaksi antara tanaman dengan
lahan pada kondisi iklim tertentu di wilayah tertentu.Konsep ini memerlukan
adanya parameter lahan dan sumberdaya alam seperti iklim, topografi, tanah dan
vegetasi yang dirumuskan menjadi suatu zona. FAO (1978) mendefinisikan bahwa
zona agroekologi adalah suatu wilayah yang relatif luas yang ditentukan
berdasarkan kondisi iklim, bentuk wilayah (dalam katagori kasar), rejim hidrologi,
pengelompokan jenis tanah (dalam katagori kasar) dan/atau vegetasi (semi) alami,
yang cocok dan sesuai untuk suatu jenis tanaman dan kultivar tertentu.
Zona agroekologi didefinisikan juga sebagai unit geografis dengan lahan
potensial.Pemetakan beragam dapat memberi hasil yang baik bagi lingkungan
sekitar seperti kondisi geologi serta untuk panen.Hal ini juga sangat berguna bagi
pengelolaan lahan sumber guna mencapai perencanaan dan manajemen yang baik
bagi pengawasan lahan tersebut (Boitt dkk, 2014).
Konsep dari zona agroekologi itu sendiri adalah penyederhanaan dan
pengelompokan dari beragam agroekosistem ke dalam bentuk penggunaan lebih
lanjut dari klasifikasi. Pelaksanaan evaluasi terhadap penggunaan lahan melalui
pemaparan zona agroekologi, menurut Amien (1994), telah ada pendekatan
terintegrasi dari bermacam-macam faktor, dimana berperan sebagai penentu dari
produksi pertanian (tanah, hidrologi, dan iklim) agar seimbang.
Selain itu, zona agroekologi menganut satu cara daalam mengatur
penggunaan lahan melalui zona klasifikasi berdasarkan kondisi alam sejenis dan
kondisi area.Klasifikasi itu sendiri bertujuan unutk menjelaskan area pemanenan
serta komoditas yang berpotensi, yang berskala ekonomi tinggi, dan diatur dengan
baik guna mencapai sistem pertanian berkelanjutan.Dalam zona agroekologi
sendiri, lahan dipilih berdasarkan alam cuaca dan area.Berdasarkan konsep

tersebut, penerapan zona agroekologi di setiap lahan pertanian mampu


mengantarkan pelaku pertanian untuk mencapai pertanian berkelanjutan.Di
Indonesia zona Agroekologi hanya mampu diterapkan pada skala lahan 1:230.000
dan klasifikasi kecocokan lahan produksi hanya bisa digunakan sampai tingkat
provinsi dan negara (Prasetyo dkk, 2012: 11).
Terlebih lagi, zona agroekologi dapat digunakan untuk optimalisasi
kegunaan sumber lahan yang menjadi sasaran serta tingkat efisiennya melalui
1)penyusunan alternatif penggunaan lahan, 2) mengkaji area penanaman dan
pengmbangan komoditas (Prasetyo dkk, 2012: 11).
Data karakteristik fisiografi lahan dan iklim diperoleh melalui pengolahan
peta kontur, peta ketinggian tempat, dan data curah hujan menjadi peta digital
kemiringan, kelembaban, rejim suhu, dan drainase. Peta-peta digital yang telah
dihasilkan tersebut disusun sehingga diperoleh Zona Agroekologi (ZAE) sebagai
satuan pemetaan (Susetyo dkk, 2011: 2).
Dan menurut Susetyo (2011), tahap-tahap dalam menentukan Zona
Agroekologi (ZAE) adalah:
1. Pengelompokan zona utama, yang didasarkan pada peta digital kemiringan
lereng. Wilayah dikelompokkan dalam empat zona berdasarkan kemiringan
lereng, yaitu:
a) Zona Satu : Kemiringan < 8%, dengan fisiografi datar hingga agak datar
b) Zona Dua : Kemiringan 8-15%, dengan fisiografi berombak dan lereng agak
curam
c) Zona Tiga : Kemiringan 15-40%, dengan fisiografi berbukit dan lereng curam
d) Zona Empat : Kemiringan > 40%, dengan fisiografi bergunung danlereng
sangat curam.
2. Pengelompokan atas dasar rejim suhu udara maka wilayah terbagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
a) Panas (simbol A) yaitu daerah pada ketinggian 500 mdplatau memiliki rataan
suhu udara tahunan > 26C
b) Sejuk (simbol B) yaitudaerah pada ketinggian 500-1000 mdpl atau memiliki
rataan suhu udara tahunan 26C-23C
c) Dingin (simbol C) yaitu daerah pada ketinggian >1000 mdplatau memiliki
rataan suhu udara tahunan < 23C.

3. Pengelompokan

sub zona

rejim

kelembaban,

dibedakan

berdasarkan

jumlahbulan kering (curah hujan<60 mm) dalam satu tahun atau didasarkan
padabesarnya curah hujan. Sedangkan rejim suhu didasarkan pada ketinggian
tempatdari permukaan laut yang mengikuti proses lapse rate adiabatic.
Berdasarkandata rejim kelembaban yang didasarkan pada data bulan kering
atau curah hujan,maka wilayah dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a) Kering (X) yaitu jika bulankering>7 bulan dalam satu tahun atau curah hujan
tahunan <1500 mm
b) Lembab(Y) yaitu jika bulan kering antara empat sampai tujuh bulan dalam
setahun ataucurah hujan tahunan antara 3000-1500 mm; c).Basah (Z) yaitu
bulan kering < 3bulan dalam setahun atau curah hujan tahunan >3000 mm.
4. Pengelompokan sub zona Drainase. Berdasarkan keadaan drainase
tanah(mudah tidaknya air hilang dari tanah) maka wilayah dikelompokkan
atas:
a) Drainase baik (simbol satu) yaitu daerah yang tanahnya tidak tergenang.
b) Drainase buruk (simbol dua) yaitu daerah yang tanahnya selalu tergenang.

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan kegiatan praktikum agroekologi mengenai analisis peta zona
agroekologi

dilaksanakan

di

Ruang

Fakultas

Pertanian

Universitas

Jember.Pelaksaan kegiatan praktikum ini dilaksanakan tepatnya pada hari sabtu


tanggal 20 September 2014 pukul 10.00 11.30 WIB.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1Bahan
1. Peta jenis tanah
2. Peta iklim
3. Peta topografi
4. Kertas kalkir

3.2.2 Alat
1. Spidol 3 warna

3.3 Cara Kerja


1. Memperoleh peta jenis tanah, peta iklim dan peta topografi dengan skala
1:180.000 beserta data dasarnya pada Laboratorium Agroklimat sebagai
rujukan.
2. Dari peta-peta tersebut wilayah dapat dipilah-pilah dan dideliniasi berdasarkan:
a) Ketinggian yang mewakili rezim suhu yang terbagi atas rezim isohyperthermic
(ketinggian 0-700 mdpl), isothermic (ketinggian 700-1500 mdpl) dan isomesic
(ketinggian > 1500 mdpl).
b) Iklim mewakili rezim kebasahan yang terbagi atas Perudic (Iklim tipe A dan
B1 menurut klasifikasi Oldeman), Udic (iklim tipe B2, C2 dan D2) serat Ustic
(tipe iklim C3, D3 dan E).

c) Jenis tanah yang dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi FAO, misalnya


jenis tanah andisol, alfisol, entisol dan exisol.
3. Dengan menumpangtepatkan (overlay) peta wlayah berdasarkan jenis tanah
dengan peta rezim kebasahan dan peta rezim suhu maka diperoleh peta
agroekologi 1:180.000 dan akan diperoleh Peta Zona Agroekologi. Dengan
peta ini dapat ditentukan jenis tanaman (meliputi tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan kehutanan serta peternakan) yang paling cocok tumbuh atau
hidup di zona tersebut.
4. Melalui pencocokan peta administrasi dengan skala 1:180.000 untuk
mendeliminasi batas-batas pemerintahan daerah (jurisdiction boundary)
dengan tujuan memadukan informasi biofisik dengan informasi mengenai
sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Jenis Tanah
N
O
1.

2.

Jenis Tanah

Tanaman Potensi

Andisol

Tanaman Pangan
Tanaman Sayuran
Tanaman Buah
Tanaman

Ubi, kentang, padi


Wortel, kubis, kentang
Apel, manggis, jeruk
Teh, kopi, kina, pinus

Perkebunan
Tanaman Pangan
Tanaman Sayuran

Padi, jagung
Terong, sawi, wortel, kentang,

Tanaman Buah
Tanaman

kubis
Salak, sawo, rambutan, sukun
Kelapa sawit, tembakau, tebu, teh,

Perkebunan

kopi, cokelat

Entisol

4.1.2 Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Rezim Suhu


N
O
1.

2.

Rezim Suhu

Tanaman Potensi

Isothermic

Tanaman Pangan
Tanaman Sayuran

Padi, ubi kayu


Cabai, kacang-kacangan, sawi,

Tanaman Buah
Tanaman

tomat
Rambutan, salak, sawo
Coklat, vanili, kopi robusta, jarak

Perkebunan
Tanaman Pangan
Tanaman Sayuran
Tanaman Buah
Tanaman

Jagung , kentang
Sawi kecil, wortel, kol atau kubis
Apel, strawberry, blue berry
Teh

Isomesic

Perkebunan

4.1.3 Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Rezim Kebasahan


N

Rezim

O
1.

Kebasahan
Udic

Tanaman Potensi
Tanaman Pangan
Tanaman Sayuran
Tanaman Buah
Tanaman

Padi, jagung
Tomat, cabai, wortel
Jeruk
Teh, kopi, coklat

Perkebunan

4.1.4 Peta Potensi Tanaman Berdasarkan Zona Agroekologi Kabupaten


Bondowoso
No.
1.

Zona
And.2.2 (andisol,

Tanaman Potensi
Tanaman pangan

Ubi, padi, jagung, kentang

Tanaman sayuran

Wortel, kubis, kacang-

Tanaman buah

kacangan, cabai, tomat


Apel, manggis, rambutan,

Tanaman

salak, sawo, jeruk


Teh, kopi, pinus, coklat, vanili,

perkebunan
Tanaman pangan

jarak
jagung, ubi, kentang, kedelai

Tanaman sayuran

wortel, kubis, kentang, cabai,

Tanaman buah

kacang-kacangan, sawi, tomat


apel, manggis, rambutan, salak,

Tanaman

sawo, buah naga


Teh, kina, kopi, pinus, coklat,

perkebunan
Tanaman pangan

vanili, jarak, tembakau, tebu


Kedelai, padi, jagung

isotermic, udic)

2.

And.3.2 (andisol,
isomesic, udic)

3.

Ent.2.2 (entisol,
isothermic, udic)

4.

Ent.3.2 (entisol,

Tanaman sayuran
Tanaman buah
Tanaman

Kacang panjang, terong, sawi


Salak, sawo, rambutan
Teh, kopi, cokelat

perkebunan
Tanaman pangan

Padi, jagung

Tanaman sayuran
Tanaman buah
Tanaman

Terong, sawi
Apel, strawberry
Teh, kopi robusta, cokelat

isomesic, udic)

perkebunan

4.2 Pembahasan
4.2.1 Fungsi Peta Zona Agroekologi
Zona Agroekologi merupakan pengelompokan suatu wilayah berdasarkan
keadaan kondisi lingkungan fisik yang sama serta kemiripan keragaman hewan
dan tanamannya.
Peta Zona Agroekologi merupakan gambaran pengelompokan suatu wilayah
yang dikhususkan untuk digunakan dalam bidang pertanian.
Peta Zona Agroekologi dapat digunakan untuk mendapatkan dan
mengetahui komoditas pertanian apa saja yang cocok untuk dibudidayakan di
suatu wilayah agar sesuai dengan kondisi wilayahnya serta dengan tetap menjaga
kelestarian dari agroekosistemnya (lingkungan pertaniannya). Sehingga akan
dapat diketahui informasi mengenai penggunaan lahannya, rekomendasi
penggunaan pupuk dan komoditas unggulannya berdasarkan agroekosistemnya
serta akan mempermudah dalam melaksanakan kegiatan pertanian. Hingga pada
akhirnya mampu menghasilkan produk unggulan baik secara kualitas maupun
kuantitas.

4.2.2 Komponen penyusun Zona Agroekologi serta perannya dalam


pertanian
1. Iklim
Jenis iklim dalam agroekosistem atau lingkungan pertanian biasanya
diklasifikasikan berdasarkan rezim kebasahan di wilayah tersebut. Iklim dalam
suatu agroekosistem akan sangat berpengaruh terhadap jenis tanaman apa saja
yang cocok untuk dibudidayakan di wilayah tersebut baik tanaman pangan,
sayur, buah maupun perkebunan. Sebagai contoh, daerah dengan rezim
kebasahan rata-rata ke bawah akan baik untuk ditanami palawija tapi kurang
baik untuk padi, kecuali padi varietas umur pendek dengan perencanaan awal
tanam yang tepat sedangkan daerah dengan rezim kebasahan yang cukup tinggi
akan cocok untuk ditanami padi terus menerus namun dapat hasil panen dapat
menjadi rendah karena intensitas cahaya matahari kurang. Sehingga pada
akhirnya, selain mengetahui tanaman apa yang cocok dibudidayakan juga dapat
mengetahui bagaimana proses pengairan dan perawatan tanaman yang tepat
sehingga hasil panennya dapat tinggi terlepas dari daerah itu beriklim apa.
Namun, tetap dengan tanpa pemaksaan pembudidayaan sehingga lingkungan
dapat tetap terjaga.
Jenis-jenis iklim berdasarkan rezim kebasahan tersebut diantaranya: 1)
Perudic, iklim tipe A dan B1 menurut klasifikasi Oldeman; 2) Udic, iklim tipe
B2, C2 dan D2; 3) Ustic, iklim tipe C3, D3 dan E.
2. Tanah atau jenis tanah
Sudah jelas dapat dipikirkan bahwa jenis dan struktur memang akan sangat
mempengaruhi jenis tanaman yang dapat dibudidayakan. Karena selain jenis
tanah menentukan jenis tanaman, jenis tanah juga akan memberikan gambaran
mengenai kondisi kelengasan tanah di wilayah tersebut serta seberapa banyak
unsur hara dan mineral yang terkandung di dalamnya.
3. Fisiografi atau bentuk wilayah
Selain jenis tanah, bentuk wilayah juga akan sangat menentukan tanaman apa
yang cocok ditanam di wilayah tersebut. Bentuk wilayah dalam agroekosistem
biasanya dibagi berdasarkan tingkat kelerengannya.Lereng banyak dipakai
sebagai bahan pertimbangan atas dasar tingkat erosi serta penurunan mutu
lahan. Sebagai contoh, hanya lahan dengan lereng < 8% yang akan cocok untuk

ditanami tanaman semusim sedangkan untuk lahan dengan lereng 16% 40%
hanya cocok untuk ditanami tanaman permanen. Hal ini berdasarkan, semakin
curam suatu lahan akan semakin membatasi penggunaan tenaga mesin dan
ternak dalam pengolahan akibat sulit dijangkaunya daerah lahan tersebut.
Selain permasalahan tersebut di atas juga kendala efisiensi energi jangka
panjang perlu diperhatikan karena pada lahan yang curam tenaga yang
diperlukan untuk mengangkut masukan dan hasil pertanian dari dank e lahan
usaha akan menjadi sangat tinggi. Hal ini menyebabkan usaha tani pada lahan
yang curam hanya akan menguntungkan bila upah tenaga relatif rendah.

4.2.3

Karakteristik kondisi zona agroekologi dari daerah yang diamati


beserta teknologi pertanian yang dapat disarankan pada tiap-tiap

wilayah
1. Jenis Tanah
a) Andisol. Merupakan tanah yang pembentukannya melalui proses pelapukan
sehingga menghasilkan mineral dengan struktur kristal yang cukup rapi.
Mineral inilah yang menyebabkan jenis tanah andisol memiliki daya pegang
yang baik terhadap unsur hara dan air. Tanah ini disebut juga tanah pegunungan
tinggi atau tropical brown forest yang mempunyai ciri ketebalan solum tanah
sekitar

100-225

cm,

berwarna

hitam

kelabu,

bertekstur

debu

dan

konsistensinya gembur. Andisol sering dimanfaatkan untuk pengembangan


pertanian tanaman pangan dan sayuran atau bunga-bungaan.
b) Entisol. Tanah entisol banyak terdapat di daerah alluvial atau endapan sungai
atau rawa sehingga juga sering disebut sebagai tanah alluvial. Umur tanah
entisol dapat dikatakan tergolong masih muda dengan kecenderungan memiliki
tekstur yang kasar dengan kadar organic dan nitrogen yang rendah. Tanah jenis
ini mudah teroksidasi dengan udara. Untuk tanah entisol, kelembaban dan pHnya masih sering berubah karena sifat tanah entisol yang selalu basah dan
terendam dalam daerah cekungan hujan. Tanah entisol dapat menjadi kurang
baik untuk ditanami karena kadar asamnya dapat sangat tinggi maupun sangat
rendah.

2. Topografi (berdasarkan rezim suhu)


a) Isothermic. Wilayah dengan rata-rata suhu tahunan sekitar 15C 22C pada
ketinggan 700 1500 mdpl.
b) Isomesic. Wilayah dengan rata-rata suhu tahunan sekitar 8C 10C pada
ketinggian lebih dari 1500 mdpl.
3. Tipe Iklim (berdasarkan rezim kebasahan)
a) Udic. Merupakan wilayah bertipekan iklim B2, C2 dan D2 berdasarkan
klasifikasi Oldeman yang tanah di wilayah tersebut tidak kering selama 90 hari
(kumulatif) dalam setahun.
Teknologi yang dapat disarankan bagi wilayah pertanian Kabupaten
Bondowoso adalah perbaikan sistem drainasenya (pembuangan kelebihan air)
dikarenakan wilayah Kabupaten Bondowoso merupakan daerah yang cukup
lembab. Oleh karenanya, kelembaban tersebut harus dijaga agar tidak berlebihan.
Karena kelembaban yang berlebihan akan menyebabkan tanaman yang
dibudidayakan akan menjadi mudah busuk terutama bila tidak segera dipanen.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga sistem drainase
diantaranya pembuatan parit-parit kecil sebagai saluran pembuangan air di sekitar
lahan persawahan.
4.2.4

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan di data


praktikum beserta pengelolaan lahan yang curam
Hal-hal yang menjadi perlu perhatian dalam pengolahan lahan di kabupaten

Bondowoso diantaranya:
1. Sistem pengairannya atau Drainase. Karena jenis tanah di daerah ini sangat
mudah berubah PH-nya sehingga dapat menjadi sangat masam. Jenis tanah ini
tidak terdapat cacing karena keadaan tanah yang kurang subur dan komposisi
mineralnya adalah mineral kuarsa dan mineral besi.
2. Pemupukan. Dalam penggunaan pupuk akan lebih baik apabila menggunakan
jenis dan sistem pemupukan organik walaupun dengan pemulihan yang lama
karena kurangnya produktivitasnya tanah jenis ini. Pemupukan dengan zat atau
bahan kimia seperti pestisida akan merusak hara dari tanah, juga pemasukan
teknologi juga akan merusak karena akan membuat tanah semakin rusak akibat
polusi atau gas yang dikeluarkan oleh alat atau mesinnya.

3. Sistem irigasi. Memanfaatkan pasang-surutnya air, pemanfaatannya adalah


dataran rendah dan rawa-rawa. Pada jenis tanah ini system irigasi tetes lah
yang sesuai, yakni dengan mencari potensi sumber air dengan melakukan
deteksi dengan alat terameter.
Pengolahan pada lahan curam membatasi penggunaan tenaga mesin dan
ternak dalam pengolahan lahan, sehingga untuk daerah seperti ini lebih banyak
dianjurkan tanaman tahunan yang lebih sedikit memerlukan tenaga kerja. Lahan
curam itu sendiri dapat mengakibatkan erosi dan degradasi lahan serta kendala
lain seperti efisiensi energi dalam jangka waktu yang panjang. Pengolahan lahan
curam akan menguntungkan secara ekonomis apabila diusahakan dengan
budidaya tanaman hias, sayuran, dan tanaman hortikultura dengan sistem
pembuatan teras. Sistem pembuatan teras juga harus memperhatikan jenis tanah.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pemetaan suatu zona agroekologi yang bertujuan untuk menentukan
komoditas-komoditas pertanian yang layak tumbuh dan hidup pada suatu wilayah
tertentu sangat membantu terutama dalam hal meningkatkan kegiatan pertanian di
suatu daerah yang erat kaitannya dengan produktivitas dan kondisi socialekonomi masyarakat, juga kondisi sosial budaya masyarakat.
Dimana dengan adanya suatu pemetaan ini suatu komoditas tertentu dapat dipilahpilah dan didelinasi dengan cara menyusun data dan informasi tentang keadaan
biofisik dan sosial ekonomi di suatu wilayah ke dalam suatu sistem pangkalan
data dan berbagai jenis peta, sehingga tersedia informasi yang terpadu dan
memadai mengenai keadaan lingkungan di suatu wilayah.
5.2 Saran

Dalam menganalisa sebuah data suatu peta zona agroekologi guna


menentukan komoditas pertanian yang cocok tumbuh dan hidup di suatu wilayah
tertentu sangat dibutuhkan data-data baik itu berupa data kondisi fisik suatu
wilayah yang akan dianalisa, termasuk data faktor-faktor seperti iklim,rejim, dan
faktor lain yang mendukung dan dapat memudahkan pemetaan terhadap suatu
wilayah tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Alemina, Ema, Hairul Basri, Muslimsyah, Muzailin Affan, Agus Halim, dan T.
Alvisyahrin. 2011. Penyimpangan Penggunaan Lahan di DAS Krueng Aceh
Berdasarkan Zona Agroekologi. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Kebencanaan TDMRC-Unsyiah,13 19 April 2011:29.
K. Boitt, Mark, Charles N. Mundia, dan Petri Pellikka. 2014. Modelling the
Impacts of Climate Change on Agro-Ecological Zones a Case Study of
Taita Hills, Kenya. Universal Journal of Geoscience, 2(6): 172-179.
Lichtfouse, Eric. 2011. Agroecology and Strategies for Climate Change. New
York: Springer.
Prasetyo, Sri Yulianto Joko, Bistok Hasiholan S, dan Kristoko Dwi Hartomo.
2012. The Agroecological Zone using Fuzzy Logic for Land Suitability and
Regional Sustainable Food Insecurity in Boyolali, Central of Java Indonesia.
IJCSI International Journal of Computer Science Issues, 9 (6): 191-197.
Sirappa, M. P. dan P. R. Matitaputty. 2010. Potensi Lahan untuk Pengembangan
Komoditas Perkebunan Unggulan Daerah Kabupaten Maluku Tengah.
Jurnal Peternakan, 7 (2): 52-61.
Susetyo, Yerymia Alfa, M. A. Ineke Pakereng, Sri Yulianto J. Prasetyo. 2011.
Pembangunan Sistem Zona Agroekologi (ZAE) menggunakan Logika Fuzzy
pada Wilayah Pertanian Kabupaten Semarang Berbasis Data Spasial. Jurnal
Teknologi Informasi-Aiti, 8(1): 61-75.

Warren, John. Clare Lawson, dan Ken Belcher. 2008. The Agri-Environment. New
York: Cambridge University Press.

Você também pode gostar