Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
OLEH
I GUSTI AGUNG NOVI LINDASWARI
NIM.1002105038
Peningkatan pembentukan cairan pleura juga didasarkan pada lokasi terimbunnya cairan,
yaitu :
-
Peningkatan cairan interstisial di paru akibat gagal jantung kiri, pneumonia, dan
emboli paru
Peningkatan tekanan intravaskuler di pleura akibat gagal jantung kanan atau kiri,
dan syndrome vena cava superior
Peningkatan kadar protein cairan pleura akibat atelektasis paru atau peningkatan
elastic recoil paru
peningkatan cairan dalam rongga peritoneal akibat asites atau dialisis peritoneal
Peningkatan tekanan vaskuler sistemik akbat syndrome vena cava superior atau gagal
jantung kanan
Pneumonia
Sindrom nefrotik
Kanker
Emboli paru
kelebihan cairan dengan baik (seperti pada gagal jantung kongestif, penyakit ginjal kronik
dan penyakit hati). Cairan efusi pleura mungkin juga terjadi akibat hasil dari peradangan,
seperti pada pneumonia, penyakit autoimun, dan kondisi lainnya (Davis, 2012).
4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh
limfe sekitar pleura. Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadilah empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya
alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini
b. Eksudat
Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah
menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,
paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella),
keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus
Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pancreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeablenya
abnormal karena peradangan (infeksi, infark paru, atau neoplasma) dan berisi protein
berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Protein yang terdapat dalam cairan
pleura kebanyakan berasal dari saluran limfe. Kegagalan aliran protein limfe ini (misal: pada
pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
Efusi transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan jumlah laktat
dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam cairan pleura dan serum. Efusi
pleura eksudatif memenuhi setidaknya salah satu dari ketiga kriteria berikut, sementara
transudatif tidak sama sekali memenuhi kriteria ini:
Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)
Transudat
Gagal jantung kanan
Hipoproteinemia
Pneumonial-bakteri
Perikarditis konstriktif
Sindrom Meig
Myxoedema
Eksudat
TB (tuberkolosis)
Infark paru
Keganasan
Infeksi sub diafragma
Infeksi jamur (jarang)
Syndrome post infark
Pembanding
Uji Rivalta
Protein
Nisbah protein cp/plasma
Berat jenis
LDH
Nisbah LDH cp/plasma
Leukosit
Hitung jenis
pH
Glukosa
Amilase
Alkali fosfatase
Transudat
-< 3,0 gr%
< 0,5
< 1,016
< 200/
< 0,6
<1000
< 50% limfosit
>7,3
plasma
= plasma
< 75
Eksudat
+
> 3,0 gr%
> 0,5
> 1,016
> 200/
> 0,6
>1000
> 50% limfosit
< 7,3
< plasma
> plasma
> 75
Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura meningkat
g. Chylothorax
Dapat terjadi karena suatu proses keganasan dalam mediastinum sehingga terjadi erosi
dari duktus toraksikus serta fistulasi ke dalam rongga pleura, dimana cairannya adalah
cairan limfe (putih kekuningan seperti susu). Kelainan ini dapat pula ditemukan pada
kasus sirosis hati dengan chylous ascites, dimana cairan asites ini akan menembus
diafragma dan masuk ke rongga pleura.
h. Hidropneumotoraks dan piopneumotoraks
clubbing finger
Pada efusi murni suara tambahan (ronki) tidak akan ada, sebab parenkim parunya
tetap normal. Adanya ronki hanya menunjukkan bahwa di samping adanya cairan,
paru itu sendiri juga mengalami perubahan patologis.
< 300 CC : Secara fisik tak ada perubahan. Foto PA: sinus masih nampak lancip.
Transudat : cairan putih jernih sepert air. Decomp cordis, nefrotik sindr, ascites,
meigs sindr, VCSS
Eksudat : cairan jernih kekuningan. Tumor, infark paru, infeksi spes / non spes
Haemorhagic : cairan merah bata dan cair. Tumor, trauma, Infeksi spes / non spes
Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
Torakotomi
Efusi pleura
3) Tujuan Pemasangan
-
4) Tempat pemasangan
a) Apikal
Letak selang pada interkosta III mid klavikula. Dimasukkan secara antero lateral.
Berfungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b) Basal
Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller.
Berfungsi untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
5) Jenis WSD
a) Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan
simple pneumotoraks
klien mengatakan merasa nyeri pada dada sebelah kanan, klien mengatakan
nyeri terasa tajam seperti menusuk-nusuk dada, klien mengatakan nyeri menetap
dan bertambah bila bernapas
Data Objektif:
-
pengembangan rongga torak yang asimetris sehingga sisi yang mengalami efusi
terjadi ketinggalan bernafas (Hoover sign)
klien tampak meringis nyeri dalam keadaan duduk permukaan cairan pada dada
kanan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu)
Palpasi : taktil premitus pada salah satu atau kedua dada kanan melemah
Perkusi : Tampak suara ketokan meredup pada salah satu atau kedua dada
Auskultasi: bunyi nafas menurun pada lobus yang dicurigai penumpukan cairan
orang
yang
mungkin
dianggap
lebih
tahu
mengenai
penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola Nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap
bahwa
penyakitnya
ini
adalah
suatu
cobaan
dari
Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan perubahan
tekanan darah, perubahan frekuensi pernapasan, perilaku distraksi, mengekspresikan
perilaku (mis. Gelisah, menangis, waspada), melaporkan nyeri secara verbal.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam jumlah
berlebihan, sekresi yang tertahan/sisa sekresi, infeksi ditandai dengan suara napas
tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, dispnea, sputum dalam
jumlah berlebih, dan batuk yang tidak efektif.
3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan, hiperventilasi ditandai
dengan perubahan kedalaman pernapasan, dispnea, pernapasan cuping hidung,
pernapasan bibir, penggunaan otot aksesorius untuk bernapas.
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler
ditandai dengan pH darah arteri abnormal, pernapasan abnormal (mis ; kecepatan,
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera biologis
ditandai dengan perubahan
tekanan darah, perubahan
frekuensi
pernapasan,
perilaku
distraksi,
mengekspresikan perilaku
(mis. Gelisah, menangis,
waspada), melaporkan nyeri
secara verbal.
Rencana Keperawatan
Intervensi
NIC LABEL : Pain Management
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri.
Gunakan skala nyeri dengan pasien dari 0
(tidak ada nyeri) 10 (nyeri paling buruk).
2. Gunakan komunikasi terapeutik untuk
mengetahui nyeri dan respon pasien terhadap
nyerinya
3. Kaji dengan pasien faktor-faktor yang dapat
meningkatkan/mengurangi nyerinya
4. Kaji efek dari pengalaman nyeri terhadap
kualitas tidur, nafsu makan, aktivitas dan
suasana hati
5. Kontrol lingkungan sekitar pasien yang dapat
memberikan respon tidak nyaman, misalnya
temperature ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
6. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis, (misalnya
guided imageri, distraksi, relaksasi, terapi
musik, massage), sebelum, setelah, dan jika
mungkin selama nyeri berlangsung, sebelum
nyeri meningkat, dan selama nyeri berkurang
7. Ajarkan tentang penggunaan farmakologikal
dalam mengurangi nyeri
8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai
indikasi
Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Berguna
dalam
pengawasan
keefektifan obat,dan membedakan
karakteristik nyeri. Perubahan pada
karakteristik nyeri menunjukan
terjadinya abses atau peritonitis
Berguna untuk mengetahui nyeri
dan respon nyeri pasien
Untuk mengetahui aktivitas apa
yang dapat meningkatkan dan
mengurangi nyeri pasien sehingga
perawat
dapat
menegakan
implementasi dengan benar
Untuk mengetahui masalah lain
yang ditimbulkan dari nyeri
Untuk
meminimalisir
respon
ketidaknyamanan pasien
Berguna untuk mengurangi nyeri
dan meminimalisir penggunaan
terapi farmakologik
Mencegah terjadinya dosis yang
berlebihan
Analgetik
dapat
membantu
mengurangi nyeri klien
2.
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan
dengan
mukus
dalam
jumlah berlebihan, sekresi
dalam
bronki,
infeksi
ditandai dengan suara napas
tambahan,
perubahan
frekuensi napas, perubahan
irama
napas,
dispnea,
sputum
dalam
jumlah
berlebih, dan batuk yang
tidak efektif.
nyerinya (skala 5)
Pasein menggunakan obat
analgesics sesuai rekomendasi
(skala 5)
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan napas
klien efektif, dengan kriteria hasil :
NOC Label : Respiratory Status :
Airway Patency
Frekuensi pernapasan dalam
batas normal (16-20x/mnt)
(skala 5)
Irama pernapasn normal (skala
5)
Kedalaman pernapasan normal
(skala 5)
Klien mampu mengeluarkan
sputum secara efektif (skala 5)
Tidak ada akumulasi sputum
(skala 5)
2. Menunjukkan
keparahan
dari
gangguan respirasi yang terjadi dan
menetukan intervensi yang akan
diberikan.
3. Suara
7. Intake
8. Obat
obatan
membantu
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola napas klien
efektif, dengan kriteria hasil :
NOC Label : Respiratory Status:
Ventilation
Kedalaman pernapasan klien
normal (skala 5)
Tidak tampak penggunaan otot
bantu pernapasan (skala 5)
Tidak tampak retraksi dinding
dada (skala 5)
NOC Label : Vital Sign
RR klien normal
/menit) (skala 5)
1.
2.
3.
4.
(16-20x
5.
6.
7.
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam,
klien tidak mengalami gangguan
pertukaran gas dengan kriteria hasil:
NOC Label : Respiratory Status:
Gas Exchange
PaO2 klien dalam rentang
normal (80-100 mmHg) (skala
5)
PaCO2 klien dalam rentang
normal (35-45) (skala 5)
pH arteri klien dalam rentang
normal (7.35-7.45) (skala 5)
Saturasi Oksigen klien dalam
rentang normal (95% ke atas)
(skala 5)
NOC Label : Respiratory Status:
Ventilation
RR klien dalam rentang
normal (skala 5)
Ritme pernapasan klien teratur
(skala 5)
Kedalaman inspirasi (skala 5)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
NIC Label : Airway Management
11. Monitor respirasi dan status oksigennasi klien
12. Atur posisi klien untuk mengurangi sesak napas
13. Berikan terapi oksigenasi berupa udara yang
telah dilembabkan atau oksigen
14. Berikan terapi oksigen menggunakan Ultra
sonic nebulizer
15. Auskultasi suara napas klien
NIC Label : Respiratory Monitoring
12.
13.
14.
15.
Hipertermi
berhubungan
dengan
penyakit,
peningkatan
laju
metabolisme
ditandai
dengan peningkatan suhu
diatas kisaran normal, kulit
teraba
hangat,
kulit
kemerahan.
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh klien turun
dengan kriteria hasil :
NOC Label : Thermoregulasi
Denyut nadi teraba kuat
(120x/menit) (skala 5)
Tidak
ada
peningkatan
temperature kulit (skala 5)
Tidak ada perubahan warna
kulit (kemerahan) (skala 5)
NOC Label : Vital Signs
Vital signs klien dalam rentang
normal : suhu klien 36,5-37,5o
C) (skala 5)
6.
Intolerasi
berhubungan
kelemahan
aktivitas
dengan
umum,
1.
suhu
Klien
mampu
makan,
toileting,
berpakaian,
menjaga kerbersihan diri
secara mandiri (skala 5)
3.
4.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
7.
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi,
dengan kriteria hasil :
NOC Label : Infection Severity
Tidak ada kemerahan (skala 5)
Tidak terjadi hipertermia (skala
5)
klien
Melakukan pemulihan aktivitas
klien sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Mencegah klien dari cedera lebih
lanjut
Menghindari klien dari risiko
cedera
Mengkaji adanya keterbatasan fisik
pada klien
Mengurangi penyebab kelemahan
agar aktivitas klein dapat kembali
toleran
Nutrisi yang adekuat memberikan
energy
yang
cukup
untuk
melakukan pemulihan aktivitas
Periode relaksasi diperlukan klien
untuk
melakukan
pemulihan
tenaga setelah beraktivitas
Membantu memenuhi adl klien
Keluarga
merupakan
orang
terdekat
klien
yang
dapat
menjamin
keamanan
dan
keselamatan klien
8.
Kurang
pengetahuan
pengungkapan
tindakan keperawatan.
Terapkan Universal precaution.
Pertahankan lingkungan aseptik selama
perawatan.
8. Anjurkan klien untuk memenuhan asupan
nutrisi dan cairan adekuat.
9. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari
infeksi.
10. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda
infeksi.
11. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.
6.
7.
Pudji.
2009.
Efusi
Pleura,
Efusi
Pleura
Ganas,
Empiema,
(online)
(http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/5310363ba5fe9bb35164325d4ab25f1f82
659f2e.pdf, diakses : 4 Juni 2011).
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Davis.
2012.
Pleural
Effusion,
(online)
(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11
Rehabilitasi
pada
Penderita
PenyakitParuObstruksiMenahun114.pdf/11RehabilitasipadaPenderitaPenyakitParuOb
struksiMenahun1 14.\html, diakses : 10 Juni 2011)
NANDA. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011, Alih Bahasa : Budi
Santosa, Prima Medika, Jakarta
Price, A dan Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6,
Terjemahan, Jakarta : EGC.
Smeltzer, S dan Bare, B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
WebMD.
2011.
Pleural
Effusion
Symptoms,
Causes
and
Treatments,
(online)
(http://www.webmd.com/lung/pleural-effusion-symptoms-causes-treatments, diakses
11 Agustus 2012)