Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi diantara penyakit
menular seksual yang lain, penyakit ini tersebar di seluruh dunia secara endemik, termasuk di
Indonesia. Di Amerika Serikat dilaporkan setiap tahun terdapat 1 juta penduduk terinfeksi
gonore. Pada umumnya diderita oleh laki-laki muda usia 20 sampai 24 tahun dan wanita muda
usia 15 sampai 19 tahun.
Gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879, dan baru diumumkan
tahun 1882, kuman tersebut termasuk dalam group Neisseria. Gonokok termasuk golongan
diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8U dan panjang 1,6U, bersifat tahan asam dan
Gram negatif, terlihat diluar dan didalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39C dan tidak tahan zat desinfektan. Gonokok
terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai vili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4
yang tidak mempunyai vili yang bersifat nonvirulen, vili akan melekat pada mucosa epitel dan
akan menimbulkan reaksi sedang. Gonore tidak hanya mengenai alat-alat genital tetapi juga
ekstra genital. Salah satunya adalah konjungtiva yang akan menyebabkan konjungtivitis,
penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita servisitis gonore atau
pada orang dewasa, infeksi terjadi karena penularan pada konjungtiva melalui tangan dan alatalat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8
1.2.9
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7
1.3.8
1.3.9
Untuk memahami tentang proses asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit gonore
Bagi Mahasiswa
Meningkatkan wawasan, pengetahuan dan mengerti tentang Asuhan Keperawatan pada klien
dengan diagnosa medis gonore dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien.
1.4.2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang
penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital.
Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan
konjungtiva. (Brunner dan Suddarth,2001)
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang
penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital.
Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan
konjungtiva. Gonore dapat menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain terutama kulit
dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput
di dalam panggul sehingga menyebabkan nyeri pinggul dan gangguan reproduksi.
Tidak semua orang yang terpajan gonore akan terjangkit penyakit, dan resiko penularan dari
laki laki kepada perempuan lebih tinggi daripada penularan perempuan kepada laki laki,
terutama karena lebih luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama,
divagina. Setelah terinolkulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat, vas deferent, vesicular
semminalis, epididimis, dan testis pada laki-laki dan ke uretra, kelenjar skene, kelenjar bartolin,
endometrium, tube falopi, dan rongga peritoneum menyebabkan PID pada perempuan.
PID adalah menyebab utama infertilitas pada perempuan. Infeksi gonokokus dapat menyebar
melalui aliran darah, menimbulkan bakteremia gonokokus. Bakteremia dapat terjadi pada lakilaki maupun perempuan tetapi apabila dibandingkan lebih sering terjadi pada perempuan.
Perempuan beresiko tinggi mengalami penyebaran infeksi pada saat haid. Penularan perinatal
kepada bayi saat lahir, melalui os servik yang terinfeksi, dapat menyebabkan konjungtivitis dan
akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak diketahui dan diobati.
2.2 Etiologi
Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea / Gonokok yang bersifat
patogen yang di temukan oleh Neisser dari Polandia pada tahun1879 dan baru diumumkan apada
tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies, yaitu N.
gonorrhoeae dan N. meningitidis yang bersifat patogen serta N. cattarrhalis dan N. pharyngis
sicca yang bersifat komensal. Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes
fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk bji kopi berukuran lebar 0,8 u dan panjang
1,6 u bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarna gram bersifat gramnegatif ,
terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan
kering , tidak tahan suhu di atas 39C dan tidak tahan zat disinfektan. Secara marfalogi gonogok
terdiri atas 4 tipe ,yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang yang bersifat virulen dan bersifat
nonvirulen pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Kuman Neisseria gonorrhea paling mudah menginfeksi daerah dengan mukosa epitel kuboid
atau lapis gepeng yang belum berkembang atau imatur, misalnya pada vagina wanita yang belum
pubertas.
Galur N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan galur gonokokus yang
mampu menghasilkan enzim penisilinase atau beta-laktamase yang dapat merusak penisilin
menjadi senyawa inaktif, sehingga sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya, walaupun
gejala dengan peninggian dosis
Bakteri ini melekat dan menghancurkan membrane sel epitel yang melapisi selaput lender,
terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring,
anus, dan rectum dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin. Untuk dapat menular, harus terjadi
kontak langsung mukosa ke mukosa.
2.3 Faktor Resiko
Studi Epidemiologi menunjukkan faktor-faktor risiko terjadinya gonore meliputi :
1. Adanya sumber penularan penyakit
2. Bergonta ganti pasangan seksual
3. Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual , penggunaan kondom hanya
sebagai pencegah kehamilan bukan sebagai pencegah penularan penyakit gonore, prostitusi,
kebebasan individu dan ketidaktahuan serta keterbatasan sarana penunjang. (Daili, 2005 :4).
2.5 Tanda dan Gejala
a) Pada pria
1. Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-5 hari, kadang kadang lebih lama karena pengobatan diri sendiri tapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala
2.
3.
4.
5.
6.
dari uretra
Retensi urin akibat inflamasi prostat
Keluarnya nanah dari penis atau kadang-kadang sedikit mengandung darah.
Tempat masuk kuman pada pria di uretra manimbulkan uretritis. Yang paling sering adalah
uretritis anterior akut dan dapat menjalar sehingga terjadi komplikasi. Komplikasi bisa berupa
komplikasi lokal, yaitu : tisonitis, parauretritis, littritis, dan cowperitis. Komplikasi asenden,
yaitu : prostatitis, vesikulitis vas deferentitis/funikulitis epididimitis, trigonitis ; dan komplikasi
7.
diseminata.
Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas sewaktu kencing terdapat pada ujung penis atau
7. Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan rektum serta menyebabkan
nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual
8. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Wanita dan pria
homoseksual yang melakukan hubunga seks melalui anus, dapat menderita gonore di rektumnya.
Penderita akan merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah
disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja terbungkus oleh lendir dan nanah.
9. Pada umumnya terdapat rasa sakit pada punggung bagian bawah, bersama-sama keadaan tidak
enak badan
2.6 Komplikasi
a) Pada Pria
1. Tysonitis, biasanya terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan
yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan
pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan menjadi akses dan merupakan
2.
3.
Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara parauretra.
Radang kelenjar Littre (littritis), tidak mempunyai gejala khusus. Pada urin ditemukan benangbenang atau butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat dapat terjadi abses folikular. Diagnosis
4.
5.
6.
proktitis.
Gejala prostatitis kronik ringan dan intermiten, tetapi kadang-kadang menetap. Terasa tidak enak
di perineum bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. pada pemeriksaan prostat
teraba kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan
pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman gonokok.
7.
Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus ejakulatorium, dapat
timbul menyertai prostatitis akut atau apididimitis akut. Gejala subyektif menyerupai gejala
prostatitis akut, yaitu demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi atau
ejakulasi, dan sperma mengandung darah. Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba
vesikula seminalis yang membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada
8.
9.
penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
10. Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria. Gejalanya
berupa poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
b) Pada Wanita
1. Parauretritis. Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
2. Kelenjar bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri
tekan, terasa nyeri sekali bila pasien berjalan dan pasien sukar duduk. Abses dapat timbul dan
3.
pecah melalui mukosa atau kulit. Bila tidak diobati dapat rekurens atau menjadi kista.
Salpingitis, dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor predisposisi, yaitu
masa puerpurium, setelah tindakan dilatasi dan kuretase, dan pemakaian IUD. Infeksi langsung
terjadi dari serviks melalui tuba fallopi ke daerah salping dan ovum sehingga sehingga dapat
menyebabkan penyakit radang panggul (PRP). Gejalanya terasa nyeri didaerah abdomen bawah,
duh tuba vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal. PRP yang simtomatik
atau asimtomatik dapat menyebabkan jaringan parut pada tuba sehingga dapat mengakibatkan
infertilitas atau kehamilan diluar kandungan.
Diagnosis banding yang perlu dipikirkan antara lain kehamilan di luar kandungan, apendisitis
akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional, dan divertikulitis. Penegakan diagnosis
dilakukan dengan pungsi kavum Douglas, kultur, dan laparoskopi.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram negatif,
intraseluler dan ekstraseluler, leukosit PMN. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah
setelah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari serviks, uretra, muara kelenjar
bartholin dan rektum. Asupan posistif apabila ditemukan diplokokus gram negative intrasel.
Sayangnya, metode pewarnaan ini kurang andal untuk didiagnosis gonore pada perempuan,
pasien asimtomatik dan infeksi direktum atau faring.
2. Kultur (Biakan)
Untuk memastikan diagnosis harus dilakukan pembiakan dari semua kemungkinan tempat
infeksi. Kuman memerlukan waktu 48 jam 96 jam untuk tumbuh dalam biakan, dan
berdasarkan anamnesis dan gejala, atau riwayat pajanan, terapi antibiotic biasanya sudah dimulai
sebelum hasil diperoleh, pembiakan (kultur) menggunakan media yaitu :
Media transport, misalnya media stuart dan media transgrow (merupakan gabungan media
transpor dan pertumbuhan yang selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis).
Media pertumbuhan, misalnya Mc Leods chocolate agar, media thayer martin (selektif untu
mengisolasi gonokok), agar thayer martin yand dimodifikasi.
3. Tes Definitif
Tes Oksidasi : Semua golongan Neisseria akan bereaksi positif
Tes fermentasi : Kuman gonokokus hanya meragikan glukosa
4. Tes Beta Laktamase
Hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning menjadi merah apabila kuman
mengandung enzim beta laktamase
5. Tes Thomson
Dengan menampung urine pagi dalam dua gelas tes ini digunakan untuk mengetahui sampai
dimana infeksi sudah berlangsung.
uji non biakan misalnya deteksi antigen dengan antibody limunofluoresensi langsung ( DFA )
dan enzyme immunosorbent assay ( EIA ) kurang dikembangkan dan jarang digunakan.
2.8 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Karena meningkatnya insiden yang cukup mengkhawatirkan dari N gonorrhoeae yang
resisten terhadap antibiotika, termasuk N gonorrhoeae penghasil penisilinase ( PPNG ) , N
gonorrhoeae yang resisten tetrasiklin ( TRNG ), dan strain dengan resisten yang berperantara
kromosom terrhadap berbagai antibiotika, maka terapi awal dengan sefriakson harus sangat
dipertimbangkan untuk pengobatan infeksi N gonorrhoeae disemua lokasi anatomis. Uji
kepekaan rutin dan uji penilaian kesembuhan harus diperoleh bila digunakan regimen yang tidak
mengandung seftriaksone.
a) Infeksi uretra, endoserviks, faring, atau rectum tanpa komplikasi pada orang dewasa
1. Seftriaksone, 25 mg secara intramuscular, sebagai dosis tunggal
2. Bila ada kemungkinan disertai infeksi klamidia, berikan juga doksisiklin, 100 mg secara oral 2x
sehari selama 7 hari, tetrasiklin 500 mg secara oral 4x sehari selama 7 hari, eritromisin basa /
strearat 500 mg secara oral 4x sehari selama 7 hari, eritromisin etilsuksinat 800 mg secara oral
4x sehari selama 7 hari / ezitromisin 1 g secara oral sekali.
b) Gonore pada pasien yang alergi penisilin.
Pada pasien yang tidak dapat menerima seftriakson berikan spektinomisin, 2 gram secara
intramuscular. Alternative lain adalah siprofloksasin, 500 mg secara oral sebagai dosis tunggal;
ofloksasin, 400 mg secara oral sekali; atau sefiksim, 400 mg secara oral sekali. Hanya kalau
infeksi terbukti dari strain non-PPNG dapat digunakan penisilin misalnya amoksisilin, 3 gram
secara oral dengan probenesit 1 gram. Semua regimen ini harus diikuti dengan doksisiklin, 100
mg 2x sehari selama 7 hari, atau tetraksiklin, 500 mg secara oral setiap 6 jam selama 7 hari,
untuk mengobati infeksi klamidia yang menyertai. Spektinomisin tidak boleh digunakan untuk
mengobati infeksi faring. Kalau infeksi faring tidak dapat diterapi dengan seftriakson, harus
c)
sehari selama 7 hari, harus ditambahkan pada semua regimen untuk berjaga-jaga terhadap
kemungkinan infeksi klamidia.
e) Infeksi gonokokus diseminata.
Biasanya diperlukan perawatan rumah sakit. Salah satu dari regimen antibiotika berikut
sudah memadai.
1. Seftriakson 1 g secara intramuscular atau secara intravena 1x sehari.
2. Sefotaxim 1g secara intravena setiap 8 jam.
3. Seftizoksim 1 g secara intravena setiap 8 jam.
4. Pasien yang alergi terhadap obat laktam harus diterapi dengan spektinomisin, 2 g secara
5.
f)
Kegagalan terapi.
Infeksi yang terjadi setelah terapi dengan seftriakson biasanya adalah akibat reinfeksi dan
bukannya kegagalan regimen terapi . pasien dengan gejala yang berlanjut setelah terapi yang
tepat, harus menjalani pembiakan N Gonorrhoeae dengan uji kepekaanterhadap semua isolate.
Jiak hasil biakan negative, diagnosis uretritis nongonokokus harus dipertimbangkan dan
a) Riwayat Keperawatan
a. Identitas
Meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
Nama,
Umur : angka terjadi pada perempuan berusia 15 19 th dan laki-laki berusia 20 24 tahun
Jenis kelamin : bisa terjadi pada kedua jenis kelamin tetapi angka tertinggi pada perempuan
Agama
Auku bangsa : angka gonnorea di Amerika serikat lebih tinggi daripada di negara-negara inustri
lainnya
6. Pekerjaan
7. Pendidikan
8. Status perkawinan
9. Alamat
10. Tgl MRS.
b. Keluhan Utama
Klien biasanya mengatakan nyeri saat kencing namun ada juga yang asimtomatik.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
P = Tanyakan penyebab terjadinya infeksi ?
(Terinfeksinya dikarenakan sering berhubungan seks tanpa pengaman )
Q = Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut.
(Berupa rasa gatal, panas sewaktu kencing terdapat pada ujung penis atau bagian distal uretra,
perasaan nyeri saat ereksi)
R = Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar ?
(Rasa tidak nyaman pada uretra kemudian diikuti nyeri ketika berkemih)
S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan.
(Rata-rata nyeri berskala 7)
T = Kapan keluhan dirasakan ?
(Keluhan dirasakan pada saat akan berkemih)
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan pada kx apakah ada anggota keluarga px yang menderita penyakit yang sama
seperti yang diderita px sekarang dan juga apakah ada penyakit keturunan yang di derita
keluarganya.
b) Pola Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan kesehatannya dalam kehiduoan sehati harinya, misalnya PH
dari klien seperti mandi dan gosok, gigi serta kebiasaan kebiasaan dalam mengkonsumsi
minum minuman keras dan perokok.
2. Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan pola tidur klien setiap harinya, sebelum dan setelah sakit,
biasanya klien akan mengalami gangguan pola tidur karena proses inflamasi dan pembengkakan
jika telah terjadi komplikasi.
3. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji kegiatan keseharian dari klien, dan keteraturan klien dalam berolahraga.
4. Pola hubungan dan peran
Perlu dikaji bagaimana peran klien dengan keluarganya dan lingkungan sekitarnya, biasanya
pada klien dengan gonore hubungan peran dengan keluarga terutama suami atau istri kurang baik
sehingga menyebabkan pelampiasannya dengan orang lain yang telah terjangkit gonore.
5. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji bagaimana persepsi klien dengan kondisi tubuhnya yang menderita gonore, apakah
hal ini akan mempengaruhi konsep diri klien yang menyebabkan klien ini akan merasa rendah
diri.
6. Pola sensori dan kognitif
Perlu dikaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakit yang dideritanya dan juga kognitif
klien, misalnya tingkatan pendidikannya. Biasanya pada klien gonore tingkat pendidikannya
rendah sehingga mereka sulit mendapatkan pekerjaan dan akan melakukan pekerjaan yang bisa
menyebabkan tertularnya gonore.
7. Pola penanggulangan stress
Perlu dikaji bagaimana klien dalam menangani stress yang dialami berhubungan dengan kondisi
sakitnya.
8. Pola tata nilai dan kepercayaan
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan beribadah klien, serta kepercayaannya.
9. Pola reproduksi dan seksual
Perlu dikaji apakah klien masih dalam masa subur atau tidak, berapa jumlah anaknya, apakah
menggunakan alat kontrasepsi dan dengan kondisi sakitnya saat ini bagaimana pola seksualitas
dari klien, biasnya klien mengalami perubahan dalam pola seksualnya karena adanya inflamasi
pada organ reproduksinya.
10. Pola eliminasi
Perlu dikaji frekuensi dan konsistensi BAB serta BAK klien setiap harinya, apakah mengalami
gangguan atau tidak, biasanya klie mengalami disuria dan sulit untuk BAB serta diikuti dengan
rasa nyeri.
11. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien perlu dikaji dengan kondisi sakitnya, apakah klien mengalami gangguan pola makan,
namun biasanya klien akan merasa malas, dan mengalami gangguan pola makannya karena
adanya inflamasi pada faringnya sehingga akan mengalami penurunan metabolisme tubuh.
c) Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat Kesadaran
GCS : biasanya kesadaran pasien normal yaitu 4,5,6
Observasi TTV Klien, yaitu :
Nadi
Tekanan Darah
RR
Suhu
2. Pengkajian Persistem
a. Sistem Integumen
Biasanya terjadi inflamasi jaringan sekitar uretra, genital lesions dan skin rashes.
b. Sistem Kardiovaskuler
Kaji apakah bunyi jantung normal / mengalami gangguan, biasanya pada klien bunyi jantung
normal, namun akan mengalami peningkatan nadi karena proses dari inflamasi yang
mengakibatkan demam.
c. Sistem Pernafasan
Perlu dikaji pola nafas klien, auskultasi paru paru untuk mengetahui bunyi nafas, dan juga kaji
anatomi pada sistem pernafasan, apakah terjadi peradangan atau tidak. Biasanya pada klien
terdapat peradangan pada faringnya karena adanya penyakit.
d. Sistem Penginderaan
Kaji konjungtiva, apakah ada peradangan / tidak.
( Konjungtiva tidak mengalami peradangan, namun akan mengalami peradangan jika pada
konjungtivitis gonore dan juga bisa ditemukan adanya pus )
e. Sistem Pencernaan
Kaji mulut dan tenggorokan termasuk toksil.
( Mulut sudah terjaga PHnya dan tidak terdapat toksil )
Pada faring biasanya mengalami inflamasi sehingga akan mengalami gangguan dalam pola
makan
Apakah terdapat diare / tidak.
( Pola eliminasi vekal tidak mengalami gangguan )
Anus
Biasanya pasien mengalami inflamasi jaringan akibat infeksi yang menyebabkan klien sulit dan
nyeri saat BAB
f. Sistem Perkemihan
Biasanya klien akan mengalami , retensi urin karena inflamasi prostat, keluar nanah dari penis
dan kadang kadang ujung uretra disertai darah, pembengkakan frenulum pada pria, dan
pembengkakan kelenjar bartoloni serta labio mayora pada wanita yang juga disertai dengan nyeri
tekan.
g. Sistem Muskuluskeletal
Biasanya pada pasien laki laki tidak mengalami kesulitan bergerak, sedangkan pada pasien
wanita yang sudah mengalami komplikasi akan mengalami kesulitan dalam bergerak dan juga
saat duduk karena terjadinya komplikasi pembengkakan pada kelenjar bartholini dan juga labio
mayoranya.
1.2 Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri saat BAK berhubungan dengan adanya reaksi inflamasi pada uretra
ditandai dengan klien mengeluh sakit dan keluat nanah pada saat berkemih.
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya reaksi penyakit ( reaksi inflamasi )
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan yang ditandai dengan adanya
abses dan kemerahan
4.
Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan inflamasi pada prostat ditandai dengan
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam suhu tubuh klien
Kriteria Hasil :
Abses tidak ada
1.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan, meliputi
beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan
pengumpulan data. (Lismidar, 1990)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun dengan melihat
situasi dan kondisi pasien.
1.5 Evaluasi
1. Klien tampak rileks saat berkemih
2. Klien secara verbal mengatakan tidak sakit / tidak nyeri
3. Klien akan menggunakan pencegahan non analgetik untuk mengurangi rasa nyerinya.
4. Skala nyeri klien 2 3 / 0
5. Tanda tanda vital klien dalam batas normal
6. Klien tampak tenang
7. Suhu tubuh klien normal
8. Klien tampak nyaman
9. Secara verbal klien mengatakan nyaman
10. Tanda vital klien normal
11. Tidak ada perubahan warna kulit dan klien tidak pusing
12. Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
13. Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
14. Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan mempengaruhi hasil