Você está na página 1de 7

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Trauma merupakan cedera / rudapksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma andomen adalah cedera pada abdomen dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2002). Trauma perut merupakan luka
pada isi rongga perut dapat terjadi atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/pentalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan
laparatomi (FKUI, 1995)
B. Patofisiologi/pathways
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen


(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih


Gangguan cairan
dan eloktrolit

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

(Sumber : Mansjoer,2001)

C. Etiologi dan klasifikasi


Trauma terbagi atas 2 jenis yaitu trauma tembus dan trauma tumpul:
1. Trauma tembus ( trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum)
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritomium)
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman.
D. Tanda dan gejala (manifestasi klinis)
Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien dengan trauma
abdomen :
1. Laserasi, memar, ekimosis
2. Hipotensi
3. Tidak adanya bising usus
4. Hemoperitonium
5. Mual dan muntah
6. Adanya bunyi bruit (bunyi abnormal pada auskultasi pembeluh darah, biasanya pada
arteri karotis)
7. Nyeri
8. Perdarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa. Tanda
ini ada saat pasien dalam posisi recumbent
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada perdarahan
retroperitoneal
14. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum, skrotum atau labia pada fraktur pelvis.
15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika
dilakukan perkusi pada hematoma limfe.
(Lynda, 2002)
Menurut Hudak & Gallo (2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu:
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritoneum yang disebabkan oleh iritasi
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben

4. Mual dan muntah


5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock heromaragi
E. Komplikasi
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera
2. Lambat : infeksi
F. Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax
2. Pemeriksaan darah rutin
Penurunan Hb diperkirakan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat
duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoeal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan,
kerjakan laparatomi (gold standard).
1) Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
- Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
- Trauma pada bagian bawah dari dada
- Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
- Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera

2)

otak)
- Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
- Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
Hamil
Pernah operasi abdominal

Operator tidak berpengalaman


Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

7. Ultrasonografi dan CT Scan


Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
G. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas menggunakan
teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa
adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan
apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban tersengalsengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tandatanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan
napas
H. Pengkajian sekunder
Pengkajian Fisik
1.
Inspeksi
harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya tumor, dilatasi
vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
Saikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue sehingga
melemaskan dinding perut dan rasa sakit
2. Palpasi
Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan titik McBurney,

iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound tenderness

Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi, tumor, appendikuler
infiltrate
pemeriksaan vaginal
3. Perkusi
Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
4. Auskultasi
borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik
I. Diagnosa keperawatan
a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Intervensi keperawatan
1. Defisit

Volume

cairan

dan

elektrolit

berhubungan

dengan

perdarahan

Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.


Kriteria Hasil
: Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitami
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
e. Tranfusi darah
f. R/ menggantikan darah yang keluar.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen
Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria Hasil
: Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
b. Beri posisi semi fowler
R/ mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.


e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan


tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko
infeksi.
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
Kriteria Hasil : Klien tampak rileks
Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan
berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien
mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Kriteria Hasil: Mempertahankan mobilitas optimal
Intervensi :

a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak


R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan klien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

g. Kepustakaan
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
-

Edisi 6. Jakarta: EGC


Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan

Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC


FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media Aesculapius
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8

Vol.3. : Jakarta: EGC.


Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :

EGC

Você também pode gostar