Você está na página 1de 7

Nama

: Rendy Kurniawan

Kelas

: 9B Khusus

NPM / No.Absen

: 144060006071 / 19

PENGENAAN PAJAK TRANSAKSI E-COMMERCE

Latar Belakang
Perkembangan teknologi akhir - akhir ini telah membawa pergerakan ekonomi global
ke arah yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Penemuan komputer dan internet,
memungkinkan adanya interaksi baru para pelaku dari seluruh dunia, yang akhirnya
menciptakan model bisnis baru, termasuk e-commerce. Seiring dengan kemajuan teknologi
dan semakin berkembangnya penggunaan internet di Indonesia, jumlah transaksi online
atau yang dikenal dengan e-commerce pun semakin meningkat. Menurut lembaga riset
MarkPlus Insight, Indonesia adalah salah satu pengguna internet terbesar di dunia. Pada
tahun 2013 pengguna internet di Indonesia mencapai 74,57 juta. Dengan jumlah penduduk
sekitar 250 juta jiwa, penetrasi internet di Indonesia mencapai sekitar 30% dari total
populasi. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar e-commerce yang potensial.
Sistem berbelanja online di Indonesia terbagi melalui tiga saluran. Pertama, lewat toko
online, seperti lazada.com dan zalora.co.id. Kedua, melalui platform yang mempertemukan
penjual dengan pembeli, sekaligus menjadi forum bagi keduanya, contohnya kaskus.co.id
dan tokobagus.com. Ketiga, melalui jejaring sosial. Dengan semakin meningkatnya
pengguna internet yang diprediksi mencapai 149 juta pada dua tahun mendatang,
popularitas sosial media dan penetrasi telepon seluler yang bisa menjadi peranti akses
internet, maka diperkirakan transaksi e-commerce akan semakin melonjak di tahun - tahun
berikutnya. Salah satu perusahaan konsultan manajemen global terkemuka, Boston
Consulting Group, memprediksi di 2015 nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai
USD10 miliar atau sekitar Rp100 triliun, dan memprediksi ledakan e-commerce akan terjadi
di tahun 2020.
E-Commerce merupakan mekanisme transaksi jual beli alias belanja secara online.
Dengan sistem yang mudah, cepat dan dapat diakses di mana saja membuat bisnis online
kini mulai banyak dilirik oleh para pebisnis. Ecommerce sendiri berasal dari layanan EDI
(Electronic Data Interchange), layanan EDI ini telah berkembang sedemikian pesatnya di
negara-negara yang mempunyai jaringan komputer dan telepon. Jika sebelumnya kita telah
sering menggunakan media elektronik seperti telepon, fax, hingga handphone untuk
melakukan perniagaan / perdagangan, sekarang ini, kita dapat menggunakan internet untuk
melakukan perniagaan. E-Commerce memiliki beberapa jenis, yaitu :

Business to business (B2B):

Bisnis antara perusahaan dengan perusahaan lain

Business to consumer (B2C):

Retail, sifatnya melayani pelanggan yang bervariasi

Consumer to consumer (C2C):

Sifarnya lelang (auction)

Government: G2G, G2B, G2C,

Melakukan layanan terhadap perusahaan untuk keperluan bisnis hingga melayani


masyarakat.
Kehadiran e-commerce sebagai media transaksi baru ini tentunya menguntungkan
banyak pihak, baik pihak konsumen, maupun pihak produsen dan penjual (retailer). Dengan
menggunakan internet, proses perniagaan dapat dilakukan dengan menghemat biaya dan
waktu. Tapi, tahukah Anda bahwa bisnis E-Commerce memiliki potensi pajak yang besar,
meskipun belum memiliki aturan khusus. E-commerce ini sudah tumbuh sejak 10 tahun lalu
dan pada akhirnya akan menjadi tidak adil jika pelaku bisnis konvensional dikenakan pajak,
sedangkan pelaku e-commerce tidak dikenakan pajak. Secara umum, bisnis e-commerce ini
tidak ada yang berbeda dalam hal segi pemajakan. E-commerce merupakan transaksi
perdagangan barang dan/atau jasa lainnya, yang hanya berbeda dalam hal cara atau alat
yang digunakan. Dengan demikian, perlakuan pajak e-commerce sama dengan perlakuan
pajak atas perdagangan lainnya, termasuk tidak ada aturan khusus perpajakan yang
mengatur transaksi e-commerce ini.
Sebagai gambaran mengenai pesatnya bisnis e-commerce ini di indonesia, berikut
terdapat data mengenai estimasi perkembangan transaksi e-commerce di tingkat asia dan
salah satunya di indonesia :

Media

yang

sering

dipakai

untuk

melakukan

aktivitas perdagangan

online

adalah ecommerce dan forum online. Dari data Sharing Vision menjelaskan bahwa kaskus
(forum terbesar di Indonesia) merupakan media jual beli yang sering dikunjungi oleh
sebagian besar warga Indonesia. Disusul dengan Lazada, Bhinneka, Tokopedia, Zalora,
dan Berniaga. Dengan banyaknya bermunculan e-commerce di Indonesia ini membuktikan
bahwa tren 2 tahun ke depan warga Indonesia akan beralih ke e-commerce dalam
melakukan transaksi jual beli. Namun, kelemahan sekarang ini dalam perkembangan ecommerce.
Melihat data diatas, sangat jelas betapa besar potensi pajak yang ada atas bisnis ecommerce yang ada di indonesia ke depannya. Terlebih lagi, sangat besar kemungkinan
masih banyak pengusaha tersebut yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Hal ini harus
menjadi perhatian khusus bagi DJP selaku lembaga otoritas perpajakan dalam menggali
potensi dan dalam rangka mencapai target penerimaan pajak yang terus meningkat.
Pajak E-Commerce
Meningkatnya pertumbuhan transaksi e-commerce di Indonesia wajib menjadi
perhatian pemerintah untuk mulai mengatur aspek perpajakan transaksi e-commerce dalam
rangka optimalisasi penerimaan pajak di masa mendatang. Yang menjadi tantangannya
adalah bagaimana cara efektif untuk mengenakan pajak atas transaksi e-commerce ini.
Apindo pernah menyebutkan jika transaksi rata-rata e-commerce di Indonesia setiap tahun
mencapai 100 triliun rupiah. Dari angka-angka ini bisa kita prediksi berapa sebenarnya

potensi pendapatan negara dari sektor ini. Potensi pajaknya sangat besar, namun seringkali
luput dikenakan pajak karena sifat transaksinya yang unik. Selain itu, sulitnya menelusuri
dasar transaksi e-commerce yang seringkali terjadi lintas negara, dapat menjadi masalah
bagi penerapan aturan perpajakan. Dan satu hal lagi, aturan yang mampu menjangkau
peredaran seluruh e-commerce yang beroperasi di Indonesia, mutlak diperlukan. Selain
untuk mengantisipasi kerugian negara dari sektor perpajakan, aturan tersebut juga berfungsi
melindungi pelaku usaha dalam negeri dalam menghadapi era perdagangan bebas.
Setidaknya ada beberapa faktor pendukung mengapa e-commerce memiliki potensi
sangat tinggi di Indonesia.
1. Indonesia memiliki pengguna media sosial yang kuat. Hal ini bisa menjadi faktor
pendukung perkembangan e-commerce di mana komunitas media sosial bisa
menjadi sarana berbagi informasi.
2. Penetrasi perangkat mobile khususnya ponsel sangat tinggi di Indonesia. Jual beli
online via ponsel dengan memakai aplikasi mobile e-commerce pun mungkin akan
memiliki banyak peminat.
3. E-Commerce di Indonesia relatif masih dalam tahap baru lahir. Saat ini, tren ecommerce di sini mulai banyak diminati. Hal ini tampak dengan kehadiran berbagai
website e-commerce lokal maupun mancanegara yang beroperasi di Indonesia.
Masyarakat sendiri mulai banyak yang melakukan transaksi jual beli via dunia maya
4. Harga bisa jauh lebih murah dan persaingan sehat.
Pemerintah sedang mempersiapkan aturan khusus pajak sektor perdagangan
melalui

internet

(e-commerce).

Pemerintah

memperkiraka

potensi

pajak e-

commerce mencapai Rp10 triliun atau 10 persen dari rata-rata nilai transaksi ecommerce.
Hal - hal itulah yang menjadi penyebab kenapa bisnis e-commerce ini sangat penting bagi
penerimaan perpajakan kita, yakni karena perkembangannya yang terus meningkat pesat
dan memiliki potensi besar bagi penerimaan perpajakan.
Pajak atas transaksi e-commerce sesuai dengan SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan
Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commece telah mempertegas bahwa tidak ada
pajak baru dalam transaksi e-commerce. Sehingga tidak ada perbedaan dalam penerapan
peraturan

perundang-undangan

perpajakan

antara

transaksi

e-commerce

ataupun

konvensional. Oleh karena itu bagi penjual atau pembeli dapat dikenakan pajak sesuai
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang sudah ada.
Penggalian pajak atas transaksi e-commerce selain untuk menambah penerimaan
negara, juga bertujuan untuk menerapkan keadilan bagi semua wajib pajak baik
konvensional maupun e-commerce. Karena pada dasarnya kewajiban wajib pajak pelaku
bisnis konvensional atau e-commerce tidak berbeda.

Kegagalan dalam memungut pajak dari transaksi e-commerce akan mengakibatkan


tidak dilaksanakannya

prinsip

keadilan dalam penegakan

hukum,

mengakibatkan

ketidakseimbangan dalam persaingan antara pengusaha karena beban pajak yang tidak
merata di antara wajib pajak tersebut, serta penerimaan negara dari pajak yang tidak
maksimal.
Pelaku bisnis di bidang e-commerce mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dengan pelaku bisnis yang lain. Tidak ada perlakuan khusus atau pengenaan pajak baru
terhadap transaksi e-commerce. Seperti di negara Jepang pengenaan pajak dapt berjalan
efektif apabila terjalin kerjasama yang baik antara berbagai institusi baik pemerintah maupun
swasta. Aspek pajak tersebut pertama, Pajak Penghasilan (PPh) yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang menjadi penghasilan Wajib Pajak. Intinya kalau ada
keuntungan atau laba, maka dia harus bayarkan PPh. Kemudian yang kedua adalah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. PPN juga dikenakan atas impor
Barang Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Tantangan
Dalam mewujudkan hal hal tersebut tentunya ada bayak tantangan yang dihadapi.
Sebagai contoh, terkait pengenaan pajak di bisinis e-commerce ini seluruh stakeholders
harus mempertimbangkan kemajuan sektor industrinya. Karenanya, perlakuan perpajakan
bagi sektor ini haruslah tetap mempertimbangkan masa depan industri yang bersangkutan.
Kita juga tentunya tidak ingin industri e-commerce Indonesia gagal berkembang dan
bersaing dengan industri sejenis dari seluruh dunia, hanya karena kita gagal mencari titik
keseimbangannya. Pemerintah dituntut untuk menetapkan aturan pajak yang tidak
menyulitkan dalam mekanisme pelaksanaan, sanksi yang jelas, serta tarif yang tidak besar.
Kesulitan selanjutnya adalah mendeteksi cross border transaction atas e-commerce.
Transaksi e-commerce ini tidak hanya di dalam negeri saja, melainkan terdpatap transaksi
lintas batas negara yakni ekspor dan impor dimana nilainya pun tidak sedikit. Transaksi jual
beli yang melewati batas negara tersebut dapat dikurangi dengan membuat National
Payment Gateway (NPG). NPG merupakan satu pintu pembayaran yang dilakukan melalui
elektronik. Sistem tersebut dapat mendeteksi semua transaksi yang dilakukan secara lebih
terstruktur dan mudah diawasi karena semua jaringan dan sistem pembayaran akan
terhubung menjadi satu. Apabila hal-hal yang tersebut diatas mulai dari data pihak ketiga,
teknologi informasi yang mutakhir dan NPG dapat diwujudkan maka potensi berapapun dari
transaksi e-commerce dapat digali untuk mengamankan penerimaan negara.

Kesulitan yang lain yakni bahwa begitu banyaknya jenis transaksi online ini
menyulitkan pemerintah dalam menetapkan aturan. Pertumbuhan teknologi serta pengguna
internet akan mendorong pertumbuhan bisnis online. Dan hal itu ditunjukkan dengan
beragamnya macam transaksi online yang merupakan potensi pajak. Potensi penerimaan
pajak dari sektor itu bukan hanya dari transaksi dagang saja. Contohnya adalah iklan yang
ditayangkan secara online, app store, pelayanan pembelian online bisa dikenakan pajak.
Karena itu, pemerintah harus bisa mengantisipasinya agar dapat memanfaatkannya sebagai
potensi penerimaan negara.
Adapun kendala lainnya yang juga dapat dihadapi adalah bagaimana dalam
melakukan pengawasan dan pengendalian atas kepatuhan para wajib pajak. Hal ini tentu
diperlukan adanya kerja sama dengan pihak ketiga terkait aktivitas transaksi para
pengusaha tersebut. Dimana dalam memperoleh data wajib pajak ada hal mengenai
kerahasiaan data. Hal ini perlu diatasi dengan melakukan kerja sama yang baik antara
pemerintah dengan pihak ketiga.
Saran
Melihat begitu luasnya jenis transaksi e-commerce ini, maka perlu ada kajian
mendalam mengenai aturan dan mekanisme pengenaan pajak atas bisnis e-commerce ini.
Berikut beberapa hal yang dapat disimpulkan atas masalah terkait pajak atas transaksi ecommerce ini, antara lain :
1. Perlu adanya aturan yang mampu mengendalikan seluruh transaksi e-commerce,
baik mulai dari tarif, sanksi, kewajiban, dan lain - lain.
Untuk tahap awal, mungkin diperlukan masukan dari berbagai pihak baik itu para
ahli, lembaga, pengusaha, bank, dan pihak pihak lain yang terkait dengan bisnis ecommerce ini agar tercapai kesepakatan sehingga pemajakan yang dilakukan tidak
mematikan dan membuat lesu perkembangan bisnis e-commerce ini, sehingga yang
awalnya potensi besar malah mengecil. Karena mengingat transaksi online ini sangat
banyak tapi jumlahnya kecil kecil dimana ini menunjukkan mayoritas pengusaha
tersebut adalah pengusaha kecil sehingga kalau dimatikan karena pajaknya terlalu
besar, pemasukan pada negara juga tidak dapat optimal. Oleh karena itu, lintas
kementerian dan Direktorat Jenderal Pajak harus segera berinisiasi menentukan
sistem dan nilai pajak yang tepat agar industri perdagangan elektronik ini dapat
menguntungkan banyak pihak.
2. Perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah, swasta, pengusaha, dan
stakeholder lainnya dalam rangka mewujudkan pengenaan pajak e-commerce ini.
Sebagai contoh yaitu adanya kerja sama dengan pihak ketiga yakni dalam supplay
data dari pihak ketiga yang dapat dijadikan bank data untuk memonitor kepatuhan

wajib pajak pelaku e-commerce. Data pihak ketiga ini sangat vital untuk melakukan
penggalian potensi pajak.
3. Dukungan teknologi informasi yang memadai.
Teknologi yang memadai sangat dibutuhkan Ditjen Pajak untuk menelusuri transaksi
keuangan dari wajib pajak pelaku e-commerce, mengingat kesulitan dari transaksi ini
adalah semua bukti dilakukan secara elektronik. Teknologi informasi harus dapat
mendeteksi transaksi yang dilakukan, sehingga pengawasan terhadap kepatuhan
wajib pajak dapat dilakukan. Tanpa kemampuan untuk mendeteksi transaksi,
pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak mustahil untuk dilakukan.
Karena seperti kita ketahui pada dasarnya wajib pajak ada yang patuh dan ada yang
masih bandel. Dalam rangka menjaring atau mengajak mereka agar ikut berkontribusi
terhadap negara disamping pihak pemerintah yakni DJP sebagai lembaga yang mempunyai
wewenang dalam memungut pajak, tentunya pemerintah juga harus memperhatikan strategi
bagaimana mereka mau dengan sukarela agar ikut membayar pajak. Sehingga dalam hal ini
setelah dijelaskan diatas mengenai poin- poin penting hal yang harus dilakukan pemerintah,
intinya adalah pemerintah supaya dalam merealisasikan potensi tersebut, harus benar
benar memperhatikan kebutuhan dari sisi wajib pajak terlebih dahului, mulai dari registrasi
yang standar dan mudah dengan sanksi yang jelas, kemudian perlu mekanisme yang praktis
dan mudah meski aspek pajaknya sama, serta insentif bagi infant e-commerce yang sedang
startup agar bisa tumbuh terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan agar ke depannya potensi
pajak ini dapat terus berkembang.
Daftar Pustaka

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=10152868713048403&id=5111009840
2&substory_index=0
https://fardiansyah7fold.wordpress.com/e-commerce-dan-perkembangannya-di-indonesia/
http://parkshinheru.blogspot.com/2014/01/perkembangan-e-commerce-di-indonesia.html
https://www.ipotnews.com/index.php?jdl=Pemerintah_Bidik_Pajak_E_Commerce_Rp_10_Tr
iliun&level2=newsandopinion&id=3523314&img=level2_economy_2&urlImage=#.VTmYUCH
tmko
http://news.wedding.my.id/go/view/1910340/potensi-pajak-belanja-online-kecil-tapibanyak.html
http://www.pajak.go.id/content/article/menelusur-pajak-atas-transaksi-e-commerce
http://dagdig.com/perkembangan-ecommerce-di-indonesia-2013-2015/
http://www.acommerce.co.id/data-statistik-mengenai-pertumbuhan-pangsa-pasar-ecommerce-di-indonesia-saat-ini/

Você também pode gostar