Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DEMAM TIFOID
Oleh:
Dr. Asri Indriyani Putri
Pendamping:
Dr. Fitri Isneni
Wahana:
RSUD SITI AISYAH LUBUKLINGGAU
PORTOFOLIO
Kasus-1
Topik : Demam tifoid
Tanggal (Kasus) : 13 Desember 2014
Presenter : dr. Asri Indriyani Putri
Tanggal Presentasi : Januari 2015
Pendamping : dr. Fitri Isneni
Tempat Presentasi : RSUD SITI AISYAH LUBUKLINGGAU
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan
Diagnostik
Bayi
Manajemen
Anak
Masalah
Dewasa
Lansia
Pustaka
Istimewa
Bumil
Neonatus
Remaja
Deskripsi : Anak laki-laki 13 tahun, Demam Tifoid
Tujuan : Tatalaksana Demam Tifoid
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara membahas
Pos
Pustaka
Diskusi
Data
Nama: An. R
Pasien:
Umur: 13 tahun
Agama: Islam
Bangsa: Indonesia
Nama Rumah Sakit: RSUD Siti
Telp :
Pekerjaan: -
No. Reg : -
Terdaftar sejak :
Aisyah
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit sedang dengan keluhan utama demam terus-menerus
selama 7 hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi
dan siang hari tanpa fase menggigil, disertai gejala konstitusional (malaise, anoreksia,
dan nyeri perut) dan gejala gastrointestinal yang mendominan (mual-muntah dan
buang air besar cair)
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan selama demam
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Sejak 7 hari sebelum berobat ke rs, pasien mengeluh demam yang dirasakan
terus-menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu
panas pada pagi dan siang hari. Menggigil tidak ada, berkeringat tidak ada, batuk
pilek tidak ada. Pasien tampak lesu dan tidak nafsu makan. Lidah terasa pahit. Pasien
juga mengeluh nyeri di daerah ulu hati, mual, dan muntah dengan frekuensi 2
2012.
Diunduh
dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No0
1_08_2012.pdf. 22 Januari 2012
Hasil Pembelajaran
1. Epidemiologi dan Etiologi
2. Patofisiologi demam tifoid
3. Penegakan diagnosis demam tifoid
4. Penatalaksanaan demam tifoid
1. Subjektif :
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh demam yang terus-menerus
selama 7 hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada
pagi dan siang hari tanpa fase menggigil, disertai gejala konstitusional (malaise,
anoreksia, dan nyeri perut) dan gejala gastrointestinal yang mendominan (mualmuntah dan buang air besar cair). Keluhan tersebut dicurigai dapat disebabkan oleh
demam tifoid atau malaria.
2. Objektif :
Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium) sangat
mendukung diagnosis demam tifoid. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
penemuan:
Lidah tampak kotor dengan tepi hiperemis (typhoid tongue)
Pemeriksaan widal typhii O 1/320
3. Assessment :
Seorang anak laki-laki berumur 13 tahun diantar oleh orangtuanya ke rumah
sakit dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 7 hari sebelum berobat. Demam
terus menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu
panas pada pagi dan siang hari, tidak menggigil, disertai keluhan gastrointestinal
seperti mual, muntah, nyeri perut, tidak nafsu makan, dan BAB cair. Dari keluhan
utama berupa demam lama dapat dipikirkan beberapa kemungkinan penyebab,
antara lain demam tifoid, malaria, atau TB paru.
Berdasarkan anamnesa, kemungkinan TB paru dapat disingkirkan karena sifat
demam pada penyakit ini biasanya subfebris. Selain itu penderita juga menyangkal
adanya batuk kronis, penurunan berat badan yang signifikan, dan riwayat kontak
dengan penderita Tb paru. Kemungkinan malaria masih belum dapat disingkirkan
meskipun dari anamnesis didapatkan bahwa pola demam tidak khas untuk malaria,
tidak ada keluhan menggigil, dan riwayat bepergian ke wilayah endemik malaria
disangkal. Untuk memastikan diagnosis malaria perlu dilakukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis. Dari sifat demam yang remitten dan
diikuti oleh adanya keluhan gastrointestinal (mual, muntah, nyeri perut, dan BAB
cair), maka kecurigaan sementara diagnosa pasien ini adalah demam tifoid,
meskipun harus dibuktikan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
laboratorium.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien tampak sakit sedang dengan suhu
tubuh 37,80C. Hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan demam. Lidah tampak
kotor dengan tepi yang hiperemis menunjukkan gambaran typhoid tongue. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri twekan epigastrium dan pembesaran hepar
2 jari bawah arcus costae dengan permukaan rata dan tepi tumpul. Temuan yang
didapatkan dari pemeriksaan fisik ini semakin menguatkan kecurigaan diagnosis
sementara demam tifoid.
Untuk lebih memastikan maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan serologi widal yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi di
dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratypi. Uji ini dilakukan
pada awal minggu kedua sakit dan dinyatakan positif bila titer O 1/200 atau
meningkat lebih dari 4x dalam interval 1 minggu. Pada pasien ini, pemeriksaan
serologi widal menunjukkan hasil kadar titer O 1/320. Dari hasil pemeriksaan widal
sudah dapat dipastikan pasien ini menderita demam tifoid. Maka tatalaksana yang
sesuai adalah pemberian antibiotik kloramfenikol dan terapi simptomatik.
4. Plan :
Diagnosis : Demam Tifoid
Penatalaksanaan :
Tirah baring total dan mobilisasi bertahap
Diet bubur
Kloramfenikol tab 4x500 mg sampai 7 hari bebas panas, minimal 10 hari
Parasetamol tab 3x250 mg (jika suhu >39.5oC)
Edukasi keluarga :
1. Memberitahu keluarga bahwa penyakit ini membutuhkan istirahat total
2. Menjaga pola makan pasien dengan diet lunak (bubur saring) yang diberikan
dalam porsi sedikit tapi sering, mengandung kalori dan protein yang tinggi, serta
3.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam
tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus
halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1
Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data
World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta
kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap
tahun.2 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis
dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah
15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini
tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan
358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun
atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di
Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.3
Etiologi
Demam tifoid adalah suatu infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C.
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin.1
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi.
Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu
apabila berada didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.
Akan tetapi Salmonella typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage,
dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63C).1
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan
yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya
keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari
seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber
kuman berasal dari laboratorium penelitian.1
Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti
organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel Peyers Patch, 2) bakteri bertahan
hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyers Patch, nodus limfatikus
mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial
3) bakteri
bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar
cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.1
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh
manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2), namun
sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam
usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi
minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor
sel
endotel
kapiler
dengan
akibat
timbulnya
komplikasi
seperti
gangguan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi
dalam empat kelompok, yaitu :
1. Pemeriksaan darah tepi
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang
dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer,
yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Tidak
selalu ditemukan leukopenia, diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit
oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas normal dan
dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit jumlahnya
menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis relatif, aneosinofilia, dapat
shift to the left ataupun shift to the right bergantung pada perjalanan penyakitnya.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
Gambaran sumsum tulang menunjukkan normoseluler, eritroid dan mieloid
sistem normal, jumlah megakariosit dalam batas normal.1,4,6
2. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun
mendeteksi antigen itu sendiri.6
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :
a) Uji Widal
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi
terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896.
Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita
dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang
sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer
antibodi dalam serum.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid yaitu;
1.
2.
3.
b) Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah
yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak
memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid,
biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
c) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak pada
infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.
d) Kompres air hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu
tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang
belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang,
sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi
perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada
medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian
anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan
pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (berkeringat),
diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan
normal kembali.7
Medikamentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberikan antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk
menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi
saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan
untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin.
b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah:1,4,5
Dosis Trimetoprim 10