Você está na página 1de 32

BAB I

PENDAHULUAN
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh,
pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur
didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis biasanya akibat adanya ruda paksa baik yang bersifat total maupun
yang bersifat parsial.
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka
yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan
pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
hormon pada menopause
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah 4R yaitu rekognisi,
reduksi, retaining, dan rehabilitation. Rekognisi (mengenali) ialah tahap awal
dimana harus diketahui kapan terjadinya trauma, dimana terjadinya, jenisnya,
berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang
bersangkutan (mekanisme trauma) sehingga dapat diketahui kemungkinan fraktur
apa yang terjadi. Selanjutnya adalah reduksi (mengembalikan jaringan atau
fragmen ke posisi semula sehingga bagian yang sakit dapat berfungsi kembali
dengan maksimal), Setelah direduksi, perlu retaining (mempertahankan hasil
reposisi dengan fiksasi yang akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas
yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat). Prinsip yang
terakhir adalah rehabilitasi yaitu mengembalikan kemampuan anggota yang sakit
agar dapat berfungsi kembali.

BAB II
STATUS PASIEN
I.

Identifikasi Pasien

Nama

: Ahmad Suparman

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 28 Juli 1987 (27 tahun)

Pekerjaan

: Swasta

Status

: Menikah

Alamat

: Mangga Besar Prabumulih Utara

Agama

: Islam

No Reg/ Medrec

: RI 15006276/78277

Tanggal MRS

: 6 Maret 2015

II.

Anamnesis (Autoanamnesis kepada pasien pada tanggal 19 Maret


2015)
A. Keluhan Utama :
Sulit berjalan setelah kecelakaan lalu lintas
B. Keluhan Tambahan:
Nyeri bila berjalan jauh
C. Riwayat Perjalanan Penyakit:
2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit, penderita mengalami
kecelakaan lalu lintas, mobil yang ditumpangi pasien menabrak mobil di
depannya, kaki terjepit di bawah dashboard. Saat itu pasien tidak dibawa ke
RS dan dibawa ke pengobatan alternatif. Penderita mengeluh sulit
menggerakan tungkai kiri. Hilang rasa pada tungkai kiri (-), luka pada
tungkai kiri (-). Penderita lalu berobat ke RSMH Palembang.

D. Riwayat Penyakit Dahulu:


Hipertensi
Diabetes Mellitus
Alergi
Riwayat trauma sebelumnya

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: 2 bulan yang lalu penderita

mengalami kecelakaan lalu lintas


E. Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Hipertensi
Diabetes Mellitus
Alergi
Riwayat yang sama dalam keluarga
III.

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Pemeriksaan Fisik (pada tanggal 12/03/15)


A. Status Generalis

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 kali/menit

Frekuensi Pernapasan : 18 kali/menit

Temperatur

: 36,8 0C

Tinggi Badan

: 170 cm

Berat Badan

: 69 kg

B. Status Lokalis
Kepala
o Mata

:
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
edema palpebra (-), refleks cahaya (+/+),
pupil bulat, isokor, diameter = 3mm

o Hidung

: sekret (-), deformitas (-), nafas cuping


hidung (-)

o Mulut

: sianosis (-), cheilitis (-), stomatitis (-),


tonsil

T1-T1

hiperemis (-)

hiperemis

(-),

faring

Leher

Thoraks

: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

o Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

Batas atas jantung ICS II linea midclavicularis sinistra


Batas bawah jantung ICS IV linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung ICS IV linea midclavicularis sinistra

Auskultasi

: HR = 80 x/m, Bunyi Jantung I-II normal,


murmur (-), gallop (-)

o Pulmo
Inspeksi

: statis dan dinamis simetris

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing


(-)

Abdomen
o Inspeksi

: datar

o Palpasi

: lemas, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan


(-)

o Perkusi

: timpani di seluruh lapang abdomen

o Auskultasi

: bising usus (+) normal

Inguinal
Ekstremitas superior

: pembesaran KGB (-)


: hangat, sianosis (-), deformitas (-), CRT <

Ekstremitas inferior

2
: akral hangat, sianosis (-), deformitas (+),
CRT < 2

Status Lokalis
Regio femur dextra, didapatkan:

Look

: Shortening (+) Discrepency (+), Deformitas (+),


luka terbuka

Feel

: suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (-), NVD


baik, fungsi sensorik baik, krepitasi (-).

Movement

: ROM aktif dan pasif terbatas, kekuatan = 3

Regio femur sinistra, didapatkan:


-

Look

: Deformitas (-). Scar (-) hematom (-), luka terbuka


(-).

Feel

: suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (+), NVD


baik, fungsi sensorik baik, krepitasi (-).

IV.

Movement

: ROM aktif dan pasif normal, kekuatan = 5

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (28/02/2015)
Jenis
Pemeriksaan

Hasil

Rujukan

Interpretasi

HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb)

16,4 g/dl

11,7 15,5 g/dl


6

Eritrosit (RBC)

5,54 x 10 /mm

Leukosit (WBC)

Normal

4,20 106/mm3

4,87

x Menurun

7,9 x 103/mm3

4,5
103/mm3

11,0

x Normal

Hematokrit

46%

43-49%

Normal

Trombosit (PLT)

223 x 103/l

150 450 x 103/l

Normal

Diff Count
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

0%
17 %
51 %
61 %
5%

01%
16%
25 40 %
28%
28%

Normal
Normal
Menurun
Normal
Normal
Normal

83 mg/dl

< 200 mg/dl

Normal

Natrium (Na)

147 mEq/L

135 155 mEq/L

Normal

Kalium (K)

4,6 mEq/L

3,5 5,5 mEq/L

Normal

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu
ELEKTROLIT

Pemeriksaan Radiologis
1. Pada Rontgen Femur Dextra (9/02/2015)

Kesan : terdapat fraktur inter intertrochanter regio os femur dextra

V.

Diagnosis
Fraktur Intertrochanter regio os femur dextra

VI.

Penatalaksanaan
1. Rujuk ke Dokter Spesialis Ortopedi untuk penatalaksanaan kausatif:
Tindakan operatif dengan Repair Open Reduction and Internal Fixation
(ORIF)
2. Simptomatik

: As. Mefenamat 3x 500mg

3. Suportif

: bed rest

4. Edukatif

: informed consent tindakan

5. Rehabilitatif

VII.

: Fisioterapi post op

Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: dubia

VIII. Follow Up

S:
O:
KU
Sens
TD
PR
RR
T
S:
O:
KU
Sens
TD
PR
RR
T

10/03/2015
12/03/2015
Nyeri pada tungkai Nyeri pada tungkai -

14/03/2015

kanan

kanan

Baik
Compos mentis
110/70 mmHg
82 kali/menit
18 kali/menit
36,5 0C
16/0315
-

Baik
Compos mentis
110/70 mmHg
88 kali/menit
20 kali/menit
36,60C
18/03/2015
-

Baik
Compos mentis
120/80 mmHg
84 kali/menit
18 kali/menit
36,7 0C
20/03/2015
-

Baik
Compos mentis
120/70 mmHg
85 kali/menit
18 kali/menit
36,7 0C

Baik
Compos mentis
120/80 mmHg
88 kali/menit
18 kali/menit
36,5 0C

Baik
Compos mentis
110/70 mmHg
82 kali/menit
20 kali/menit
36,8 0C

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Fraktur
3.1.1 Definisi1,2,3,4
Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis biasanya akibat adanya ruda paksa baik yang bersifat
total maupun yang bersifat parsial
3.1.2 Proses Terjadinya Fraktur1

Proses terjadinya fraktur tergantung pada keadaan fisik tulang dan keadaan
trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai
struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir. Kebanyakan
fraktur terjadi karena

kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan

membengkok, memutar dan tarikan.


Trauma dapat bersifat:
-

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi


fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi bersifat komunitif dan

jaringan lunak ikut rusak.


Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.

3.1.3 Klasifikasi Fraktur1,2,5


1.

Klasifikasi etiologis
a. Fraktur traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba
b. Fraktur patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
c.

akibat kelainan patologis di dalam tulang


Fraktur stres, terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu
tempat tertentu

2.

Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup (simple fracture) tanpa hubungan dengan dunia
luar

10

b.

Fraktur terbuka (compound fracture) berhubungan dengan dunia


luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within dan from without sehingga memungkinkan masuknya

c.

kuman dari luar ke dalam luka


Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) disertai
dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion,

3.

infeksi tulang
Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
a. Diafisial
b. Metafisial
c. Epifisis
d. Intra-artikuler
e. Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
a. Fraktur transversal
b. Fraktur oblik
c. Fraktur spiral
d. Fraktur Z
e. Fraktur segmental
f. Fraktur komunitif
g. Fraktur kupu-kupu
h. Fraktur greenstick
i. Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
j. Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo
k. Fraktur depresi, karena trauma langsung
l. Fraktur impaksi
m. Fraktur pecah (burst), fragmen kecil yang berpisah
3. Menurut ekstensi
a. Fraktur total
b. Fraktur tidak total (fraktur crack)
c. Fraktur buckle atau torus
d. Fraktur garis rambut
e. Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
a. Tidak bergeser
b. Bergeser, dapat terjadi dalam 6 cara, yaitu bersampingan,
angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi

3.1.4 Gambaran Klinis Fraktur

11

Anamnesis1,2
Penderita datang dengan traumatik fraktur, baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Fraktur tidak selalu terjadi di daerah trauma dan mungkin
terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian, jatuh di kamar mandi pada orang tua, trauma olah
raga, dll. Penderita datang karena nyeri, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi), pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas,
kelainan gerak, krepitasi atau gejala lainnya.
Pemeriksaan Fisik1,2,3
Pada pemeriksaan awal, diperhatikan adanya:
1.
2.
3.

Syok, anemia atau perdarahan


Kerusakan pada organ lain
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan Lokal
-

Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Tanda anemia karena perdarahan
Luka pada kulit dan jaringan lunak (membedakan fraktur terbuka

dan tertutup)
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai hari
Deformitas berupa angulasi, rotasi, kependekan
Survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain
Kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi

1.

Palpasi (Feel)

2.

Temperatur setempat
Nyeri tekan, yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang


Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, a. dorsalis pedis, a. tibialis posterior (sesuai
dengan angota gerak yang terkena)

12

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian

distal daerah trauma, temperatur kulit


Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk

3.

mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai


Pergerakan (move)
Penderita diajak untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi

4.

proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma


Pemeriksaan neurologis
Berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelainan

neurologis,

yaitu

neuropraksia,

aksonotmesis

atau

neurotmesis
Pemeriksaan radiologis1,5
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
-

Dua posisi proyeksi, yaitu antero-posterior dan lateral. Jika


keadaan pasien tidak mengizinkan, dibuat 2 proyeksi yang tegak
lurus satu sama lain. Ada kalanya perlu proyeksi khusus,
misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal

atau humerus proksimal.


Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas

dan di bawah sendi yang mengalami fraktur


Dua anggota gerak
Dua trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada

dua daerah tulang


Dua kali dilakukan foto

Pemeriksaan radiologis selanjutnya adalah untuk kontrol:


a.

Segera

setelah

reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan


reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen intrameduler
(terkadang pen menembus tulang), plate dan screw (terkadang
screw lepas)
b.

Pemeriksaan periodik
untuk menilai penyembuhan fraktur
Pembentukan kalus
Konsolidasi
Remodeling

13

Adanya komplikasi: osteomielitis, nekrosis avaskuler,


nonunion, delayed union, malunion, atrofi Sudeck

Pemeriksaan radiologis lainnya:


1.

Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau


kondilus tibia
CT-scan
MRI
Radioisotop scanning

2.
3.
4.

3.1.5 Komplikasi Fraktur2,4


1.

2.

Komplikasi segera
a. Lokal
- Kulit dan otot: berbagai vulnus, kontusio, avulsi
- Vaskular: terputus, kontusio, perdarahan
- Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa, buli-buli
- Neurologis, otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
b. Umum
- Trauma multipel, syok
Komplikasi dini
a. Lokal
- Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi
sendi, osteomielitis
b. Umum
- ARDS, emboli paru, tetanus

3.
a.
-

Komplikasi lama
Lokal
Tulang: malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis,

gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren


Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma
Miositis osifikan
Distrofi refleks
Kerusakan saraf
Ulkus dekubitus akibat tirah baring lama
Umum
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan

hiperkalsemia)
Neurosis pasca trauma

b.

3.1.6 Penyembuhan Fraktur1,6


Penyembuhan Fraktur pada Tulang Kortikal

14

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase,
yaitu:
a.

Fase hematoma
Pada fraktur tulang panjang, pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian akan robek pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar akan diliputi periosteum. Periosteum terdorong dan robek
akibat tekanan hematoma sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
jaringan lunak. Osteosit dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan
mati.

b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal


Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan karena sel-sel osteogenik berproliferasi dari periosteum
untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum
membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis
medularis. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan
membentuk massa yang membentuk jaringan osteogenik.
c. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh
matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam
kalsium membentuk suatu tulang yang imatur (woven bone).
d.

Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)


Woven bone akan membentuk kalus primer dan diubah menjadi tulang
yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

e. Fase remodeling

15

Jika union sudah lengkap, tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tanpa kanalis medularis.
Kemudian, terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan
menghilang. Kalus intermediat menjadi tulang kompak dan berisi
sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan
membentuk ruang sumsum.

Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of Orthopaedics and
Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.

3.1.7 Prinsip dan Metode Pengobatan Fraktur


Secara umum, terdapat 4 prinsip umum pengobatan fraktur, yaitu:1,2
a.

Recognition (mengenali)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan :
-

Kerusakan pada tulang dan jaringan lunak


Mekanisme trauma (tumpul atau tajam, langsung atau tidak
langsung)

16

b.

- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
Reduction (mengembalikan)
Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi
semula (reposisi). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk

c.

mendapatkan posisi yang dapat diterima.


- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna
Retention/Retaining
Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi
fraktur). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas

d.

yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota yang sakit agar dapat
berfungsi semaksimal mungkin.

Metode pengobatan fraktur tertutup antara lain:1,2,3


1.

Konservatif
a.
Proteksi untuk mencegah trauma lebih lanjut, misalnya dengan
cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau
b.

tongkat pada anggota gerak bawah.


Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi), biasanya
menggunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bidai dari
plastik dan metal, diindikasikan untuk fraktur yang perlu

c.

dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.


Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna,
menggunakan gips, diindikasikan sebagai bidai pada fraktur
untuk pertolongan pertama, untuk imobilisasi sebagai pengobatan
definitif pada fraktur, imobilisasi untuk mencegah fraktur
patologis, sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang

d.

kurang kuat.
Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan

e.

imobilisasi, dengan cara traksi kulit dan tulang.


Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan
menggunakan alat-alat mekanik, seperti bidai Thomas, bidai

17

Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion


attachment. Tindakan ini untuk reduksi bertahap dan imobilisasi.
Indikasi:
- Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan reduksi tertutup
dengan manipulasi dan imobilisasi serta mencegah tindakan
-

operatif.
Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang
tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan
angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan

malunion, nonunion, delayed union.


Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang

panjang.
Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai

dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil.


Fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi
tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.

Terdapat 4 metode traksi kontinu yang digunakan, yaitu:


1.

Traksi kulit
Traksi dengan menggunakan leukoplas yang melekat pada
kulit disertai dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai

2.

Brown Bohler.
Traksi menetap
Traksi menggunakan leukoplas yang melekat pada bidai
Thomas atau bidai Brown Bohler yang difiksasi pada salah
satu bagian dari bidai Thomas, dilakukan pada fraktur femur

3.

yang tidak bergeser.


Traksi tulang
Traksi menggunakan kawat Kirschner (K-wire) dan pin
Steinmann yang dimasukkan ke dalam tulang dan dilakukan
traksi dengan menggunakan berat beban dengan bantuan
bidai Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat untuk
memasukkan pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah
tuberositas tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor, bagian
distal femur pada kondilus femur, kalkaneus (jarang

18

dilakukan), prosesus olekranon, bagian distal metakarpal dan


4.

tengkorak.
Traksi berimbang dan traksi sliding
Traksi yang digunakan pada fraktur femur, menggunakan
traksi skeletal dengan beberapa katrol dan bantalan khusus,
biasanya digunakan bidai Thomas dan Pearson attachment.

Komplikasi dari traksi kontinu, yaitu:


-

Penyakit trombo-emboli
Infeksi kulit superfisial dan reaksi alergi
Leukoplas yang mengalami robekan sehingga fraktur

mengalami pergeseran
Infeksi tulang akibat pemasangan pin
Terjadi distraksi di antara kedua fragmen fraktur
Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas, misalnya pada
tuberositas isiadikus

19

Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of Orthopaedics and
Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.

f.

Mobilisasi dini untuk menghindari komplikasi akibat tirah baring


lama. Rehabilitasi dimulai dengan mobilisasi bertahap dari

g.

tempat tidur ke kursi dan selanjutnya berdiri dan berjalan.4


Medikamentosa4
- Analgetik: paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000
mg per hari. Bila respons tidak adekuat, dapat ditambahkan
dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya adalah dengan
menggunakan NSAID seperti ibuprofen 400 mg, 3 kali
-

sehari.
Antibiotik perioperatif
Untuk
mencegah
tromboemboli,

dapat

diberikan

antikoagulan seperti warfarin, heparin, aspirin (75-325


mg/hari). Sebelum operasi, antikoagulan dihentikan. Setelah
operasi, antikoagulan diberikan hingga 2-4 minggu atau bila
h.

pasien sudah dapat mobilisasi.


Nutrisi3,7
Asupan nutrisi harus diperhatikan untuk mencegah malnutrisi.
Pasien dapat menerima nutrisi enteral dalam 12-24 jam
pascaoperasi. Suplemen protein oral harus diberikan dalam
jumlah besar, karena asupan pada masa pascaoperasi dapat

2.

kurang dari seharusnya.


Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus
dengan K-wire
K-wire perkutaneus dapat dimasukkan untuk mempertahankan reduksi
setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil. Dapat
dilakukan pada fraktur leher femur dan pertrokanter dengan
memasukkan batang metal, serta pada fraktur batang femur dengan
teknik tertutup dan hanya membuat lubang kecil pada daerah
proksimal femur. Teknik ini memerlukan bantuan alat rontgen image

3.

intensifier (C-arm).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang

20

Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan cepat (dalam


satu minggu) dalam ruangan yang aseptik. Alat-alat yang digunakan
dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan
plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin
Trephine (pin Smith Peterson), plate dan screw Smith Peterson, pin
plate teleskopik, pin Jewett dan protesis.
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula
digunakan berupa bone graft baik autograft/allograft, untuk mengisi
defek tulang atau pada fraktur yang nonunion. Operasi dilakukan
dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara
akurat dengan penglihatan langsung. Saat ini, teknik operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF (metode AO) yang dilakukan di Swiss
dengan menggunakan peralatan yang secara biomekanik telah diteliti.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid,
mobilisasi dini yang akan memberikan hasil fungsional yang
a.

maksimal.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
Indikasi:
-

Fraktur intraartikuler
Reduksi tertutup yang gagal
Terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
Jika diperlukan fiksasi rigid
Fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan

reduksi tertutup
Fraktur terbuka
Terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sehingga

diperlukan mobilisasi yang cepat


Eksisi fragmen yang kecil
Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis

avaskuler
Fraktur avulsi
Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV pada anak
Fraktur multiple

21

Untuk mempermudah perawatan penderita

Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of Orthopaedics and
Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.

b.

Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna


Indikasi:
-

Fraktur terbuka grade II dan III


Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis
Fraktur yang miskin jaringan ikat
Fraktur tungkai bawah penderita DM
Komplikasi:

4.

Infeksi (osteomielitis)
Kerusakan pembuluh darah dan saraf
Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal
Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union

atau nonunion
Emboli lemak

Eksisi fragmen tulang dengan penggantian dengan protesis


Pada fraktur leher femur atau sendi siku orang tua, biasanya terjadi
nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, maka dipasang
protesis,

yaitu

alat

dengan

komposisi

metal

tertentu

untuk

22

menggantikan bagian yang nekrosis. Metilmetakrilat sering digunakan


sebagai bahan tambahan.

3.2 Fraktur Femur1


Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh dimana fraktur dapat terjadi
mulai dari proksimal sampai distal tulang.

3.2.1 Anatomi Femur


Os femur terdiri atas Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan
proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian
panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Os femur atau Tulang
paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang
termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian,
yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.

Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang panggul. Dia


terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat,halus dan ditutupi

deengan tulang rawan sendi.


Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung diatasnya
terdapat trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat

trochanter minor.
Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan lateral
femur epicondilus medial. Bagian tersebut menunjang permukaan
persendian dengan tibia pada sendi lutut.4

23

Court-Brown, Charles M. 2009. Fractures in Adults: Chapter 52 Femoral Diaphyseal Fractures. London:
Lippincots Williams and Wilkins.

3.2.2 Klasifikasi Fraktur Femur


Femur adalah tulang terkuat dan terpanjang pada tubuh manusia, fraktur dapat
terjadi baik dari distal sampai ke proksimal femur.5,6 Fraktur femur secara umum
dibedakan atas: fraktur leher femur, fraktur daerah trokanter, fraktur subtrokanter, fraktur
diafisis femur, dan fraktur suprakondiler femur.2
a. Fraktur leher femur

24

Fraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis intertrokanter pada regio
intrakapsular tulang panggul.7 Fraktur ini seirng terjadi pada wanita usia di atas 60 tahun
dan biasanya berhubungan dengan osteoporosis. 8 Fraktur leher femur disebabkan oleh
trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari
sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trokanter baik
karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti
terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat
menyebabkan fraktur leher femur. 2
Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden 8,9

Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.


Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden 10


A. Stadium I
B. Stadium II

C. Stadium III
D. Stadium IV

b. Fraktur intertrokanter
Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat ekstrakapsular. 2,8 Seperti halnya
fraktur leher femur, fraktur intertrokanter sering ditemukan pada manula ataun penderita

25

osteoporosis, bila ditemukan pada usia muda biasanya disebabkan karena trauma yang
bersifat high energy seperti kecelakaan lalu lintas. 11
Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung pada trokanter mayor
atau pada trauma yang bersifat memuntir. Fraktur intertrokanter terbagi atas tipe yang
stabil dan tak stabil. Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang korteks medialnya hancur
sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang mencakup trokanter minor; fraktur
tersebut sangat sukar ditahan dengan fiksasi internal. 11

Klasifikasi fraktur intertrochanter Mller AO

c. Fraktur batang femur

26

Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang dewasa
muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap patologik sebelum
terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi kaki
tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur. Fraktur melintang dan oblik
biasanya akibat angulasi atau benturan lansung. Oleh karena itu, sering ditemukan pada
kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur mungkin bersifat kominutif atau
tulang dapat patah lebih dari satu tempat. 10
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur,
tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser.
Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur
femur sering disertasi dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai
penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel,
komunitif, fraktur Z, atau segmental.
d. Fraktur suprakondiler femur 10
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus
disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas:
tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif, yang dapat dilihat pada gambar 4.3.

Klasifikasi fraktur suprakondiler

27

A. Fraktur tidak bergeser


B. Fraktur impaksi

C&D. Fraktur bergeser


E. Fraktur komunitif

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai


pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.
Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang dengan
mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan spika
panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran
fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.
Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit
yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan trauma
saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.

e. Fraktur subtrokanter
Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat.
Gambaran klinisnya berupa anggota gerah bawah keadaan rotasi eksterna, memendek,
dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada
pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di
bawah trokanter minor. Garis fraktur bisa bersifat tranversal, oblik, atau spiral dan sering
bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi fleksi sedangkan distal
dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke proksimal. Pengobatan dengan reduksi
terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan plate dan screw. Komplikasi yang sering

28

timbul adalah nonunion dan malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi
atau bone grafting.2

3.3.6 Pengobatan1,9,10
1. Terapi konservatif
b.

Traksi

kulit

merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif


untuk mengurangi spasme otot
c.

Traksi

tulang

berimbang dengan bagian Pearsch pada sendi lutut. Indikasi traksi


d.

terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental


Menggunakan

cast

bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis


e.
Latihan
otot
dan
gerakan sendi terutama m.kuadriseps otot tungkai bawah, lutut, dan
pergelangan kaki
2. Terapi operatif
a.

Pemasangan plate dan

screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur


b.
Menggunakan K-nail,
AO-nail, atau jenis lain dengan operasi tertutup ataupun terbuka.
c.

Indikasi K-nail dan AO-nail terutama pada fraktur diafisis


Fiksasi

eksterna

terutama pada fraktur segmental, komunitif, infected pseudoartrosis


atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
3.3.7 Komplikasi1,2
1. Komplikasi dini
a.
b.
c.
darah
d.
e.
f.
2. Komplikasi lanjut

Syok
Emboli lemak
Trauma
pembuluh
Trauma saraf
Trombo-emboli
Infeksi

29

a.
b.
c.
d.
e.

Delayed union
Nonunion
Malunion
Kaku sendi lutut
Refraktur

BAB IV
ANALISIS KASUS
Suparman, 27 tahun datang berobat ke RSMH dengan keluhan
utama sulit menggerakkan tungkai kanan dan keluhan tambahan nyeri
ketika berjalan jauh. 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit, penderita
mengalami kecelakaan lalu lintas, mobil yang ditumpangi pasien menabrak
mobil didepannya dan kaki kanan pasien terhimpit dashboard, pasien
dibawa ke pengobatan alternatif. Saat itu pasien tidak dibawa ke RS dan
dibawa ke pengobatan alternatif. Penderita mengeluh sulit menggerakan
tungkai kanan. Penderita lalu berobat ke RSMH Palembang.

30

Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum


baik, tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dalam batas normal. Dari hasil
pemeriksaan fisik status lokalis pada regio femur dextra didapatkan
shortening (+) , diskrepensi (+), deformitas (+), luka terbuka (-), suhu sama
dengan sekitar, nyeri tekan (+), NVD baik, fungsi sensorik baik, krepitasi
(-). ROM aktif dan pasif terbatas. Berdasarkan pemeriksaan fisik,
ditemukan tanda-tanda fraktur seperti shortening, deformitas yang disertai
dengan ROM aktif dan pasif terbatas.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, kemungkinan besar penderita mengalami fraktur intertrochanter
pada regio femur dextra. Dari hasil pemeriksaan rontgen femur dextra AP
menunjukkan bahwa terdapat fraktur intertrcochanter femur dextra tipe
stabil.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah open
reduction and internal fixation (ORIF). Prognosis pasien ini adalah quo ad
vitam dan quo ad functionam bonam.

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Bab 14 Trauma.
Makassar: Bintang Lamumpatue.
2. Sjamsuhidajat R, Warko Karnadihardja, Theddeus O.H. Prasetyono, Reno
Rudiman. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3: Bab 42 Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.
3. American College of Surgeons. 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctors
Student Course Manual Eighth Edition: Bab 8 Trauma Muskuloskeletal. Jakarta:
IKABI.
4. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.

32

5. Rasad, Sjahriar. 2011. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua: Bab VI Tulang. Jakarta:
Badan Penerbit FK UI.
6. Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of
Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.
7. Griffiths dkk. 2012. Management of Femoral Fractures. London: The Association
of Anaesthetists of Great Britain and Ireland.
8. Court-Brown, Charles M. 2009. Fractures in Adults: Chapter 52 Femoral
Diaphyseal Fractures. London: Lippincots Williams and Wilkins.
9. Perry CR, Elstrom JA. Handbooks of fracture. Ed 2 nd. United State of America:
McGraw-Hill; 2000.
10. Emara, Khaled M. dan Mohammed Farouk Allam. 2006. The Journal of Trauma
Volume 63 Number 3: Intramedullary Fixation of Failed Plated Femoral
Diaphyseal Fractures: Are Bone Grafts Necessary? Kairo: Lippincots Williams
and Wilkins.
11. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.

Você também pode gostar