Você está na página 1de 23

BAB I

Laporan Kasus
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 69 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan : SMA
Suku
: Arab
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat
: Jl. Condet Raya, Jakarta Timur
Tanggal masuk rumah sakit : 7 April 2015

IV.

ANAMNESA (saat masuk RS)


Anamnesis dilakukan dengan autoanamnesa dam alloanamnesa pada tanggal 8
April 2015 di Bangsal Cendana II RS POLRI Raden Sukanto Jakarta Timur.
Keluhan Utama
: Tidak bisa berkemih 5 hari SMRS
Keluhan Tambahan : (-)
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RS POLRI R. Said Sukanto pada tanggal 7 Maret 2015.
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa berkemih sejak 5 hari SMRS. Pasien
mengaku sebelum hal ini terjadi, pasien mengalami gangguan berkemih kurang
lebih sejak 6 bulan SMRS. Pasien juga mengaku frekuensi berkemih menjadi
lebih sering, baik di siang hari ataupun di malam hari. Pasien juga mengaku
tidak dapat menahan keinginannya untuk berkemih, apabila ditahan maka ia
akan mengompol. Pasien mengaku adanya nyeri saat berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-

Pasien memiliki riwayat hipertensi


Pasien memiliki riwayat stroke 10 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Ayah pasien memiliki penyakit Diabetes Mellitus
Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat
Riwayat Operasi :

1
2
3
4
5

Riwayat operasi sebelumnya disangkal


Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak pernah merokok
Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang
Pasien memiliki kegemaran minum minuman bersoda
Pasien memiliki kebiasaan tidak gemar minum air mineral
Pasien memiliki kebiasaan gemar menahan buang air kecil saat beraktifitas
1

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Diperoleh dari rekam medik :

Keadaan umum
Status Kesadaran
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Suhu
RR
Berat badan
Tinggi badan
KEPALA
-

: Tampak Sakit Ringan


: Compos Mentis
: GCS:15 (E :4 M: 6 V:5 )
: 192/102 mmHg
: 85x / menit
: 37,0 C
: 16x/menit
: 80 kg
: 173 cm

Tidak terdapat deformitas


Penyebaran rambut pasien merata,tidak terdapat kebotakan
Kekuatan rambut pasien masih kuat,tidak mudah rontok

MATA

HIDUNG

: - Konjungtiva tidak pucat


- Sklera tidak ikterik
- Gerakan bola mata mengikuti arah cahaya
- Respon pupil kanan dan kiri terhadap cahaya baik.
: - Hidung simetris kiri-kanan
-

TELINGA

MULUT

LEHER

: : : -

THORAX
INSPEKSI

PALPASI

PERKUSI

: : : -

Lubang hidung tidak tampak ada sekret


Daun telinga simetris kiri-kanan
Fungsi pendengaran normal
Liang telinga bersih, tidak terdapat serumen
Mukosa tidak tampak kering
Tidak terlihat adanya pembesaran pada tonsil
Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe dan
kelenjar tiroid
Tidak terlihat deviasi trakea
Bentuk thorax normal,tidak tampak kelainan
Gerakan dada kanan-kiri simetris
Tidak teraba pelebaran sela iga
Tidak teraba deviasi trakea
Ekspansi paru normal
Vocal fremitus kanan-kiri sama normal
Perkusi pada paru didapatkan sonor pada
semua lapangan paru

AUSKULTASI

: -

Batas paru hati terdapat di Intercostal V


Suara nafas: vesiculer di seluruh lapang paru
Suara jantung : normal, tidak terdengar bunyi
murmur atau suara jantung tambahan
2

ABDOMEN
INSPEKSI

: -

Permukaan abdomen sedikit buncit. Tidak

PALPASI
PERKUSI

: : -

terdapat lesi.
Tidak teraba pembesaran hati dan spleen
Bunyi timpani pada seluruh lapang abdomen

AUSKULTASI

: -

Bising usus (+) normal,4x/min

Status Lokalis (pre-op) : 8 Maret 2015


GENITOURINARIA
Palpasi; kandung kemih terisi penuh, teraba masa kista di daerah suprasimfisis
Colok dubur: terdapat pembesaran kearah anterior, konsistensi kenyal, permukaan
rata, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak ada nodul

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
6 April 2015
Hemoglobin
: 13.2 g/dL (13-16 g/dL)
Hematokrit
: 41% (40-48%)
Leukosit
: 9.000/uL (5.000-10.000/uL)
Trombosit
: 245.000/uL
Masa Perdarahan
: 2 (1-6 menit)
Masa Pembekuan
:12 (10-15 menit)

Kimia Klinik:

SGOT
SGPT
Glukosa Glukometer
Ureum
Kreatinin

: 22,7 U/L
: 15,1 U/L
: 129
: 21 mg/dL
: 1.2 mg/dL

Elektrolit:

Natrium
Kalium
Chloride

: 144 mmol/L
: 3,2 mmol/L
: 106 mmol/L

Penatalaksaan yang Diberikan oleh Rumah Sakit:


-

Inj Ceftriaxone 2x1 gr.


Inj Rantin 2x1 amp
Inj Keterolac 3x1 amp
Drip NaCl 80 tetes/menit

V.

Laporan operasi
- Dokter ahli bedah: dr. Lambok Sp.U
- Asisten: Zr. Sri Astuti
- Perawat: Br. Agus
- Ahli anestesi: dr. Nini Sp.An
- Jenis anestesi: RA
- Diagnosis pre-op: BPH
- Tanggal operasi: 8 April 2015
- Jam mulai: 12.30
- Jam selesai: 14.20
- Lama operasi: 1 jam 30 menit
Laporan operasi:
1
2
3

Pasien Litotomi dengan Spinal Anastesi.


Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.
Dilakukan sistoskopi: buli berukuran sedang, batu (-), tumor (-), muara

rureter normal, prostat menonjol


Dilakukan TUR Prostat, keluar chips kurang lebih 10 gr, perdarahan

5
6
7

dikoagulasi, dan dikauterisasi


Dipasang kateter 24F, 3 ways
Irigasi dengan NaCl 0.9%, kateter terletak di paha kanan
Operasi selesai

Laporan anestesi operasi


-

Nama ahli anestesi: dr. Nini Sp.An


Nama ahli bedah: dr. Lambok Sp.U
Nama perawat/bidan: Br. Subarny
Diagnosis pre op: BPH
Premedikasi: Nama/macam operasi: TURP
Jenis anestesi: RA
Teknik: Spinal
Cairan: RL 1000cc
Tanggal: 8 April 2015
Jam anestesi mulai: 12.35
Jam anestesi selesai: 14.20
Lama anestesi: 1 jam 45 menit

Secondary Survey :
Breathing : Vesikuler, Rhonki (+/-)
Wheezing (-/-)
Brain : E4 V:ett M 6, gelisah , pupil isokor. Reflex cahaya (+/+)
4

Persiapan Operasi
-

Surat izin Operasi


Puasa 6-8 jam sebelum operasi
Tidak memakai perhiasan/kosmetik
Tidak ada gigi palsu
Memakai baju khusus kamar bedah.

VI. Laporan Anestesi


Anastesi: Regional Anestesi dengan teknik spinal anestesi.
Medikasi:
-

Regivell 20 mg
Tramadol 100 mg
Piralen 10 mg
Vit K 10 mg
Transamin 500 mg
CROME 50 mg

Teknik Anestesi:
-

Alat disiapkan dan pasien diposisikan duduk


Pasien disemprot di bagian punggung dengan asepsis
Pasien ditusuk menggunakan needle di Touffliers line (sejajar dengan krista

iliaca)
Obat dimasukkan menggunakan spuit 5 cc yang berisi Regivell 20 mg
Pasien diposisikan litotomi guna dilakukan operasi
Selang O2 diberikan kepada pasien dengan volume O2 sebanyak 2L/menit
Pemberian Tramadol secara drip sebanyak 100 mg
Pemberian Piralen secara bollus sebanyak 10 mg
Guna menghentikan perdarahan, saat operasi akan berakhir diberikan obatobatan melalui bollus yaitu Asam Traneksamat 500 mg, Vit. K 10 mg dan

Chrome 50 mg
Saat operasi berakhir, diberikan larutan NaCl 0.9% sebanyak 80 tetes/menit
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke Ruang pemulihan guna
mengembalikan fungsi tubuh yang dibius dan menunggu dijemput oleh perawat
ruangan

VII. DIAGNOSIS
Pasien laki-laki 69 tahun dengan Benign Prostate Hyperplasia
VIII. PROGNOSIS
5

Quo ad vitam
: dubia ad Bonam
Quo ad functionam : dubia ad Bonam
Quo ad sanantionam : dubia ad Bonam

LANDASAN TEORI
A. Anatomi Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior kandung kemih,
di sebelah superior diafragma urogenital, di depan rektum dan membungkus uretra pars
prostatika. Prostat merupakan kelenjar yang mulai menonjol pada masa pubertas.
Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup. Prostat merupakan organ
kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars prostatika. Prostat mempunyai

panjang kurang lebih 3 cm dan berat normal kurang lebih 20gram. Prostat dapat teraba
pada pemeriksaan rectal toucher.
Secara histopatologis, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma.
Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf dan
jaringan penyanggah lainnya. Kelenjar prostat yang jumlahnya banyak tertanam di
dalam campuran otot polos dan jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke uretra pars
prostatika. Kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selapis epitel torak dan bagian basal
terdapat sel-sel kuboid.
Prostat terbagi menjadi 5 lobus, yaitu:
1. lobus anterior terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar
2. lobus medius adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak diantara uretra dan
duktus ejakulatorius, bagian atas lobus medius berhubungan dengan trigonum
vesica dan mengandung banyak kelenjar
3. lobus posterior terletak di belakang uretra dan di bawah duktus ejakulatorius, juga
mengandung banyak kelenjar
4. lobus dextra dan lobus sinistra terletak disamping uretra dan dipisahkan oleh alur
vertikal dangkal yang terdapat pada facies posterior prostat, juga mengandung
banyak kelenjar
Perdarahan untuk prostat adalah cabang dari arteri vesicalis inferior dan arteri
rectalis media. Vena membentuk plexus venosus prostatikus yang menampung darah
dari vena dorsalis profunda penis dan sejumlah vena vesicales, yang selanjutnya akan
bermuara ke vena iliaca interna. Kelenjar limf regionalnya adalah kelenjar limf
hipogastrik, sakral, obturator dan iliaka eksterna.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari plexus
prostaticus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis S 2-4 dan
simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatik meningkatkan
sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem
simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat dan leher
kandung kemih. Di tempat itu banyak reseptor adrenergik-a. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria
akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat
menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

Menurut McNeal, kelenjar prostat terbagi atas empat zona, yaitu:


1. zona perifer: merupakan 70% dari volume prostat dan mengelilingi distal urerta,
70-80% kanker prostat berasal dari zona ini
2. zona central: merupakan 25% dari volume prostat dan mengelilingi duktus
ejakulatorius
3. zona transisi: merupakan 5% dari volume prostat dan mengelilingi proximal uretra,
kelenjar pada zona ini tumbuh seumur hidup dan benign prostatic hyperplasia
terjadi pada zona ini
4. zona anterior fibromuskular: terdiri dari otot dan jaringan fibrosa
Fungsi kelenjar prostat yaitu:

Mengeluarkan cairan alkalis yang menetralkan sekresi vagina yang asam, karena

sperma lebih dapat bertahan dalam suasana yang sedikit basa


Menghasilkan enzim-enzim pembekuan dan fibrinolisis. Enzim-enzim pembekuan
prostat bekerja untuk membekukan semen sehingga sperma yang diejakulasi tetap
8

bertahan di saluran reproduksi wanita, segera setelah itu bekuan seminal diuraikan
oleh fibrinolisis sehingga sperma dapat bergerak bebas di dalam saluran reproduksi
wanita
Saat otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi, sekret yang berasal dari
banyak kelenjar masuk ke uretra pars prostatica. Jika terjadi pembesaran pada prostat
maka akan menyumbat uretra sehingga terjadi obstruksi pada saluran kemih.
Dihidrotestosteron yang dibentuk dari testosteron di sel Sertoli dan di beberapa
organ memiliki peranan dalam pertumbuhan prostat dan merangsang aktivitas
sekretorik prostat. Prostat juga dipengaruhi oleh hormon androgen, bagian yang
sensitive terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitive terhadap
estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang
mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang berkurang sedangkan
estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut.
B. Definisi BPH
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Istilah hiperplasia prostat jinak (BPH) sebenarnya merupakan istilah histopatologis,
yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat yang biasanya
timbul di periuretral dan zona transisi dari kelenjar yang kemudian menekan kelenjar
normal yang tersisa. Pembesaran ini akan menyebabkan obstruksi leher kandung kemih
dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran kemih dari
kandung kemih.

C. Insidensi dan Epidemiologi


BPH merupakan salah satu tumor jinak yang sering terjadi pada laki-laki dan
insiden tersebut berhubungan erat dengan faktor usia. Prevelansi kejadian BPH pada

penelitian meningkat sekitar 20% pada laki-laki yang berusia sekitar 41-50 dan
meningkat sampai 50 % pada laki-laki berisia 51-60 tahun, dan meningkat 80% pada
pasien dengan usia lebih dari 80 tahun. Pada usia 55 tahun sekitar 25% dilaporkan
mengalami obstructive avoiding symptoms. Pada usia 75 tahun, 50% laki-laki
mengeluhkan penurunan pada kekuatan dan kaliber pada sistem perkemihan. Faktor
resiko untuk untuk terjadinya BPH sulit dipahami, beberapa penelitianmenyatakan
adanya faktor genetik dan juga perbedaan ras.
D. Etiologi
Etiologi pada BPH masih belum dapat dipahami secara pasti namun penyebabnya
kemungkinan multifaktorial dan adanya gangguan pada sistem endokrin. Komposisi
prostat yang terdiri dar elemen stromal dan epitelial baik terdiri dari salah satunya
ataupun kombinasi kedanya, dapat menimbulkan nodul hiperplastik dan menimbulkan
keluhan yang berhubungan dengan BPH. Observasi dan penelitian klinis pada laki-laki
menunjukan bahwa BPH berada dibawah pengaturan sistem endokrin. Bebrapa
penelitian juga menunjukan adanya hubungan antara peningkatan level esterogen dan
testosteron terhadap volume BPH, nantinya hubungan antara penuaan dan BPH dapat
berasal dari peningkatan level estrogen.
E. Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars
prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin sedangkan komponen dinamik
melipuiti tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergic
receptor. Obstruksi secara mekanaik dapat terjadi akibat gangguan pada lumen uretra
atau leher buli, sehingga memicu peningkatan resistensi buli. Komponen dinamik ini
tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi
oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan tersebut menyebabkan peningkatan resistensi uretra. Selanjutnya
hal tersebut menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra
yang meningkat, otot-otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-bili. Fased penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

10

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk kedalam fase
dekompenmsasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapar menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesico-ureter. Keadaan

tersebut

apabila

berlangsung

terus

menerus

akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan dapat menyebabkan gagal ginjal.


F. Gambaran Klinis
a. Gejala dan Tanda
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada bagian saluran
kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Keluhan pada saluran kemih
bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan iritatif. Gejala
obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars prostatika karena
desakan prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejalanya yaitu :
1. Hesistancy
: harus menunggu untuk permulaan miksi
2. Weak stream
: panvaran miksi lemah
3. Intermittency : Miksi terputus
4. Terminal dribbling : menetes pada akhir miksi
5. Sensation of incomplete bladder emptying : rasa belum puas sehabis miksi
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita BPH tergantung pada tiga
faktor yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elstisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Namun tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala
obstruksi sehingga volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisits
leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dapat dikompensasi dengan kenaikkan daya kontraksi otot detrusor maka gejala
obstruksi belum dirasakan.
11

Gejala iritatif disebakan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala iritatif ialah :
1.
2.
3.
4.

Frequency : bertambahnya frekuensi miksi


Nokturia : sering berkemih pada malam hari
Urgency : miksi sulit ditahan
Disuria : Nyeri pada saat berkemih

Gejala-gejala tersebut sering disebut dengan sindroma prostatismus. Secara


klinis derajat gejala prostatismus dibagi menjadi :
Grade I : gejala prostatismus + sisa kencing
Grade II : gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml.
Selain itu juga dapat dilakukan penggunaan kuisioner yang dibuat oleh
American Urological Association (AUA) , kuisioner ini valid dan dapat
digunakan untk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan juga kemungkinan terapi
yang diperlukan pasien. Kuisioner AUA symptom Score merupakan hal penting
yang digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan BPH dan direkomendasikan
untuk semua pasien sembelum inisiasi terapi.
Skor simptom memiliki jarak dari 0-35. Skor simptom 0-7
ringan, 8-19 derajat sedang, dan 20-35 adalah derajat berat

12

adalah derajat

Pada pemeriksaan fisik , Digital Rectal Examination , dan pemeriksaan


neurologis. Ukuran dan konsistensi pada prostat harus diperhatikan, walaupun
ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan derajat
keparahan gejala obstruksi. BPH biasanya ditemukaan pembesaran prostat
dengan permukaan halus dan kenyal.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi atau
hematuria dan pemeriksaan serum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Gangguan ginjal harus diobservasi karen dapat meningkatkan resiko
komplikasi postoperative saat dilakukan intervensi pembedahan pada BPH.
Serum PSA bersifat opsional. Namun kebanyakan klinisi memasukannya
menjadi evaluasi inisial.
c. Pencitraan
Foto saluran kemih bagian atas (intravena pyelogram atau USG renal)
disarankan hanya apabila adanya penyakit traktus urinarius lainnya atau
komplikasi dari BPH itu sendiri.
d. Sitoskopi

13

Sitoskopi tidak disarankan untuk menetukan pengobatan namun dapat


membantu dalam memilih pendekatan pembedahan untuk pasien yang
membutuhkan terapi invasif.
G. Diagnosis Banding
Kondisi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah lainnya yaitu seperti striktur
uretra, kontraktur leher buli, batu buli. Dimana kondisi ini harus dievaluasi pada pasien
dengan kemungkinan BPH. Riwayat penyakit sebelumnya seperti uretritis, trauma
harus dieliminasi untuk menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur leher buli.
Hematuria dan nyeri umumnya berhugungan dengan batu buli. Infeksi saluran kemih,
yang gejalanya mirip dengan gejala iritatif pada BPH, dapat diidentifikassi melalui
urinalisis dan kultur. Namun infeksi saluran kemih juga dapat menjadi komplikasi dari
BPH. Pasien dengan penyakit neurogenik buli dapat juga memiliki gejala dan tanda
yang sama seperti BPH, tetapi riwayat pasien dengan penyakit neurologis harus
diperhatikan seperti stroke.
H. Penatalaksanaan
Hiperplasia prostat menimbulkan keluhan klinik yang biasanya akan menyebabkan
penderita datang ke dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat tingkat
bedasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin yaitu :
1. Derajat 1, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
2. Derajat 2, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti derajat satu, prostat
lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
3. Derajat 3, seperti derajat 2 hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml.
4. Derajat 4, apabila sudah terjadi retensin urin secara total.
Terapi sedini mungkin dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas
hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan
bedah merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat. Meskipun dengan demikian
pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non bedag yang kurang
invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Dikarenakan gejala klinik hiperplasia prostat
disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunya elsatisitas
leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, makan pengobatan gejala klinis
ditujukkan untuk :
14

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat


2. Mengurangi tonus leher vesiks, oto polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambha kekuatan detrusor.
Tujuan terapi pada pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi
pada leher vesica urinaria. Ha l tersebuut dapat dicapai dengan cara medikamentosa,
pembedahan, dan tindakan endourologi yang kurang invasif.

Observasi

Observasi biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, dapat diberikan
nasihat seperti mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi kopi, dan tidak boleh meminum
alkohol. Setiap 3 bulam lakukan kontrol keluhan.

Medikamentosa
a. Penghambat reseptor adrenergik-
Pengobatan dengan antagonis adrenergik- bertujuan menghambat kontraksi
otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan
uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik- non selektif yang
pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan
mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh pasien karena
menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah
hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler.
Ditemukannya obat antagonis adrenergik-1 dapat mengurangi penyulit sistemik
yang diakibatkan oleh efek hambatan pada-2 dari fenoksibenzamin. Beberapa
golongan obat antagonis adrenergik-1 yang selektif mempunyai durasi obat
yang pendek (short acting) diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali
sehari, dan durasi obat yang panjang (long acting) yaitu terazosin, doksazosin,
dan alfuzosin yang cukup diberikan sekali sehari.
b. Penghambat 5-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) daro testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5-reduktase di dalam sel
prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel
prostat menurun. Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari
yang diberikan sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat
hingga 28%, dan hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
c. Fitofarmaka

15

Beberapa

ekstrak

tumbuh-tumbuhan

tertentu

dapat

dipakai

untuk

memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik


tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi
sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja
sebagai: anti-esterogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding
globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal
growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti
inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat.
Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa
repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
Terapi Pembedahan Konvensional
1. Transurethral Resection of The Prostate (TURP)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang digunakan adalah berupa larutan non ionic, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang
sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan
ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka
pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia
relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma
ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan
darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan
mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma dan meninggal.
Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi
diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa
operator memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi
diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan
cairan non ionic lain selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko
hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik
urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian aquades sebagai cairan irigasi.

16

Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi, pasca
bedah dini, maupun pasca bedah lanjut. Penyulit saat operasi meliputi
perdarahan, sindroma TURP, dan perforasi. Penyulit pasca bedah dini meliputi
perdarahan dan infeksi lokal atau sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi
inkontinensia urin, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.

2. TUIP (transurethral incision of the prostate)


TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion) direkomendasikan pada
prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran
lobus medius, pada pasien yang umurnya masih muda, dan tidak diketemukan
adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi
pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral insisi
mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher buli-buli-sampai
ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang
dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi
dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH
dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP. Sebelum melakukan
tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat
dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan USG transrektal, dan
pengukuran kadar PSA.
3. Laser Prostatektomi
Terdapat 4 jenis energi yang dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:
YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre,

17

atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 600-650C akan mengalami
koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C mengalami vaporisasi.
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit
menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan
lebih cepat dan dengan hasil yang kurang lebih sama, tetapi kemampuan dalam
meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun pancaran maksimal tidak sebaik
TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca
bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi
spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP.
Penggunaan pembedahan dengan energi Laser telah berkembang dengan pesat
akhir-akhir ini. Penelitian klinis memakai Nd:YAG menunjukkan hasil yang
hampir sama dengan cara desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor
miksi dan pancaran urine. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari Laser masih
belum banyak diketahui. Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi
antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan
TURP karena kesehatannya.

I. Pertimbangan Anestesi Pada Transurethral Resection Of the Prostate


1. Peritmbangan preoperative
BPH seringkali memicu obstruuksi saluran kemih pada laki-laki berusia
60 tahun. Walaupun pengobatan sudah ditingkatkan namun beberapa orang
memerlukan tindakan pembedahan. TURP merupaka prosedur pembedahan
yang sering digunakan untuk mengatasi obstruksi saluran kemih karena BPH.
Dan Indikasi untuk TURP adalah uropati obstruktif, batu buli, episod retensi
urin yang berulang, infeksi saluran kemih dan hematuria. Pasien dengan
adenocarcinoma prostat dapat juga mendapat keuntungan dari TURP untuk
meredakkan obstruksi urin yang simptomatik.
TURP membutuhkan anestesi umum ataupun anestesi regional dan
pasien harus dievaluasi apabila ada disfungsi organ . Walaupun pasiem yang
menjalankan prosedur TURP mayoritas berusia lebih dari 70 tahun, prevalensi

18

komorbiditas signifikan pada dua per tiga pasien TURP, mortalitas perioperatif
dan morbiditas medis pada prosedur ini hanya kurang dari 1%.
Komplikasi yang sering terjadi pada TURP yaitu retensi bekuan darah,
gagal untuk mengosongkan, hematuria yang sulit dikontrol saat proses
pembedahan, infeksi saluran kemih, dan hematuria kronik. Komplikasi lainnya
yaitu TURP syndrome, perforasi buli, sepsis, hipotermia, and DIC .
2. Pertimbangan Intraoperatif
TURP dilakukan dengan cara melewati lingkaran melalui sistoskop. Dengan
menggunakan irigasi secara terus menerus dan dengan visualisasi langsung, jaringan
prostat direseksi dengan menggunakan cutting current ke lingkaran (loop). Karena
karakteristik prostat dan cairan irigasi yang banyak digunakan, TURP dapat
mengakibatkan komplikasi yang berbahaya, seperti :

Most Common

Less Common

Retensi bekuan darah

Sindrom TURP

Failure to void
a.

Perforasi Buli

Uncontrolled acute hematuria

Hipotermia

Infeksi saluran kemih

Sepsis

Hematuria kronik

DIC

Sindrom
TURP
TURP

seringkali membuka jaringan sinus venosus secara ekstensif pada prostat, yang
berpotensi untuk mebuat penyerapan secara sistemik cairan irigasi. Penyerapan
cairan dalam jumlah besar dapatt menyebabkan gejalan konstelasidan tandatanda inilah yang kemudian disebut dengan sindrom TURP. Sindrom ini muncul
secara intraoperatif atau postoperatif sebagai sakit kepala, gelisah, bingung,
sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi, kejang dan dengan cepat akan menjadi
fatal. Manifestasi utama yang muncul yaitu kelebihan cairan , intokasikasi air,
terkadang toksisitas dari kauratan irigasi.
Larutan elektrolit tidak dapat digunakan

sebagai cairan irigasi pada saat

pelaksanaan TURP karena elektrolit tersebut dapat menyebarjab electrocauterry


current. Air mempertahankan visibilitas yang baik karena sifat hipotonisnya
yang melisiskan sel darah merah, tetapi penyerapan air secara signifikan dapat
mengakibatkan intoksikasi air akut. Untuk TURP, larutan irigasi nonelektrolit
seperti glycin1.5 % (230 mOSm/L) atau campuran sorbitol 2.7% dan Mannitol
0.54 adalah cairan yang umumnya digunakan. Larutan seperti sorbitol 3.3% ,
19

mannitol 3% , dextrose 2.5-4 %, dan urea 1% merupakan cairan yang jarang


digunakan. Karena semua jenis larutan tersebut adalah hipotonik, penyerapan air
yang signifikan dapat terjadi. Penyerapan larutan juga dapat terjadi karna cairan
larutan berada dibawah tekanan, dan tekanan irigasi yang tinggi dapat
meningkatkan penyerapan cairan
Penyerapan cairan irigasi pada TURP bergantung pada durasi reseksi dan
tekanan pada cairan irigasi. Kebanyakan reseksi berlangsung selama 45-60
menit, dengan rata-rata 20 mL/menit cairan irigasi diserap. Kongesti pulmoner
dapat terjadi karena penyerapan cairan irigasi dalam jumlah besar , terutama
pada pasien dengan gangguan jantung. Hipotonisistas dari cairan juga dapat
menghasilkan hiponatremia dan hipoosmolalitas yang dapat memicu gejala
neurologis. Gejala hiponatremia biasanya tidak muncul sampai natrium serum
mencapai dibawah 120 mEq/L. Hipotonisitas pada natrium plasma juga dapat
menyebabkan intravaskular hemolisis.
Toksisitas juga dapat berkembang dari penyerapan larutran . hiperglikemia
dilaporkan terjadi pada penggunaan larutan glisin dan berkontribusi pada
depresi sirkulasi dan toksisitas sistem saraf pusat. Glisin diketahui sebagai
penghambat neurotransmitter pada sistem saraf pusat . Penggunaan larutan
sorbitol dan dextrosa untuk larutan irigasi dapat memicu hiperglikemia, yang
dapat menonjol pada pasien diabetes. Penyerapan larutan manitol dapat
menyebabkan ekspansi volume intravaskular dan memicu kelebihan cairan.
Pengobatan sinrom TURP bergantung pada tingkat keparahan dan gejala. Air
yang telah diserap harus dieliminasi, hipoksemia dan hipksia juga harus
ditangani. Kebanyakan pasien dapat di atur dengan restriksi cairan. Hiponatremi
dengan gejala dapat menyebabkan kejang atau koma yang diterapi dengan
hipertonik saline. Kecepatan pemberian larutan hipertonik harus perlahan secara
sufisien untuk tidak memicu kelebihan volume.
b. Hipotermia
Cairan irigasi dalam jumlah besar pada suhu ruangan dapat menjadi sumber
kehilangan panas pada pasien. Larutan irigasi dapat dihangatkan sesuai dengan
suhu tubuh digunakan untuk mencegah terjadinya hipotermia.
c. Perforasi Buli
Perforasi dapat timbul karena restetoskop yang menembus dinding buli atau dari
overdistensi pada buli akibat cairan irigasi. Kebanyak perforasi buli adalah
ekstraperitoneal dan ditandai dengan cairan irigasi yang kembali sangat sedikit.

20

Pasien sadar akan mengalami mual, dia[horesis, dan nyeri retropubik. Perforasi
ekstraperitoneal dan kebnyakan intraperitoneal biasanya terjadi hipotensi atau
hipertensi dengan nyeri perut pada pasien sadar. Namun pada teknik anestesi
perforasi dapat dicurigai pada hipotensi yang mendadak atau hipertensi yang
mendadak.
d. Koagulopati
DIC pada TURP dapat disebabkan karena pelepasan tromboplastin dari jaringan
prostat ke sirkulasi saat prosedur dilaksanakan. Diagnosis koagulopati dapat
dicurigai dari perdarahan yang difus dan sulit dikontrol. Pengobatan DIC bisa
membutuhkan heparin sebagai pengganti faktor pembekuan dan paltelet.
e. Septikemia
Prostat sering menjadi tempat kolinisasi bakteri dan dapat menjadi infeksi
kronis. Pembedahanreseksi secara ekstensif akan membuka sinus vbenosus dan
menyebabkan bakteri dapat masuk ke pembuluh darah. Bacteremia pada pasien
TURP umum terjadi dan dapat memicu menjadi septicemia atau septic shock.

f. Pilihan Anestesia
Baik amestesi secara spinal atau epidural dengan level sensoris T10, atau
dengan anestesi umum dapat mempersiapkan kondisi anestesi dan pembedahan
yang baik untuk TURP.ketika dibandingan dengan anestesi umum, anestesi
regional dapat menurunkan insiden trombosis vena postoperatif.
g. Monitoring
Evaluasi status mental pada pasien sadar atau dengan sedasi ringan adalah
monitor terbaik untuk medeteksi sindrom TURP dan perforasi buli. Takikardia
dan penurunan saturasi oksigen dapat menjadi tanda awal volume cairan
berlebihan.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Anon, (2015). [online] Available at: http://medicine.medscape.com/article/437359overview [Accessed 9 April 2015].
2. American Urological Association, (2015). Benign Prostatic Hyperplasia: American
Urological

Association.

[online]

Available

at:

http://www.auanet.org/education/guidelines/benign-prostatic-hyperplasia.cfm
[Accessed 9 April. 2015].
3. Housami, F. and Abrams, P. (2007). Persistent detrusor overactivity after
transurethral resection of the prostate. Current Prostate Reports, 5(3), pp.126-132
4. John F Butterworth, et all; Morgan & Mikhails Clinical Anesthesiology, 5th edition;
Lange
5. Resnick, M. (2004). Urology. Philadelphia: Saunders.

22

23

Você também pode gostar

  • HBPM
    HBPM
    Documento1 página
    HBPM
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Portofolio Kasus
    Portofolio Kasus
    Documento5 páginas
    Portofolio Kasus
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Form Kelulusan Ukmppd
    Form Kelulusan Ukmppd
    Documento6 páginas
    Form Kelulusan Ukmppd
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Cover
    Cover
    Documento1 página
    Cover
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Doc
    Doc
    Documento4 páginas
    Doc
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • HBPM
    HBPM
    Documento1 página
    HBPM
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Home Blood Pressure Monitoring
    Home Blood Pressure Monitoring
    Documento1 página
    Home Blood Pressure Monitoring
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • HELLP Syndrome
    HELLP Syndrome
    Documento20 páginas
    HELLP Syndrome
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Sasbel PBL 1.2 Nss
    Sasbel PBL 1.2 Nss
    Documento22 páginas
    Sasbel PBL 1.2 Nss
    Handika Rheza Alfianto
    Ainda não há avaliações
  • Tugas
    Tugas
    Documento3 páginas
    Tugas
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Rhinosinusitis
    Rhinosinusitis
    Documento8 páginas
    Rhinosinusitis
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Case SPES Word
    Case SPES Word
    Documento20 páginas
    Case SPES Word
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Mreferat Abortus
    Mreferat Abortus
    Documento20 páginas
    Mreferat Abortus
    Astri Faluna Sheylavontia
    Ainda não há avaliações
  • Referat TB PARU
    Referat TB PARU
    Documento32 páginas
    Referat TB PARU
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • JourDing Hidung
    JourDing Hidung
    Documento15 páginas
    JourDing Hidung
    Admi Shafwah
    Ainda não há avaliações
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Documento8 páginas
    Journal Reading
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Jadwal Jaga Bedah
    Jadwal Jaga Bedah
    Documento2 páginas
    Jadwal Jaga Bedah
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • MELASMA
    MELASMA
    Documento10 páginas
    MELASMA
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Referatku
    Referatku
    Documento35 páginas
    Referatku
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Case SOL
    Case SOL
    Documento42 páginas
    Case SOL
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Dexamethasone Pada Orang Dewasa Penderita
    Dexamethasone Pada Orang Dewasa Penderita
    Documento11 páginas
    Dexamethasone Pada Orang Dewasa Penderita
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Refrat Resusitasi Jantung Paru
    Refrat Resusitasi Jantung Paru
    Documento10 páginas
    Refrat Resusitasi Jantung Paru
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • JourDing Hidung
    JourDing Hidung
    Documento20 páginas
    JourDing Hidung
    Haruno Rosydz
    Ainda não há avaliações
  • Referat RJP
    Referat RJP
    Documento13 páginas
    Referat RJP
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • 28 Manajemen Pasien Dengan Gangguan Cairan Dan Elektrolit Ok
    28 Manajemen Pasien Dengan Gangguan Cairan Dan Elektrolit Ok
    Documento50 páginas
    28 Manajemen Pasien Dengan Gangguan Cairan Dan Elektrolit Ok
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Ref. Sefalgia Sat
    Ref. Sefalgia Sat
    Documento53 páginas
    Ref. Sefalgia Sat
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Asma
    Asma
    Documento15 páginas
    Asma
    Mira Arlita Rahmawati
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Documento34 páginas
    Laporan Kasus
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Lapkas Cephalgia
    Lapkas Cephalgia
    Documento43 páginas
    Lapkas Cephalgia
    nabila
    Ainda não há avaliações
  • Nyeri Kepala
    Nyeri Kepala
    Documento26 páginas
    Nyeri Kepala
    nabila
    Ainda não há avaliações