Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Laporan Kasus
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 69 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan : SMA
Suku
: Arab
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat
: Jl. Condet Raya, Jakarta Timur
Tanggal masuk rumah sakit : 7 April 2015
IV.
1
2
3
4
5
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Diperoleh dari rekam medik :
Keadaan umum
Status Kesadaran
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Suhu
RR
Berat badan
Tinggi badan
KEPALA
-
MATA
HIDUNG
TELINGA
MULUT
LEHER
: : : -
THORAX
INSPEKSI
PALPASI
PERKUSI
: : : -
AUSKULTASI
: -
ABDOMEN
INSPEKSI
: -
PALPASI
PERKUSI
: : -
terdapat lesi.
Tidak teraba pembesaran hati dan spleen
Bunyi timpani pada seluruh lapang abdomen
AUSKULTASI
: -
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
6 April 2015
Hemoglobin
: 13.2 g/dL (13-16 g/dL)
Hematokrit
: 41% (40-48%)
Leukosit
: 9.000/uL (5.000-10.000/uL)
Trombosit
: 245.000/uL
Masa Perdarahan
: 2 (1-6 menit)
Masa Pembekuan
:12 (10-15 menit)
Kimia Klinik:
SGOT
SGPT
Glukosa Glukometer
Ureum
Kreatinin
: 22,7 U/L
: 15,1 U/L
: 129
: 21 mg/dL
: 1.2 mg/dL
Elektrolit:
Natrium
Kalium
Chloride
: 144 mmol/L
: 3,2 mmol/L
: 106 mmol/L
V.
Laporan operasi
- Dokter ahli bedah: dr. Lambok Sp.U
- Asisten: Zr. Sri Astuti
- Perawat: Br. Agus
- Ahli anestesi: dr. Nini Sp.An
- Jenis anestesi: RA
- Diagnosis pre-op: BPH
- Tanggal operasi: 8 April 2015
- Jam mulai: 12.30
- Jam selesai: 14.20
- Lama operasi: 1 jam 30 menit
Laporan operasi:
1
2
3
5
6
7
Secondary Survey :
Breathing : Vesikuler, Rhonki (+/-)
Wheezing (-/-)
Brain : E4 V:ett M 6, gelisah , pupil isokor. Reflex cahaya (+/+)
4
Persiapan Operasi
-
Regivell 20 mg
Tramadol 100 mg
Piralen 10 mg
Vit K 10 mg
Transamin 500 mg
CROME 50 mg
Teknik Anestesi:
-
iliaca)
Obat dimasukkan menggunakan spuit 5 cc yang berisi Regivell 20 mg
Pasien diposisikan litotomi guna dilakukan operasi
Selang O2 diberikan kepada pasien dengan volume O2 sebanyak 2L/menit
Pemberian Tramadol secara drip sebanyak 100 mg
Pemberian Piralen secara bollus sebanyak 10 mg
Guna menghentikan perdarahan, saat operasi akan berakhir diberikan obatobatan melalui bollus yaitu Asam Traneksamat 500 mg, Vit. K 10 mg dan
Chrome 50 mg
Saat operasi berakhir, diberikan larutan NaCl 0.9% sebanyak 80 tetes/menit
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke Ruang pemulihan guna
mengembalikan fungsi tubuh yang dibius dan menunggu dijemput oleh perawat
ruangan
VII. DIAGNOSIS
Pasien laki-laki 69 tahun dengan Benign Prostate Hyperplasia
VIII. PROGNOSIS
5
Quo ad vitam
: dubia ad Bonam
Quo ad functionam : dubia ad Bonam
Quo ad sanantionam : dubia ad Bonam
LANDASAN TEORI
A. Anatomi Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior kandung kemih,
di sebelah superior diafragma urogenital, di depan rektum dan membungkus uretra pars
prostatika. Prostat merupakan kelenjar yang mulai menonjol pada masa pubertas.
Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup. Prostat merupakan organ
kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars prostatika. Prostat mempunyai
panjang kurang lebih 3 cm dan berat normal kurang lebih 20gram. Prostat dapat teraba
pada pemeriksaan rectal toucher.
Secara histopatologis, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma.
Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf dan
jaringan penyanggah lainnya. Kelenjar prostat yang jumlahnya banyak tertanam di
dalam campuran otot polos dan jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke uretra pars
prostatika. Kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selapis epitel torak dan bagian basal
terdapat sel-sel kuboid.
Prostat terbagi menjadi 5 lobus, yaitu:
1. lobus anterior terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar
2. lobus medius adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak diantara uretra dan
duktus ejakulatorius, bagian atas lobus medius berhubungan dengan trigonum
vesica dan mengandung banyak kelenjar
3. lobus posterior terletak di belakang uretra dan di bawah duktus ejakulatorius, juga
mengandung banyak kelenjar
4. lobus dextra dan lobus sinistra terletak disamping uretra dan dipisahkan oleh alur
vertikal dangkal yang terdapat pada facies posterior prostat, juga mengandung
banyak kelenjar
Perdarahan untuk prostat adalah cabang dari arteri vesicalis inferior dan arteri
rectalis media. Vena membentuk plexus venosus prostatikus yang menampung darah
dari vena dorsalis profunda penis dan sejumlah vena vesicales, yang selanjutnya akan
bermuara ke vena iliaca interna. Kelenjar limf regionalnya adalah kelenjar limf
hipogastrik, sakral, obturator dan iliaka eksterna.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari plexus
prostaticus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis S 2-4 dan
simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatik meningkatkan
sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem
simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat dan leher
kandung kemih. Di tempat itu banyak reseptor adrenergik-a. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria
akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat
menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
Mengeluarkan cairan alkalis yang menetralkan sekresi vagina yang asam, karena
bertahan di saluran reproduksi wanita, segera setelah itu bekuan seminal diuraikan
oleh fibrinolisis sehingga sperma dapat bergerak bebas di dalam saluran reproduksi
wanita
Saat otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi, sekret yang berasal dari
banyak kelenjar masuk ke uretra pars prostatica. Jika terjadi pembesaran pada prostat
maka akan menyumbat uretra sehingga terjadi obstruksi pada saluran kemih.
Dihidrotestosteron yang dibentuk dari testosteron di sel Sertoli dan di beberapa
organ memiliki peranan dalam pertumbuhan prostat dan merangsang aktivitas
sekretorik prostat. Prostat juga dipengaruhi oleh hormon androgen, bagian yang
sensitive terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitive terhadap
estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang
mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang berkurang sedangkan
estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut.
B. Definisi BPH
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Istilah hiperplasia prostat jinak (BPH) sebenarnya merupakan istilah histopatologis,
yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat yang biasanya
timbul di periuretral dan zona transisi dari kelenjar yang kemudian menekan kelenjar
normal yang tersisa. Pembesaran ini akan menyebabkan obstruksi leher kandung kemih
dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran kemih dari
kandung kemih.
penelitian meningkat sekitar 20% pada laki-laki yang berusia sekitar 41-50 dan
meningkat sampai 50 % pada laki-laki berisia 51-60 tahun, dan meningkat 80% pada
pasien dengan usia lebih dari 80 tahun. Pada usia 55 tahun sekitar 25% dilaporkan
mengalami obstructive avoiding symptoms. Pada usia 75 tahun, 50% laki-laki
mengeluhkan penurunan pada kekuatan dan kaliber pada sistem perkemihan. Faktor
resiko untuk untuk terjadinya BPH sulit dipahami, beberapa penelitianmenyatakan
adanya faktor genetik dan juga perbedaan ras.
D. Etiologi
Etiologi pada BPH masih belum dapat dipahami secara pasti namun penyebabnya
kemungkinan multifaktorial dan adanya gangguan pada sistem endokrin. Komposisi
prostat yang terdiri dar elemen stromal dan epitelial baik terdiri dari salah satunya
ataupun kombinasi kedanya, dapat menimbulkan nodul hiperplastik dan menimbulkan
keluhan yang berhubungan dengan BPH. Observasi dan penelitian klinis pada laki-laki
menunjukan bahwa BPH berada dibawah pengaturan sistem endokrin. Bebrapa
penelitian juga menunjukan adanya hubungan antara peningkatan level esterogen dan
testosteron terhadap volume BPH, nantinya hubungan antara penuaan dan BPH dapat
berasal dari peningkatan level estrogen.
E. Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars
prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin sedangkan komponen dinamik
melipuiti tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergic
receptor. Obstruksi secara mekanaik dapat terjadi akibat gangguan pada lumen uretra
atau leher buli, sehingga memicu peningkatan resistensi buli. Komponen dinamik ini
tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi
oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan tersebut menyebabkan peningkatan resistensi uretra. Selanjutnya
hal tersebut menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra
yang meningkat, otot-otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-bili. Fased penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
10
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk kedalam fase
dekompenmsasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapar menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesico-ureter. Keadaan
tersebut
apabila
berlangsung
terus
menerus
akan
Gejala iritatif disebakan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala iritatif ialah :
1.
2.
3.
4.
12
adalah derajat
13
Observasi
Observasi biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, dapat diberikan
nasihat seperti mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi kopi, dan tidak boleh meminum
alkohol. Setiap 3 bulam lakukan kontrol keluhan.
Medikamentosa
a. Penghambat reseptor adrenergik-
Pengobatan dengan antagonis adrenergik- bertujuan menghambat kontraksi
otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan
uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik- non selektif yang
pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan
mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh pasien karena
menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah
hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler.
Ditemukannya obat antagonis adrenergik-1 dapat mengurangi penyulit sistemik
yang diakibatkan oleh efek hambatan pada-2 dari fenoksibenzamin. Beberapa
golongan obat antagonis adrenergik-1 yang selektif mempunyai durasi obat
yang pendek (short acting) diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali
sehari, dan durasi obat yang panjang (long acting) yaitu terazosin, doksazosin,
dan alfuzosin yang cukup diberikan sekali sehari.
b. Penghambat 5-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) daro testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5-reduktase di dalam sel
prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel
prostat menurun. Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari
yang diberikan sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat
hingga 28%, dan hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
c. Fitofarmaka
15
Beberapa
ekstrak
tumbuh-tumbuhan
tertentu
dapat
dipakai
untuk
16
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi, pasca
bedah dini, maupun pasca bedah lanjut. Penyulit saat operasi meliputi
perdarahan, sindroma TURP, dan perforasi. Penyulit pasca bedah dini meliputi
perdarahan dan infeksi lokal atau sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi
inkontinensia urin, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.
17
atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 600-650C akan mengalami
koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C mengalami vaporisasi.
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit
menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan
lebih cepat dan dengan hasil yang kurang lebih sama, tetapi kemampuan dalam
meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun pancaran maksimal tidak sebaik
TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca
bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi
spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP.
Penggunaan pembedahan dengan energi Laser telah berkembang dengan pesat
akhir-akhir ini. Penelitian klinis memakai Nd:YAG menunjukkan hasil yang
hampir sama dengan cara desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor
miksi dan pancaran urine. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari Laser masih
belum banyak diketahui. Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi
antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan
TURP karena kesehatannya.
18
komorbiditas signifikan pada dua per tiga pasien TURP, mortalitas perioperatif
dan morbiditas medis pada prosedur ini hanya kurang dari 1%.
Komplikasi yang sering terjadi pada TURP yaitu retensi bekuan darah,
gagal untuk mengosongkan, hematuria yang sulit dikontrol saat proses
pembedahan, infeksi saluran kemih, dan hematuria kronik. Komplikasi lainnya
yaitu TURP syndrome, perforasi buli, sepsis, hipotermia, and DIC .
2. Pertimbangan Intraoperatif
TURP dilakukan dengan cara melewati lingkaran melalui sistoskop. Dengan
menggunakan irigasi secara terus menerus dan dengan visualisasi langsung, jaringan
prostat direseksi dengan menggunakan cutting current ke lingkaran (loop). Karena
karakteristik prostat dan cairan irigasi yang banyak digunakan, TURP dapat
mengakibatkan komplikasi yang berbahaya, seperti :
Most Common
Less Common
Sindrom TURP
Failure to void
a.
Perforasi Buli
Hipotermia
Sepsis
Hematuria kronik
DIC
Sindrom
TURP
TURP
seringkali membuka jaringan sinus venosus secara ekstensif pada prostat, yang
berpotensi untuk mebuat penyerapan secara sistemik cairan irigasi. Penyerapan
cairan dalam jumlah besar dapatt menyebabkan gejalan konstelasidan tandatanda inilah yang kemudian disebut dengan sindrom TURP. Sindrom ini muncul
secara intraoperatif atau postoperatif sebagai sakit kepala, gelisah, bingung,
sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi, kejang dan dengan cepat akan menjadi
fatal. Manifestasi utama yang muncul yaitu kelebihan cairan , intokasikasi air,
terkadang toksisitas dari kauratan irigasi.
Larutan elektrolit tidak dapat digunakan
20
Pasien sadar akan mengalami mual, dia[horesis, dan nyeri retropubik. Perforasi
ekstraperitoneal dan kebnyakan intraperitoneal biasanya terjadi hipotensi atau
hipertensi dengan nyeri perut pada pasien sadar. Namun pada teknik anestesi
perforasi dapat dicurigai pada hipotensi yang mendadak atau hipertensi yang
mendadak.
d. Koagulopati
DIC pada TURP dapat disebabkan karena pelepasan tromboplastin dari jaringan
prostat ke sirkulasi saat prosedur dilaksanakan. Diagnosis koagulopati dapat
dicurigai dari perdarahan yang difus dan sulit dikontrol. Pengobatan DIC bisa
membutuhkan heparin sebagai pengganti faktor pembekuan dan paltelet.
e. Septikemia
Prostat sering menjadi tempat kolinisasi bakteri dan dapat menjadi infeksi
kronis. Pembedahanreseksi secara ekstensif akan membuka sinus vbenosus dan
menyebabkan bakteri dapat masuk ke pembuluh darah. Bacteremia pada pasien
TURP umum terjadi dan dapat memicu menjadi septicemia atau septic shock.
f. Pilihan Anestesia
Baik amestesi secara spinal atau epidural dengan level sensoris T10, atau
dengan anestesi umum dapat mempersiapkan kondisi anestesi dan pembedahan
yang baik untuk TURP.ketika dibandingan dengan anestesi umum, anestesi
regional dapat menurunkan insiden trombosis vena postoperatif.
g. Monitoring
Evaluasi status mental pada pasien sadar atau dengan sedasi ringan adalah
monitor terbaik untuk medeteksi sindrom TURP dan perforasi buli. Takikardia
dan penurunan saturasi oksigen dapat menjadi tanda awal volume cairan
berlebihan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Anon, (2015). [online] Available at: http://medicine.medscape.com/article/437359overview [Accessed 9 April 2015].
2. American Urological Association, (2015). Benign Prostatic Hyperplasia: American
Urological
Association.
[online]
Available
at:
http://www.auanet.org/education/guidelines/benign-prostatic-hyperplasia.cfm
[Accessed 9 April. 2015].
3. Housami, F. and Abrams, P. (2007). Persistent detrusor overactivity after
transurethral resection of the prostate. Current Prostate Reports, 5(3), pp.126-132
4. John F Butterworth, et all; Morgan & Mikhails Clinical Anesthesiology, 5th edition;
Lange
5. Resnick, M. (2004). Urology. Philadelphia: Saunders.
22
23