Você está na página 1de 87

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekzema mempunyai bentuk bentuk gambaran klinis sehingga sulit dibuat
definisi untuk kata ekzema. Disarankan istilah tersebut tidak dipakai lagi dan
digantikan dengan istilah dermatitis. Sebenarnya istilah dermatitis sudah
banyak dipakai untuk ekzema karena kontak, ekzema pada atopik, dan pada
dermatitis seboroik. Jadi dermatitis adalah suatu reaksi peradangan kulit yang
karakteristik terhadap berbagai rangsangan endogen maupun eksogen
(Harahap, 2000)
Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal (Djuanda,2007).
Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK
UnsratManado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak
sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada
tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%.
Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun
1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanya 34,74% dan tahun 1994 sebanyak
40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama
tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik alergi dengan 1193 pasien
(30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. (Nasition dkk, 1994).
Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan
645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik
Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi
dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan Januari
hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita
dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya
diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistic yang terlihat karena adanya
1

kasus yang tidak dilaporkan.Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut
juga diakibatkan oleh semakin meningkatnya perkembangan industri
(Keefner, 2004).
Dengan mengetahui berbagai macam etiologi, manifestasi klinis, serta
konsep dari dermatitis, diharapkan perawat mampu menyusun dan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk kliendengan dermatitis,
karena mengingat di Indonesia sendiri dermatitis juga merupakan salah satu
penyakit yang tidak jarang ditemukan, maka perawat harus dapat memberikan
pelayanan yang tepat dan optimal sesuai dengan kebutuhan klien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
2. Apa saja klasifikasi Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
3. Apa etiologi dari Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
4. Bagaimanakah Patofisiologi dan Web Of Caution Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
5. Apa saja manifestasi klinis terjadinya Dermatitis atopic, Dermatitis
seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
6. Apa saja macam pemeriksaan diagnostic pada Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
8. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
9. Bagaimana prognosis Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan D Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dengan pembuatan makalah ini kami berharap dapat
bermanfaat dalam proses pembelajaran mata ajar Keperawatan
Integumen,

sehingga

mahasiswa

mampu

memberikan

asuhan

keperawatan bagi klien dengan Peradangan Kulit baik Dermatitis


atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact secara baik dan
menyeluruh.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan anatomi fisiologi sistem integumen.
2. Menjelaskan definisi Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact.
3. Menjelaskan etiologi Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact.
4. Memaparkan mekanisme Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic,
dan Dermatitis Contact.
5. Menjelaskan manifestasi klinis Dermatitis atopic, Dermatitis
seborrhoeic, dan Dermatitis Contact.
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang klien Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact.
7. Menjelaskan penatalaksanaan klien Dermatitis atopic, Dermatitis
seborrhoeic, dan Dermatitis Contact.
8. Menjelaskan

komplikasi

klien

Dermatitis

atopic,

Dermatitis

atopic,

Dermatitis

seborrhoeic, dan Dermatitis Contact.


9. Menjelaskan

prognosis

klien

Dermatitis

seborrhoeic, dan Dermatitis Contact.


10. Menjelaskan asuhan keperawatan klien Dermatitis atopic, Dermatitis
seborrhoeic, dan Dermatitis Contact.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini
adalah mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagonstik, penatalaksanaan


medis, komplikasi, prognosis pada gangguan integumen yaitu peradangan
kulit atau dermatitis serta dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan dermatitis, khususnya pada mahasiswa keperawatan.

BAB II
DERMATITIS ATOPIK
2.1 Anatomi Sistem Integumen

Gambar 2.1. Gambar kulit dan bagian-bagiannya


(Wibowo 2008)
Kulit manusia memiliki ketebalan yang bervariasi, mulai dari 0,5 mm
sampai 5 mm (0,5 mm di kelopak mata sampai 4 mm di telapak kaki) dengan
luas permukaan sekitar 2 m2 dan berat sekitar 4 kg (Wibowo 2008). Kulit
dalam bahasa latin dinamakan cutis dan di bagian bawahnya terdapat lapisan
bernama subcutis. Lapisan kulit terdiri dari (Sloane 2004):
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan teratas kulit yang tersusun dari 5
stratum yaitu:
a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel
(inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
b) Stratum lusidum, selnya pipih, bedanya dengan stratum
granulosum ialah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan
butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar.
c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti
kumparan. Sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar
dengan permukaan kulit.

d) Stratum spinosum/stratum akantosum, lapisan ini merupakan


lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri
dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosum kaarena jika kita
liaht di bawah mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang
bentuknya polygonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk
(spina).
e) Stratum basal/germinativum, disebut stratum basal karena selselnya terletak di bagian basal. Stratum germinativum
menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel
induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong.
Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir
melanin warna
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Dermis terdiri dari dua
lapisan : bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah,
retikularis (stratum retikularis). Pars papilaris terdiri dari syaraf dan
pembuluh darah. Pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang
tersusun dari serabut-serabut: serabut kolagen, serabut elastic dan serabut
retikulis
3. Subkutis / Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di
antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama
pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan
tidak sama (berlainan).
Kulit memiliki fungsi yaitu (Brown & Burns 2005):
1. Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial
2. Melindungi dari masuknya zat-zat kimia beracun dari lingkungan dan
mikroorganisme
3. Fungsi-fungsi imunologis
4. Melindungi dari kerusakan akibat radiasi UV

5. Mengatur suhu tubuh


6. Sintesis vitamin D
7. Berperan penting dalam daya tarik seksual dan interaksi sosial
2.2 Definisi Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat
kronis, dengan onset puncak terjadi pada usia kurang dari 12 bulan dan
sebagian besar kasus dermatitis atopik terjadi pada beberapa tahun pertama
dalam kehidupan (Moore dkk., 2004; Illi dkk., 2004). Dermatitis atopik
merupakan manifestasi paling dini dari penyakit alergi. Sebesar 50%
penderita dermatitis atopik akan menjadi asma dan 75% menjadi rhinitis
alergika (Spergel dan Schneider, 1999; Won Oh dkk., 2007).
Dermatitis atau eksema Atopik dianggap sama.enyakit ini dibagi
secara etiologi dan klinis. Lesi lesi kulit ini sangat gatal dengan batas yang
tidak tegas.secara histologis dapat dilihat adanya edema epidermis interseluler
(spongiosis).
Dermatitis Atopik adalah kondisi kambuhan yang dimulai pada masa
kanak kanak dan kadang terus berlanjut sampai manula. Atopi adalah
kecendrungan untuk terjadinya suatu perubahan status reaktifitas imun yang
diturunkan (reaksi hipersensivitas tipe 1 dan tipe lain). Asien yang
mempunyai riwayat atau keluarga tingkat ertama dengan asma,hay
fever,konjungtivitis,atau dermatitis memiliki diatesis atoik (25% dari seluruh
populasi dermatitis). Pasien-pasien atopik memilik kadar IgE serum yang
meningkat.

Gambar 2.2 : Lokasi dermatitis


Dermatitis atopik merupakan hasil interaksi faktor genetika dan
lingkungan termasuk interaksi fetoplasenta, alergen ruangan dan polusi udara
serta nutrisi. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa atopi
pada masa anak kemungkinan disebabkan kelainan genetika, dimana kembar
monozigot lebih berisiko dibandingkan dengan kembar heterozigot dan orang
tua

dengan penyakit alergi memiliki anak-anak yang berisiko tinggi

mengalami asma (Liu dkk., 2003).


Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif
yang dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada
penderita ataukeluarganya (Dharmadji, 2006).
Dermatitis atopik ditandai dengan adanya bercak kemerahan bersisik
dengan batas tidak tegas terdapat pada wajah, dan daerah liatan. Garukan dan
gesekan akan menyebabkan infeksi, penebalan kulit , dan likenifikasi.

Gambar 2.3. Dermatitis atopik pada wajah ( SMF ilmu kesehatan kulit &
kelamin FK UNAND / RSUP Dr. M. Djamil Padang)
2.3 Etiologi Dermatitis Atopik
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas
akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi
kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor
eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan,
allergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi
mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene
lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi
sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja,
2006).
2.3.1. Faktor Endogen
a. Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering
baik di

daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang

kompleks dan terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya


ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air
di ruang ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab
kelainan fungsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan
kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit
mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5
kali normal,
kulit akan makin kering dan merupakan port dentry untuk terjadinya
penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien

dermatitis

atopik

mensekresi

ceramidase

yang

menyebabkan

metabolisme ceramide menjadi sphingosine dan asam lemak,


selanjutnya semakin mengurangi ceramide di stratum korneum,
sehingga menyebabkan kulit makin kering (Soebaryo, 2009).
Selain itu, faktor luar (eksogen) yang dapat memperberat
keringnya kulit adalahsuhu panas, kelembaban yang tinggi, serta
keringat berlebih. Demikian pula penggunaan sabun yang bersifat
lebih alkalis dapat mengakibatkan gangguan sawar kulit. Gangguan
sawar kulit tersebut meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan
berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang menyebabkan kerusakan
sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi
menjadi lebih mudah (Boediardja, 2006).
b. Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu
terdapat DA dalam keluarga. Jumlah penderita DA di keluarga
meningkat 50% apabila salah satu orangtuanya DA, 75% bila kedua
orangtuanya menderita DA.
c. Hipersensitivitas
Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya
peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel
Langerhans epidermis.
d. Faktor psikis
Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA
menyatakan

lesi

DA bertambah

buruk

akibat

stress

emosi

(Boediardja, 2006).
2.3.2. Faktor eksogen
a. Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan,
antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai

10

obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol
(Boediardja, 2006).
b. Alergen
Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap
beberapa alergen tetrentu.
c. Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada
kekambuhan DA,

misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen

dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu


yang panas, kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa
gatal dan kekambuhan DA.
2.4 Manifestasi Klinis
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar
lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.
Jari tangan teraba dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik,
dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi,
agresif, atau merasa tertekan.
Gejala umum dermatitis akut ialah (pruritus), dapat hilang timbul
sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya
penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan
dikulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan
krusta.
Dermatitis dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu dermatitis atopik infantil
(terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun), dermatitis atopik anak (2 sampai
10 tahun), dan dermatitis atopik pada remaja dan dewasa.
a. Dermatitis Atopik Unfantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
Dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama
kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi)
berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah,

11

eksudatif, dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat


lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila
anak mulai merangkak, lesi di temukan di lutut. Biasanya anak mulai
menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat
mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis.
Pada umumnya lesi dermatitis atopik infantil eksudatif, banyak eksudatif,
erosi, krusta, dan dapat mrngalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata
bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi
menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak
likenifikasi. Padasebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun,
mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak.
Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makanan
yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.
b. Dermatitis Atopik anak (Usia 2 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri
( de novo).Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul,
likenifikasi, dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit du lipat siku, lipat
lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di
muka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat terjadi
erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. akibat
garukan, kulit menebal dan peruahan lainnya yang menyebabkan gatal
sehingga terjadi siklus gatal garuk. Rangsangan menggaruk sering diluar
kendali. Penderita sensitif terhadap wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu
ayam, burung dan sejenisnya. Dermatitis atopik berat yang melebihi 50%
permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.
c. Dermatitis Atopik pada remaja dan dewasa
Lesi kulit dermatitis akut pada bentuk ini dapat berupa plak
papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada
dermatitis atopik remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan
samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada dermatitis akut dewasa,
distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir
(kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi
meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering,
12

agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak


likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi eksoriasi dan
eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada
orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila
mengalami stres. Mungkin karena stres dapat menurunkan ambang
rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit mengeluarkan keringat,
sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya
dermatitis akut remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian
cenderung menurun dan membaik sembuh setelah usia 30 tahun, jarang
sampai usia pertengahan, hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai
tua. Kulit penderita dermatitis akut yang telah sembuh mudah gatal dan
cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kirakira 70% suatu saat dapat mengalaminya. Dermatitis akut pada tangan
dapat mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak. Dermatitis atopik di tangan biasa timbul pada wanita
muda setelah melahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun dan
air sebagai pemicunya (Djuanda,2007).
2.5 Patofisiologi
Dermatitis Atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, dan atau asma
bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis atopik
misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan
imunologik. Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi
imunologik, yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.

13

Kadar IgE dalam serum penderita dermatitis atopik dan jumlah eosinofil
dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan
secara sistemik antara dermatitis akut dan alergi saluran napas, karena 80%
anak dengan D.A mengalami asma bronkial atau rinitis alergik. Dari

percobaan pada tikus yang disensitisasi secara epikutan dengan antigen, akan
Faktor
: Genetik,
Sistem
Laktasi,saluran
Sosioekonomi, Polu
terjadi
dermatitis
alergik, IgE
dalamimun,
serumFarmakologi,
meningkat, eosinofila
n iritan kimiawi dan fisik
danResiko
alergen
DERMATITIS
ATOPIK
napas, dan respon
berlebihan terhadap
metakolin. Hal tersebut menguatkan
dugaan bahwa pajanan alergen pada dermatitis akut akan mempermudah
Peningkatan HLA-DR
timbulnya asma bronkial

Aktivasi sel T

Peningkatan IgE

Gatal terus menerus Hipersensitivitas thd alergen

Timbul lesi

Kulit kering dan gatal

Pruritus Hebat

MK : Nyeri akut

Gatal terus menerus saat beristirahat


Lesi

Iritasi pada kulit

MK : Gangguan Pola Tidur


Papul Vesikel
MK : Gangguan Integritas kulit
Lapisan Epidermis Terbuka Invasi Bakteri
Makula Eritematous
Pelepasan Toksik Bakteri
Perubahan body image

2.6 Web Of Caution Dermatitis Atopik

MK : Resiko Infeksi

Malu dan tidak percaya diri


14

MK : Gangguan Citra Tubuh

2.7 Penatalaksanaan

15

Untuk memperoleh keberhasilan terapi DA, diperlukan pendekatan


sistematik meliputi hidrasi kulit, terapi farmakologis, dan identifikasi serta
eliminasi factor pencetus seperti iritan, alergen, infeksi, dan stressor
emosional (Gambar 5). Selain itu, rencana terapi harus individualistik sesuai
dengan pola reaksi penyakit, termasuk stadium penyakit dan faktor pencetus
unik dari masing-masing pasien.

Gambar 2.4. Pendekatan pada pasien dengan dermatitis atopik.


a. Terapi Topical

16

Hidrasi kulit
Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis
yang berkontribusi untuk terjadinya fissure mikro kulit yang dapat menjadi
jalan masuk pathogen, iritan dan alergen. Problem tersebut akan diperparah
selama winter dan lingkungan kerja tertentu. Lukewarm soaking baths
minimal 20 menit dilanjutkan dengan occlusive emollient (untuk menahan
kelembaban) dapat meringankan gejala. Terapi hidrasi bersama dengan
emolien menolong mngembalikan dan memperbaiki sawar lapisan tanduk,
dan dapat mengurangi kebutuhan steroid topical.
Steroid Topical
Karena efek samping potensial, pemakaian steroid topikal hanya untuk
mengontrol DA eksaserbasi akut. Setelah control DA dicapai dengan
pemakaian steroid setiap hari, control jangka panjang dapat dipertahankan
pada sebagian pasien dengan pemakaian fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada
area yang telah sembuh tetapi mudah mengalami eksema. Steroid poten
harus dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid
dioleskan pada lesi dan emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena.
Steroid ultra-poten hanya boleh dipakai dalam waktu singkat dan pada
area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah atau lipatan). Steroid mid-poten
dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada badan dan ekstremitas.
Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis perioral, dan
akne rosasea.
Inhibitor kalsineurin topical
Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan sebagai
imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disetujui sebagai
terapi intermiten DA sedang-berat pada anak 2 tahun dan takrolimus
0.1% untuk dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak 2 tahun
dengan DA ringan-sedang. Kedua obat efektif dan dengan profil keamanan
yang baik untuk terapi 4 tahun bagi takrolimus dan 2 tahun untuk
pimekrolimus. Kedua bahan tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga
aman untuk wajah dan lipatan; dan tidak menyebabkan peningkatan
kecenderungan mendapat superinfeksi virus.

17

b. Identifikasi dan eliminasi faktor pencetus.


Faktor pencetus yang perlu diidentifikasi di antaranya sabum atau
detergen, pajanan kimiawi, rokok, pakaian abrasif, pajanan ekstrim suhu
dan kelembaban.
c. Alergen spesifik
Alergen potensial dapat didentifikasi dengan anamnesis detil, uji tusuk
selektif, dan level IgE spesifik. Uji kulit atau uji in vitro positif, terutama
terhadap makanan, sering tidak berkorelasi dengan gejala klinis sehingga
harus dikonfirmasi dengan controlled food challenges dan diet eliminasi.
Bayi dan anak lebih banyak mengalami alergi makanan, sedang anak yang
lebih tua dan dewasa lebih banyak alergi terhadap aeroallergen
lingkungan.
d. Anti-infeksi
Sefalosporin dan penicillinase-resistant penicillins (dikloksasilin,
oksasilin, kloksasilin) diberikan untuk pasien yang tidak dikolonisasi oleh strain
S aureus resisten. Stafilokokus yang resisten terhadap metisilin
memerlukan kultur dan uji sensitivitas untuk menentukan obat yang cocok.
Mupirosin topikal dapat berguna untuk lesi yang mengalami infeksi
sekunder terbatas.
Terapi antivirus untuk infeksi herpes simplek kulit,sangat penting
untuk pasien DA luas. Asiklovir oral 3 x 400 mg/h atau 4 x 200 mg/h
untuk 10 hari untuk dewasa dengan infeksi herpes simplek kulit.
Sedangkan asiklovir iv diberikan untuk eczema herpetikum diseminata.
Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus
diterapi dengan anti-jamur topical atau sistemik.
e. Pruritus
Steroid topikal dan hidrasi kulit untuk mengurangi radang dan kulit
kering, sering mengurangi keluhan gatal. Alergen hirup dan makanan yang
terbukti menyebabkan rash pada controlled challenges, harus disingkirkan.
Antihistamin sistemik bekerja terutama memblok reseptor H1 dalam
dermis, karenanya dapat menghilangkan pruritus akibat histamine. Karena
histamine hanya merupakan satu mediator penyebab gatal, beberapa pasien
hanya

mendapat

keutungan

minimal

terhadap terapi antihistamin.

Keuntungan beberapa antihistamin adalah mempunyai efek anxiolytic ringan

18

sehingga dapat lebih menolong melalui efek sedatif. Antihistamin non-sedatif


baru menunjukkan hasil yang bervariasi, dan akan berguna bila DA
disertai dengan urtikaria atau rhinitis alergika.
Karena pruritus biasanya lebih parah pada malam hari, antihistamin
sedatif, hidroksizin atau difenhidramin, mempunyai kelebihan (oleh efek
samping mengantuk) bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek
antidepresan dan efek blok terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat
diberikan dengan dosis 10-75 mg oral malam hari atau sampai 2 x 75 mg
pada pasien dewasa. Pemberian doksepin 5% topikal jangka pendek (1
minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa menimbulkan sensitisasi.
Walaupun demikian, dapat terjadi efek sedasi pada pemberian topical area
yang luas dan dermatitis kontak alergik.
f. Preparat ter
Preparat ter batubara mempunyai efek antipruritus dan antiinflamasi pada kulit tetapi tidak sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat
mengurangi potensi steroid topikal yang diperlukan pada terapi
pemeliharaan DA kronis. Produk ter batubara baru telah dikembangkan
sehingga lebih dapat diterima pasien berkaitan dengan bau dan mengotori
pakaian. Sampo mengandung ter dapat menolong untuk dermatitis kepala.
Preparat ter tidak boleh diberikan pada lesi kulit radang akut, karena dapat
terjadi iritasi kulit. Efek samping ter di antaranya folikulitis dan
fotosensitif.
g. Terapi foto
UVB broadband, UVA broadband, UVB narrowband (311 nm), UVA-1
(340-400nm), dan kombinasi UVA-B dapat berguna sebagai terapi
penyerta DA. Target UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan
eosinofil, sedangkan UVB berfungsi imunosupresif melalui penghambatan
fungsi sel penyaji antigen, LC dan merubah produksi sitokin oleh
keratinosit. Efek samping jangka pendek terapi foto di antaranya eritema,
nyeri kulit, garal, dan pigmentasi; sedangkan efek samping jangka panjang
adalah penuaan kulit premature dan keganasan kulit.
h. Rawat inap

19

Pasien DA yang tampak eritrodermik atau dengan penyakit kulit berat dan
luas yang resisten terhadap terapi outpatient, harus dirawat inap sebelum
mempertimbangkan terapi sistemik alternatif, dengan maksud menjauhkan
pasien dari alergen lingkungan atau stress emosional. Bersihnya lesi kulit
selama dirawat, memberikan kesempatan untuk dilakukan uji kulit dan
controlled challenge.
i. Terapi sistemik
Steroid sistemik
Pemakaian prednison oral jarang pada DA kronik. Beberapa pasien
dan dokter lebih menyukai pemberian steroid sistemik karena terapi
topical dan hidrasi kulit memberikan hasil yang lambat. Perlu diingat,
bahwa hasil yang dramatis oleh steroid sistemik sering disertai rebound flare
berat DA setelah steroid dihentikan. Untuk DA eksaserbasi akut dapat
diberikan steroid oral jangka pendek. Bila ini diberikan, perlu dilakukan
tapering dosis dan memulai skin care, terutama dengan steroid topical dan
frequent bathing, dilanjutkan dengan pemberian emolien untuk cegah
rebound flare DA.
Siklosporin
Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama
terhadap sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Agen mengikat
sitopilin, dan komplek ini seterusnya menekan kalsineurin (molekul yang
diperlukan memulia transkripsi gen sitokin. Pasien DA dewasa dan anak
yang refrakter terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan
siklosporin jangka pendek. Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai secara sukses
dalam pemakaian jangka pendek dan panjang (1 tahun), sedang beberapa
peneliti lain memakai dosis tak bergantung berat badan untuk dewasa,
dosis rendah (150 mg) atau 300 mg (dosis tinggi) perhari memakai
siklosporin mikroemulsi. Terapi siklosporin disertai dengan menurunnya
penyakit kulit dan perbaikan kualitas hidup. Penghentian terapi dapat
menghasilkan kekambuhan (beberapa pasien tetap remisi lama).
Meningkatnya kreatinin serum atau yang lebih nyata gengguan ginjal dan

20

hipertensi adalah efek samping spesifik yang perlu diperhatikan pada


terapi siklosporin.
Antimetabolit
Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis purin yang
digunakan sebagai imunosupresan pada transplantasi organ, telah pula
digunakan dalam terapi penyakit kulit inflamatori. Studi open label
melaporkan MMF oral (2 g/h) jangka pendek, dan monoterapi
menghasilkan penyembuhan lesi kulit DA dewasa yang resisten terhadap
obat lain (steroid oral dan topical, PUVA). Obat tersebut ditoleransi baik
(hanya 1 pasien mengalami retinitis herpes). Supresi sumsum tulang (doserelated) pernah dilaporkan. Bila obat tidak berhasil dalam 4-8 minggu,
obat harus dihentikan.
Allergen immutherapy
Imunoterapi dengan aeroallergen tidak terbukti efektif dalam terapi
DA. Penelitian terbaru, imunoterapi spesifik selama 12 bulan pada dewasa
dengan DA yang disensitasi dengan alergen dust mite menunjukkan
perbaikan pada SCORAD dan pengurangan pemakaian steroid.
Probiotik
Pemberian probiotik (Lactobacillus rhamnosus strain GG) saat
perinatal, menunjukkan penurunan insiden DA pada anak berisiko selama
2 tahun pertama kehidupan. Ibu diberi placebo atau lactobasilus GG
perhari selama 4 minggu sebelum melahirkan dan kemudian baik ibu
(menyusui) atau bayi terus diberi terapi tiap hari selama 6 bulan. Hasil di
atas menunjukkan bahwa lactobasilus GG bersifat preventif yang
berlangsung sesudah usia bayi. Hal ini terutama

didapat pada pasien

dengan uji kulit positif dan IgE tinggi.


2.8 Komplikasi
1. Problem mata
Dermatitis palpebra dan blefaritis kronik dapat menyebabkan
gangguan visus dan skar kornea. Keratokonjungtivitis atopic biasanya
bilateral dan menimbulkan gejala gatal, terbakar, keluar air mata dan

21

sekresi mukoid. Keratokonus adalah deformitas konikal kornea akibat


gosokan kronik. Katarak dilaporkan terjadi pada 21% pasien DA berat.
Belum jelas apakah ini akibat manifestasi primer DA atau sebagai akibat
pemakaian ekstensif steroid topical dan sistemik.
2. Infeksi
DA dapat mengalami komplikasi infeksi virus berulang yang
merupakan refleksi dari defek local fungsi sel T. Infeksi virus yang paling
serius adalah akibat infeksi herpes simplek, menghasilkan Kaposi
varicelliform eruption atau eczema herpeticum. Setelah inkubasi 5-12
hari, lesi vesikopustular, multipel dan gatal timbul dalam pola diseminata;
lesi vesikuler ber umbilated dan cenderung berkelompok, dan sering
mengalami perdarahan dan berkrusta, menghasilkan erosi punch-out dan
sangat nyeri. Lesi dalam bergabung menjadi area besar (dapat seluruh
tubuh) yang mengelupas dan berdarah.

Gambar 2.5. Eksema herpetikum.


Vaksinasi smallpox pada pasien DA (bahkan pajanan pasien dengan
individu yang mendapat vaksinasi), dapat menyebabkan erupsi luas berat
(eczema vaccinatum) yang tampak sangat mirip dengan eczema
herpeticum.
Pasien DA menunjukkan peningkatan prevalensi infeksi T rubrum
dibandingkan control nonatopik. Antibodi (IgE) terhadap M furfur biasa
dijumpai pada pasien DA, sebaliknya jarang pada control normal dan

22

pasien asmatik. M furfur dan dermatofit lain penting karena setelah terapi
anti jamur, akan terjadi penurunan keparahan kulit DA.
Staphylococcus aureus dijumpai pada > 90% lesi kulit DA. Krusta
kuning madu, folikulitis, pioderma dan pembesaran KGB regional,
merupakan indikasi adanya infeksi sekunder (biasanya oleh S aureus) dan
memerlukan terapi antibiotik. Pentingnya S aureus pada DA didukung
oleh observasi bahwa pasien DA berat, walaupun tanpa infeksi berat, dapat
menunjukkan respon klinis terhadap terapi kombinasi dengan antibiotik
dan steroid topikal.
3. Dermatitis tangan
Pasien DA sering mengalami dermatitis tangan nonspesifik.
Dermatitis ini sering dipicu oleh basah berulang dan pencucian tangan
dengan sabun, detergen, dan desinfektan.
4. Dermatitis/eritroderma eksfoliatif
Komplikasi ini terjadi akibat superinfeksi, seperti S aureus penghasil
toksin atau infeksi herpes simplek, iritasi berulang, atau terapi yang tidak
mencukupi. Pada beberapa kasus, penghentian steroid sistemik yang
dipakai mengontrol DA berat dapat menjadi factor pencetus eritroderma
eksfoliatif.
2.9 Prognosis
Penyakit cenderung lebih berat dan persisten pada anak, dan periode remisi
lebih sering bila anak bertambah usia. Resolusi spontan dilaporkan terjadi setelah
usia 5 tahun pada 40-60% pasien yang menderita sejak bayi. Walaupun penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa kisaran 84% anak akan terus menderita DA sampai
dewasa, tetapi studi yang lebih baru melaporkan bahwa DA sembuh pada kisaran
20% anak, dan menjadi kurang parah pada 65%. Faktor prediktif berikut
berkorelasi dengan prognosis jelek DA : DA luas pada masa anak, disertai rhinitis
alergik dan asma, riwayat DA pada orang tua atau saudara, awitan DA pada usia
lebih dini, anak tunggal, dan level IgE sangat tinggi.
2.10 Asuhan Keperawatan Dermatitis Atopik
1) Pengkajian

23

1. Identitas : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,


suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa masuk.
2. Keluhan Utama: pasien biasanya mengeluh gatal-gatal yang terjadi
terus menerus.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu :Pasien pernah mengalami penyakit
yang sama. Pernah mengalami asma sebelumnya
b. Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga pernah memiliki riwayat
penyakit gatal-gatal , riwayat alergi, dan pernah mengalami
asma/sesak napas
c. Riwayat kesehatan sekarang :Perlu dikaji berapa lama pasien
mengalami gatal-gatal (Pasien telah mengalami gatal-gatal di
daerah pipi dan leher> 1 minggu). Kaji juga apakah Gatal yang
terjadi lebih sering di malam hari, apakah pasien sering
menggosok-gosok daerah yang gatal sehingga gatalnya meluas
dan menimbulkan skuama. Dan Kaji juga apa yang dirasakan
klien saat ini dan apa yang sudah dilakukan klien untuk mengatasi
sakit yang dirasakan
4. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan

Adanya riwayat infeksi sebelumya

Pengobatan sebelumnya tidak berhasil

Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya jamu.

Adakah konsultasi rutin ke Dokter

Hygiene personal yang kurang

Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.

b. Pola Nutrisi Metabolik

Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan,


berapa kali sehari makan.

Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak,


pedas.

Jenis makanan yang disukai.


24

Nafsu makan menurun.

Muntah-muntah.

Penurunan berat badan.

Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.

Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal,


rasa terbakar atau perih.

c. Pola Eliminasi

Sering berkeringat.

tanyakan pola berkemih dan bowel.

d. Pola Aktivitas dan Latihan

Pemenuhan sehari-hari terganggu.

Kelemahan umum, malaise.

Toleransi terhadap aktivitas rendah.

Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan

Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

e. Pola Tidur dan Istirahat

Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.

Mimpi buruk.

f. Pola Persepsi Kognitif

Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.

Pengetahuan akan penyakitnya.

g. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Perasaan tidak percaya diri atau minder.

Perasaan terisolasi.

h. Pola Hubungan dengan Sesama

Hidup sendiri atau berkeluarga

Frekuensi interaksi berkurang

Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

i. Pola Reproduksi Seksualitas

Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.

25

Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.

j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress

Emosi tidak stabil

Ansietas, takut akan penyakitnya

Disorientasi, gelisah

k. Pola Sistem Kepercayaan

Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah

Agama yang dianut

2) Analisa Data

Analisa Data

Etiologi

Masalah

DS: klien mengatakan

Faktor Eksogen/Genetik

Keperawatan
Kerusakan Integritas

kulitnya gatal dan ada

Kulit

bekas yang tertinggal

Peningkatan HLA-DR

setelah di garuk

Aktivasi sel T

DO: kulit terlihat


kemerahan, terkelupas, dan
lecet

Peningkatan IgE

Hipersensitivitas thd alergen

Kulit kering dan gatal

Iritasi pada kulit

Gangguan integritas kulit

DS: klien mengatakan


gatal-gatal yang
dideritanya menggangu
aktivitasnya

Faktor Eksogen/Genetik

Nyeri akut

Peningkatan HLA-DR

26

Aktivasi sel T
DO: klien tampak gatal dan
sering menggaruk.

Peningkatan IgE

Hipersensitivitas thd alergen

Gatal terus menerus

Timbul lesi

Terasa panas dan perih

Nyeri akut

DS: klien mengatakan

Faktor Eksogen/Genetik

kulitnya terkelupas dan

lecet

Gangguan citra tubuh

Peningkatan HLA-DR

DO: kulit klientampak


kering, berwarna
kemerahan, terkelupas dan
lecet

Aktivasi sel T

Peningkatan IgE

Hipersensitivitas thd alergen

Kulit kering dan gatal

Iritasi pada kulit

Perubahan body image

Malu dan tidak percaya diri

Gangguan citra tubuh


27

3) Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipersensitivitas
terhadap alergen
2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan iritasi yang terjadi pada
kulit
4) Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respon peradangan
(hipersensitivitas terhadap alergen).
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, integritas kulit kembali
baik/tidak rusak.
Kriteria Hasil :
-

Kulit klien tidak merah, tidak lecet, dan tidak ada bula

Klien tidak mengeluh gatal.

Intervensi :
Kaji

Intervensi
tanda lesi dan

respon Mengetahui

peradangan

inflamasi

Rasional
gejala dan
untuk

tanda

memberikan

tindakan tindakan dan menegakan


Berikan

bedak

talk

prognosisnya
yang salisil pada kulit akan menimbulkan

mengandung salisil.

rasa sejuk dan melindungi kuman

untuk menginfeksi
Berikan antihistamin sesuai dosis antihistamin dapat
yang telah ditentukan tim medis

aktivitas

histamine

aktivitas

komplemen

menurunkan
sehingga
C1

dan

menghambat aktivitas bradikinin


dan zat kinin lainnya.
Kolaborasi pemberian

mengurangi

rasa

kortikosteroid /antibiotic topical.

mencegah infeksi.

gatal

dan

28

2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal.


Tujuan : klien merasa nyaman dan tidak merasakan gatal-gatal dalam 1x24
jam.
Kriteria hasil :
-

Klien tidak menggaruk kulitnya

Klien tidak mengeluh nyeri

Klien memperlihatkan tidak adanya gejala eksorasi kulit karena


garukan.

Intervensi :
Intervensi
Rasional
Periksa daerah yang terlibatdan Pemahaman tentang
periksa penyebab terjadinya gatal

luas

dan

karakteristik kulit meliputi bantuan


dalam

menyusun

rencana

intervensi
Mengantisipasi reaksi alergi yang Rasa gatal dapat diperburuk oleh
mungkin

terjadi:

mendapatkan panas, kimia, dan fisik.

riwayat pemakaian obat


Oleskan lotion dan krim kulit Dapat menjaga kelembaban kulit
setelah mandi
dan kenyamanan
Anjurkan pasien untuk menghindari Masalah pasien dapat disebabkan
pemakaian salep atau lotion yang oleh iritasi atau sesitivitas karena
dibeli tanpa resep dokter.
Jelaskan

agar

kuku

terpangkas

pengobatan sendiri.
selalu pemotongan

kuku

akan

mengurangi kerusakan kult karena


garukan.

3. Gangguan citra tubuh dengan iritasi yang terjadi pada kulit.


Tujuan : Dalam waktu 30 menit klien mampu menyesuaikan diri .
Kriteria hasil : Tidak lagi pemurung, dapat bersosialisasi, dan kepercayaan
diri positif.

29

Intervensi :

Berikan

Intervensi
Rasional
kesempatan pengungkapan klien membutuhkan seseorang untuk

perasaan

mendengarkan apa yang dialami, dan

Dukung

memahaminya
untuk membantu meningkatkan penerimaan

upaya

klien

memperbaiki citra dirinya, semisal diri dan sosial


dengan

cara

merapikan

pakaian,

berhias, dll.
Dorong

klien

dengan

orang

untuk
lain

bersosialisasi membantu meningkatkan penerimaan


(lingkungan diri dan sosial.

sekitarnya)

BAB III
DERMATITIS SEBOROIK
3.1 Definisi Dermatitis Seboroik
Dermatitis

Seboroik

merupakan

kelainan

konstitusional,

yang

patogenesis pastinya masih belum diketahui, tetapi pada akhir-akhir ini


ditekankan adanya peran ragi Malassezia (Brown & Burn, 2005).
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka,
kronik dan superfisial, Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari
oleh factor konstitusi, hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka

30

dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar leher, alis mata
dan di belakang telinga (Remitz, 2008).
Dermatitis seboroik sering ditemukan pada bayi sebagai ketombe pada
anak yang lebih besar. Dermatitis seboroik timbul berupa krusta tebal
berwarna cokelat terang melapisi kulit kepala dan sulit dilepaskan. Sebagian
besar farmasi menjual berbagai merk shampo yang mengandung obat atau
minyak bayi yang digunakan untuk membersihkan kulit kepala bayi.
Pembersihan kulit kepala secara regular membantu mencegah rekurensi
(Meadow & Newell, 2005).
Dermatitis seboroik menyerang kulit kepala, wajah, daerah presternal,
punggung bagian atas, dan daerah-daerah lipatan. Pada kulit kepala yang
terkena bisa ditemukan adanya pembentukan skuama yang luas dan gatal
dengan dasar yang eritematosa. Pada wajah didapatkan eritema berskuama
pada lipatan nasolabial, dahi, alis mata, dan daerah janggut. Lesi di daerah
dada sering kali berbatas jelas. Serangan di daerah lipatan menimbulkan
eritema yang sedikit basah dan berminyak. Dermatitis seboroik yang hebat
terutama didapatkan pada pasien penderita AIDS (Brown & Burn, 2005).

Gambar 3.1. Dermatitis Seboroik (Niwanasod, 2011)


Dermatitis

seboroik

biasanya

memerlukan

pengobatan

selama

bertahun-tahun, karena tidak ada pengobatan yang dapat benar-benar


menyembuhkan penyakit tersebut. Hal ini penting disampaikan dengan jelas
pada pasien, karena jika tidak pasien cenderung menggunakan berbagai cara

31

pengobatan dengan harapan terjadi kesembuhan yang permanen (Brown &


Burn, 2005).
Dermatitis seboroik sering ditemukan pada bayi sebagai ketombe pada
anak yang lebih besar. Dermatitis seboroik timbul berupa krusta tebal
berwarna cokelat terang melapisi kulit kepala dan sulit dilepaskan. Sebagian
besar farmasi menjual berbagai merk shampo yang mengandung obat atau
minyak bayi yang digunakan untuk membersihkan kulit kepala bayi.
Pembersihan kulit kepala secara regular membantu mencegah rekurensi
(Meadow & Newell, 2005).
Beberapa bayi mengalami reaksi peradangan kulit yang lebih luas
(dermatitis seboroik) terutama mengenai daerah pangkal paha, aksila, dan
leher. Meski kulit terlihat sangat merah dan mengalami maserasi dengan sisik
berminyak, sisik tersebut bukan iritan dan biasanya keadaan ini akan membaik
dalam beberapa minggu. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau
kandida (Meadow & Newell, 2005).
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka,
kronik dan superfisial, Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari
oleh factor konstitusi, hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka
dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar leher, alis mata
dan di belakang telinga (Remitz, 2008).
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum
yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan
seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau
seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan
leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan
sisik berwarna kuning-coklat dan krusta (Fitzpatrick, 2010).
2.2 Klasifikasi Dermatitis Seboroik

32

Dermatitis seboroik dapat

terjadi

pada infant dan dewasa. Namun,

dermatitis seboroik ini juga biasanya dapat ditemukan pada pasien HIV
(Pratomo,2003).
a. Dermatitis Seboroik Infantil (DSI)

Gambar 3.2. Dermatitis Seboroik Infantil (Nursewian, 2012)


Umumnya DSI timbul untuk pertama kali antara usia 2 dan 6
minggu, dan tidak gatal. Dimulai pada skalp yang disebut sebagai cradle
cap berupa skuama tebal, berminyak kekuningan yang berkonfluens
terutama di daerah verteks dan frontal.Skuama dapat juga berbentuk lebar,
kering, asbestos, psoriasiformis atau bentuk halus berwarna putih yang
tersebar difus. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat juga
timbul lesi pada wajah berbentuk eritroskuamosa yang terlihat di daerah
dahi, alis dan lipatan nasolabial. Pada daerah dengan pakaian tertuup dapat
menambah kelembaban, sehingga timbul lesi berbentuk dermatitis,
khusunya pada lipatan leher, ketiak dan paha (Pratomo,2003).
b. Dermatitis Seboroik pada Remaja dan Dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai
skuama berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama
pada lipatan nasolabial atau pada belakang telinga. Skuama muncul pada
kulit yang berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar sebasea
(misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra
mamae), kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe

33

dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih


umum ) dan tipe pityriasiform (jarang). Bentuknya awalnya kecil, papulpapul follikular dan perifollikular coklat kemerah-merahan dengan skuama
berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai bentuk daun
bunga atau seperti medali (medallion seborrheic dermatitis). Tipe
pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch yang menyerupai
pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang menjadi erupsi. Pada masa
remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp scaling
(ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres atau
kekurangan tidur (Schwartz, 2006).
c. Dermatitis Seboroik pada Infeksi HIV
Dermatitis seboroik pada infeksi HIV umunya lebih berat, lebih
luas dan sulit diobati dibandingkan non enfeksi HIV.Lesi berupa plak
eritematosa dengan skuama dan krusta tebal, mengenai wajah dan skalp,
meluas ke dad bagian atas, punggung, lipat paha dan ekstremitas.Secara
klinis harus dibedakan dengan dermatosis papuloskuomasa lainnya
seperti psoriasis, dermatofitosis da scabies (Pratomo,2003).

Gambar 3.3 Dermatitis Seboroik pada Infeksi HIV (Plewig,2008)


Menurut Harahap & Tanjung, 2000 dermatitis seboroik dibagi berdasar
daerah lesinya :
1. Seboroik kepala
Pada daerah berambut dijumpai skuama yang berminyak
dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling lengket,
terkadang juga dijumpai krusta yang disebut Pityriasis Oleosa.
Skuama yang kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri,
disebut pitiriasis sika (ketombe). Biasanya seboroik ini menyebabkan

34

rambut rontok dan menimbulkan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke


belakang telinga ( retro aurikuaris). Bila meluas, lesinya bisa sampai
ke dahi, disebut korona seboroik.
Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala
yang kering kemudian pasien menurunkan frekuensi pemakaian
shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi
akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk.

Gambar 3.4. Dermatitis Seboroik pada telinga (Plewig,2008)


Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok,
sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke
belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut
Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi
disebut Cradle cap.
Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga
sensasi terbakar pada wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa
menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang
ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi
akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat
terjadi infeksi bacterial.
2. Seboroik Wajah
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabial, dagu terdapat
makula eritem, yang diatasnya terdapat skuama berminyak berwarna
kekuning-kuningan. Ditemukan pada laki-laki yang sering mencukur
35

janggut dan kumisnya sedangkan pada wanita sering mengenai


paranasal berupa lesi eritomatosa.

Gambar 3.5. Dermatitis Seboroik pada wajah (Miniheal, 2014)


Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai
pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di atas
bibir, dapat terjadi folikulitis. Seboroik muka di daerah jenggot disebut
sikosis barbe.
3. Seboroik Badan dan Sela-sela
Seboroik ini mengenai daerah presternal. Intraskapula, ketiak,
inframamma, umbilikus, krural (lipatan paha, perineum, nates).
Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang permukaannya ada
skuama berminyak kekuning-kuningan. Pada daerah badan biasanya
lesi berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di
daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga
menyebabkan infeksi sekunder.

36

Gambar 3.6. Seboroik Badan dan Sela-sela (Skinsight, 2011)


2.3 Etiologi Dermatitis Seboroik
Meskipun banyak teori yang ada, penyebab dermatitis seboroik masih
belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berkaitan dengan
munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktivitas kelenjar sebaseus, peran
mikroorganisme, dan kerentanan individu (De Angelis dkk., 2005;
Fitzpatrick, 2010).
1. Aktivitas Kelenjar Sebaseus (Seborrhea)
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu
ke-16 dari kehamilan.Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut,
mensekresikan sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar
sebaseus berhubungan dengan folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada
telapak tangan dan telapak kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana
kelenjar sebaseus sama sekali tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar
dan paling padat keberadaannya ada di wajah dan kult kepala. Rambut
yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya besar, sering
memiliki ukuran yang kecil. Terkadang pada daerah tersebut, tidak disebut
dengan folikel rambut, tapi disebut dengan folikel sebaseus (Fitzpatrick,
2010).
Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan cara mengalami
proses disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal dengan holokrin.
Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar sebaseus bergantung status
differensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel membran basal, ukuran kecil,
berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan ini mengandung sel yang
terus membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang dilepaskan pada proses
ekskresi lipid. Selama sel ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai
menghasilkan lipid dan membesar mengandung banyak lipid sehingga inti
dan struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus, sehingga
sel akan mengalami desintegrasi dan melepaskan isi (Fitzpatrick, 2010).

37

Sebum adalah cairan kuning yang terdiri dari trigliserid,


asamlemak, wax ester, sterol ester, kolesterol dan squalene. Saat disekresi,
komposisi sebum terdiri dari trigliserid dan ester yang dipecah menjadi
digliseid,monogliserid dan asam lemak bebas oleh mikroba komensal kulit
dan enzim lipase. Sebum manusia mengandung asam lemak jenuh dan
tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi.
Belum diketahui secara pasti apa fungsi sebum, namun diduga sebum
mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga kulit tetap halus
dan lembut (Fitzpatrick, 2010).
Sebum juga punya efek ringan bakterisidal dan fungistatik.
Hormon androgen, khususnya dihidrotestoteron menstimulai aktivitas
kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus manusia mengandung 5-reductase,
3- dan 17-hydroxysteroid dehydrogenase,yang merubah androgen yang
lebih lemah menjadi dihydrotestosteron,yang akan mengikatkan dirinya
pada reseptor spesifik di kelenjar sebaseus kemudian meningkatkan
sekresinya (Hunter, 2002).
Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor dehidroepiandrosteron
sulfas (DHEAS) yang juga berperan dalam aktivitas kelenjar sebaseus.
Level DHEAS tinggi pada bayi baru lahir, rendah pada anak usia 2-4 tahun
dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum mulai meningkat (Layton,
2010).
Seborrhea

merupakan

faktor

predisposisi

dermatitis

seboroik,namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi sebum pada


semua pasien. Dermatitits seboroik lebih sering terjadi pada kulit dengan
kelenjar sebaseus aktif dan berhubungan dengan produksi sebum. Insiden
dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi baru lahir karena kelenjar
sebaseusyang aktif yang dipengaruhi oleh hormon androgen maternal, dan
jumlah sebum menurun sampai pubertas (Fitzpatrick, 2010).
2. Efek Mikroba

38

Unna dan Sabouraud, adalah yang pertama

menggambarkan

penyakit dermatitis seboroik melibatkan bakteri, jamur, atau keduanya.


Hipotesis ini kurang didukung, meskipun bakteri dan jamur dapat diisolasi
dalam

jumlah

besar

dari

situs

kulit

yang

terkena

(Schwartz,

2007;Fitzpatrick, 2010).
Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik, dan jarang
ditemukan pada manusia. Peranan malassezia sebagai faktor etiologi
dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Dermatitis seboroik hanya
terjadi pada daerah yang banyak lipid sebaseusnya, lipid sebaseus
merupakan

sumber

makanan

malassezia.

Malassezia

bersifat

komensalpada bagian tubuh yang banyak lipid. Lipid sebaseus tidak dapat
berdiri sendiri karena mereka saling berkaitan dalam menyebabkan
dermatitis seboroik (Schwartz, 2007;Fitzpatrick, 2010).
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon
pejamu abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia. Kerentanan
pada pasien dermatitis seboroik disebabkan berbedanya kemampuan sawar
kulit untuk mrncegah asam lemak untuk penetrasi. Asam oleat yang
merupakan komponen utama dari asam lemak sebum manusia dapat
menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi bahan dari sekresi
kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan fungsi dari
sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta squama pada kulit
kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus stratum korneum karena berat
molekulnya yang cukup rendah(<1-2kDa) dan larut dalam lemak
(Gemmer, 2005).
4. Kelainan Neurotransmitter
Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan berbagai kelainan
neurologis, sertaadanya kemungkinan pengaruh dari sistem saraf. Kondisi
neurologis ini termasuk parkinsonpostencephalitic, epilepsi, cedera
supraorbital, kelumpuhan wajah,

poliomyelitis, syringomyelia dan

39

quadriplegia. Stres emosional tampaknya memperburuk penyakit. Jumlah


penderita dermatitis seboroik dilaporkan banyak di antara pasukan tempur
di masa perang. Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang berperan
dalam timbulnya penyakit dermatitis karena terjadi peningkatan produksi
sebum yang mempengaruhi pertumbuhan Malassezia (Fitzpatrick, 2010:
Gupta, 2004).
5. Faktor Fisik
Telah diperkirakan bahwa aliran darah kulit dan suhu kulit
mungkin bertanggung jawab untuk distribusi dermatitis seboroik. Variasi
musiman suhu dan kelembaban yang berhubungan dengan perjalanan
penyakit. Temperatur rendah pada musim dingin, kelembaban rendah pada
ruangan yang diberi penghangat diketahui memperburuk kondisi
dermatitis seboroik.
6. Proliferasi Epidermal Menyimpang
Proliferasi epidermal meningkat pada dermatitis seboroik, hal ini
menjelaskan mengapa terapi sitostatik dapat memperbaiki kondisi
(Fitzpatrick, 2010).
7. Gangguan Gizi
Kekurangan zinc pada pasien dapat disertai dengan dermatitis
mirip dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik tidak disebabkan karena
defisiensi zinc, tidak juga dihasilkan respon dengan terapi pemberian zinc.
Dermatitis seboroik pada bayi mungkin memiliki patogenesis yang
berbeda. Baik itu kekurangan biotin karena sebab sekunder, kekurangan
holocarboxylase atau kekurangan biotinidase, dan metabolisme abnormal
asam lemak esensial telah dipikirkan sebagai kemungkinan (Fitzpatrick,
2010).
3.4 Manifestasi Klinis

40

Gambaran khas dermatitis seboroik adalah eritema dengan warna


kemerahan dan ditutupi dengan sisik berminyak besar yang dapat dilepaskan
dengan mudah. Pada kulit kepala, lesi dapat bervariasi dari sisik kering
(ketombe) sampai sisik berminyak dengan eritema (Gambar A). Pada wajah,
penyakit ini sering mengenai bagian medial alis, yaitu glabella (Gambar B),
lipatan nasolabial (Gambar C), concha dari daun telinga, dan daerah
retroauricular (Gambar D). Lesi dapat bervariasi dalam tingkat keparahan
eritema sampai sisik halus (Gambar E). Pria dengan jenggot, kumis, atau
jambang, lesi mungkin melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut (Gambar
F), dan lesi hilang jika daerah tersebut dicukur. Daerah dada medial pada pria
terlihat petaloid yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah terang di
pusat dan merah gelap di tepi (Gambar G). Pasien yang terinfeksi HIV, lesi
terlihat menyebar dengan pertanda inflamasi (Gambar H).

41

Gambar 3.7. Manifestasi klinis dermatitis seboroik (Naldi, 2009).


3.5 Patofisiologi
Seborik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum yang
berlebihan pada daerah-daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam jumlah
besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi hidung serta
bibir atas, daerah malar (pipi), telinga, aksila, dibawah payudara, lipat paha
dan lipatan gluteus didaerah pantat). Dengan adanya kondisi anatomis dimana
secara predileksi di daerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau
yang terletak diantara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah yang besar
sehingga memungkinkan adanya respon inflamasi yang lebih tinggi.
(Djuanda, 2002)
Dermatitis seboroik diawali sebagai dengan papul berwarna merah
muda yang kemudian bersatu membentuk plak yang sedikit timbul berwarna
kemerahan dengan skuama, atau krusta kekuningan. Biasanya mengenai
skalp, wajah, alis, lekuk paranasal, liang telinga luar dan dada. Pada bayi
sering berbentuk cradle cap, sedangkan pada penderita AIDS lesinya lebih
luas dan berat dibanding orang normal. Diagnosisi klinis biasanya ditegakkan
berdasarkan distribusi lesi dari pada gambaran morfologi yang terlihat.
(Pratomo, 2003)

42

Kelenjar sebasea yang


Faktor
terlalu
neurologik
aktif
: penyakitKekurangan
parkinson nutrisiMakanan
: Zink tinggi protein dan lemak

Produksi sebum sebacea

Pertumbuhan jamur pityrosporum ovale


Regenerasi kulit kepala terhambat

Reaksi inflamasi di sekitar kulit

Penumpukan sel-sel kulit mati


Dermatitis Seboroik
Aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans

3.6 Web Of Caution (Terlampir)

HMC

Pelepasan Limfokin
lepas makrofag
Kerusakan Jaringan
Gatal dan rubor

Kelembapan kulit menurun


Kulit mengering

Reaksi menggaruk berlebih

Perubahan warna kulit

Merusak lapisan epidermis

MK: Gangguan citra tubuh

MK: Gangguan integritas kulit

MK: Gangguan rasa nyaman

Lapisan Epidermis terbuka infeksi bakteri

Pelepasan Toksik Bakteri


MK: Resiko infeksi

43

3.7 Pemeriksaan Diagnostik Dermatitis Seboroik


a) Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan

histopatologi

walaupun

gambarannya

kadang

juga

ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau


psoriasis.Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit.
Gambaran hispatologinya umumnya sesuai dengan gambaran klinisnya;
dapat berupa lesi awal, lesi yang sudah berkembang atau lesi lama.Pada
lesi awal brupa infiltrate ringan perivaskular superficial, terdiri sel
limfohistiosit kadang-kadang disertai netrofil; edema ringan pada papilla
dermis; adanya focus spongiosis pada infudndibulum dan epidermis; serta
skuama/krusta pada terutama pada bibir muara infuibulum yang kadangkadang terdapat netrofil. (Pratomo, 2003)

44

Lesi yang sudah berkembang ditandai infiltrate perivaskuler superficial


dan interstitial dari sel limfosit; pelebaran pembuluh darah pada dermis
bagian atas; serta mound parakeratosis dengan globus kecil plasma pada
bibir muara infudibulum dan interinfundibulum. Lesi lama ditandai
infiltrate perivaskular superficial dari sel limfosit; telangiektasi pada
bagian atas dermis; hyperplasia psoriasiformis; dan mound parakeratosis
pada bibir muara dan diantara muara infundibulum. (Pratomo, 2003)
b) Kultur jamur dan kerokan kulit bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
c) Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
d) Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida
dan parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan
wax ester.
e) Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin
1/5000).
f) Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
g) Laboratorium : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein
total, albumin, globulin
3.8 Penatalaksanaan
Oleh karena tidak ada pengobatan seboroik yang diketahui, maka
tujuan terapinya adalah untuk mengendalikan kelainan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada kulit untuk memperbaiki dirinya sendiri.
Penatalaksanaan yang digunakan, meliputi pengobatan topikal dan sistemik
(Muttaqin & Sari, 2012).
1. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan
dandruff kronik pada stadium awal. Dermatitis seboroik pada badan dan
muka akan bereaksi terhadap penggunaan preparat topikal krim
kortikosteroid yang mengurangi respons inflamasi sekunder. Namun, obat
ini harus digunakan dengan hati-hati jika akan dioleskan di dekat kelopak

45

mata karena dapat memicu glaukoma dan katarak pada orang yang
memiliki presdiposisi.
Prinsip utama terapi ketombe adalah keramas setiap hari atau
sedikitnya tiga kali sehari dengan menggunakan sampo obat. Dua atau tiga
jenis sampo harus dipakai secara bergantian agar keadaan seboroik tidak
resisten terhadap jenis sampo tertentu. Setelah kondisi kulit kepala
membaik, intensitas terapi dapat dikurangi. Sampo antiseboroik adalah
samp yang mengandung suspensi selenium sulfida, sampo zinc pyrithione,
sampo asam salisilat-sulfur, dan sampo tar yang mengandung sulfur, serta
asam salisilat.
Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati dermatitis
seboroik pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura maupun dermatitis
seboroik recalcitrant persistent pada dewasa. Toikal golongan azol dapat
dikombinasikan dengan regimen desonide untuk terapi wajah.
2. Pengobatan sistemik
Dapat diberikan antihistamin ataupun sedatif. Pemberian dosis rendah dari
terapi oral bromida dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang
menggunakan dosis rendah dari preparat hemopoetik yang mengandung
potasium bromida, sodium bromida, nikel sulfat, dan sodium klorida dapat
memberikan perubahan yang berarti dalam penyembuhan dermatitis
seboroik dan dandruff setelah pengunan 10 minggu. Pada keadaan yang
berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednison 20-30 mg
sehari, jika ada perbaikan dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik.
3.9 Komplikasi
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang saluran telinga
luar bisa menyebabkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran
telinga bagian luar. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka
dermatitis seboroik akan meluas ke daerah sternal, aerola mamae, umbilikus,
lipat paha dan daerah anogenital, serta kerontokan yang berlebihan dapat
menyebabkan kebotakan (Djuanda & Sularsito, 2008).
3.10 Prognosis

46

Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada


bayi dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa.
Tidak ada bukti yang menyatakn bayi dengan dermatitis seboroik juga akan
mengalami penyakit ini saat dewasa. Pasien dermatitis dewasa dengan bentuk
berat kemungkinan dapat persisten (Djuanda & Sularsito, 2008).
3.11 Asuhan Keperawatan Dermatitis Seboroik
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Pasien.
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan pekerjaan
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok
c. Riwayat Kesehatan.
1)Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2)Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
3)Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
2. Pemeriksaan fisik
a. Subjektif : Gatal
b. Objektif :
1) Skuama kering, basah atau kasar.
2) Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi. (Yang
sering ditemui pada kulit kepala, alis, daerah naso labial
belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus,
lipat bokong, lipat paha dan skrotum).
3) Kerontokan rambut.
c. Pola Eliminasi
1) Sering berkeringat.
2) Tanyakan pola berkemih dan bowel
d. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Pemenuhan sehari-hari terganggu.
2) Kelemahan umum, malaise.
3) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
4) Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan

47

5) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.


e. Pola Tidur dan Istirahat
f. Pola Persepsi Kognitif
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
1) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
2) Perasaan terisolasi.
h. Pola Hubungan dengan Sesama
i. Pola Reproduksi Seksualitas
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
1) Emosi tidak stabil
2) Ansietas, takut akan penyakitnya
3) Disorientasi, gelisah
k. Pola Sistem Kepercayaan
B. Analisa Data
Data
DS:
pasien mengatakan
kulitnya kering
DO:
permukaan kulit kasar,
kering, timbul jaringan
parut.

Analisa data

Masalah keperawatan

Allergen

Kerusakan integritas

kulit

Iritasi primer

Mengiritasi kulit

Gangguan integritas kulit

DS :
Klien mengatakan malu,
perasaan sedih karena
perubahan kulitnya,
merasa jelek

Dermatitis seboroik

Gangguan citra tubuh

Kelembapan kulit
menurun

48

DO:

Kulit mengering

Klien sering

menundukkan kepalanya

Perubahan warna kulit

Gangguan citra tubuh

dan berusaha
menyembunyikan
gatalnya
DS:

Dermatitis seboroik

Gatal dan rubor

Reaksi menggaruk

Gangguan rasa nyaman

Klien mengatakan tidak


nyaman dengan kondisi
kulitnya karena terasa
gatal

Gangguan rasa
nyaman

DO:
Klien tampak menggaruk
kulitnya, timbul rubor
pada kulit klien
C. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan (00044)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
(00118)
3. Gangguan

rasa

nyaman

berhubungan

dengan

gejala

penyakit

(00214)
D. Intervensi keperawatan
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan
(00044)
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Setelah tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien dapat
mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan,

ditandai

kenyamanan

kulit,

dengan

berkurangnya

mengungkapkan
derajat

peningkatan

pengelupasan

kulit,

49

berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan,


penyembuhan

area

kulit

yang

telah

rusak

Intervensi:
Intervensi
Rasional
Anjurkan pasien mandi paling dengan mandi air akan meresap
tidak sekali sehari selama 15 20 dalam satu rasi kulit. Pengolesan
menit. Segera oleskan salep atau krim pelembab selama 2 4
krim yang telah diresepkan setelah menit

setelah

mandi

untuk

mandi. Mandi lebih sering jika mencegah penguapan air dari


tanda dan gejala meningkat.
Instruksikan menggunakan
hangat jangan panas

kulit
air air

panas

vasodilatasi

menyebabkan
yang

akan

Dorong

untuk

meningkatkan pruritus
menggunakan sabun
yang
mengandung

sabun

yang

mengandung pelembab lebih sedikit kandungan

pelembab atau sabun untuk kulit alkalin dan tidak membuat kulit
sensitive. Hindari mandi busa

kering,

sabun

kering

meningkatkan keluhan
Oleskan/berikan salep atau krim salep
atau
krim

dapat
akan

yang telah diresepkan 2 atau tiga melembabkan kulit


kali per hari.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh (00118)
Tujuan:
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil:
Setelah tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien dapat:
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan
2.
3.
4.
5.
6.
7.

diri.
Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan
teknik untuk meningkatkan penampilan

50

Intervensi:
Intervensi
Rasional
Kaji adanya gangguan citra diri Gangguan
citra
diri
(menghindari

kontak

akan

mata, menyertai setiap penyakit/keadaan

ucapan merendahkan diri sendiri).

yang tampak nyata bagi klien,


kesan

orang

terhadap

dirinya

berpengaruh terhadap konsep diri


Identifikasi stadium psikososial Terdapat hubungan antara stadium
terhadap perkembangan

perkembangan,

citra

diri

dan

reaksi serta pemahaman klien


Berikan kesempatan

terhadap kondisi kulitnya


klien membutuhkan pengalaman

pengungkapan perasaan

didengarkan dan dipahami.

Nilai

rasa

keprihatinan

dan Memberikan

ketakutan klien, bantu klien yang petugas


cemas

mengembangkan kecemasan

kesempatan

untuk

pada

menetralkan

yang

tidak

perlu

kemampuan untuk menilai diri terjadi dan memulihkan realitas


dan mengenali masalahnya.
Dukung

upaya

klien

situasi,

ketakutan

adaptasi klien.
untuk membantu

merusak

meningkatkan

memperbaiki citra diri, sptmerias, penerimaan diri dan sosialisasi.


merapikan
Mendorong
orang lain

c.

Mendorong
sosialisasi

orang lain
dengan membantu

sosialisasi

dengan

meningkatkan

penerimaan diri dan sosialisasi

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

(00214)
Tujuan:
Klien dapat merasakan kembali rasa nyaman
Kriteria Hasil:
Setelah tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dapat
mengurangi rasa tidak nyaman yang dirasakan sampai dengan hilang

51

(klien tidak lagi menggaruk kulitnya dan tidak ditemukan rubor ada
kulit)
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Kaji keluhan gatal, lokasi, frekuensi, Untuk mengetahui skala nyeri klien
intensitas (skala) dan waktu.
Observasi petunjuk non-verbal gatal, Gerakan
misal : menggaruk, ekspresi wajah

non-verbal

klien

seperti:

menggaruk, dan ekspresi mengerutkan


wajah menandakan adanya rasa tidak

nyaman yang dirasakan klien.


Ajarkan klien untuk melakukan teknik Teknik ditraksi dapat mengurangi rasa
mengurangi

gatal:

relaksasi

dan tidak nyaman yang dirasakan oleh klien

distraksi, terutama bila keluhan gatal


timbul
Berikan HE tentang efek menggaruk Cara yang salah dalam menggaruk
dengan

benar

daerah

yang

gatal, anggota

tubuh

yang

gatal

dapat

misalnya dengan menggaruk dengan menyebabkan iritasi pada kulit


ujung jari kuku dan garukan yang
keras, melainkan dengan permukaan
kuku-kuku jari dan garukan perlahan
Anjurkan
pada
klien
untuk Dengan menggunakan alas tangan yang
menggunakan
lembut
Kolaborasi

sarung

dalam

tangan

pemberian

antipruritus (anti gatal).

kain lembut

dapat

mengurangi

resiko

timbulnya luka akibat digaruk


obat Pemberian
antipruritus

dapat

mengurangi

52

BAB IV
DERMATITIS KONTAK
4.1 Definisi Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit.dermatitis kontak merupakan suatu
dermatitis (peradangan kulit) yang disertai dengan adanya spongiosis atau
edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahanbahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit. Bahan-bahan tersebut
dapat bersifat toksik ataupun alergik (harahap, 2000).
Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa dan
disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau
alernergik. Ada empat bentuk dasar : alergik, iritan, fototoksik, dan
fotoalergika. Hampir setiap zat dapat menimbulkan dermatitis kontak.
53

Kepekaan kulit dapat terbentuk sesudah mengalami periode kontak yang


singkat atau lama, dan gambaran klinisnya dapat timbul beberapa jam atau
minggu sesudah kulit yang peka itu terpajan.
4.2 Klasifikasi Dermatitis Kontak
Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis
Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.
Sebaliknya dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.
1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari
berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI
diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan
(DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini
disebabkan antara lain oleh banyak pederita dengan kelainan ringan tidak
datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.
2. Dermatitis Kontak Alergik (DKA)
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin
bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung
bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun inforasi mengenai
prevalensi dan insidens DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga
berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadia DKI akibat kerja sebanyak
80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari inggris dan amerika serikat
menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata
cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen, sedangkan dari satu

54

penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih
sering daripada DKA akibat kerja.
4.3 Etiologi
1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, dan
serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak,
kekerapan, adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian
pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak
iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulitdi berbagai tempatmenyebabkan
perbedaan permeabilitas, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih
mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis
kelamin (insiden DKI lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan
menurun), misalnya dermatitis atopik.
2. Dermatitis Kontak Alergik (DKA)
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum
diproses, disebut hapten, bersifat lipolitik, sangat reaktif, dapat mnembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel
hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan
pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak

55

(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik


(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).
4.4 Manifestasi Klinis
Erupsi dimulai ketika unsur penyebab mengenai kulit. Reaksi pertama
mencakup rasa gatal, terbakar, dan eritema yang segera diikuti oleg gejala
edema, papula, vesikel serta perembesan cairan atau sekret. Pada fase
subakut, perubahan vesikuler ini tidak begitu mencolok lagi dan berubah
menjadi pembentukan krusta, pengeringan, pembentukan fisura serta
pengelupasan kulit. Jika terjadi reaksi yang brulang-ulang atau bila pasien

Faktor
predisposisi
Riwayat
kontak terus-menerus menggaruk kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan
keadaan
terlalu
panas
ataupembersih,
terlalu dingin
oleh kontak
yang terus-menerus dengan sabun serta air, da
sabun, deterjen,
bahan
danatau
zat kimia
pigmentasi
(perubahan
warna)
akanindustri
terjadi (Smeltzer & Bare, 2001).

4.5 Patofisiologi
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan
seperti sabun, deterjen, bahan pembersih, dan zat kimia industri, serta adanya
Dermatitis Kontak

faktor predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin


atau olehPelepasan
kontak yang
terus-menerus
dengan
sertaT air, dan penyakit
mediator
inflamasi
olehsabun
Limfosit
kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada
kulit. Respon inflamasi pada kulit

pada dermatitis kontak diperantarai

melalui hipersensitifitas lamabat jenis seluler tipe IV (Muttaqin & Sari,

Histamin

Leukotrien

Prostaglandin

2012).

Web Of Caution
(Terlampir)
konsentrasi4.6
histamine
dalam darah
permeabilitas vaskuler
Memediator syaraf Dilatasi
C
pembuluh darah

Jumlah air pada area terseb


Timbul rasa gatal Timbul rasa nyeri terbakarKulit kemerahan/
eritema
Kulit Bengkak/oedema dan terbentuk
Menggaruk kulit

MK: Nyeri
akutpada area terbuka :wajah, tangan, leher,dll
Jika terjadi

MK: Gangguan pola tidur Timbul luka


MK: Gangguan citra tubuh

Bulla pecah

MK: Gangguan integritas kulit


Timbul luka
56
MK: Resiko infeksi

4.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang
cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat, dermatitis kontak iritan
akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita
lebih mudah mengingat penyebab terjadinya, dermatitis kontak iritan kronis
timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang
sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi, selain anamnesis, juga perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis dermatitis
kontak iritan yaitu Patch test (uji tempel).
Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk
menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan
untuk mendiagnosis dermatitis kontak alergi.nPatch test dilepas setelah 48

57

jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.Untuk pemeriksaan lebih lanjut,
dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya
didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) , maka dapat didiagnosis
sebagai dermatitis kontak iritan (Djuanda & Sularsito, 2008).
4.8 Penatalaksanaan
a. Dermatitis Kontak Iritan
Upaya pengobatan Dermatitis Kontak Iritan yang terpenting adalah
menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau
kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat
dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu
pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit
yang kering (Djuanda, 2003). Apabila diperlukan, untuk mengatasi
peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison,
atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosterodi yang
lebih kuat. (Harahap, 2007)
b. Dermatitis Kontak Alergik
Pada dermatitis kontak alergik, harus menghindari faktor penyebeb alergi,
oral kortikosteoroid. Dosis 35-50 mg/hari (Harahap, 2000). Kortikosteroid
dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada
dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula
atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah
beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam
faal atau larutan air salisil 1:1000. Untuk dermatitis kontak alergik yang
ringan, atau dermatitis kontak alergi akut yang telah mereda (setelah
mendapat

pengobatan

kortikosteroid

kortikosteroid

topikal.Pemakaian

alat

sistemik),

cukup

perlindungan

yang

diberikan
adekuat

diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya
pencegahan (Djuanda, 2003).
4.9 Komplikasi
Komplikasi Dermatitis Kontak Iritan adalah sebagai berikut:

58

a. Dermatitis Kontak Iritan meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan


topikal.
Otitis eksterna, pruritus ani, dan ulkus varikosa pada tungkai.Beberapa
tahun belakangan masalah terjadinya alergi akibat kontak dengan steroid
topikal telah muncul. Alergi tersebut biasanya ditemukan pada pasien
yang tidak merespons, atau gangguan kulitnya makin memburuk, selama
mendapatkan pengobatan dengan steroid topikal.(Davey, 2005)
b. Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus
aureus
c. Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa
pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres
psikologik
d. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena
Dermatitis Kontak Iritan
e. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.
Durasi dari Dermatitis Kontak Alergi pada tiap individu beda-beda,
kebanyakan membaik dalam jangka waktu satu sampai dua minggu. DKA
berlanjut menjadi lebih buruk apabila alergen terus mengalami kontak
dengan kulit. Pada fase akut dapat terjadi perburukan berupa timbulnya
eritema papul, vesikel, erosi, krusta, serta skuama.Pada fase kronik dapat
berakibat pada timbulnya kulit yang menebal, fisura, skuama, dan
krusta.Dermatitis kontak alergi dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat
garukan yang berlebih. (Corwin, 2009)
4. 10 Prognosis
a. Dermatitis Kontak Iritan
Menurut Djuanda (2007), bila bahan iritan penyebab dermatitis
tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya
kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada Dermatitis Kontak Iritan
kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopik.

59

Prognosis baik pada individu non atopi dimana Dermatitis Kontak


Iritan didiagnosis dan diobati dengan baik. Individu dengan dermatitis
atopi rentan terhadap Dermatitis Kontak Iritan (Hogan, 2009).
b. Dermatitis Kontak Alergik
Prognosis Dermatitis Kontak Alergik umumnya baik, sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis
bila terjadi bersamaan dnegan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis
atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen
yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita. (Djuanda, 2003)
Menurut Hogan (2009), individu dengan dermatitis kontak alergi
dapat memiliki dermatitis persisten atau kambuh, terutama jika bahan yang
mereka alergi tidak dapat diidentifikasi atau jika mereka terus
menggunakan perawatan kulit yang tidak lagi sesuai (yaitu, mereka terus
menggunakan bahan kimia untuk mencuci kulit mereka dan tidak
menggunakan emolien untuk melindungi kulit mereka). Semakin lama
seorang individu mengalami dermatitis yang parah, semakin lama
dermatitis dapat disembuhkan setelah penyebabnya terindentifikasi.
Beberapa individu memiliki dermatitis persisten diikuti dermatitiskontak
alergi, yang tampaknya benar terutama pada individu yang alergi terhadap
krom.Masalah yang khusus adalah neurodermatitis (lichen simpleks
chronicus), di manaindividu berulang kali menggosok atau menggaruk
daerah awalnya terpengaruh olehdermatitis kontak alergi. Tes TRUE dapat
memberikan informasi dasar yang akurattentang alergen yang sering
menyebabkan Dermatitis Kontak Alergik.
4.11 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data Umum Pasien
Meliputi identitas pasien yaitu nama, jenis kelamin, usia,
alamat lengkap, pekerjaan (saat ini dan sebelumnya), status
perkawinan, agama, suku bangsa.
Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua
umur sering terjadi pada remaja dan dewasa muda dapat terjadi

60

pada pria dan wanita.Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak


iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit,
karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif).
Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh
penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik
kira-kira hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik
terjadi

pada

3-4%

dari

populasi

penduduk.

Usia

tidak

mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak


alergik lebih jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul
pada usia dewasa tapi dapat mengenai segala usia. Prevalensi pada
wanita dua kali lipat dari pada laki-laki. Bangsa kaukasian lebih
sering terkena dari pada ras bangsa lain. (Keefner, 2004).
b) Keluhan utama
Pada dermatitis kontak iritan jika terkena paparan iritan
maka kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat
berkembng menjadi vesikel kecil atau papul (tonjolan) dan
mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal, perih dan rasa terbakar
terjadi pada bintik-bintik merah.
Pada dermatitis kontak alergi kulit tampak kemerahan dan
bulla. Blister juga mungkin terjadi dan dapat membentuk crust dan
scales ketika mereka pecah. Gatal, rasa terbakar dan sakit.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kepekaan kulit dapat terbentuk sesudah mengalami periode
kontak yang singkat atau lama, dan gambaran klinisnya dapat
timbul beberapa jam atau minggu sesudah kulit yang peka itu
terpajan. Gejala yang terjadi mancakup keluhan gatal-gatal, rasa
terbakar, eritema, lesi kulit dan edema yang diikuti oleh
pengeluaran

sekret,

pembentukan

krusta

serta

akhirnya

pengeringan dan pengelupasan kulit.


d) Riwayat Penyakit Dahulu
a) Riwayat alergi pasien dikaji apakah pasien alergi terhadap
suatu bahan. Pada dermatitis kontak tipe alegen pengkajian
riwayat alergi sangat penting misalnya pasien alergi kontak
dengan bahan kosmetik tertentu, sabun atau deterjen.

61

b) Riwayat hospitalisasi mencakup apakah pasien pernah dirawat


dengan penyakit yang sama, pengobatan yang pernah pasien
lakukan, lamanya penyakit dan gejala yang ditimbulkan.
c) Riwayat pembedahan yang pernah dialami oleh pasien terkait
jenis pembedahan, penyakit yang diderita, penggunaan obatobatan
d) Riwayat penyakit infeksi dan menular
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan riwayat penyakit keluarga secara lengkap
minimal dalam tiga generasi. Apakah ada anggota keluarga yang
pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit kulit lainnya.
Apakah ada keluarga yang alergi dengan suatu bahan yang sama
atau berbeda.
f) Riwayat Kebiasaan
Perawat sebaiknya juga menanyakan tentang kebiasaan
pasien yang mungkin merugikan, misalnya penggunaan kosmetik,
obat-obatan, personal hygiene (shampoo, lotions, sabun), dan lainlain.
a) Nutrisi
Bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi makan tiap
hari, nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai
banyak minuman dalam sehari serta apakah ada perubahan
selama sakit.
b) Eliminasi
Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB
seperti frekuensi,warna dan konsistensi baik sebelum dan
sesudah sakit.
c) Aktivitas
Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan
mengalami gangguan dalam aktifitas karena adanya rasa gatal
dan apabila mengalami infeksi maka akan mengalami
gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
d) Istirahat
Klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal
serta adanya nyeri. Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah,
cemas.
g) Paparan Lingkungan

62

Pengkajian lingkungan pasien terkait disekitar tempat


tinggal pasien apakah terpapar limbah industri, apakah terpapar
radiasi atau zat kimia tertentu yang dapat mengganggu kulit.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi
dan pola

kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan

penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan


tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen
(Djuanda, 2003).
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan
papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan
membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul
pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah
sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi
dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis (Trihapsoro, 2003).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh
(tenang), bila mungkin setelah 3 minggu.Tempat melakukan uji tempel
biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas.Bahan uji
diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang
utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan
plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada
waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam.Untuk bahan tertentu bahkan
baru memberi reaksi setelah satu minggu.Hasil positif dapat berupa
eritema dengan urtikaria sampai vesikel atau bula.Penting dibedakan,
apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan
dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi,
reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo),
sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe
crescendo) (Djuanda, 2003).
4. Analisa Data
63

Analisa Data
DS:

klien

mengatakan

Etiologi

Masalah Keperawatan

Dermatitis Kontak

Kerusakan Integritas

kulitnya gatal dan ada bekas

yang tertinggal setelah di

Pelepasan mediator

garuk
DO:

Kulit

Inflamasi oleh Limfosit T


kulit

terlahat

kemerahan, terkelupas, dan


lecet

Histamin

konsentrasi histamine dlm


darah

Rasa gatal

DIgaruk

Timbul Luka

Gangguan integritas kulit

DS: klien mengatakan nyeri


pada sekitar lesi

Dermatitis Kontak

Nyeri Akut

Pelepasan mediator
DO:
terdapat lesi tampak merah
pada kulit klien, raut muka
klien meringis menahan
nyeri

Inflamasi oleh Limfosit T

Prostaglandin

Memediator syaraf C

Timbul rasa nyeri terbakar

Nyeri Akut

64

DS :klien mengatakan tidak


bisa tidur karena gatal
DO :klien sering
menggaruk-garuk tubuh dan

Dermatitis Kontak

Gangguan Pola tidur

Pelepasan mediator
Inflamasi oleh Limfosit T

tampak lemas karena kurang

tidur

Histamin

konsentrasi histamine dlm


darah

Rasa gatal

Digaruk

Gangguan Pola tidur


DS:

klien

mengatakan

kulitnya terkelupas dan lecet

Dermatitis Kontak

Gangguan citra tubuh

Pelepasan mediator

DO:
kering,

kulit

klientampak
berwarna

kemerahan, terkelupas dan


lecet

Inflamasi oleh Limfosit T

Prostaglandin

Dilatasi pembuluh darah

Kulit kemerahan/eritema

Jika terjadi pada area


terbuka :wajah, tangan,
leher,dll

Gangguan citra tubuh


65

DS : klien mengatakan luka


terbuka

Dermatitis Kontak

Resiko Tinggi Infeksi

Pelepasan mediator

DO : kulit klien tampak


merah dan terkelupas

Inflamasi oleh Limfosit T

Leukotrien

permeabilitas vaskuler

Jumlah air pada area


tersebut

Kulit Bengkak/oedema dan


terbentuk bulla/vesikel

Bulla pecah

Timbul Luka

5. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi pada kulit
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi gatal pada kulit
4) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit
yang tidak baik.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak bercak merah pada
kuli
6. Intervensi Keperawatan
66

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit


Tujuan

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kondisi kulit
klien menunjukkan perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Klien mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
2) Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah
rusak.
Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Lindungi kulit yang sehat terhadap

1. Maserasi pada kulit yang sehat dapat

kemungkianan maserasi (hidrasi stratum

menyebabkan pecahnya kulit dan

korneum yang berlebihan) ketika

perluasan kelainan primer

memasang balutan basah


2. Jaga dengan cermat terhadap resiko
terjadinya cedera termal akibat
penggunaan kompres hangat dengan suhu

2. Penderita dermatitis dapat


mengalami penurunan sensitivitas
terhadap panas

yang terlalu tinggi dan akibat cedera panas


yang tidak terasa (bantalan pemanas,
radiator)
3. Pergunakan sarung tangan jika merawat
lesi
Kolaborasi

3. Untuk menghindari kontaminasi

1. Oleskan/berikan salep atau krim yang


telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari
2. Berikan diet TKTP dan menghindari
makanan yang disangka menimbulkan

1. Salep atau krim akan melembabkan

alergi

kulit
2. Memberikan gizi optimal dan

Edukasi

membantu proses penyembuhan kulit

1. Jika mandi, gunakan air yang hangat,


jangan panas
2. Gunakan sabun yang mengandung
67

pelembab atau sabun untuk kulut sensitiv 1. Air panas menyebabkan vasodilatasi
serta hindari mandi busa

yang akan meningkatkan pruritus


2. Sabun yang mengandung pelembab
lebih sedikit kandungan alkalin dan

Observasi

tidak membuat kulit kering, sabun

1. Lakukan inspeksi lesi setiap hari dan

kering dapat meningkatkan keluhan

pantau adanya tanda-tanda infeksi

1. Mengetahui dan mengidentifikasi


kerusakan kulit untuk melakukan
intervensi yang tepat

2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada kulit


Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien merasa nyeri
hilang dan berkurang dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil :
a. Mencapai peredaan gangguan rasa
b. Mengutarakan dengan kata kata bahwa nyeri telah reda
c. Memperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan
d. Mematuhi terapi yang diprogramkan
e. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
f. Menunjukkan kulit utuh ; kulit menunjukkan, kemajuan dalam penampilan yang
sehat
Intervensi

Rasional

68

Mandiri:
1. Pantau keadaan kulit pasien menghindari 2. Mengetahui

kondisi

kulit

untuk

pajanan bahan iritan, baik yang bersifat

dilakukan pilihan intervensi yang

mekanik,

serta

tepat dan jika dilakukan dengan

yang

sempurna maka tanpa komplikasi

fisis

atau

menyingkirkan

kimiawi

faktor

memperberat.

3. Penderita dermatosis dapat mengalami

2. Jaga dengan cermat terhadap resiko


terjadinya

cedera

termal

akibat

penurunan

sensitivitas

terhadap

panas.

penggunaan kompres hangat dengan


suhu yang terlalu tinggi dan akibat cidera
panas yang tidak terasa ( bantalan
pemanasan, radiator )
Kolaborasi:
1. Kolaborasi

1. Penggunaan
dengan

dokter

dalam

pemberian obat anti histamine dan salep


kulit.

mengurangi

histamine

respon

gatal

dapat
serta

mempercepat proses pemulihan


2. Kortikosteroid

2. Dapat diberikan kortikosteroid, bila lesi

anti

digunakan

untuk

mengurangi peradangan.

akut (kulit bengkak dan basah) dapat


diberikan kompres dengan liquor Burawi
1:20 tiap dua jam sekali. Kemudian
dapat diberikan kortikosteroid topikal
atau sistemik.
HE:

1. Banyak masalah kosmetika pada

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan


kosmetik dan preparat tabir surya

hakekatnya semua kelainan malignitas


kulit dapat dikaitkan dengan
kerusakan kulitkronik.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi gatal pada kulit


Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien dapat ber istirahat
dengan normal kembali
Kriteria hasil :
69

a. Mencapai tidur yang nyenyak


b. Melaporkan peredaan rasa gatal
c. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat
d. Menghindari konsumsi kafein pada sore gari dan menjelang tidur pada malam
hari.
e. Mengenali tindakan untuk mneingkatkan tidur.
f. Mengalami pola tidur / istirahat yang memuaskan.
Intervensi
Mandiri :
1. Bantu pasien melakukan gerak badan

Rasional

1.

menguntungkan

secara teratur
2. jaga kamar tidur agar tetap memiliki

1. Cegah dan obati kulit yang kering


HE:
1. Anjurkan kepada klien menjaga kulit
selalu lembab

untuk

tidur

jika

dilaksanakan pada sore hari.


2.

Udara yang kering membuat kulit


terasa gatal. Lingkungan yang nyaman

ventilasi dan kelembaban yang baik.


Kolaborasi:

Gerak badan memberikan efek yang

meningkatkan relaksasi.
1.

Pruritus noeturnal mengganggu tidur


yang normal.

1. Tindakan ini mencegah kehilangan air.


Kulit yang kering dan gatal biasanya
tidak dapat disembuhkan tetapi bisa
dikendalikan.

2. Anjurkan klien Menghindari minuman


yang mengandung kafein menjelang tidur
di malam hari.
3. Anjurkan klien Mengerjakan hal hal
yang ritual dan rutin menjelang tidur.

2. Kafein memiliki efek puncak 2 4 jam


sesudah dikonsumsi.
3. Tindakan ini memudahkan peralihan dari
keadaan

terjaga

menjadi

keadaan

tertidur.

4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang

70

tidak baik.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien mampu
menyesuaikan diri
Kriteria Hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
b. Mengikuti dan turut berpatisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
c. Melaporkan perasaan dalam penegndalian situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
e. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
f. Tampak

tidak

begitu

memperhatikan

kondisi.menggunakan

teknik

menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan


penampilan
INTERVENSI
Mandiri:
1.

RASIONAL

Kaji adanya gangguan pada citra diri 1.

Gangguan

citra

diri

akan

pasien ( menghindari kontak mata, ucapan

menyertai setiap penyakit atau

yang merendahkan diri sendiri, ekpresi

keadaan yang tampak nyata bagi

keadaan muak terhadap kondisi kulitnya ).

pasien. Kesan sesorang terhadap


dirinya sendiri akan berpengaruh

2.

Identifikasi stadium psikososial tahap


perkembangan.

pada konsep diri.


2.

Terhadap

hubungan

antara

stadium perkembangan, citra diri


dan
3.

Berikan

kesempatan

untuk

reaksi

serta

pemahaman

pasien terhadap kondisi kulitnya.

pengungkapan. Dengarkan ( dengan cara 3.

Pasien

membutuhkan

yang terbuka, tidak menghakimi ) untuk

pengalaman

yang

mengekspresikan berduka / ansietas tentang

didengarkan dan dipahami.

harus

perubahan citra tubuh.


4.

Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan


pasien. Bantu pasien yang cemas dalam
mengembangkan

kemampuan

untuk

4.

Tindakan

ini

memberikan

71

kesempatan

masalah.

kesehatan

untuk

kecemasan

yang

5.

menilai diri dan mengenali serta mengatasi

dorong sosialisasi dengan orang lain

pada

petugas
menetralkan

tidak

perlu

terjadi dan memulihkan realitas


situasi.

Ketakutan

merupakan

unsure yang merusak adaptasi


pasien.
5.

Meningkatkan

penerimaan

diri dan sosialisasi.


5.
Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak bercak merah pada kulit
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan dalam 2 x 24 jam klien bebas dari infeksi
Kriteria Hasil :
a. Tetap bebas dari infeksi
b. Mengungkapakn tindakan perawatan kulit yang mneingktakan kebersihan dan
mencegah kerusakan.
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan
d. Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas
perawatan kesehatan
e. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( mis : penggantian balutan, mandi )

1.

2.

Intervensi
Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi

1.

Rasional
Setiap keadaan yang mneggangu

terhadap suatu infeksi pada pasien yang

status imun akan memperbesar resiko

system kekebalannya teganggu

terjadinya infeksi kulit.

Berikan petunjuk yagn jelas dan rinci

2.

kepada pasien mengenai program terapi

Pendidikan
bergantung

pasien
pada

yang

efektif

ketrampilan

ketrampilan interpersonal professional


kesehatan dan pada pemberian instruksi
yang

jelas

yang

diperkuat

dengan

instruksi tertulis.
3.

Laksanakan

pemakaian

kompres

basah seperti yang diprogramkan untuk

3.

Kompres basah akan menghasilkan


pendinginan

lewat

pengisatan
72

yang

mengurangi intensitas inflamasi

menimbulkan vasokontriksi pembuluh


drah

kulit

mengurangi

dan

dengan

eritema

serta

serum.

BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS KONTAK ALERGEN
Kasus:
Seorang laki-laki bernama Tn. R berusia 56 tahun datang ke poliklinik
RSUD. Dr, Soetomo dengan keluhan gatal pada punggung tangan dan
pergelangan tangan bagian volar bilateral yang dialami kurang lebih 1 bulan yang
lalu. Awalnya gatal dan kemerahan pada telapak tangan dan kemudian menjalar ke
bagian punggung tangan dan pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin
besar akibat garukan sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Gatal dirasakan
semakin hebat pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah memberikan macam
macam obat yaitu kalpanak cair selama 3 hari kemudian menggantinya dengan
kalpanak cream dan minyak tawon tapi semakin memburuk. pasien juga semat
mengonsumsi asam mefenamat. Dalam melakukan pekerjaan pasien sering jarang
menggunakan sarung tangan dan biasnya terpapar dengan pestisida dan pupuk
organik. Pasien mengatakan tidak punya Riwayat alergi, riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama (-), riwayat penyakit kulit sebelumnya (-), penyakit DM (-).
5. 1 Pengkajian
1. Anamnesa

73

demikian
produksi

A. Identitas pasien
Nama
: Tn. Ramli
Umur
: 56 th
Jenis kelamin
: laki-laki
Status perkawinan : menikah
Pekerjaan
: petani
Alamat
: wonokromo, surabaya
B. Keluhan utama
: gatal pada punggung tangan
C. Riwayat penyakit sekarang : gatal pada punggung tangan dan
pergelangan tangan bagian volar bilateral yang dialami kurang
lebih 1 bulan yang lalu. Awalnya gatal dan kemerahan pada telapak
tangan dan kemudian menjalar ke bagian punggung tangan dan
pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin besar akibat
garukan sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Dan akhirnya
memutuskan untuuk dibawa ke dokter.
D. Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan tidak ppernah punya
penyakit seperti ini sebelumnya
E. Riwayat kesehtan keluarga : tidak ada keluarga yang memiliki
penyakit seperti ini.
F. Riwayat alergi : pasien tidak alergi pada makanan tertentu
G. Riwayat psikososial : pasien bersalal dari keluarga menengah ke
bawah, lingkungan sosial budaya kurang mengeri mengenai
kesehatan.
2. Pemeriksaaan fisik
1. Status generalis
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. TTV

: Baik
: komposmentis
: TD : 110/70 mmHg

: 80

x/menit
S : 36,5 C
menit
2. Review Of System (ROS)
a. Breathing (B1)
b.
c.
d.
e.
f.

RR : 20 x /

: tidak ada pernafasan cuping hidung,

suara nafas vesikuler,


Blood (B2)
: s1 s2 tunggal, suara jantung normal
Brain (B3)
: Tidak ditemukan masalah
Bowel
: Tidak ditemukan masalah
Bladder
: Tidak ditemukan masalah
Bone & Integumen: kemerahan pada punggung tangan,
hiperpigmentasi pada punggung tangan, pruritus.

74

5.2 Analisa Data


Analisa Data
DS:

klien

mengatakan

kulitnya gatal dan ada


bekas

yang

tertinggal

setelah di garuk

Etiologi

Masalah

Dermatitis Kontak

Keperawatan
Gangguan Integritas

Kulit

Pelepasan mediator
Inflamasi oleh Limfosit
T

DO:

kulit

kemerahan,

terlihat
terkelupas,

dan lecet

Histamin

konsentrasi histamine
dlm darah

Rasa gatal

Digaruk

Timbul Luka

Gangguan integritas kulit

DS: klien mengatakan


nyeri pada sekitar lesi

Dermatitis Kontak

Nyeri Akut

Pelepasan mediator
DO:
terdapat lesi tampak merah

Inflamasi oleh Limfosit

75

pada kulit klien, raut muka

klien meringis menahan

nyeri

Prostaglandin

Memediator syaraf C

Timbul rasa nyeri


terbakar

Nyeri Akut
Dermatitis Kontak

DS :klien mengatakan
tidak bisa tidur karena

Gangguan Pola tidur

Pelepasan mediator

gatal
DO :klien sering

Inflamasi oleh Limfosit

menggaruk-garuk tubuh

dan tampak lemas karena

kurang tidur

Histamin

konsentrasi histamine
dlm darah

Rasa gatal

Digaruk

Gangguan Pola tidur


DS:

klien

kulitnya

mengatakan

terkelupas

dan

lecet

Dermatitis Kontak

Gangguan citra tubuh

Pelepasan mediator
Inflamasi oleh Limfosit

DO: kulit klientampak

76

kering,

berwarna

kemerahan, terkelupas dan


lecet

Prostaglandin

Dilatasi pembuluh darah

Kulit kemerahan/eritema

Jika terjadi pada area


terbuka :wajah, tangan,
leher,dll

Gangguan citra tubuh

5.3 Diagnosa Keperawatan


1

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier

2
3

kulit
Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada kulit
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi gatal pada kulit

Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang


tidak baik.

5. 4 Intervensi:
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit
Tujuan

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kondisi kulit
klien menunjukkan perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Klien mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
2) Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah

77

rusak.
Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Lindungi kulit yang sehat terhadap

1. Maserasi pada kulit yang sehat dapat

kemungkianan maserasi (hidrasi stratum

menyebabkan pecahnya kulit dan

korneum yang berlebihan) ketika memasang

perluasan kelainan primer

balutan basah
2. Jaga dengan cermat terhadap resiko

2. Penderita dermatitis dapat mengalami

terjadinya cedera termal akibat penggunaan

penurunan sensitivitas terhadap panas

kompres hangat dengan suhu yang terlalu


tinggi dan akibat cedera panas yang tidak
terasa (bantalan pemanas, radiator)
3. Pergunakan sarung tangan jika merawat

3. Untuk menghindari kontaminasi

lesi
Kolaborasi
1. Oleskan/berikan salep atau krim yang
telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari
2. Berikan diet TKTP dan menghindari
makanan yang disangka menimbulkan alergi

1. Salep atau krim akan melembabkan


kulit
2. Memberikan gizi optimal dan
membantu proses penyembuhan kulit

Edukasi
3. Jika mandi, gunakan air yang hangat,
jangan panas
4. Gunakan sabun yang mengandung
pelembab atau sabun untuk kulut sensitiv
serta hindari mandi busa
Observasi
Lakukan inspeksi lesi setiap hari dan
pantau adanya tanda-tanda infeksi

3. Air panas menyebabkan vasodilatasi


yang akan meningkatkan pruritus
4. Sabun yang mengandung pelembab
lebih sedikit kandungan alkalin dan
tidak membuat kulit kering, sabun
kering dapat meningkatkan keluhan
Mengetahui dan mengidentifikasi
kerusakan kulit untuk melakukan
intervensi yang tepat

78

2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada kulit


Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien merasa nyeri hilang dan
berkurang dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil :
a. Mencapai peredaan gangguan rasa
b. Mengutarakan dengan kata kata bahwa nyeri telah reda
c. Memperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan
d. Mematuhi terapi yang diprogramkan
e. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
f. Menunjukkan kulit utuh ; kulit menunjukkan, kemajuan dalam penampilan yang
sehat
Intervensi

Rasional

Mandiri:
Pantau

keadaan

kulit

pasien Mengetahui kondisi kulit untuk dilakukan

menghindari pajanan bahan iritan, baik pilihan


yang

bersifat

mekanik,

fisis

intervensi

yang

tepat

dan

jika

atau dilakukan dengan sempurna maka tanpa

kimiawi serta menyingkirkan faktor komplikasi


yang memperberat
Jaga dengan cermat terhadap resiko Penderita
terjadinya

cedera

termal

dermatosis

dapat

mengalami

akibat penurunan sensitivitas terhadap panas.

penggunaan kompres hangat dengan


suhu yang terlalu tinggi dan akibat
cidera

panas

yang

tidak

terasa

( bantalan pemanasan, radiator )


Kolaborasi:
Kolaborasi

dengan

dokter

dalam Penggunaan anti histamine dapat mengurangi

pemberian obat anti histamine dan respon


salep kulit.

gatal

serta

mempercepat

proses

pemulihan

Dapat diberikan kortikosteroid, bila lesi Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi


akut (kulit bengkak dan basah) dapat peradangan
diberikan

kompres

dengan

liquor

Burawi 1:20 tiap dua jam sekali.

79

Kemudian

dapat

diberikan

kortikosteroid topikal atau sistemik.


HE :
Anjurkan pasien untuk menggunakan Banyak masalah kosmetika pada hakekatnya
kosmetik dan preparat tabir surya

semua

kelainan

malignitas

kulit

dapat

dikaitkan dengan kerusakan kulitkronik

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi gatal pada kulit


Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien dapat ber
istirahat dengan normal kembali
Kriteria hasil :
1. Mencapai tidur yang nyenyak
2. Melaporkan peredaan rasa gatal
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat
4. Menghindari konsumsi kafein pada sore gari dan menjelang tidur pada
malam hari.
5. Mengenali tindakan untuk mneingkatkan tidur.
6. Mengalami pola tidur / istirahat yang memuaskan.
Intervensi

Rasional

Mandiri :
1. Bantu pasien melakukan gerak 1. Gerak
badan secara teratur

badan

memberikan

efek

yang

menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan


pada sore hari.

2. jaga

kamar

memiliki

tidur

agar

ventilasi

kelembaban yang baik.

tetap 2.
dan

Udara yang kering membuat kulit terasa


gatal.

Lingkungan

yang

nyaman

meningkatkan relaksasi.

Kolaborasi:
1. Cegah dan obati kulit yang kering 1. Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang
normal.

80

2. Anjurkan kepada klien menjaga


kulit selalu lembab

2. Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit


yang kering dan gatal biasanya tidak dapat

3. Anjurkan

klien

Menghindari

minuman

yang

mengandung

kafein menjelang tidur di malam

disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.


3. Kafein memiliki efek puncak 2 4 jam
sesudah dikonsumsi.

hari.
4. Anjurkan klien Mengerjakan hal
hal

yang

ritual

dan

rutin

menjelang tidur.

4. Tindakan ini memudahkan peralihan dari


keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.

4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
baik.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien mampu
menyesuaikan diri
Kriteria Hasil :
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpatisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
3. Melaporkan perasaan dalam penegndalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak

tidak

begitu

memperhatikan

kondisi.menggunakan

teknik

menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan


penampilan
INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri:
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri

1. Gangguan

citra

diri

akan

pasien ( menghindari kontak mata,

menyertai setiap penyakit atau

ucapan yang merendahkan diri sendiri,

keadaan yang tampak nyata

ekpresi keadaan muak terhadap kondisi

bagi pasien. Kesan sesorang

kulitnya ).

terhadap dirinya sendiri akan

81

berpengaruh pada konsep diri.


2. Identifikasi stadium psikososial tahap
perkembangan.

2. Terhadap

hubungan

antara

stadium perkembangan, citra


diri

dan

reaksi

serta

pemahaman pasien terhadap


kondisi kulitnya.
3. Berikan

kesempatan

untuk

3. Pasien

membutuhkan

pengungkapan. Dengarkan ( dengan

pengalaman

cara yang terbuka, tidak menghakimi )

didengarkan dan dipahami.

untuk

mengekspresikan

berduka

yang

harus

ansietas tentang perubahan citra tubuh.


4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan

4. Tindakan

ini

memberikan

pasien. Bantu pasien yang cemas dalam

kesempatan

mengembangkan

untuk

kesehatan untuk menetralkan

serta

kecemasan yang tidak perlu

menilai

diri

kemampuan

dan

mengenali

mengatasi masalah.

pada

petugas

terjadi dan memulihkan realitas


situasi. Ketakutan merupakan
unsure yang merusak adaptasi
pasien.

5. dorong sosialisasi dengan orang lain

5. Meningkatkan penerimaan diri


dan sosialisasi.

82

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal (Djuanda,2007).
Klasifikasi dermatitis diantaranya dermatitis atopik, dermtitis seboroik,
dermatitis kontak.
Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit
tampak meradang dan iritasi. Peradangan ini bisa terjadi dimana saja namun
yang paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling
sering dijumpai adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan

83

mulai muncul pada masa anak anak terutama saat mereka berumur diatas 2
tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan bertambahnya
usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya.
Dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik
sehingga mengurangi angka kekambuhan. Dimanapun lokasi timbulnya
eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal.Terkadang rasa gatal
sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit
6.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa perawat) atau
pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini
sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit dermatitis maka kita
dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke
arah yang lebih buruk dan sebagai seorang ners diharapkan setiap
melaksanakan asuhan keperawatan senantiasa berpegang pada konsep yang
sudah diberikan pada perkuliahan sehingga penatalaksanaan klien dengan
dermatitis dapat terlaksana dengan tepat dan benar.

Daftar Pustaka
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Wibowo, Daniel S. 2008. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo. Halaman
25-26.
Davey, Pactrick.2005. At Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Dermatitis atopik diakses dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25618/4/Chapter%20II.pdf
(online) pada tangal 9 maret 2015
Dermatitis atopik diakses dari http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud855-37686709-tesis_final.pdf (online) pada tangal 9 maret 2015
Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis (Atopic
Eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine,
VII ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 146-158.
84

Hanifin JM, Rajka G. Diagnostic features of atopic dermatitis. Acta Dem Venereol
1980;92:44.
Spergel & Schneider, 1999. Atopic dermatitis. The Internet Journal of Asthma,
Allergy and Immunology 1:
Leung DY et al. New insights into atopic dermatitis. J Clin Invest 2004;113:651.
Brown, Robin Graham & Tony Burns. 2005. Lecture Notes on Dermatologi.
Jakarta: Erlangga
De Angelis YM, Gemmer CM, Kaczvinsky R, Kennealy DC, Schwrz JR, Dawson
Jr TL. 2005. Three etiologic facts of dandruff and seborrhic dermatitis:
Malassezia fungi, sebaceous lipids, and individual sensitivity. J Investig
Dermatol Symp Proc 10(1):295 297.
Fitzpatrick TB. 2010. Seborrhea Dermatitis. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Editor Freedberg IM, edisi 6. New York: McGraw-Hill. Hlm
219-225
Gemmer CM. 2005. Dandruff and seborrheic dermatitis likely result from scalp
barrier breach and irritation induced by malassezia metabolites,
particularly

free

fatty

acids.

Dakses

dari

http://www.pgbeautygroomingscience.com/dandruff-andseborrheicdermatitis-result-from-scalp-barrier-breach-and-irritationinduced-by.php
Gupta, AK. 2004. Seborrheic dermatitis. J Eur Acad Dermatol Venereol. J Eur
Acad Dermatol Venereol 18(1):13-26.
Harahap,Marwali

dan

Tanjung

Chairiyah.2000.Ilmu

Penyakit

Kulit.Jakarta:Hipokrates
Hunter, John. 2002. Clinical Dermatology. Massachussets: Blackwell Publishing
Company.
Layton AM. 2010. Rooks Teextbook of Dermatology. Massachusetts: Blackwell
Publishing Company.

85

Meadow, Sir Roy & Simon J. Newell. 2005. Lecture Notes : Pediatrika edisi
Ketujuh. Jakarta: Erlangga
Pratomo, Untung S. 2003. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis
dan Dermatitis Seboroik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Remitz A, Sakari Reitamo. The Clinical Manifestations of Atopic Dermatitis.
dalam: Reitamo S, Thomas A, Martin S. Text Book of Atopic Dermatitis.
UK: Informa Healthcare; 2008. h.1-11.
Schwartz, James R. 2007. Treatment of seborrheic dermatitis of the scalp . Journal
of Cosmetic Dermatology 6(1):1822.
Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis: An
Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New
Jersey Medical School, Newark, New Jersey, American Family Physician,
Volume 74, Number 10 July 1, 2006, www.aafp.org/afp diakses tanggal 8
Maret 2015
Miniheal.

2014.

Miniheal.com

diakses

melalui

http://miniheal.com/2014/03/17/kenali-beragam-masalah-kulit-padaorang-dewasa/ pada tanggal 8 Maret 2011 pada pukul 19.30 WIB


Niwanasod.

2011.

Niwana

SOD.

Net

diakses

melalui

http://niwanasod.net/dermatitis-seboroik/ pada tanggal 8 Maret 2011 pada


pukul 19.30 WIB
Nursewian

2012.

Info

Kesehatan

diakses

melalui

http://buletinkesehatan.com/dermatitis-seboroik-pada-bayi/ pada tanggal 8


Maret 2011 pada pukul 19.30 WIB
Plewig G, Jansen T.2008.Seborrheic Dermatitis Dermatology in General
Medicine,New York: McGraw-Hill
Skinsight.

2011.

Skinsight.

http://www.skinsight.com/adult/seborrheicDermatitis.htm pada tanggal 8


Maret 2011 pada pukul 19.30 WIB

86

Naldi, Luigi. 2009. Seborrheic Dermatitis. England : The New England Journal of
Medicine. N Engl J Med 360(1):387-396.
Djuanda Adhi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Muttaqin, A. & Sari, K. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta: Salemba Medika
NANDA International. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification
2015-2017, 10th Edition
Smeltzer, S. & Bare, B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine.Jakarta : Erlangga.
Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologi Ed. 3.Jakarta : EGC.
Hogan, D. J., 2009. Contact Dermatitis, Allergic. Diperoleh dari:
http://www.Contact Dermatitis, Allergic_eMedicineDermatology.mht. [Diakses 10
Februari 2015]
Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam Handbook of
Nonprescription Drugs, 12th edition, APHA, Washington D.C.

87

Você também pode gostar