Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekzema mempunyai bentuk bentuk gambaran klinis sehingga sulit dibuat
definisi untuk kata ekzema. Disarankan istilah tersebut tidak dipakai lagi dan
digantikan dengan istilah dermatitis. Sebenarnya istilah dermatitis sudah
banyak dipakai untuk ekzema karena kontak, ekzema pada atopik, dan pada
dermatitis seboroik. Jadi dermatitis adalah suatu reaksi peradangan kulit yang
karakteristik terhadap berbagai rangsangan endogen maupun eksogen
(Harahap, 2000)
Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal (Djuanda,2007).
Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK
UnsratManado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak
sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada
tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%.
Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun
1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanya 34,74% dan tahun 1994 sebanyak
40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama
tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik alergi dengan 1193 pasien
(30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. (Nasition dkk, 1994).
Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan
645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik
Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi
dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan Januari
hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita
dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya
diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistic yang terlihat karena adanya
1
kasus yang tidak dilaporkan.Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut
juga diakibatkan oleh semakin meningkatnya perkembangan industri
(Keefner, 2004).
Dengan mengetahui berbagai macam etiologi, manifestasi klinis, serta
konsep dari dermatitis, diharapkan perawat mampu menyusun dan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk kliendengan dermatitis,
karena mengingat di Indonesia sendiri dermatitis juga merupakan salah satu
penyakit yang tidak jarang ditemukan, maka perawat harus dapat memberikan
pelayanan yang tepat dan optimal sesuai dengan kebutuhan klien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
2. Apa saja klasifikasi Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
3. Apa etiologi dari Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
4. Bagaimanakah Patofisiologi dan Web Of Caution Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
5. Apa saja manifestasi klinis terjadinya Dermatitis atopic, Dermatitis
seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
6. Apa saja macam pemeriksaan diagnostic pada Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
8. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
9. Bagaimana prognosis Dermatitis atopic, Dermatitis seborrhoeic, dan
Dermatitis Contact?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan D Dermatitis atopic,
Dermatitis seborrhoeic, dan Dermatitis Contact?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dengan pembuatan makalah ini kami berharap dapat
bermanfaat dalam proses pembelajaran mata ajar Keperawatan
Integumen,
sehingga
mahasiswa
mampu
memberikan
asuhan
komplikasi
klien
Dermatitis
atopic,
Dermatitis
atopic,
Dermatitis
prognosis
klien
Dermatitis
BAB II
DERMATITIS ATOPIK
2.1 Anatomi Sistem Integumen
Gambar 2.3. Dermatitis atopik pada wajah ( SMF ilmu kesehatan kulit &
kelamin FK UNAND / RSUP Dr. M. Djamil Padang)
2.3 Etiologi Dermatitis Atopik
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas
akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi
kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor
eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan,
allergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi
mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene
lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi
sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja,
2006).
2.3.1. Faktor Endogen
a. Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering
baik di
dermatitis
atopik
mensekresi
ceramidase
yang
menyebabkan
lesi
DA bertambah
buruk
akibat
stress
emosi
(Boediardja, 2006).
2.3.2. Faktor eksogen
a. Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan,
antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai
10
obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol
(Boediardja, 2006).
b. Alergen
Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap
beberapa alergen tetrentu.
c. Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada
kekambuhan DA,
11
13
Kadar IgE dalam serum penderita dermatitis atopik dan jumlah eosinofil
dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan
secara sistemik antara dermatitis akut dan alergi saluran napas, karena 80%
anak dengan D.A mengalami asma bronkial atau rinitis alergik. Dari
percobaan pada tikus yang disensitisasi secara epikutan dengan antigen, akan
Faktor
: Genetik,
Sistem
Laktasi,saluran
Sosioekonomi, Polu
terjadi
dermatitis
alergik, IgE
dalamimun,
serumFarmakologi,
meningkat, eosinofila
n iritan kimiawi dan fisik
danResiko
alergen
DERMATITIS
ATOPIK
napas, dan respon
berlebihan terhadap
metakolin. Hal tersebut menguatkan
dugaan bahwa pajanan alergen pada dermatitis akut akan mempermudah
Peningkatan HLA-DR
timbulnya asma bronkial
Aktivasi sel T
Peningkatan IgE
Timbul lesi
Pruritus Hebat
MK : Nyeri akut
MK : Resiko Infeksi
2.7 Penatalaksanaan
15
16
Hidrasi kulit
Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis
yang berkontribusi untuk terjadinya fissure mikro kulit yang dapat menjadi
jalan masuk pathogen, iritan dan alergen. Problem tersebut akan diperparah
selama winter dan lingkungan kerja tertentu. Lukewarm soaking baths
minimal 20 menit dilanjutkan dengan occlusive emollient (untuk menahan
kelembaban) dapat meringankan gejala. Terapi hidrasi bersama dengan
emolien menolong mngembalikan dan memperbaiki sawar lapisan tanduk,
dan dapat mengurangi kebutuhan steroid topical.
Steroid Topical
Karena efek samping potensial, pemakaian steroid topikal hanya untuk
mengontrol DA eksaserbasi akut. Setelah control DA dicapai dengan
pemakaian steroid setiap hari, control jangka panjang dapat dipertahankan
pada sebagian pasien dengan pemakaian fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada
area yang telah sembuh tetapi mudah mengalami eksema. Steroid poten
harus dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid
dioleskan pada lesi dan emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena.
Steroid ultra-poten hanya boleh dipakai dalam waktu singkat dan pada
area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah atau lipatan). Steroid mid-poten
dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada badan dan ekstremitas.
Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis perioral, dan
akne rosasea.
Inhibitor kalsineurin topical
Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan sebagai
imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disetujui sebagai
terapi intermiten DA sedang-berat pada anak 2 tahun dan takrolimus
0.1% untuk dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak 2 tahun
dengan DA ringan-sedang. Kedua obat efektif dan dengan profil keamanan
yang baik untuk terapi 4 tahun bagi takrolimus dan 2 tahun untuk
pimekrolimus. Kedua bahan tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga
aman untuk wajah dan lipatan; dan tidak menyebabkan peningkatan
kecenderungan mendapat superinfeksi virus.
17
mendapat
keutungan
minimal
18
19
Pasien DA yang tampak eritrodermik atau dengan penyakit kulit berat dan
luas yang resisten terhadap terapi outpatient, harus dirawat inap sebelum
mempertimbangkan terapi sistemik alternatif, dengan maksud menjauhkan
pasien dari alergen lingkungan atau stress emosional. Bersihnya lesi kulit
selama dirawat, memberikan kesempatan untuk dilakukan uji kulit dan
controlled challenge.
i. Terapi sistemik
Steroid sistemik
Pemakaian prednison oral jarang pada DA kronik. Beberapa pasien
dan dokter lebih menyukai pemberian steroid sistemik karena terapi
topical dan hidrasi kulit memberikan hasil yang lambat. Perlu diingat,
bahwa hasil yang dramatis oleh steroid sistemik sering disertai rebound flare
berat DA setelah steroid dihentikan. Untuk DA eksaserbasi akut dapat
diberikan steroid oral jangka pendek. Bila ini diberikan, perlu dilakukan
tapering dosis dan memulai skin care, terutama dengan steroid topical dan
frequent bathing, dilanjutkan dengan pemberian emolien untuk cegah
rebound flare DA.
Siklosporin
Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama
terhadap sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Agen mengikat
sitopilin, dan komplek ini seterusnya menekan kalsineurin (molekul yang
diperlukan memulia transkripsi gen sitokin. Pasien DA dewasa dan anak
yang refrakter terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan
siklosporin jangka pendek. Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai secara sukses
dalam pemakaian jangka pendek dan panjang (1 tahun), sedang beberapa
peneliti lain memakai dosis tak bergantung berat badan untuk dewasa,
dosis rendah (150 mg) atau 300 mg (dosis tinggi) perhari memakai
siklosporin mikroemulsi. Terapi siklosporin disertai dengan menurunnya
penyakit kulit dan perbaikan kualitas hidup. Penghentian terapi dapat
menghasilkan kekambuhan (beberapa pasien tetap remisi lama).
Meningkatnya kreatinin serum atau yang lebih nyata gengguan ginjal dan
20
21
22
pasien asmatik. M furfur dan dermatofit lain penting karena setelah terapi
anti jamur, akan terjadi penurunan keparahan kulit DA.
Staphylococcus aureus dijumpai pada > 90% lesi kulit DA. Krusta
kuning madu, folikulitis, pioderma dan pembesaran KGB regional,
merupakan indikasi adanya infeksi sekunder (biasanya oleh S aureus) dan
memerlukan terapi antibiotik. Pentingnya S aureus pada DA didukung
oleh observasi bahwa pasien DA berat, walaupun tanpa infeksi berat, dapat
menunjukkan respon klinis terhadap terapi kombinasi dengan antibiotik
dan steroid topikal.
3. Dermatitis tangan
Pasien DA sering mengalami dermatitis tangan nonspesifik.
Dermatitis ini sering dipicu oleh basah berulang dan pencucian tangan
dengan sabun, detergen, dan desinfektan.
4. Dermatitis/eritroderma eksfoliatif
Komplikasi ini terjadi akibat superinfeksi, seperti S aureus penghasil
toksin atau infeksi herpes simplek, iritasi berulang, atau terapi yang tidak
mencukupi. Pada beberapa kasus, penghentian steroid sistemik yang
dipakai mengontrol DA berat dapat menjadi factor pencetus eritroderma
eksfoliatif.
2.9 Prognosis
Penyakit cenderung lebih berat dan persisten pada anak, dan periode remisi
lebih sering bila anak bertambah usia. Resolusi spontan dilaporkan terjadi setelah
usia 5 tahun pada 40-60% pasien yang menderita sejak bayi. Walaupun penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa kisaran 84% anak akan terus menderita DA sampai
dewasa, tetapi studi yang lebih baru melaporkan bahwa DA sembuh pada kisaran
20% anak, dan menjadi kurang parah pada 65%. Faktor prediktif berikut
berkorelasi dengan prognosis jelek DA : DA luas pada masa anak, disertai rhinitis
alergik dan asma, riwayat DA pada orang tua atau saudara, awitan DA pada usia
lebih dini, anak tunggal, dan level IgE sangat tinggi.
2.10 Asuhan Keperawatan Dermatitis Atopik
1) Pengkajian
23
Muntah-muntah.
c. Pola Eliminasi
Sering berkeringat.
Mimpi buruk.
Perasaan terisolasi.
25
Disorientasi, gelisah
2) Analisa Data
Analisa Data
Etiologi
Masalah
Faktor Eksogen/Genetik
Keperawatan
Kerusakan Integritas
Kulit
Peningkatan HLA-DR
setelah di garuk
Aktivasi sel T
Peningkatan IgE
Faktor Eksogen/Genetik
Nyeri akut
Peningkatan HLA-DR
26
Aktivasi sel T
DO: klien tampak gatal dan
sering menggaruk.
Peningkatan IgE
Timbul lesi
Nyeri akut
Faktor Eksogen/Genetik
lecet
Peningkatan HLA-DR
Aktivasi sel T
Peningkatan IgE
3) Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipersensitivitas
terhadap alergen
2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan iritasi yang terjadi pada
kulit
4) Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respon peradangan
(hipersensitivitas terhadap alergen).
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, integritas kulit kembali
baik/tidak rusak.
Kriteria Hasil :
-
Kulit klien tidak merah, tidak lecet, dan tidak ada bula
Intervensi :
Kaji
Intervensi
tanda lesi dan
respon Mengetahui
peradangan
inflamasi
Rasional
gejala dan
untuk
tanda
memberikan
bedak
talk
prognosisnya
yang salisil pada kulit akan menimbulkan
mengandung salisil.
untuk menginfeksi
Berikan antihistamin sesuai dosis antihistamin dapat
yang telah ditentukan tim medis
aktivitas
histamine
aktivitas
komplemen
menurunkan
sehingga
C1
dan
mengurangi
rasa
mencegah infeksi.
gatal
dan
28
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Periksa daerah yang terlibatdan Pemahaman tentang
periksa penyebab terjadinya gatal
luas
dan
menyusun
rencana
intervensi
Mengantisipasi reaksi alergi yang Rasa gatal dapat diperburuk oleh
mungkin
terjadi:
agar
kuku
terpangkas
pengobatan sendiri.
selalu pemotongan
kuku
akan
29
Intervensi :
Berikan
Intervensi
Rasional
kesempatan pengungkapan klien membutuhkan seseorang untuk
perasaan
Dukung
memahaminya
untuk membantu meningkatkan penerimaan
upaya
klien
cara
merapikan
pakaian,
berhias, dll.
Dorong
klien
dengan
orang
untuk
lain
sekitarnya)
BAB III
DERMATITIS SEBOROIK
3.1 Definisi Dermatitis Seboroik
Dermatitis
Seboroik
merupakan
kelainan
konstitusional,
yang
30
dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar leher, alis mata
dan di belakang telinga (Remitz, 2008).
Dermatitis seboroik sering ditemukan pada bayi sebagai ketombe pada
anak yang lebih besar. Dermatitis seboroik timbul berupa krusta tebal
berwarna cokelat terang melapisi kulit kepala dan sulit dilepaskan. Sebagian
besar farmasi menjual berbagai merk shampo yang mengandung obat atau
minyak bayi yang digunakan untuk membersihkan kulit kepala bayi.
Pembersihan kulit kepala secara regular membantu mencegah rekurensi
(Meadow & Newell, 2005).
Dermatitis seboroik menyerang kulit kepala, wajah, daerah presternal,
punggung bagian atas, dan daerah-daerah lipatan. Pada kulit kepala yang
terkena bisa ditemukan adanya pembentukan skuama yang luas dan gatal
dengan dasar yang eritematosa. Pada wajah didapatkan eritema berskuama
pada lipatan nasolabial, dahi, alis mata, dan daerah janggut. Lesi di daerah
dada sering kali berbatas jelas. Serangan di daerah lipatan menimbulkan
eritema yang sedikit basah dan berminyak. Dermatitis seboroik yang hebat
terutama didapatkan pada pasien penderita AIDS (Brown & Burn, 2005).
seboroik
biasanya
memerlukan
pengobatan
selama
31
32
terjadi
dermatitis seboroik ini juga biasanya dapat ditemukan pada pasien HIV
(Pratomo,2003).
a. Dermatitis Seboroik Infantil (DSI)
33
34
36
37
merupakan
faktor
predisposisi
dermatitis
38
menggambarkan
jumlah
besar
dari
situs
kulit
yang
terkena
(Schwartz,
2007;Fitzpatrick, 2010).
Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik, dan jarang
ditemukan pada manusia. Peranan malassezia sebagai faktor etiologi
dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Dermatitis seboroik hanya
terjadi pada daerah yang banyak lipid sebaseusnya, lipid sebaseus
merupakan
sumber
makanan
malassezia.
Malassezia
bersifat
komensalpada bagian tubuh yang banyak lipid. Lipid sebaseus tidak dapat
berdiri sendiri karena mereka saling berkaitan dalam menyebabkan
dermatitis seboroik (Schwartz, 2007;Fitzpatrick, 2010).
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon
pejamu abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia. Kerentanan
pada pasien dermatitis seboroik disebabkan berbedanya kemampuan sawar
kulit untuk mrncegah asam lemak untuk penetrasi. Asam oleat yang
merupakan komponen utama dari asam lemak sebum manusia dapat
menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi bahan dari sekresi
kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan fungsi dari
sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta squama pada kulit
kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus stratum korneum karena berat
molekulnya yang cukup rendah(<1-2kDa) dan larut dalam lemak
(Gemmer, 2005).
4. Kelainan Neurotransmitter
Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan berbagai kelainan
neurologis, sertaadanya kemungkinan pengaruh dari sistem saraf. Kondisi
neurologis ini termasuk parkinsonpostencephalitic, epilepsi, cedera
supraorbital, kelumpuhan wajah,
39
40
41
42
HMC
Pelepasan Limfokin
lepas makrofag
Kerusakan Jaringan
Gatal dan rubor
43
histopatologi
walaupun
gambarannya
kadang
juga
44
45
mata karena dapat memicu glaukoma dan katarak pada orang yang
memiliki presdiposisi.
Prinsip utama terapi ketombe adalah keramas setiap hari atau
sedikitnya tiga kali sehari dengan menggunakan sampo obat. Dua atau tiga
jenis sampo harus dipakai secara bergantian agar keadaan seboroik tidak
resisten terhadap jenis sampo tertentu. Setelah kondisi kulit kepala
membaik, intensitas terapi dapat dikurangi. Sampo antiseboroik adalah
samp yang mengandung suspensi selenium sulfida, sampo zinc pyrithione,
sampo asam salisilat-sulfur, dan sampo tar yang mengandung sulfur, serta
asam salisilat.
Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati dermatitis
seboroik pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura maupun dermatitis
seboroik recalcitrant persistent pada dewasa. Toikal golongan azol dapat
dikombinasikan dengan regimen desonide untuk terapi wajah.
2. Pengobatan sistemik
Dapat diberikan antihistamin ataupun sedatif. Pemberian dosis rendah dari
terapi oral bromida dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang
menggunakan dosis rendah dari preparat hemopoetik yang mengandung
potasium bromida, sodium bromida, nikel sulfat, dan sodium klorida dapat
memberikan perubahan yang berarti dalam penyembuhan dermatitis
seboroik dan dandruff setelah pengunan 10 minggu. Pada keadaan yang
berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednison 20-30 mg
sehari, jika ada perbaikan dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik.
3.9 Komplikasi
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang saluran telinga
luar bisa menyebabkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran
telinga bagian luar. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka
dermatitis seboroik akan meluas ke daerah sternal, aerola mamae, umbilikus,
lipat paha dan daerah anogenital, serta kerontokan yang berlebihan dapat
menyebabkan kebotakan (Djuanda & Sularsito, 2008).
3.10 Prognosis
46
47
Analisa data
Masalah keperawatan
Allergen
Kerusakan integritas
kulit
Iritasi primer
Mengiritasi kulit
DS :
Klien mengatakan malu,
perasaan sedih karena
perubahan kulitnya,
merasa jelek
Dermatitis seboroik
Kelembapan kulit
menurun
48
DO:
Kulit mengering
Klien sering
menundukkan kepalanya
dan berusaha
menyembunyikan
gatalnya
DS:
Dermatitis seboroik
Reaksi menggaruk
Gangguan rasa
nyaman
DO:
Klien tampak menggaruk
kulitnya, timbul rubor
pada kulit klien
C. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan (00044)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
(00118)
3. Gangguan
rasa
nyaman
berhubungan
dengan
gejala
penyakit
(00214)
D. Intervensi keperawatan
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan
(00044)
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Setelah tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien dapat
mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan,
ditandai
kenyamanan
kulit,
dengan
berkurangnya
mengungkapkan
derajat
peningkatan
pengelupasan
kulit,
49
area
kulit
yang
telah
rusak
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Anjurkan pasien mandi paling dengan mandi air akan meresap
tidak sekali sehari selama 15 20 dalam satu rasi kulit. Pengolesan
menit. Segera oleskan salep atau krim pelembab selama 2 4
krim yang telah diresepkan setelah menit
setelah
mandi
untuk
kulit
air air
panas
vasodilatasi
menyebabkan
yang
akan
Dorong
untuk
meningkatkan pruritus
menggunakan sabun
yang
mengandung
sabun
yang
pelembab atau sabun untuk kulit alkalin dan tidak membuat kulit
sensitive. Hindari mandi busa
kering,
sabun
kering
meningkatkan keluhan
Oleskan/berikan salep atau krim salep
atau
krim
dapat
akan
diri.
Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan
teknik untuk meningkatkan penampilan
50
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Kaji adanya gangguan citra diri Gangguan
citra
diri
(menghindari
kontak
akan
orang
terhadap
dirinya
perkembangan,
citra
diri
dan
pengungkapan perasaan
Nilai
rasa
keprihatinan
dan Memberikan
mengembangkan kecemasan
kesempatan
untuk
pada
menetralkan
yang
tidak
perlu
upaya
klien
situasi,
ketakutan
adaptasi klien.
untuk membantu
merusak
meningkatkan
c.
Mendorong
sosialisasi
orang lain
dengan membantu
sosialisasi
dengan
meningkatkan
(00214)
Tujuan:
Klien dapat merasakan kembali rasa nyaman
Kriteria Hasil:
Setelah tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dapat
mengurangi rasa tidak nyaman yang dirasakan sampai dengan hilang
51
(klien tidak lagi menggaruk kulitnya dan tidak ditemukan rubor ada
kulit)
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Kaji keluhan gatal, lokasi, frekuensi, Untuk mengetahui skala nyeri klien
intensitas (skala) dan waktu.
Observasi petunjuk non-verbal gatal, Gerakan
misal : menggaruk, ekspresi wajah
non-verbal
klien
seperti:
gatal:
relaksasi
benar
daerah
yang
gatal, anggota
tubuh
yang
gatal
dapat
sarung
dalam
tangan
pemberian
kain lembut
dapat
mengurangi
resiko
dapat
mengurangi
52
BAB IV
DERMATITIS KONTAK
4.1 Definisi Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit.dermatitis kontak merupakan suatu
dermatitis (peradangan kulit) yang disertai dengan adanya spongiosis atau
edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahanbahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit. Bahan-bahan tersebut
dapat bersifat toksik ataupun alergik (harahap, 2000).
Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa dan
disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau
alernergik. Ada empat bentuk dasar : alergik, iritan, fototoksik, dan
fotoalergika. Hampir setiap zat dapat menimbulkan dermatitis kontak.
53
54
penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih
sering daripada DKA akibat kerja.
4.3 Etiologi
1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, dan
serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak,
kekerapan, adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian
pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak
iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulitdi berbagai tempatmenyebabkan
perbedaan permeabilitas, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih
mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis
kelamin (insiden DKI lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan
menurun), misalnya dermatitis atopik.
2. Dermatitis Kontak Alergik (DKA)
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum
diproses, disebut hapten, bersifat lipolitik, sangat reaktif, dapat mnembus
stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel
hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan
pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
55
Faktor
predisposisi
Riwayat
kontak terus-menerus menggaruk kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan
keadaan
terlalu
panas
ataupembersih,
terlalu dingin
oleh kontak
yang terus-menerus dengan sabun serta air, da
sabun, deterjen,
bahan
danatau
zat kimia
pigmentasi
(perubahan
warna)
akanindustri
terjadi (Smeltzer & Bare, 2001).
4.5 Patofisiologi
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan
seperti sabun, deterjen, bahan pembersih, dan zat kimia industri, serta adanya
Dermatitis Kontak
Histamin
Leukotrien
Prostaglandin
2012).
Web Of Caution
(Terlampir)
konsentrasi4.6
histamine
dalam darah
permeabilitas vaskuler
Memediator syaraf Dilatasi
C
pembuluh darah
MK: Nyeri
akutpada area terbuka :wajah, tangan, leher,dll
Jika terjadi
Bulla pecah
57
jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.Untuk pemeriksaan lebih lanjut,
dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya
didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) , maka dapat didiagnosis
sebagai dermatitis kontak iritan (Djuanda & Sularsito, 2008).
4.8 Penatalaksanaan
a. Dermatitis Kontak Iritan
Upaya pengobatan Dermatitis Kontak Iritan yang terpenting adalah
menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau
kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat
dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu
pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit
yang kering (Djuanda, 2003). Apabila diperlukan, untuk mengatasi
peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison,
atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosterodi yang
lebih kuat. (Harahap, 2007)
b. Dermatitis Kontak Alergik
Pada dermatitis kontak alergik, harus menghindari faktor penyebeb alergi,
oral kortikosteoroid. Dosis 35-50 mg/hari (Harahap, 2000). Kortikosteroid
dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada
dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula
atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah
beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam
faal atau larutan air salisil 1:1000. Untuk dermatitis kontak alergik yang
ringan, atau dermatitis kontak alergi akut yang telah mereda (setelah
mendapat
pengobatan
kortikosteroid
kortikosteroid
topikal.Pemakaian
alat
sistemik),
cukup
perlindungan
yang
diberikan
adekuat
diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya
pencegahan (Djuanda, 2003).
4.9 Komplikasi
Komplikasi Dermatitis Kontak Iritan adalah sebagai berikut:
58
59
60
pada
3-4%
dari
populasi
penduduk.
Usia
tidak
sekret,
pembentukan
krusta
serta
akhirnya
61
62
Analisa Data
DS:
klien
mengatakan
Etiologi
Masalah Keperawatan
Dermatitis Kontak
Kerusakan Integritas
Pelepasan mediator
garuk
DO:
Kulit
terlahat
Histamin
Rasa gatal
DIgaruk
Timbul Luka
Dermatitis Kontak
Nyeri Akut
Pelepasan mediator
DO:
terdapat lesi tampak merah
pada kulit klien, raut muka
klien meringis menahan
nyeri
Prostaglandin
Memediator syaraf C
Nyeri Akut
64
Dermatitis Kontak
Pelepasan mediator
Inflamasi oleh Limfosit T
tidur
Histamin
Rasa gatal
Digaruk
klien
mengatakan
Dermatitis Kontak
Pelepasan mediator
DO:
kering,
kulit
klientampak
berwarna
Prostaglandin
Kulit kemerahan/eritema
Dermatitis Kontak
Pelepasan mediator
Leukotrien
permeabilitas vaskuler
Bulla pecah
Timbul Luka
5. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi pada kulit
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi gatal pada kulit
4) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit
yang tidak baik.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak bercak merah pada
kuli
6. Intervensi Keperawatan
66
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kondisi kulit
klien menunjukkan perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Klien mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
2) Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah
rusak.
Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Lindungi kulit yang sehat terhadap
alergi
kulit
2. Memberikan gizi optimal dan
Edukasi
pelembab atau sabun untuk kulut sensitiv 1. Air panas menyebabkan vasodilatasi
serta hindari mandi busa
Observasi
Rasional
68
Mandiri:
1. Pantau keadaan kulit pasien menghindari 2. Mengetahui
kondisi
kulit
untuk
mekanik,
serta
yang
fisis
atau
menyingkirkan
kimiawi
faktor
memperberat.
cedera
termal
akibat
penurunan
sensitivitas
terhadap
panas.
1. Penggunaan
dengan
dokter
dalam
mengurangi
histamine
respon
gatal
dapat
serta
anti
digunakan
untuk
mengurangi peradangan.
Rasional
1.
menguntungkan
secara teratur
2. jaga kamar tidur agar tetap memiliki
untuk
tidur
jika
meningkatkan relaksasi.
1.
terjaga
menjadi
keadaan
tertidur.
70
tidak baik.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien mampu
menyesuaikan diri
Kriteria Hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
b. Mengikuti dan turut berpatisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
c. Melaporkan perasaan dalam penegndalian situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
e. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
f. Tampak
tidak
begitu
memperhatikan
kondisi.menggunakan
teknik
RASIONAL
Gangguan
citra
diri
akan
2.
Terhadap
hubungan
antara
Berikan
kesempatan
untuk
reaksi
serta
pemahaman
Pasien
membutuhkan
pengalaman
yang
harus
kemampuan
untuk
4.
Tindakan
ini
memberikan
71
kesempatan
masalah.
kesehatan
untuk
kecemasan
yang
5.
pada
petugas
menetralkan
tidak
perlu
Ketakutan
merupakan
Meningkatkan
penerimaan
1.
2.
Intervensi
Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi
1.
Rasional
Setiap keadaan yang mneggangu
2.
Pendidikan
bergantung
pasien
pada
yang
efektif
ketrampilan
jelas
yang
diperkuat
dengan
instruksi tertulis.
3.
Laksanakan
pemakaian
kompres
3.
lewat
pengisatan
72
yang
kulit
mengurangi
dan
dengan
eritema
serta
serum.
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS KONTAK ALERGEN
Kasus:
Seorang laki-laki bernama Tn. R berusia 56 tahun datang ke poliklinik
RSUD. Dr, Soetomo dengan keluhan gatal pada punggung tangan dan
pergelangan tangan bagian volar bilateral yang dialami kurang lebih 1 bulan yang
lalu. Awalnya gatal dan kemerahan pada telapak tangan dan kemudian menjalar ke
bagian punggung tangan dan pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin
besar akibat garukan sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Gatal dirasakan
semakin hebat pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah memberikan macam
macam obat yaitu kalpanak cair selama 3 hari kemudian menggantinya dengan
kalpanak cream dan minyak tawon tapi semakin memburuk. pasien juga semat
mengonsumsi asam mefenamat. Dalam melakukan pekerjaan pasien sering jarang
menggunakan sarung tangan dan biasnya terpapar dengan pestisida dan pupuk
organik. Pasien mengatakan tidak punya Riwayat alergi, riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama (-), riwayat penyakit kulit sebelumnya (-), penyakit DM (-).
5. 1 Pengkajian
1. Anamnesa
73
demikian
produksi
A. Identitas pasien
Nama
: Tn. Ramli
Umur
: 56 th
Jenis kelamin
: laki-laki
Status perkawinan : menikah
Pekerjaan
: petani
Alamat
: wonokromo, surabaya
B. Keluhan utama
: gatal pada punggung tangan
C. Riwayat penyakit sekarang : gatal pada punggung tangan dan
pergelangan tangan bagian volar bilateral yang dialami kurang
lebih 1 bulan yang lalu. Awalnya gatal dan kemerahan pada telapak
tangan dan kemudian menjalar ke bagian punggung tangan dan
pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin besar akibat
garukan sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Dan akhirnya
memutuskan untuuk dibawa ke dokter.
D. Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan tidak ppernah punya
penyakit seperti ini sebelumnya
E. Riwayat kesehtan keluarga : tidak ada keluarga yang memiliki
penyakit seperti ini.
F. Riwayat alergi : pasien tidak alergi pada makanan tertentu
G. Riwayat psikososial : pasien bersalal dari keluarga menengah ke
bawah, lingkungan sosial budaya kurang mengeri mengenai
kesehatan.
2. Pemeriksaaan fisik
1. Status generalis
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. TTV
: Baik
: komposmentis
: TD : 110/70 mmHg
: 80
x/menit
S : 36,5 C
menit
2. Review Of System (ROS)
a. Breathing (B1)
b.
c.
d.
e.
f.
RR : 20 x /
74
klien
mengatakan
yang
tertinggal
setelah di garuk
Etiologi
Masalah
Dermatitis Kontak
Keperawatan
Gangguan Integritas
Kulit
Pelepasan mediator
Inflamasi oleh Limfosit
T
DO:
kulit
kemerahan,
terlihat
terkelupas,
dan lecet
Histamin
konsentrasi histamine
dlm darah
Rasa gatal
Digaruk
Timbul Luka
Dermatitis Kontak
Nyeri Akut
Pelepasan mediator
DO:
terdapat lesi tampak merah
75
nyeri
Prostaglandin
Memediator syaraf C
Nyeri Akut
Dermatitis Kontak
DS :klien mengatakan
tidak bisa tidur karena
Pelepasan mediator
gatal
DO :klien sering
menggaruk-garuk tubuh
kurang tidur
Histamin
konsentrasi histamine
dlm darah
Rasa gatal
Digaruk
klien
kulitnya
mengatakan
terkelupas
dan
lecet
Dermatitis Kontak
Pelepasan mediator
Inflamasi oleh Limfosit
76
kering,
berwarna
Prostaglandin
Kulit kemerahan/eritema
2
3
kulit
Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada kulit
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi gatal pada kulit
5. 4 Intervensi:
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kondisi kulit
klien menunjukkan perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Klien mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
2) Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah
77
rusak.
Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Lindungi kulit yang sehat terhadap
balutan basah
2. Jaga dengan cermat terhadap resiko
lesi
Kolaborasi
1. Oleskan/berikan salep atau krim yang
telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari
2. Berikan diet TKTP dan menghindari
makanan yang disangka menimbulkan alergi
Edukasi
3. Jika mandi, gunakan air yang hangat,
jangan panas
4. Gunakan sabun yang mengandung
pelembab atau sabun untuk kulut sensitiv
serta hindari mandi busa
Observasi
Lakukan inspeksi lesi setiap hari dan
pantau adanya tanda-tanda infeksi
78
Rasional
Mandiri:
Pantau
keadaan
kulit
bersifat
mekanik,
fisis
intervensi
yang
tepat
dan
jika
cedera
termal
dermatosis
dapat
mengalami
panas
yang
tidak
terasa
dengan
dokter
gatal
serta
mempercepat
proses
pemulihan
kompres
dengan
liquor
79
Kemudian
dapat
diberikan
semua
kelainan
malignitas
kulit
dapat
Rasional
Mandiri :
1. Bantu pasien melakukan gerak 1. Gerak
badan secara teratur
badan
memberikan
efek
yang
2. jaga
kamar
memiliki
tidur
agar
ventilasi
tetap 2.
dan
Lingkungan
yang
nyaman
meningkatkan relaksasi.
Kolaborasi:
1. Cegah dan obati kulit yang kering 1. Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang
normal.
80
3. Anjurkan
klien
Menghindari
minuman
yang
mengandung
hari.
4. Anjurkan klien Mengerjakan hal
hal
yang
ritual
dan
rutin
menjelang tidur.
4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
baik.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien mampu
menyesuaikan diri
Kriteria Hasil :
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpatisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
3. Melaporkan perasaan dalam penegndalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak
tidak
begitu
memperhatikan
kondisi.menggunakan
teknik
RASIONAL
Mandiri:
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri
1. Gangguan
citra
diri
akan
kulitnya ).
81
2. Terhadap
hubungan
antara
dan
reaksi
serta
kesempatan
untuk
3. Pasien
membutuhkan
pengalaman
untuk
mengekspresikan
berduka
yang
harus
4. Tindakan
ini
memberikan
kesempatan
mengembangkan
untuk
serta
menilai
diri
kemampuan
dan
mengenali
mengatasi masalah.
pada
petugas
82
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal (Djuanda,2007).
Klasifikasi dermatitis diantaranya dermatitis atopik, dermtitis seboroik,
dermatitis kontak.
Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit
tampak meradang dan iritasi. Peradangan ini bisa terjadi dimana saja namun
yang paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling
sering dijumpai adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan
83
mulai muncul pada masa anak anak terutama saat mereka berumur diatas 2
tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan bertambahnya
usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya.
Dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik
sehingga mengurangi angka kekambuhan. Dimanapun lokasi timbulnya
eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal.Terkadang rasa gatal
sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit
6.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa perawat) atau
pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini
sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit dermatitis maka kita
dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke
arah yang lebih buruk dan sebagai seorang ners diharapkan setiap
melaksanakan asuhan keperawatan senantiasa berpegang pada konsep yang
sudah diberikan pada perkuliahan sehingga penatalaksanaan klien dengan
dermatitis dapat terlaksana dengan tepat dan benar.
Daftar Pustaka
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Wibowo, Daniel S. 2008. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo. Halaman
25-26.
Davey, Pactrick.2005. At Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Dermatitis atopik diakses dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25618/4/Chapter%20II.pdf
(online) pada tangal 9 maret 2015
Dermatitis atopik diakses dari http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud855-37686709-tesis_final.pdf (online) pada tangal 9 maret 2015
Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis (Atopic
Eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine,
VII ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 146-158.
84
Hanifin JM, Rajka G. Diagnostic features of atopic dermatitis. Acta Dem Venereol
1980;92:44.
Spergel & Schneider, 1999. Atopic dermatitis. The Internet Journal of Asthma,
Allergy and Immunology 1:
Leung DY et al. New insights into atopic dermatitis. J Clin Invest 2004;113:651.
Brown, Robin Graham & Tony Burns. 2005. Lecture Notes on Dermatologi.
Jakarta: Erlangga
De Angelis YM, Gemmer CM, Kaczvinsky R, Kennealy DC, Schwrz JR, Dawson
Jr TL. 2005. Three etiologic facts of dandruff and seborrhic dermatitis:
Malassezia fungi, sebaceous lipids, and individual sensitivity. J Investig
Dermatol Symp Proc 10(1):295 297.
Fitzpatrick TB. 2010. Seborrhea Dermatitis. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Editor Freedberg IM, edisi 6. New York: McGraw-Hill. Hlm
219-225
Gemmer CM. 2005. Dandruff and seborrheic dermatitis likely result from scalp
barrier breach and irritation induced by malassezia metabolites,
particularly
free
fatty
acids.
Dakses
dari
http://www.pgbeautygroomingscience.com/dandruff-andseborrheicdermatitis-result-from-scalp-barrier-breach-and-irritationinduced-by.php
Gupta, AK. 2004. Seborrheic dermatitis. J Eur Acad Dermatol Venereol. J Eur
Acad Dermatol Venereol 18(1):13-26.
Harahap,Marwali
dan
Tanjung
Chairiyah.2000.Ilmu
Penyakit
Kulit.Jakarta:Hipokrates
Hunter, John. 2002. Clinical Dermatology. Massachussets: Blackwell Publishing
Company.
Layton AM. 2010. Rooks Teextbook of Dermatology. Massachusetts: Blackwell
Publishing Company.
85
Meadow, Sir Roy & Simon J. Newell. 2005. Lecture Notes : Pediatrika edisi
Ketujuh. Jakarta: Erlangga
Pratomo, Untung S. 2003. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis
dan Dermatitis Seboroik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Remitz A, Sakari Reitamo. The Clinical Manifestations of Atopic Dermatitis.
dalam: Reitamo S, Thomas A, Martin S. Text Book of Atopic Dermatitis.
UK: Informa Healthcare; 2008. h.1-11.
Schwartz, James R. 2007. Treatment of seborrheic dermatitis of the scalp . Journal
of Cosmetic Dermatology 6(1):1822.
Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis: An
Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New
Jersey Medical School, Newark, New Jersey, American Family Physician,
Volume 74, Number 10 July 1, 2006, www.aafp.org/afp diakses tanggal 8
Maret 2015
Miniheal.
2014.
Miniheal.com
diakses
melalui
2011.
Niwana
SOD.
Net
diakses
melalui
2012.
Info
Kesehatan
diakses
melalui
2011.
Skinsight.
86
Naldi, Luigi. 2009. Seborrheic Dermatitis. England : The New England Journal of
Medicine. N Engl J Med 360(1):387-396.
Djuanda Adhi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Muttaqin, A. & Sari, K. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta: Salemba Medika
NANDA International. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification
2015-2017, 10th Edition
Smeltzer, S. & Bare, B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine.Jakarta : Erlangga.
Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologi Ed. 3.Jakarta : EGC.
Hogan, D. J., 2009. Contact Dermatitis, Allergic. Diperoleh dari:
http://www.Contact Dermatitis, Allergic_eMedicineDermatology.mht. [Diakses 10
Februari 2015]
Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam Handbook of
Nonprescription Drugs, 12th edition, APHA, Washington D.C.
87