Você está na página 1de 11

A.

PENGERTIAN
Typhoid adalah penyakit infeksi mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran. (Ngastiyah, 1997).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat
difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum.
(Soegeng Soegijanto, 2002)

B.

ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit typhoid adalah bakteri Salmonella typhosa,
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi
C.. Bakterri tersebut merupakan gram negatif tidak berspora, mempunyai
sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H dan antigen
Vi. (IPD,1996).

C.

MANIFESTASI KLINIS
Pada minggu pertama keluhan dan gejala yang muncul adalah demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut sampai epitaksis.
Minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif,
lidah yang khas ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor ).,
hepatomegali,

splenomegali,

meteorismus,

gangguan

mental

berupa

somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis. ( IPD, 1996 ).


D.

PATOFISIOLOGI
Salmonella typhi masuk kedalam tubuh manusia dengan melalui makanan
dan air yang tecemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk kedalam usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak
peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi pendarahan
dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran limfe

mencapai kelanjar limfe mesentrial dan masuk aliran darah melalui duktus
torasikus (Mansjoer et, al 2008).
Salmonella typhi dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typhi bersarang di plak peyeri, limfa, hati dan bagian-bagian lain
sistem retikuloendotelial. Endotoksin salmonella typhi berperan dalam proses
inflamasi lokal padda jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak.
Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam
(Mansjoer et, al 2008).
E.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditimbulkan pada bagian intestinal yaitu, pendarahan usus,
peroforasi usus, dan ileus paralitik. Komplikasi yang terdapat pada darah
yaitu anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom uremia hemolitik. Pada
anak-anak dengan demam tifoid, komplikasi lebih jarang terjasi. Komplikasi
lebih sering pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum bila
perawatan penderita kurang sempurna (Mansjoer et, al 2008).

F.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.

Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.

2.

Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan


fsofat alkali meningkat.

3.

Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif,


dalam minggu berikutnya menurun.

4.

Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.

5.

Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada


pemeriksaan ulang memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin
O dan H meningkat sejak minggu kedua. Titer reaksi widal diatas 1 : 200
menyokong diagnosis. (Rahmad Juwono, 1996)

G.

Penatalaksanaan Medik
Adapun penatalaksanaan adalah (Pakdhe, 2009) :
1.

Obat
Sampai saat ini masih menganut Trilogi penatalaksanaan demam thypoid,
yaitu:

Kloramphenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x


500 mg, diberikan selama demam berkanjut sampai 2 hari bebas
demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5
hari kemudian.

Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di RSUP Persahabatan),


penggunaan

kloramphenikol

masih

memperlihatkan

hasil

penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat obat terbaru dari jenis
kuinolon.

Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 15- mg/Kg/BB/hari, diberikan


selama 2 minggu.

Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg


sulfametosazol-80 mg trimetropim), diberikan selama dua minggu.

2.

Diet

Cukup kalori dan tinggi protein

Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas


panas dapat diberikan bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi
sesuai

tingkat

kesembuhan.

Namun

beberapa

penelitian

menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi


dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan secara aman.

Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan


perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total.

3.

Istirahat
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Klien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan kondisi. Klien dengan kondisi kesadaran menurun perlu
diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu perhatian karena kadang
kadang terjadi obstipasi dan retensi urine.

4.

Perawatan sehari hari


Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan tempat tidur,
pakaian, dan peralatan yang digunakan oleh klien.

H.

PATHWAYS (Mansjoer et, al 2008)


Salmonella typhi
Mulut
Musnah

Lambung
Usus halus

Jaringan limfoid

peradangan/ nekrosis

Jaringan limfe mesentrial


Sirkulasi porta
dari usus

tukak mukosa
Usus halus
aliran darah
melalui duktus thoraxilus

limfa/ hati

mati

endotoksin
sintesa dan pelepasan
zat pirogen

pembuluh
darah

Hypotalamus

septikemia

hypertermi

syok septik

evaporasi meningkat

penurunan
kesadaran

malabsorbsi
usus halus

bakterimia

difagosit
hidup

imobilisasi

reabsorbsi air
dalam kolon meningkat

Gangguan rasa nyaman

keringat banyak

cairan ekstraseluler berkurang

resti cedera
konstipasi

gangguan keseimbangan cairan

sekresi enzim
cerna meningkat
perforasi

Peristaltik

perdarahan

diare

I.

PENGKAJIAN
1.

Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur
semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan
aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.

2.

Sirkulasi
Tanda : Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi
dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi
termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah
pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).

3.

Integritas Ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak
berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress aku/kronis mis. Hubungan dengan
keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya peningkatan
prevalensi.
Tanda :Menolak, perhatian menyempit, depresi.

4.

Eliminasi
Gejala : Tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair.
Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering
tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi
berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan
perektal.
Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya
peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.

5.

Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap
diet/sensitive mis. buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan
turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.

6.

Higene
Tanda

:Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis

menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.


7.

Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang
dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.
Tanda :Nyeri tekan abdomen/distensi.

8.

Keamanan
Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu
(eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk
susu.
Tanda

:Lesi

kulit

mungkin

ada,

ankilosa

spondilitis,

uveitis,

konjungtivitis/iritis.
9.

Seksualitas
Gejala :Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.

10.

Interaksi Sosial
Gejala :Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam
sosial.

11.

Penyuluhan Pembelajaran
Gejala :Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.

J.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Gangguan

keseimbangan

cairan

berhubungan

dengan output berlebih.


2.

Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake yang


tidak adekuat.

3.

Gangguan eliminasi bowel: konstipasi berhubungan


dengan penurunan peristaltik usus.

4.

Gangguan
peningkatan suhu tubuh.

rasa

nyaman

berhubungan

dengan

5.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan


dengan tirah baring yang lama. (Doenges, 2002)

K.

INTERVENSI

Diagnosa
Gangguan rasa

Tujuan
Rasa nyaman kembali terpenuhi

nyaman berhubungan

setelah

dengan peningkatan

keperawatan selama 2 x 24 jam

suhu tubuh.

dengan kriteria hasil:


-

dilakukan

tindakan

Suhu tubuh pasien dalam

hangat.

pori memperlancar

Lakukan

monitor o

batas nomal. (36-37 C).

TTV sebelum dan

Pasien mengatakan dirinya

setelah kompres.

sudah merasa nyaman

Rasional
Membuka porisekresi kreringat

Intervensi
Lakukan
kompres o

Anjurkan

keluarga o

pasien untuk tidak

Mengetahui
perubahan suhu.
Agar sirkulasi
lancar.

menggunakan
selimut tebal.

Anjurkan

keluarga o
Memberikan
pasien
untuk
respirasi pada kulit.
memberikan pakaian
yang tipis.

Kolaborasi

dengan o
Menurunkan
tim medis pemberian
panas.
antipiretik
(paracetamol ).

Gangguan nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan

dalam tubuh setelah dilakukan

pentingnya

berhubungan dengan

tindakan selama 2 x 24 jam

bagi

intake yang tidak

dengan kriteria hasil:

typhoid.

adekuat.

keluarga

mengerti

makanan

bagi

jenis

penderita

Beri PenKes tentang


nutrisi o
Agar keluarga
penderita
dapat mengerti

Pertahankan

pentingnya nutrisi.
oral

hygien sebelum dan

typoid.

setelah makan.

Nafsu makan meningkat.

Pasien

menghabiskan

porsi makan rumah sakit.


-

Mempertahankan
badan

berat

dalam

Berikan porsi kecil

medorong nafsu

tapi sering.

makan.

Sajikan

makanan

secara menarik.

kondisi

normal.

Membatu

Menambah
asupan nutrisi.

Kolaborasi
tim

dengan o

gizi

untuk

pemberian

motivasi untuk

diiet

lunak ( BTS) TKTP.

Meningkatkan
makan.

Memenuhi
kebutuhan nutrisi.

Gangguan

Terpenuhinya kebutuhan cairan

keseimbangan cairan

elektrolit dalam tubuh setelah

untuk

dan elektrolit

dilakukan tindakan 2 x 24 jam

minum.

berhubungan dengan

dengan kriteria hasil:

output berlebih

sekunder terhadap
diare.

Input dan output cairan

Anjurkan

Catat

pasien
banyak

output

dan o

input cairan.

memenuhi cairan

elektrolit seimbang.
-

Menunjukkan

Membantu
tubuh.

membran

mukosa lembab dan turgor


jaringan normal.

Kolaborasi

dengan o
Untuk
tim medis untuk
mengetahui derajat
pemberian
cairan
kekurangan cairan.
intravena kristaloid

Menggant
elektrolit yang

Gangguan eliminasi

Ganguan eliminasi dapat teratasi

bowel: konstipasi

setelah

berhubungan dengan

keperawatan selama 2 X 24 jam

penurunan peristaltik

dengan kriteria hasil:

usus.

dilakukan

Pola

tindakan

eliminasi

dapat

enema/

terbuang.

levemen.

kembali normal.
-

Lakukan

Hindarkan makanan
yang banyak asam

Feses tidak padat.

lemak.

Anjurkan

pasien

untuk minum banyak

Untuk
melunakan dan
memudahkan
keluarnya feses yang

sebelum makan.

keras.

Anjurkan

pasien o

untuk

segera

memperlambat

menanggapi

respon

rangsang peristaltik.

bowel.

Asam lemak

Membantu
mendorong

Resiko kerusakan

Integritas kulit dapat terjaga


sete;ah

integritas kulit
berhubungan dengan
tirah baring yang lama

dilakukan

kulit.

peristaltik.
o

Untuk
mencegah

dengan kriteria hasil:


Tidak

kebersihan

tindakan

keperawatan selama 2 X 24 jam


-

Jaga

Jaga

kelembaban

pengerasan feses.

kulit.
mengalami

kerusakan kulit.

Atur posisi secara


berkala.

kebersihan dan

Observasi adanya
kerusakan kulit.

Menjaga
kenyamanan pasien

Mencegah
kerusakan kulit dan
menjaga
kenyamanan pasien

Mencegah
kerusakan kulit.

Mencegah
terjadinya dekubitus

L.

EVALUASI

Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan(Doenges, 2002) :


a.

Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.

b.

Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.

c.

Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.

d.

Kebutuhan cairan terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA
McFarland, Gertrude K et al. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Persatuan Ahli Bedah Indonesia. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Kedua.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer S, Suprohaita., Wardhani, W., Setiowulan, W. 2008. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.
Soegeng

Soegijanto.

2002.

Ilmu

Penyakit Anak,

Diagnosa

dan

Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.


Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta

Você também pode gostar