Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
Eva Fakhrunnisa
Ichtiarfi Waryanuarita
Nia Handayani
Winda Arfian Sari
(P07120213017)
(P07120213020)
(P07120213027)
(P07120213038)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN D-IV KEPERAWATAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan dengan jumlah orang yang mencapai usia tua telah
menjadi masalah besar bagi pelayanan psikiatri. Lebih banyak orang hidup
sampai tua, dimana mereka berisiko untuk demensia serta lebih sedikit
orang muda ada untuk merawatnya. Proses penuaan secara normal
membawa perubahan mental maupun fisik. Penurunan intelektual mulai
terlihat pada dewasa muda, dan semakin jelas pada usia tua. Kesulitan
mengingat berbentuk lambatnya dan buruknya daya ingat, lupa senilis
yang ringan biasanya lupa nama atau hal lain yang relative tidak penting.
Penuaan juga melibatkan perubahan sosial dan psikologi.
Penuaan fisik dan pensiun dari pekerjaan menimbulkan penarikan
diri bertahap dari masyarakat sejalan dengan itu terjadi penyempitan minat
dan pandangan ketakmampuan menerima pemikiran baru, kecenderungan
memikirkan
hal
yang
lampau
dan
mempunyai
pandangan
demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis
kelamin (Harvey, R.J. et al. 2003).
Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh
lansia dan perawatan yang dapat dilakukan keluarga sebagai support
system yang penting untuk penderita demensia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit demensia
2. Apa saja klasifikasi demensia
3. Bagaimana etiologi dan gejala klinis penyakit demensia
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada demensia
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan definisi tentang penyakit demensia
2. Mampu menyebutkan klasifikasi penyakit demensia
3. Mampu menjelaskan etiologi penyakit demensia
4. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
demensia.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi Demensia
Definisi dementia menurut International Classification of Disease,
10Th revision (ICD-10) adalah suatu keadaan perburukan fungsi intelektual
meliputi memori dan proses berpikir, sehingga mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari. Gangguan memori khas mempengaruhi registrasi,
penyimpanan dan pengambilan kembali informasi. Dalam hal ini harus
terdapat gangguan proses berpikir dan reasoning di samping memori.
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak
yang biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi
kognitif yang multipel tanpa gangguan kesadaran.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian (Medicastore.com).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku (Kusumawati, 2007).
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti
dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah
penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy
b.
c.
E. Patofisiologi
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun)
adalah
adanya
perubahan
kepribadian
dan
tingkah
laku
sehingga
Faktor Psikososial
Derajat
keparahan
dan
perjalanan
penyakit
demensia
dapat
progresif
lambat,
dimana
akibat
proses
degenaratif
menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini
baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita
tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan
mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang
sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif
sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai
menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau
penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu
makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a) Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi
memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang
dialami
b) Stadium II
Disorientasi
2)
3)
4)
5)
c) Stadium III
Stadium
ini
dicapai
setelah
penyakit
berlangsung
6-12
penyakit degenaratif
2)
penyakit serebrovaskuler
3)
4)
trauma otak
5)
6)
Hidrosefaulus normotensif
7)
8)
Autoimun, vaskulitif
9)
Multiple sclerosis
10)
Toksik
11)
2)
3)
Gangguan psiatrik :
Depresi
Anxietas
Psikosis
Obat-obatan :
Psikofarmaka
Antiaritmia
Antihipertensi
Antikonvulsan
4)
5)
Digitalis
Gangguan nutrisi :
Defisiensi B6 (Pelagra)
Defisiensi B12
Marchiava-bignami disease
Gangguan metabolisme :
Hiper/hipotiroidi
Hiperkalsemia
Hiper/hiponatremia
Hiopoglikemia
Hiperlipidemia
Hipercapnia
Gagal ginjal
Sindromk Cushing
Addisons disesse
Hippotituitaria
Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja
Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah
keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa
demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang
sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada
lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian
latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku
yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga
memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia
penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia
dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah,
agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C.,
Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah
7.
8.
Inkontinensia urine
9.
2.
3.
4.
untuk menenangkan.
Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam
sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak
diketahui oleh lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan
jendela untuk menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan
keluarga yang merawat lansia dengan demensia di rumahnya.
I. Pencegahan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif.
d. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
e. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi.
f. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA
A. Pengkajian
Tanda dan Gejala
1. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
2. Pelupa
3. Sering mengulang kata-kata
4. Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
5. Cepat marah dan sulit di atur.
6. Kehilangan daya ingat
7. kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
8. kurang konsentrasi
9. kurang kebersihan diri
10. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
11. Mudah terangsang
12. Tremor
13. Kurang koordinasi gerakan.
Cara melakukan pengkajian
1. Membina hubunga saling percaya dengan klien lansia
2. Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama
saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
3. Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang /
sore / malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
4. Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara,
termasuk
menunjukkan perhatian
Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
c.
d.
menjawab
Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada
klien.
9. Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti
(hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)
10. Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika betranya
tunggu respon pasien
11. Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan
kata-kata yang sama.
12. Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume
ditingkatkan, nada harus direndahkan.
13. Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
14. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks
dan terbuka
15. Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan
klien:
a.
b.
c.
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia dengan
demensia, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien
dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang
saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika
mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kurang konsentrasi
Kurang kebersihan diri
Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
Tremor
Kurang kordinasi gerak
Aktiftas terbatas
Sering mengulang kata-kata.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah,
tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan
mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau
memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi
dan menilai realitas dengan akurat.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis,
gelisah, halusinasi.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
kebutuhan
tubuh
dan
kriteria Intervensi
hasil
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan klien dapat
beradaptasi dengan
perubahan aktivitas
sehari- hari dan
lingkungan dengan
KH :
a. mengidentifikasi
perubahan
b. mampu beradaptasi
pada perubahan
lingkungan dan
aktivitas kehidupan
sehari-hari
c. cemas dan takut
berkurang
d. membuat pernyataan
yang positif tentang
lingkungan yang
baru.
Rasional
a. Untuk membangan
kepercayaan dan rasa
nyaman.
b. Menurunkan kecemasan
dan perasaan terganggu.
c. Untuk menentukan persepsi
klien tentang kejadian dan
tingkat serangan.
d. Konsistensi mengurangi
kebingungan dan
meningkatkan rasa
kebersamaan.
e. Menurunkan ketegangan,
mempertahankan rasa
saling percaya, dan
orientasi.
Setelah diberikan
a. Kembangkan
tindakan keperawatan
lingkungan yang
diharapkan klien
mendukung dan
mampu mengenali
hubungan klien-
perubahan dalam
perawat yang
terapeutik.
b. Pertahankan
lingkungan yang
menyenangkan dan
tenang.
c. Tatap wajah ketika
berbicara dengan
klien.
d. Panggil klien dengan
namanya.
e. Gunakan suara yang
mencetuskan konfrontasi
mengembangkan
berbicara dengan
strategi untuk
mengatasi anggapan
diri yang negatif.
c. Mampu mengenali
tingkah laku dan
3
faktor penyebab.
Setelah diberikan
a. Kembangkan
tindakan keperawatan
lingkungan yang
diharapkan perubahan
perawat-klien yang
terapeutik.
b. Bantu klien untuk
memahami halusinasi.
c. Kaji derajat sensori
a. Meningkatkan kenyamanan
dan menurunkan kecemasan
pada klien.
b. Meningkatkan koping dan
menurunkan halusinasi.
c. Keterlibatan otak
memperlihatkan masalah
yang bersifat asimetris
menyebabkan klien
kehilangan kemampuan
b. Mengembangkan
strategi psikososial
klien termasuk
untuk mengurangi
penurunan penglihatan
stress.
c. Mendemonstrasikan
atau pendengaran.
d. Ajarkan strategi untuk
mengurangi stress.
e. Ajak piknik sederhana,
stimulasi.
tersebut mempengaruhi
Setelah dilakukan
jalan-jalan keliling
perasaan terkekang.
aktivitas.
a. Jangan menganjurkan
tindakan keperawatan
tidur-bangun) yang
tersinkronisasi disebabkan
singkat.
b. Deragement psikis terjadi
yang mengganggu
kortikosteroid, termasuk
tidur.
c. Tentukan kebiasaan
kebiasaan klien
(memberi susu hangat).
d. Memberikan
menciptakan pola
lingkungan yang
nyaman untuk
meningkatkan respon
meningkatkan
tidur(mematikan
kardiovakular terhadap
tidur.
e. Penguatan bahwa saatnya
tidur dan mempertahankan
kesetabilan lingkungan.
Setelah diberikan
tidur.
a. Identifikasi kesulitan
tindakan keperawatan
dalam berpakaian/
mempengaruhi intervensi.
Masalah dapat
keterbatasan gerak
diminimalkan dengan
dengan kemampuannya
menyesuaikan atau
dengan KH :
penurunan kognitif
a. Mampu melakukan
aktivitas perawatan
diri sesuai dengan
tingkat kemampuan.
b. Mampu
seperti apraksia.
b. Identifikasi kebutuhan
ahli lain.
b. Seiring perkembangan
penyakit, kebutuhan
kebutuhan dengan
mengidentifikasi
perawatan
dan menggunakan
rambut/kuku/ kulit,
sumber pribadi/
komunitas yang
dapat memberikan
bantuan.
dilupakan.
c. Kehilangan sensori dan
penurunan fungsi bahasa
menyebabkan klien
mengungkapkan kebutuhan
perawatan diri dengan cara
nonverbal, seperti terengahengah, ingin berkemih
dengan memegang dirinya.
d. Pekerjaan yang tadinya
mudah sekarang menjadi
terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan
kognitif.
e. Meningkatkan kepercayaan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
untuk hidup.
a. Mengidentifikasi risiko di
lingkungan dan
diharapkan Risiko
mempertinggi kesadaran
penurunan persepsi
dengan KH :
a. Meningkatkan
mengidentifikasi risiko
tingkat aktivitas.
b. Dapat beradaptasi
kurang mampu
dengan lingkungan
untuk mengurangi
risiko trauma/
cedera.
c. Tidak mengalami
cedera.
mungkin timbul.
b. Hilangkan sumber
bahaya lingkungan.
c. Alihkan perhatian saat
perilaku teragitasi/
berbahaya, memenjat
pagar tempat tidur.
d. Kaji efek samping obat,
tanda keracunan (tanda
ekstrapiramidal,
hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan,
gangguan
gastrointestinal).
e. Hindari penggunaan
restrain terus-menerus.
Berikan kesempatan
keluarga tinggal
bersama klien selama
periode agitasi akut.
mengendalikan perilaku.
Penurunan persepsi visual
berisiko terjatuh.
b. Klien dengan gangguan
kognitif, gangguan persepsi
adalah awal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung
jawab terhadap kebutuhan
keamanan dasar.
c. Mempertahankan keamanan
dengan menghindari
konfrontasi yang
meningkatkan risiko
terjadinya trauma.
d. Klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala
obat dapat menimbulkan
kadar toksisitas pada lansia.
Ukuran dosis/ penggantian
obat diperlukan untuk
mengurangi gangguan.
e. Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium
tulang).
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan klien
mendapat nutrisi yang
seimbang dengan KH:
a. Mengubah pola
asuhan yang benar
b. Mendapat diet
nutrisi yang
seimbang.
c. Mendapat kembali
berat badan yang
setiap minggu.
c. Kaji pengetahuan
keluarga/ klien
mengenai kebutuhan
makanan.
d. Usahakan/ beri bantuan
dalam memilih menu.
e. Beri Privasi saat
kebiasaan makan
kebutuhan nutrisi.
e. Ketidakmampuan menerima
menjadi masalah.
sesuai.
kebiasaan makan
berkembang seiring
berkembangnya penyakit.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Status kesehatan pada lansia yang dikaji secara komprehensif,
akurat, dan sistematis untuk menentukan kemampuan klien dalam
memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat rencana
keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi.
Pengkajian ini meliputi askep fisik, psikis, sosial dan spiritual dengan
melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan.
Salah satu penyakit degneratif adalah demensia yaitu yang
mempunyai awitan tersembunyi dan membahayakan serta secara umum
progresif, menjadi semakin memburuk. Gambaran khusus meliputi
kehilangan berbagai segi kemampuan intelektual, seperti memori, penilaian,
pikiran abstrak, dan fungsi kortikal lebih tinggi lainnya, serta perubahan
ortostatik,
gangguan
penglihatan,
gastrointestinal).
l. Usahakan atau beri bantuan dalam memilih menu.
gangguan
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo, (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Boedhi-Darmojo, (2009), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta :
FKUI.
Brunner & Suddart, (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2.
EGC : Jakarta.
Capernito, (2000). Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :
Salemba Medika.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
NN.
2012.
Demensia
(Makalah)
diakses
di
http://classc-
ums.blogspot.com
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC :
Jakarta.
Nugroho,Wahjudi.
Keperawatan
Gerontik.Edisi2.Buku
Kedokteran
EGC.Jakarta;1999
Prince, Loraine M. Wilson, (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit,
edisi 4. Jakarta: EGC
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi2. Jakarta : EGC.
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002