Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot. Faktor yang
meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif. Faktor yang
menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik positif
biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung, kemudian akan
meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular. Agen inotropik
negatif akan memblok pergerakan Ca2+ atau mendepresi metabolisme otot jantung.
Faktor inotropik positif dan negatif termasuk pada aktivitas sistem saraf otonom,
hormon, dan perubahan konsentrasi ion ekstraselular. Obat-obat inotropik yang
meningkatkan
kemampuan
kekuatan
kontraksi
otot
jantung.
Obat-obat
simpatomimetik adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan untuk terapi
gagal jantung berat pada suasana akut. Contoh obat ini adalah dopamine dan
dobutamin. Efek-efek merugikan yang terpenting berkaitan dengan sifat alami
obat ini yang aritmogenik dan potensi obat untuk menimbulkan iskemia otot
jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular dapat dikurangi dengan memperkecil
dosis.
Agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek meningkatkan kontraktilitas
jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat menurunkan cardiac output
sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran oksigen yang cukup
ke jaringan.
Inotropik dibagi dalam dalam dua agen yaitu :
a. Agen inotropik positif
Adalah agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan digunakan
untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung,
syok kardiogenik, syok septic, kardiomiopati.
Contoh: Berberine, Omecamtiv, dopamine,
epinefrin
(adrenalin),
BAB II
ISI
1. Agen Inotropik Positif
a. Digitalis
Farmakodinamik:
Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif, yaitu
meningkatkan kontraksi miokardium
Efek inotropik positif digitalis didasarkan atas 2 mekanisme, yaitu
a.
penghambatan enzim Na+K+adenosin trifosfatase (NaKATPase) yang terikat di membran sel miokard dan berperan
b.
Mekanisme Kerja :
MEKANISME
1.
KERJA 2.Meningkat
Menghamba
-Meningkatk
kan kadar
t enzim Ka
an arus
kalsium
+ Natrium
, Na+ ATP
masuk
intra
sel
ase
intrasel
kalsium
bertambah
Kalsium
melepaskan
intrasel
kalsium dari
bertambah
cadangan
Farmakokinetik :
Absorpsi di subkutan dan intramuscular tidak teratur dan
menyebabkan sakit. Absorpsi peroral baik, tetapi dipengaruhi
makanan, jenis sediaan, dan pengosongan lambung. Distribusi luas,
dengan ikatan protein tinggi. Obat ini dieliminasi,diekskresi di
ginjal dan dimetabolisme di hepar.
Efek samping:
Digitalis memiliki cakupan dosis terapeutik yang sempit.
Diperkirakan 20% pasien yang diterapi dengan digitalis mengalami
keracunan. Sebanyak 35% efek terapeutetik digitalis dapat menjadi
inhibisi
sistem
transport
ion
Na-K-ATPase
yang
penurunan
meningkatkan
PaCoO210
mmHg.
Hipokalemia
dapat
b. Digoksin
Digoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), suatu
kelompok
senyawa
yang
mempunyai
efek
khusus
pada
dengan
meningkatkan
pertukaran
natrium-kalsium
c. Epinefrin (adrenalin)
epinephrine
lebih
disukai
dibandingkan
dengan
Farmakokinetik :
Fungsi alamiah dari epinephrine bekerja pada :
(a) kontraktilitas jantung,
(b) heart rate,
(c) tonus otot polos vaskular dan otot bronkus,
(d) sekresi kelenjar,
(e) proses metabolisme seperti glikogenolisis dan lipolisis.
Metabolisme :
Pemberian
secara
oral
tidak
efektif,
karena
epinephrine
Farmakodinamik :
Efek kardiovaskular yang ditimbulkan merupakan hasil dari
stimulasi reseptor dan reseptor adrenergik. Dosis kecil
epinephrine (1-2 g/menit IV) bila diberikan pada pasien dewasa
akan menstimulasi reseptor 2 pada pembuluh perifer. Stimulasi
reseptor 1 terjadi pada dosis yang lebih besar (4 g/menit IV),
pada dosis yang lebih besar (10-20 g/menit IV) akan
menstimulasi reseptor dan adrenergik dengan efek stimulasi
yang lebih dominan pada pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah perifer dan sirkulasi ginjal. Injeksi tunggal epinephrine
dengan dosis 0,2-0,8 g IV menyebabkan terjadinya stimulasi
jantung yang berlangsung selama 1-5 menit, umumnya tanpa
peningkatan berlebihan pada tekanan darah sistemik atau heart
rate.
Epinephrine
menstimulasi
reseptor
yang
menyebabkan
Efek Samping:
Epinephrine meningkatkan heart rate dengan meningkatkan laju
depolarisasi fase 4, yang juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya disritmia. Peningkatan curah jantung yang terjadi
merupakan akibat dari meningkatnya heart rate, kontraktilitas
jantung, dan aliran darah balik.
Otot polos bronkus akan mengalami relaksasi akibat stimulasi 2
epinephrine. Efek bronkodilatasi ini akan menjadi bronkokonstriksi
dengan adanya obat blokade adrenergik , yang menjelaskan
stimulasi 1 oleh epinephrine. Dengan stimulasi 2 akan
meningkatkan konsentrasi seluler cAMP, menurunkan mediator
vasoaktif yang sering dihubungkan dengan terjadinya gejala asma
bronkial.
Epinephrine memiliki efek yang paling signifikan terhadap
metabolisme
dibandingkan
catecholamin
lainnya.
Stimulasi
menyebabkan
kontraksi
otot
radilalis
iris,
eksopthalmus
seperti
pada
pasien
dengan
darah
akan
dipercepat
oleh
efek
epinephrine,
pelepasan
epinephrine
akibat
stress.
Epinephrine
Dosis pemberian:
Pada keadaan gawat-darurat (syok dan reaksi alergi), epinephrine
diberikan secara bolus intravena 0,05-1 mg tergantung dari
keparahan pada kardiovaskular. Untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan heart rate, diberikan dalam infus (1 mg dalam 250 ml
Dekstrosa 5 %) [D5W ; 4 g/mL]. Dengan tetesan 2-20 g/menit.
Beberapa larutan anestetik lokal mengandung epinephrine dengan
konsentrasi 1 : 200.000 (5 g/mL) atau 1 : 400.000 (2,5 g/mL)
sehingga mengurangi absorpsi sistemik dan memperpanjang durasi
kerja anestetik lokal.
Sediaan:
Epinephrine tersedia dalam bentuk ampul dengan konsentrasi 1 :
1000 (1 mg/mL) dan pada prefilled syringes dengan konsentrasi 1 :
10.000 (0,1 mg/mL) [100 g/mL]. Untuk penggunaan pediatri
tersedia konsentrasi 1 : 100.000 (100 g/mL).
d. Dopamine
Dopamine merupakan immediate metabolic precursor dari
norepinephrine yang mengaktifkan reseptor D1 di vaskular
sehingga menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi reseptor prasinaptik
juga
memiliki
dopamine
tergolong
agen
kekurangan,
yang
relatif
diantaranya
lemah,
adalah
sehingga
Farmakologi:
Efek inotropik positif amrinon didapatkan dalam percobaan, mula
kerja amrinon adalah 1 menit dan efek tertinggi pada 2 menit,
sedang lama kerjanya lebih dari 1 jam. Pemberian amrinon
berulang kali tidak menunjukkan takifilaksis pada respon obat.
Injeksi
amrinon
IV
dengan
dosis
tunggal
0,1-1
mg/kg
g. Teofilin
Adalah bronkodilator yang digunakan untuk pasien asma dan
penyakit paru obstruktif yang kronik. Teofilin dapat meningkatkan
resiko efek samping jika digunakan bersamaan dengan agonis
reseptor beta, seperti munculnya hipokalemia.
Teofilin dimetabolisme oleh hati. Pada pasien perokok atau
gangguan fungsi hati dapat menyebabkan perubahan kadar teofilin
dalam darah. Kadar teofilin dalam darah dapat meningkat pada
gagal jantung, sirosis, infeksi virus dan pasien lanjut usia. Kadar
teofilin dapat menurun pada perokok, pengonsumsi alkohol, dan
obat-obatan yang meningkatkan metabolisme di hati.
Penggunaan teofilin haruslah berhati-hati karena batas keamanan
dosis yang cukup sempit. Dosis terapi dapat dicapai pada kadar 10-
meningkat,
berdebar-debar,
mual-muntah,
ketidakmampuan
tubuh
hilangnya
untuk
memenuhi
kontraksi
tuntutan
disebabkan
oleh
Efek samping:
seperti iskemia, hanya terlihat pada dosis melampaui tingkat ini,
karena pemanjangan ekstrim waktu ejeksi sistolik.
i. Berberine
Hydrastis
canadensis
(goldenseal),
xanthorhiza
meningkatkan
waktu
pemulihan
sinus
node,
dapat
diberikan
bersamaan
dengan
diuretik
tiazid.
Konsentrasi
plasma
pada
dosis
5-20
mg
adalah
Indikasi:
Bisoprolol diindikasikan untuk hipertensi, bisa digunakan sebagai
monoterapi atau dikombinasikan dengan antihipertensi lain.
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap bisoprolol fumarat
Bisoprolol dikontraindikasikan pada penderita cardiogenic shock,
kelainan jantung, AV blok tingkat II atau III, bradikardia sinus.
Dosis:
Dosis awal 5 mg sekali sehari atau dosis dapat ditingkatkan
menjadi 10-20 mg sekali sehari. Pada penderita bronkospastik,
gangguan hati (hepatitis atau sirosis) dan gangguan ginjal (bersihan
kreatinin kurang dari 40 ml/menit), dengan dosis awal 2,5 mg
sekali sehari.
Efek samping:
Sistem saraf pusat: dizziness, vertigo, sakit kepala, parestesia,
hipoaestesia, ansietas, konsentrasi berkurang.
Sistem saraf otonom: mulut kering.
Kardiovaskular: bradikardia, palpitasi dan gangguan ritme lainnya,
cold extremities, klaudikasio, hipotensi, hipotensi ortostatik, sakit
dada, gagal jantung.
Psikiatrik: insomnia, depresi.
Gastrointestinal: nyeri perut, gastritis, dispepsia, mual, muntah,
diare, konstipasi.
Muskuloskeletal: sakit otot, sakit leher, kram otot, tremor.
Kulit: rash, jerawat, eksim, iritasi kulit, gatal-gatal, kulit kemerahmerahan, berkeringat, alopesia, angioedema, dermatitis eksfoliatif,
vaskulitis kutaneus
Khusus: gangguan visual, sakit mata, lakrimasi abnormal, tinitus,
sakit telinga.
Metabolik: penyakit gout.
Pernafasan: asma, bronkospasme, batuk, dispnea, faringitis, rinitis,
sinusitis.
Genitourinaria: menurunnya libido/impotensi, penyakit Peyronie,
sistitis, kolik ginjal.
Hematologi: purpura
Lain-lain: kelemahan, letih, nyeri dada, peningkatan berat badan.
c. Metoprolol
Metoprolol adalah beta-blocker yang mempengaruhi jantung dan
sirkulasi (darah mengalir melalui arteri dan vena).
Metoprolol digunakan untuk mengobati angina (nyeri dada) dan
hipertensi (tekanan darah tinggi). Hal ini juga digunakan untuk
mengobati atau mencegah serangan jantung.
Efek samping:
detak jantung yang sangat lambat;
perasaan berkepala ringan, seperti Anda akan pingsan;
sesak napas (bahkan dengan tenaga ringan), bengkak,
Dosis:
Dosis Dewasa biasa dari Metoprolol untuk Angina Pektoris
Profilaksis:
Dosis awal: 100 mg secara oral dalam 1 atau 2 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan: 100-450 mg / hari.
Dosis Dewasa untuk Hipertensi:
yang
disebabkan
oieh
Indikasi :
Untuk angina pectoris, menurunkan serangan angina pada
penderita variant angina.
Dosis :
Dewasa : 4 x 30 mg sehari, bila perlu dapat ditingkatkan sampai
360 mg sehari, diberikan sebelum makan dan waktu hendak tidur.
Efek Samping :
Jarang terjadi, hanya 2 - 10% pasien yang mengalami nyeri
fosfatase alkalin.
Hipersensitif : erupsi, eritema multiforme (dalam kasus
e. Verapamil
Farmakologi:
Oral : efek puncak :1-2 jam ; durasi 6-8 jam. IV : efek puncak : 1-5
menit ; durasi 10-20 menit.;Ikatan protein : 90%, Metabolisme : di
hati ; extensive first pass effect, Bioavaibilitas : oral : 2035%,;Waktu paruh bayi : 4,4-6,9 jam, dewasa : dosis tunggal 2-8
jam meningkat sampai 12 jam dengan dosis ganda; waktu paruh
meningkat pada pasien sirosis hepatis. ;Eliminasi : 70% diekskresi
melalui urin (3-4% dalam bentuk obat tidak berubah) dan 16%
melalui feses.
Bentuk sediaan:
Kapsul (Sustained Release) 120 mg, 180 mg, 240 mg, 360
mg;Injeksi 2,5 mg/ml (2 ml, 4,ml);Tablet 40 mg, 80 mg, 120 mg.
Tablet (Sustained Release) 180 mg, 240 mg
Mekanisme aksi:
Menghambat masuknya ion kalsium ke dalam slow channel atau
daerah sensitif tegangan pada pembuluh darah otot polos dan
miokardium pada saat depolarisasi;menghasilkan relaksasi otot
sehari, peroral
Angina: 80 120 mg 3 x sehari peroral
Aritmia supraventrikular: 40 120 mg 3 x sehari peroral,
atau 5 10 mg via injeksi intravena perlahan selama 2 3
menit (sebaiknya dilakukan sambil dipantau dengan
rekaman jantung/EKG)
Efek Samping:
dermatitis
fotosensitisasi,
ginekomastia
transaminase
dan/atau
alkalin
fosfatase
gusi.
Takikardia, jantung berdebar, impotensi.
Tinitus (telinga berdenging tanpa ada rangsang dari luar),
gemetar.
Hati-hati pada pasien dengan pacu jantung atau defibrilator.
f. Clevidipine
Clevidipine butirat adalah CCB dihidropiridin L-jenis yang cepat
dimetabolisme dalam darah dan jaringan dan tidak menumpuk di
tubuh. L-jenis saluran kalsium memediasi masuknya kalsium
selama depolarisasi di otot polos arteri. Hal ini diindikasikan untuk
BAB III
KESIMPULAN
Omecamtiv,
dopamine,
epinefrin
(adrenalin),
DAFTAR PUSTAKA
1. Vincent, J.L. (2008), Hemodynamic Support of the Critically Ill Patient,
in: Anesthesiology. Longnecker, D. E., editor. United States Of America:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
2. Haas, C.E., LeBlanc, J.M. (2005), Critical Care Pharmacologic Principles:
Vasoactive Drugs, in: Papadakos, P.J., Szalados, J.E., editor. Critical Care
The Requisites in Anesthesiology. 1st ed. United States of America: The
Elsevier Mosby.
3. Stoelting, R.K., Hillier, S.C. (2006), Sympathomimetics, in: Pharmacology
& Physiology in Anesthetic Practice. 4th Ed. United States of America:
Lippincott Williams & Wilkins.
4. Katzung,
B.G.
(2001),
Adrenoceptor-Activating
&
Other