Você está na página 1de 9

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera
yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan. Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk
infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini.
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) merupakan reaksi mukokutaneous khas onset akut
dan berpotensi mematikan, yang biasanya terjadi setelah dimulainya pengobatan baru. Penyakit
ini ditandai dengan epidermolisis luas , kelainan selaput lendir, orifisium, mata, lesi eritema,
vesikel, bula, erosi dan purpura
Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa
seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut memberikan
gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan
satu atau lebih membran mukosa.
B. EPIDEMOLOGI
Kejadian di seluruh dunia adalah 0,5 sampai 1,4 kasus per 1 juta penduduk per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan frekuensi yang sama pada pria dan wanita. NET dapat
mengenai semua kelompok usia tetapi lebih umum pada orang tua, kemungkinan karena
meningkatnya jumlah obat yang dikonsumsi oleh orang tua.
C. ETIOLOGI
Etiologi NET sama dengan Syndrome Steven Johnson. NET juga dapat terjadi akibat
reaksi graft versus host, infeksi (virus,jamur,bakteri,parasit), dan sepertiga kasus nekrolisis
epidermal toksik disebabkan oleh suatu reaksi terhadap suatu obat. Hubungan antara intake obat
dan onset penyakit ini merupakan faktor yang sangat penting. SJS dan TEN umumnya dimulai
kurang dari 8 minggu tapi lebih dari 4 hari sejak intake obat pertama kali. Obat yang paling
sering menyebabkan penyakit ini adalah :

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.


D. PATOFISIOLOGI
Patogenesisnya belum jelas. Ada yang menganggap bahwa N.E.T. merupakan bentuk
berat Sindrome Stevens-Johnson karena pada sebagian para penderita SJS penyakitnya
berkembang menjadi NET. Keduanya dapat disebabkan oleh alergi obat dengan spectrum yang
hampir sama. Anggapan lain N.E.T. berbeda dengan SJS karena pada N.E.T tidak didapati
kompleks imun yang beredar seperti pada Sindrome Stevens-Johnson dan eritema multiformis.
Gambaran histologiknya juga berlainan.
NET dipercaya merupakan immune-related cytotoxic reaction yang menghancurkan
keratinosit

yang

mengekspresikan

sebagai

antigen

asing.

TEN

menyerupai

reaksi

hipersensitivitas dengan karakteristik reaksi lambat pada pajanan pertama dan reaksinya
meningkat cepat pada pajanan ulang.
Adanya bukti yang mendukung beberapa jalur immunopatologik yang mengacu pada apoptosis
keratinosit, sebagai berikut :

Aktivasi Fas-ligand pada membran keratinosit death receptormediated apoptosis

Pelepasan protein dekstruktif (perforin and granzyme B) dari sitotoksik T limfosit akibat
interaksi dengan sel yang mengekspresikan major histocompatability complex (MHC) class I.

Produksi berlebih dari T cell dan/atau macrophage-derived cytokines (interferon-, tumor


necrosis factor- [TNF-], and various interleukins).

Drug-induced secretion of granulysin dari CTLs, natural killer cells, dan natural killer T cells.

E. MANIFESTASI KLINIS
N.E.T. umumnya terdapat pada orang dewasa. Pada umumnya N.E.T. merupakan
penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan
cairan/elektrolit atau karena sepsis. Gejalanya mirip Sindrome Steven Johnson.
Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodromal. Penderita tampak sakit berat dengan
demam tinggi, mialgia, cephalgia, dan kesadaran menurun. Kelainan kulit mulai dengan eritema
generalisata kemudian banyak timbul vesikel dan bula, dapat pula disertai purpura. Kelainan
pada kulit dapat disertai kelainan pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi,
dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam. Kelainan semacam itu dapat
pula terjadi di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti pada
syndrome Steven Johnson.
Pada N.E.T. yang terpenting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari
dasarnya yang kemudian menyeluruh. Gambaran klinisnya menyerupai kombustio. Adanya
epidermolisis menyebabkan tanda Nikolski positif pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit
ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada tempat yang
sering terkena tekanan, yakni pada punggung dan bokong karena biasanya penderita berbaring.
Pada sebagian para penderita kelaina kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa
disertai erosi, vesikel, dan bula. Kuku dapat terlepas (onikolisis).
Pada organ tubuh dapat terjadi perdarahan traktus gastrointestinal, trakeitis,
bronkopneumonia, udem paru, emboli paru, gangguan keseimbangan cairan & elektrolit, syok
hemodinamik dan kegagalan ginjal.
Pada penyakit ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
1. Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital,
sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan. Kelainan berupa vesikal dan bula yang
cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk
pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan
esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya
pseudomembran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan mata Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus
kornea, iritis dan iridosiklitis. Lebih dari 80% pasien memperlihatkan adanya kelainan yang
melibatkan konjungtiva, ulserasi kornea, uveitis anterior dan synechiae.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Hal yang
terpenting yaitu adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Semua kasus yang dicurigai
NET harus dilakukan biopsi kulit dan hapusan immunofluoresensi harus dipertimbangkan jika
diduga pemphigus / pemphigoid. Laboratorium didapatkan adanya leukositosis, peningkatan
enzim transaminase serum, albuminuria, gangguan fungsi ginjal, dan ketidakseimbangan
elektrolit. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi TBC dan
bronkopneumonia. Pemeriksaan histopatologi, lesi awal menunjukkan apoptosis keratinosit
lapisan suprabasal dan pada lesi lanjut didapatkan adanya nekrosis di seluruh lapisan epidermis,
kecuali stratum korneum, dan terpisahnya lapisan epidermis dan dermis.

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.


G. DIAGNOSIS BANDING

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.

Sumber : Hongkong medical diary, 2008.

H. PENATALAKSANAAN
Hanya pasien dengan keterlibatan kulit yang terbatas dan SCORTEN 0-1 yang tidak perlu
penanganan spesial. Sedangkan yang lain harus ditanganin di unit intensive atau burn centers.
Supportive cares terdiri dari : mempertahankan kestabilan hemodinamik dan mencegah
komplikasi yang mengancam nyawa.

Sumber : Hongkong medical diary, 2008.


Pengobatan Simptomatik :
-

Fluid replacement secepatnya : Tujuan Mengatur+mempertahankan keseimbangan cairan &


elektrolit.

Suhu ruangan dipertahankan 28 30 oC cegah hipotermi.

Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi protein & rendah garam

Debridement ekstensif dan agresif tidak dianjurkan.

Konsultasi disiplin ilmu lain : THT, mata, penyakit dlm, gigi dan mulut, dll. Mata diperiksa oleh
ophthalmologist setiap hari, beri artificial tears, tetes mata antibiotik, dan vitamin A setiap 2 jam
sekali selama fase akut dan cegah synechiae. Mulut berkumur dengan larutan antiseptik atau
antifungal beberapa kali sehari.

Pengobatan Spesifik :
-

Kortikosteroid masih kontroversial, beberapa penelitian menyatakan penggunaan pada fase


akut dapat mencegah perluasan penyakit, dan penelitian lain menyatakan steroid tidak
menghentikan progresivitas penyakit dan bahkan berhubungan dengan peningkatan mortalitas
dan efek samping, terutama sepsis.

Intravenous Immunoglobulin gunakan high-dose dikarenakan adanya fas-mediated cells


death.

Cyclosporin A agent immunosupresif kuat; mekanismenya dengan mengaktivasi Th2


sitokine, inhibisi CD8+ sitotoksik, dan anti-apoptosis dengan inhibisi Fas-L, nuclear factor dan
TNF-.

Plasmapheresis/Hemodialysis tujuannya untuk mengeluarkan medikasi penyebab,


metabolitnya, atau mediator inflamasi (sitokin), tapi tidak direkomendasikan karena kurangnya
bukti dan risiko yang berhubungan dengan kateter intravaskular.

Anti-TNF agents anti-TNF monoclonal antibodi telah berhasil dipakai untuk mengobati
beberapa pasien, tapi pada penggunaan thalidomide dihentikan karena dilaporkan banyaknya
kematian.

I. KOMPLIKASI
Infeksi sistemik dan septisemia
Syok dan gagal multi-organ
Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan cairan
bersama-sama dengan glomerolunefritis.
Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; ini
menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi dan
kekurangan gizi.
Pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa menyebabkan kebutaan.
Infeksi kulit oleh bakteri, scars and nail dystrophy, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi
Adhesi genital dyspareunia, nyeri dan perdarahan
Pneumonia atau respiratory failure
J. PROGNOSIS
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan alergi
terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya buruk.
Luas kulit yang terkena mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan
leukopenia. Angka kematian NET 30-35% , jadi lebih tinggi daripada Sindrome Steven Johnson
yang hanya 5 % atau 10-15% pada bentuk transisional, karena N.E.T. lebih berat. SCORTEN

merupakan sistem skoring prognostik yang dikembangkan untuk menghubungkan mortalitas


dengan parameter yang terpilih.

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.

Você também pode gostar