Você está na página 1de 36

Astrositoma

Astrositoma adalah neoplasma yang berasal dari salah satu sel-sel penyokong di otak
yaitu sel-sel astrosit. Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat yang paling
sering dijumpai. Pada orang dewasa tumbuh di hcmisfer serebri. Pada anak-anak dan
dewasa muda di serebelum, dan pada umumnya kistik.
Astrositoma terjadi pada semua usia, tersering antara 40-60 tahun. Perbandingan kejadian
astrositoma antara pria dan wanita adalah 2 : 1. Tumor otak ini merupakan tipe tumor
otak yang paling banyak ditemukan pada anak-anak maupun pada orang-orang yang
berumur antara 20 sampai 40 tahun. Walaupun berkembang lambat, namun bukan
merupakan tumor jinak karena kualitas dan lokasinya yang bersifat invasif didalam ruang
tulang calvarium. Astrositoma anaplastik dapat ditemukan pada pasien berumur antara 30
sampai 50 tahun dengan jumlah yang meningkat dan glioblastoma multiforme, bentuk
astrositoma yang paling ganas, diderita oleh pasien yang kebanyakan berumur 50 tahun
keatas namun dapat menyerang segala umur.
Penyebab Astrositoma hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
1.Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2.Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya

sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3.Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4.Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitrosoethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
Klasifikasi
Astrositoma, secara umum dan yang paling banyak dipakai, menurut World Health
Organization dibagi didalam beberapa tipe dan grade:
1. Astrositoma Pilositik (Grade I)
Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini biasa terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara tuntas dan
memuaskan. Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat yang sukar
dijangkau, masih dapat mengancam hidup.
2. Astrositoma Difusa (Grade II)
Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat berlanjut ke
tahap berikutnya. Kebanyakan terjadi pada dewasa muda.
3. Astrositoma Anaplastik (Grade III)

Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan menyebar ke
jaringan sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda dibanding dengan sel-sel yang
normal. Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini berumur 41 tahun.
4. Gliobastoma multiforme (Grade IV)
Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang normal.
Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun.
Tumor ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.
Grade I dan II juga dikenal sebagai Astrositoma berdifrensiasi baik (Well differentiated
astrocytomas).
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang umumnya terjadi pada tumor astrositoma ialah hasil daripada
peningkatan tekanan intracranium. Gejala-gejala tersebut antara lain sakit kepala,
muntah, dan perubahan status mental. Gejala lainnya, seperti mengantuk, letargi,
penurunan konsentrasi, perubahan kepribadian, kelainan konduksi dan kemampuan
mental yang melemah terlihat pada awal-awal timbulnya gejala. Biasanya terdapat pada
satu dari empat penderita tumor otak maligna.
Pada anak kecil, peningkatan intra cranium yang disebabkan oleh tumor astrositoma bisa
memperbesar ukuran kepala. Perubahan-perubahan (seperti pembengkakkan) dapat
diobservasi di bagian belakang retina mata, dimana terdapat bintik buta, yang disebabkan
oleh terjepitnya Nn.Optici. Biasanya tidak terdapat perubahan pada temperatur, tekanan
darah, nadi atau frequensi pernafasan kecuali sesaat sebelum meninggal dunia. Kejangkejang juga dapat ditemukan pada astrositoma diferensiasi baik.
Walaupun spektrum dari gejala-gejala sama pada semua jenis tumor glia namun frekuensi
dari gejala-gejala yang berbeda bervariasi tergantung dari apakah lesinya grade rendah
atau tinggi. Sebagai contoh, glioma grade rendah dimulai dengan kejang-kejang terdapat
pada sekitar 80% dari pasien dan kebanyakan dari mereka tidak memiliki kelainan pada

pemeriksaan neurologis; sekitar 25% pasien-pasien dengan glioblastoma mengalami


kejang-kejang tetapi yang paling banyak memiliki gejala-gejala sensoris atau motoris
terlateralisasi yang jelas terlihat.
Gejala-gejala daripada tumor astrositoma juga memiliki variasi yang tergantung pada
bagian mana dari otak yang terkena. Terkadang tipe dari kejang-kejangnya dapat
membantu untuk menentukkan lokasi mana tumor tersebut berada.
Prosedur Diagnostik.
a. Computed Tomography (CT)- scan
1. Astrositoma Gradasi Rendah :
Dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan bentuk yang ireguler dan tepinya
bergerigi. Astrositoma yang lain ber bentuk bulat atau oval dengan tepi yang tegas yang
dapat disertai dengan kista. Adanya tumor kistik akan lebih nyata bila ditemukan fluid
leveldi dalam lesi atau adanya kebocoran kontras media ke dalam tumornya. Kalsifikasi
tampak pada 81% dan efek masa tampak pada 50%. Enhancement terlihat pada 50%,
biasanya merata dan tidak tajam.
2. Astrositoma Anaplastik :
CT polos, tampak sebagai gambaran hipodens atau densitas campuran yang
heterogen.Enhancement media kontras tampak pada 78%, dapat berupa gambaran lesi
yang homogen, noduler atau pola cincin yang kompleks.
3. Glioblastoma Multiforme:
Gambaran CT bervariasi, hal ini merefleksikan gambaran patologinya yang heterogen.
Pola yang khas, lesi berdensitas campuran yang heterogen atau hipodens, yang pada
pemeriksaan

paseakontras

menunjukkan

bentuk

yang

ireguler

dengan

pola enhancementcincin yang ketebalannya bervariasi, dan biasanya ada efek masa.
Adanya penebalan dan pelebaran dari septum pelusidum yang tampak path enhanced

sean sangat spesifik untuk neoplasma intraaksial. Hal ini tampak pada glioma dan
metastasis tetapi tidak tampak pada meningioma atau adenoma hipofisis.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI Scan dengan penampakan tumor pada potongan axial dan sagital ialah metode
pilihan pada kasus-kasus curiga astrositoma. MRI memberikan garis batas tumor lebih
akurat dibandingkan dengan CT Scan, dan MRI Scan yang teratur dapat dilakukan
sebagai follow up pasca penatalaksanaan. Dengan CT Scan, Astrositoma biasanya terlihat
sebagai daerah dengan peningkatan densitas dan menunjukkan peningkatan setelah
penginfusan dari bahan kontras. Pergeseran struktur-struktur garis tengah dan penipisan
daripada dinding ventrikel lateralis di sisi tumor dapat terlihat.
Diagnosis Diferensial
Tanda khas glioma berupa lesi yang bentuknya ireguler, berdensitas heterogen
denganenhancement cincin yang tebalnya bervariasi biasanya dapat dibedakan dari suatu
meningioma yang bentuknya lebih reguler dan densitasnya lebih homogen (pada
pemeriksaan dengan media kontras).
Bila lesinya tunggal, tidak selalu dapat dibedakan antara glioma dari metastasis, limfoma
atau sarkoma.Pada beberapa kasus, pola CT dari infark serebri dapat menyerupai suatu
glioma. Bila di ferensiasinya tidak dapat dibuat pada CT polos, ulangan CT dapat
dilakukan 7- 10 hari kemudian.
Hal-hal penting dalam diagnosis diferensial suatu infark adalah : bentuknya reguler
dibatasi vaskuler, efek masa kurang dibanding dengan glioma. Pada umumnya
menyebabkan gyral enhancement dan jarang menunjukkan enhancement noduler atau
cincin tipis di bagian perifernya.
Penatalaksanaan.
Tumor pilositik hemisfer harus dieksisi sebisa mungkin, karena hampir seratus persen
pasien dapat bertahan hidup sepuluh tahun setelah dioperasi. Garis tengah astrositoma

harus dieksisi sebisa mungkin, tetapi tumor-tumor yang anaplasia cenderung untuk
menyebar didalam neuraxis, dan direkomendasikan penatalaksanaan lanjutan berupa
radiasi lokal sampai radiasi craniospinal ditambah dengan kemoterapi.
Semua model utama pengobatan kanker,yaitu operasi, radiasi, dan kemoterapi, dipakai
untuk menatalaksana astrositoma maligna. Pendekatan ini identik baik untuk astrositoma
anaplastik maupun glioblastoma, namun memiliki prognosis yang berbeda. Dengan
penatalaksanaan yang identik, median lamanya bertahan untuk pasien dengan astrositoma
anaplastik ialah 3 tahun, dengan beberapa pasien yang masih bisa bertahan sampai satu
dekade atau lebih. Namun demikian, angka bertahan hidup secara keseluruhan untuk
pasien glioblastoma ialah hanya sekitar 1 tahun, dan jarang sekali yang dapat bertahan
sampai 3 tahun.
Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap angka bertahan hidup pasien. Dewasa
muda secara signifikan dapat bertahan hidup lebih lama daripada pasien yang tua,
walaupun memakai metode terapi yang identik Dapat dikatakan, pasien berumur 65 tahun
memiliki prognosis yang buruk. Keadaan umum juga menunjukkan suatu pengaruh yang
kuat. Pasien dengan keadaan umum baik dapat bertahan hidup lebih lama daripada yang
kurang baik. Pasien dengan riwayat gejala-gejala yang banyak, seperti kejang-kejang,
dapat bertahan hidup lebih lama daripada yang gejalanya minimal.
Operasi, radioterapi, kemoterapi dapat membantu mengontrol penyakit dalam satu waktu,
tapi tumor timbul kembali pada kebanyakan pasien, terutama pada tempat yang
sebelumnya.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada astrositoma maligna:
Operasi:

Reseksi agresif dengan pengangkatan seluruh massa yang mengganggu ialah tujuan
utama dari operasi. Pada kebanyakan pasien, eksisi total secara umum
meningkatkan fungsi neurologis, mengurangi oedema didaerah sekitar dan

memperpanjang ketahanan hidup. Walau ketika tumor melibatkan area yang penting
di otak, evaluasi pre-operasi dengan fungsional MRI (fMRI) dan pemetaan intraoperatif terkadang dapat memudahkan ahli bedah saraf yang terampil untuk
mengeksisi lesi-lesi ini secara keseluruhan. Eksisi total juga memudahkan ahli
Patologi Anatomi untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Batas reseksi harus
diukur dengan post-operatif MRI, dilakukan 72 jam post-operatif, karena
pengangkatan tumor intra-operatif terkadang tidak akurat. Tumor yang bersifat
multifokal, bilateral, atau yang melibatkan struktur yang peka seperti thalamus,
tidak boleh diangkat pada operasi. Pada pasien-pasien tersebut dilakukan biopsy
stereotaktis pada jaringan tumor.
Radioterapi:
Merupakan penatalaksanaan non operatif yang paling penting untuk glioma grade
tinggi.
Kemoterapi:
Dari penelitian yang dilakukan para ahli, 20% dari pasien yang memakai
kemoterapi nitrosourea terlihat memiliki angka ketahanan hidup yang lebih
panjang.

Namun

banyak

dokter

sekarang

ini

memakai

temozolomide.

Temozolomide ialah obat yang bersifat alkylating agent, diberikan per oral. Secara
empiris sangat baik pengaruhnya untuk perawatan pasien yang menderita glioma
ganas yang kambuh kembali dan telah menjadi standard pengobatan untuk kasuskasus seperti itu.
Prognosis
Pasien dengan Astrositoma grade rendah dapat bertahan hidup sampai lima tahun.
Rentang kemampuan untuk bertahan hidup bervariasi, dimana beberapa pasien hanya
dapat bertahan selama satu tahun, tetapi ada yang sanggup untuk bertahan hidup hingga
sepuluh tahun ke depan. Sebagian besar pasien meninggal karena tumor yang telah
berkembang ke grade yang lebih tinggi.

Pasien yang menderita glioblastoma multiform sebagian besar hanya dapat bertahan
sampai satu tahun, sedangkan pada anaplastic astrocytoma rata-rata dapat bertahan hidup
sampai tiga tahun. Tumor sering kali muncul kembali lokal dan secepatnya harus diterapi
kembali. Namun, sebagian pasien dapat hidup sampai sepuluh tahun tanpa adanya tumor
rekuren.

Schwanoma

Neurofibroma merupakan sejenis schwannoma dimana sel Schwann berkembang menjadi


tumor, juga bisa berasal dari medula spinalis yang merupakan bagian dari penyakit von
Recklinghausen.
Tumor di bagian tubuh lainnya yang bisa menyebar ke medula spinalis atau struktur di
sekitarnya adalah dari paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal atau tiroid.
Limfoma juga bisa menyebar ke medula spinalis.
GEJALA
Tumor medula spinalis biasanya menyebabkan gejala karena menekan saraf-saraf.
Penekanan pada akar saraf (bagian saraf yang keluar dari medula spinalis) bisa
menyebabkan nyeri, mati rasa, kesemutan dan kelemahan.
Penekanan pada medula spinalisnya sendiri bisa menyebabkan kekakuan, kelemahan,
gangguan koordinasi dan berkurangnya rasa atau rasa yang abnormal.
Tumor juga bisa menyebabkan kesulitan berkemih, hilangnya pengendalian terhadap
kandung kemih atau sembelit.
DIAGNOSA
Orang-orang yang memiliki kemungkinan menderita tumor medula spinalis adalah:

penderita

kanker

mengeluhkan

nyeri

mengalami

di
di

kelemahan,

bagian
daerah

kesemutan

tubuh

kolumna
atau

spinalis

gangguan

lainnya
tertentu
koordinasi.

Untuk menilai struktur dari medula dan kolumna spinalis dilakukan pemeriksaan MRI.
Untuk menentukan jenis tumornya harus dilakukan biopsi (pengambilan contoh tumor
untuk diperiksa dibawah mikroskop).
PENGOBATAN
Beberapa tumor medula dan kolumna spinalis dapat diangkat melalui pembedahan.
Tumor lainnya diobati dengan terapi penyinaran atau kombinasi pembedahan dengan
penyinaran.
Jika sebuah tumor menekan medula spinalis atau struktur di sekitarnya, maka diberikan
kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan mempertahankan fungsi saraf.
PROGNOSIS
Penyembuhan biasanya tergantung kepada besarnya kerusakan yang terjadi dan
kedalaman pertumbuhan tumor ke dalam medula spinalis.
Pada sekitar 50% penderita, setelah pengobatan gejalanya tetap ada.

Meningioma
1.1 Latar Belakang
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua
lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma
malignan jarang terjadi.1
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu
mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria
terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan
untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma
kapitis masih dalam pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada
umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar
vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang
terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.1
Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah parasagitalis. Yang
terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar.
Jika meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os
petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan
untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering
menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru
menimbulkan hyperostosis.1
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu.
Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala
sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala

ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori


dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood.
Dalam makalah ini akan dibicarakan gambaran radiologi beruapa foto polos, CT scan,
MRI, angiografi dan USG sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan penyakit
meningioma.
1.2 Tujuan
Menambah pengetahuan tentang gambaran radiologi penyakit Meningioma dan
memenuhi syarat Program Pendidikan Profesi Dokter di Rumah Sakit Haji Adam Malik,
Medan.
1.3 Manfaat
Bagi para mahasiswa kedokteran agar dapat menegakkan penyakit meningioma
berdasarkan pemeriksaan penunjang radiologi dan sesuai dengan etiologi dan
patofisiologinya serta dapat mencegah kejadian penyakit. Sehingga kita dapat menekan
angka kematian yang terjadi pada pasien meningioma.
2.1. Epidemiologi dan Insidensi
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari semua tumor
medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60
tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia
yang lebih lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 %
malignan. Meningioma malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma
benign lebih banyak terjadi pada wanita.2
2.2. Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah
diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan
timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang

kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi
kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan
gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik.
Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang
menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi
gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma .3
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan
ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet
diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan
(EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya
radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko
faktor untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5%
sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa
meningioma memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron,
androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada
meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya
dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien
perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu
meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum
ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma
tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.2,3
2.3. Anatomi
Meningen adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla
spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari
superficial ke profunda. Bersama-sama,araknoid dan piamater disebut leptomening.4
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina
meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat
erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara

lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extraduralis (spatium


epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura
mater dan archnoid terdapat spatium subdurale yang berisi cairan limfe. Pada enchepalon
lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama pada sutura,
basis krania dan tepi foramen occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai
permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah
septa, yaitu:4
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragm sellae
Arachnoid bersama-sama dengan pia mater disebut leptomeningens. Kedua lapisan ini
dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae. Arachniod adalah suatu
selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan dura mater. Antara archnoid dan
pia mater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis.
Arachnoid yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang
membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant. Arachnoid membentuk
tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus,
terutama sinus sagitallis superior.4
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri.
Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan
elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral. Pia terdiri dari lapisan sel
mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini ini
menutupi semua permukaan otak dan medulla spinalis.4
2.4. Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari
meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel
pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan

bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade
eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema
peritumoral.3
2.5. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,
termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil
biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap
derajatnya.7
a.

Grade I

Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor
semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I
diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang berkelanjutan. 7
b.

Grade II

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi.
Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.7
c.

Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau
meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh
kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III
diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.7
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor8 :
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah
selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan.
Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di
sekitar falx.

b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas
otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang
mata. Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur
antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan
dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti
nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di sekitar
mata cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh
bagian otak.
2.6. Diagnosa
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan
medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal
dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara
umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.8
Gejala umumnya seperti :8
Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
Perubahan mental
Kejang
Mual muntah
Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :8


Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan
status mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang,
kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot
wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
2.7. Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiografi.
Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada
dasar tulang kepala dengan bentuk yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan
reaktif hyperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang
mengakibatkan meningioma yang jinak dan malignan.

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyaki meningioma masih memiliki
derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang hyperostosis,
dan bentuk sphenoid , dan pterion.
Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil falsenegatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan
secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.

a.

Foto polos

Otak

Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Foto
polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus
sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh
darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor.
Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.9
b. Computed Tomography (CT scan)
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak meningioma.
Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan gambaran
peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan
gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat
terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat
terlihat.9

CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang dura


serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan
hiperostosis.8

Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari

meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. The CT nature of the


calcification may be nodular, fine and punctate, or dense. Penelitian histologi
membuktikan bahwa proses kalsifikasi > 45% adalah meningioma.

Gambar 1.

Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa


kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk
cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.

Gambar 2.
Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma dari lobus
parietal. C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa kalsifikasi yang
homogeny melekat pata tulang parietal kanan. Jaringan lunak tumor banyak terlihat pada
bagian posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada hemispere serebri kiri disebabkan
oleh penyakit parasit. Gambaran MRI potongan coronal T2 menunjukkan deposit kalsium
(seperti bintang) yang dikelilingi jaringan solid. Pada kasus ini tidak terlihat edema.

CT-scan efektif menunjukkan hyperostosis, destruksi tulang, erosi pada perlekatan dura.
Hiperostosis sering terlihat 15-20% pada pasien. Lihat gambar berikut.

Gambar 3.
Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan sebuah
meningioma maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan densitas tinggi.
Kavitas kistik bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama, degenaratif kistik atau

CSF yang terjebak. Edema dan pergeseran Midline ke bagian kiri anterior juga dapat
terlihat.

Gambar 4.
Meningioma otak. CT-Scan tanpa kontras menunjukkan meningioma maligna di lobus
frontal. Dapat terlihat peningkatan densitas dan massa yang homogen dan perselubungan
yang berbentuk cincin.

Gambar 5.
Meningioma otak. Meningioma maligna pada lobus frontal. CT-scan pada frontal internal
cerebri dan gambaran diploic menunjukkan erosi dan infiltrasi tulang.

CT-scan dapat menunjukkan perdarahan tumor akut dan pelebaran pembuluh darah pada
kalvarium.
Massa yang homogeny dengan densitas yang sama mengelilingi otak dapat 25-33%
adalah meningioma. Densitas meningioma lebih tinggi disbanding otak. Meningioma
dapat menimbulkan edema yang luas, necrosis dan jarang terjadi perdarahan. Edema
tidak terjadi pada 50% pasien karena pertumbuhan yang lambat, tetapi dapat meluas.

Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter, dan mengakibatkan penurunan
densitas. Lihat gambar berikut.

Gambar 6.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan isodensitas sphenoid-wing
meningioma. Fissura Sylvii kiri kolaps sebagian.

Gambar 7.
Meningioma Otak. CT-scan menunjukkan meningioma isodensitas spenoid. Massa
meningioma terlihat setelah diberi injeksi zat kontras secara intravena.

Zat kontras pada CT-Scan akan menunjukkan tumor dengan densitas sedang sampai kuat;
dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah.

Gambar 8.
Meningioma Otak. Meningioma pada lobus parietal. CT-scan dengan kontras
menunjukkan lingkaran, peningkatan desitas, dan massa unilobus. Perlekatan massa pada
bagian dura serebral, sehingga adanya terlihat edema yang jelas pada otak.

Gambar 9.
Meningioma otak. Meningioma lobus parietal. Injeksi pada arteri meningeal media
menunjukkan adanya perkumpulan tumor. Vaskularisasi yang meningkat dapat di lihat di
posterior dari massa. Vena drainase tidak terlihat.

Periperal kistik dapat mengakibatkan cairan serebrospinal terperangkap yang dapat


dilihat pada gambaran berikut.

Gambar 10.
Meningioma otak. Tentorium posterior meningioma dengan potongan coronal pada CTscan dengan zat kontras. Terdapat massa yang berbatas tegas dengan peningkatan
densitas di sepanjang tentorium. Penumpukan cairan serebrospinal, edema subtle,
hemodensitas, dan dilatasi ventrikel.

Komponen-kompenen kistik pada meningioma dapat terlihat di dalam tumor atau antara
tumor dengan jaringan otak, oleh karena itu disebut CSF yang terjebak.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada
lokasi tumor berada.9 Kelebihan MRI dalam memberikan gambaran meningioma adalah
resolusi 3 dimensi. Kemampuan MRI untuk membedakan tipe dari jaringan ikat,
kemampuan multiplanar, dan rekonstruksi 3D. Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 11.
Meningioma Parasagital. A. MRI nonkontras potongan sagital T1 menunjukkan massa
dural yang padat dengan invasi dan kompresi terhadap korteks parietal. B. MRI dengan

zat kontras potongan sagittal T1 menunujukkan perlekatan sebagian tumor. C. Potongan


Koronal T2 menunjukkan massa padat yang menunjukkan jaringan padat. Gambaran ini
menunjukkan meningioma fibroblastik. D. MRI potongan axial T1 dengan zat kontras
menujukkan hiperintensitas yanr terletak di sumsum tulang.

Gambar 12.
A. Nonkontras angio-MRI lateral menunjukkan oklusi sinus sagital ssuperior akibat
invasi oleh meningioma. B. MRI rekonstruksi menunjukkan obstruksi vena-venas sagital
dan memperlihatkan tumor dalam 3D.
MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, dan invasi sinus
venos, dan hubungan antara tumor dengan dengan sekeliilingnya.Kelebihan lain dapat
melihat area juxtasellar dan fossa posterior dan kadang dapat menunjukkan hubungan
penyebaran penyakit melalui CSF. Kemampuan multiplanar adalah kemampuan untuk
memvisualisasikan kontak tumor dengan meningen, kapsul tumor, dan kontras pada
meningeal dapat memperjelas tumor.11,12,13 Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gamabr 13.
Meningioma otak. MRI nonkontras menunjukkan meningioma parasagital. Gambaran
homogen menunjukkan massa yang bulat dengan kapsul tipis. Tumor terletak pada dura
sagitalis kiri. Massa tampak mendorong trigonum ventrikel.

Gambar 14.
Meningioma otak. MRI nonkontras potongan axial menunjukkan paarasagital
meningioma. Gambar T1 menunjukkan homogenitas, panjang T1 dan massa dilapisi
kapsul. Tumor melekat pada falx serebri bagian kiri. Massa terlihat disepanjang girus
serebri.

Gambar 15.
Meningioma multiple: A. Sagittal T1 menunjukkan fossa posterior dan meningioma
parietal. B Gadolinium pada Sagittal T1 menunjukkan pengkontrasan massa. C. T2
coronal menunjukkan penampilan intensitas rendah dari massa posterior setelah
embolisasi endovaskular.

Gambar 16.

Maligna dan multiple meningioma. Seorang lelaki kulit putih, 47 tahun dibedah dengan
Gamma Knife karena meningioma conveks, diikuti dengan pembedahan micro untuk
mengangkat tumor pada tahun 2001. A, B. 4 tahun yang lalu -Desember 2005- MRI
menunjukkan sebuah massa sisa di paretal dan occipital. Sinus sigmoid kiri tersumbat. C,
D. Sebuah meningioma kecil pada frontal kanan juga dioperasi radiologi pada waktu
yang sama. Edema dan peningkatan intensitas setelah injeksi gadolinium.
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage,
perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi
parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya
dapat digambarkan dengan ultrasonografi.
e. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran
spoke wheel appearance. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran
vascular yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law
phenomenon.10
Magnetic resonance angiography (MRA and MRV) merupakan pemeriksaan penunjang
yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini merupakan alat
diagnostik yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan perencanaan untuk operasi.
Agiografi masih bisa digunakan jika terjadi embolisasi akibat tumor.

Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari arteri carotid
internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa cranial media dan
meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat vaskularisasi dari arteri carotid
interna. Meningioma supratentorial divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan
eksternal.
Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk persiapan
preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut.

Gambar 17.
Meningioma Otak. Parasellar meningioma. Angiograpi proyeksi lateral dari arteri carotid
menunjukkan mutipel tumor yang opak dengan dikelilingi pembuluh darah. Terlihat
carotid supraclinoid sirkumferensial.
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi
meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa
faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor,
ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus
rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana
operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.
Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura,
jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.12
Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat
segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis
beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan
sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian
cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas,
serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi
direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.12

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial12 :


Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura atau
mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang
hiperostotik)
Grade IV : Reseksi parsial tumor
Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)
2.9. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk
terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk
melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang
didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak
dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien
yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan
keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya
akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi
yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi
yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami
kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi
pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi 12.
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik
radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang
digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah
sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC)

dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan
stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang
dari 2,5 cm 12. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi
dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88%
pertumbuhan

tumor

ternyata

dapat

dikontrol.

Kondziolka

dan

kawan-kawan

memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus.


Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti
selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 %
kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien
yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.12
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui
efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi
ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan
pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau
intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya
sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi
kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat
memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat
kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada
meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari
beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma
yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang
waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi
ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.12
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone

(anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg
2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan
meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada
10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal
atau parsial pada tiga pasien.12
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari
selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien
menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada
empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak
terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien
tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10
orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga
pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut
sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma
tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada
tumor ini.12
2.10. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa
snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate
lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan
lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarangpengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan
kekambuhannya tinggi.13
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila
letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak
bila ada invasi dan kerusakan tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi
invasi pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum

operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi


para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan
angka kematian post operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7,9%
dan (19571966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporanlaporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak. 13

GLIOBLASTOMA

Glioma merupakan tumor otak primer yang berkembang dari sel glial yang cukup sering
ditemukan di Indonesia diantara keganasan otak lainnya. Glioblastoma Multiforme
(GBM) merupakan jenis glioma dengan derajat keganasan tertinggi menurut klasifikasi
WHO. Penderita GBM seringkali resisten terhadap terapi kemoradiasi dan mempunyai
angka harapan hidup yang rendah, biasanya kurang dari 1 tahun walaupun telah
dilakukan pembedahan yang diikuti dengan terapi kemoradiasi. Dengan demikian
diperlukan suatu terapi tambahan misalnya dengan terapi suppressor tumor.
Manganese Superoksida Dismutase (MnSOD) merupakan antioksidan endogen utama
yang terletak pada matriks mitokondria semua sel. Enzim ini mengurai radikal bebas
anion superoksida (O2-) yang reaktif menjadi H2O2. Pentingnya peran MnSOD telah
dibuktikan oleh penelitian yang menunjukkan terjadi kerusakan degeneratif sistem saraf
pusat yang berhubungan dengan kerusakan mitokondria pada mencit yang tidak
memiliki gen MnSOD. Selain itu, tikus transgenik-MnSOD (yang mengekspresikan
MnSOD secara berlebih) ternyata lebih resisten terhadap kerusakan sel yang diinduksi

oksigen.
MnSOD diduga berperan sebagai supresor tumor berdasarkan beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi MnSOD dapat menekan pertumbuhan
berbagai sel kanker, menekan transformasi keganasan yang diinduksi oleh radiasi serta
menghambat metastasis sel kanker. Peningkatan ekspresi MnSOD selama tahap promosi
dapat mencegah mutagenesis yang lebih lanjut dan menghambat pertumbuhan sel tumor.
Namun demikian, peran MnSOD sebagai supresor tumor masih kontroversial. Beberapa
penelitian bahkan membuktikan bahwa ekspresi MnSOD tinggi pada beberapa kanker
manusia, termasuk pada tumor otak. Selain itu juga ditunjukkan bahwa kadar MnSOD
berkorelasi langsung dengan derajat tumor dan kadar MnSOD yang tinggi berkaitan
dengan prognosis buruk.

Penelitian yang dilakukan oleh dr. Novi Silvia Hardiany, M.Biomed ini diharapkan dapat
mengeksplorasi peran MnSOD sebagai kandidat terapi tambahan untuk perbaikan
penatalaksanaan penderita glioblastoma multiforme serta diharapkan dapat menganalisis
regulasi stress oksidatif pada sel glioblastoma multiforme.(Mel/Die)

KESIMPULAN
1.

Ada 4 preparat yang dibahas dalam praktikum PA kali ini,


Astrositoma, Meningioma, Schwanoma dan Glioblastoma.

2.

Astrositoma merupakan keganasan yang berasal dari sel Astrosit dari


sel Glia. Sifatnya jinak. Astrositoma dapat bertransformasi menjadi
Glioblastoma Multiformis.

3.

Meningioma berasal dari sel meningotelial arachnoid dari meningens.


Sifatnya jinak.

4.

Schwanoma berasal dari sel schwan. Nama lainnya neurolema akustik,


neurolimema dlll. Sifatnya jinak. Dapat bertransformasi menjadi
Neuro Fibrosarkoma.

5.

Glioblastoma multiformis berasal dari sel Glia. Bersifat ganas. Dan


merupakan transformasi dari Astrositoma.

DAFTAR PUSTAKA

Japardi, I. 2002. Gambaran CT-scan pada Tumor Otak Benigna. Medan : Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.http://www.USU-digitallibrary.com

American Brain Tumor Association. 2007. Low Grade Astrocytoma. Illinois :

American Brain Tumor Association.

Rowland, Lewis P. 2005. Merritt's Neurology, 11th Edition. Lippincott Williams

& Wilkins. Hal: 394-405.

Ropper, Allan H. 2005. Adam and Victor Principles of Neurology eigth edition.

McGraw-Hill.546-590.

MacDonald T,2006.Astrocytoma.Available From http//www.eMedicine.com/ ped/

topic154.htm

Gilroy J.2000.Basic Neurology.3rd ed.New York : McGraw-Hill.

Kleihues P, Cavanee WK editor.2000. World Health Organization.Classification

of tumours. Pathology and genetics-tumours of the nervous system. Lyon: IARC Press.

Rich JN.Malignant Neural Tumors.In: Johnson RT,Griffin JW,McArthur

JC,Current Theraphy in Neurologic Disease. 6th ed.London

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wataala, kami dapat
menyelesaikan Laporan pada program studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung
pada tahun ajaran 2012-2013 sebagai salah satu tugas yang harus dipenuhi.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada asdos yang telah membantu untuk
menyelesaikan laporan ini, Ketua Program Studi, Para Dokter dan Dosen yang bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing kami dan seluruh staf

Pendidikan Dokter

Universitas Lampung. Tak ada gading yang tak retak, semoga Laporan ini dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kritik dan saran kami harapkan demi kemajuan
dalam mengerjakan tugas-tugas selanjutnya.

Você também pode gostar