Você está na página 1de 20

LO. 1.

Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun


1.1.

Definisi
Gangguan defisiensi imun adalah gangguan yang dapat disebabkan oleh kerusakan
herediter yang mempengaruhi perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat efek
sekunder dan penyakit lain (misalnya infeksi malnutrisi, penuaan, imunosupresi,
autoimunitas atau kemoterapi). Dan penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun
akibat hipoaktivitas atau penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut merupakn
salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria maupun wanita dari
berbagai usia dan ditentukan oleh faktor genetik atau timbul sekunder oleh karena faktor lain.

1.2.

1.3.

Etiologi
Defek genetik
Obat atau toksin
Penyakit nutrisi dan metabolik
Kelainan kromosom
Infeksi
Klasifikasi
A. Defisiensi imun non spesifik
a. Defisiensi komplemen
Defisiensi fungsi komplemen berhubungan dengan peningkatan insidens penyakit
autoimun. Defisiensi komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat seperti
bakteri yang rekuren dan peningkatan sensitivitas terhadap penyakit autoimun.
i. Defisiensi komplemen kongenital
Defisiensi inhibitor esterase C1: berhubungan dengan angioedema
herediter (ditandai dengan edem lokal sementara yang sering
muncul).
Defisiensi C2 dan C4: dapat menimbulkan penyakit serupa LES.
Defisiensi C3: dapat menimbulkan reaksi berat terutama jika
berhubungan dengan infeksi mikroba piogenik.
Defisiensi C5: menimbukan kerentanan terhadap infeksi bakteri
yang berhubungan dengan gangguan kemotaksis.
Defisiensi C6, C7, dan C8: meningkatkan kerentanan terhadap
septikemi meningokok dan gonokok.
ii. Defisiensi komplemen fisiologik: hanya ditemukan pada neonatus yang
disebabkan kadar C3, C5 dan factor B yang masih rendah.
iii. Defisiensi komplemen didapat: disebabkan oleh depresi sintesis (mis:
sirosis hati, malnutrisi protein/kalori).
b. Defisiensi interferon dan lisozim
i. Defisiensi interferon kongenital: menimbulkan infeksi mononucleosis
yang fatal.

ii. Defisiensi interferon dan lisozim didapat: ditemukan pada malnutrisi


protein/kalori.
c. Defisiensi sel NK
i. Defisiensi kongenital: ditemukan pada penderita dengan osteopetrosis.
ii. Defisiensi didapat: terjadi akibat imunosupresi atau radiasi.
d. Defisiensi sistem fagosit
i. Defisiensi kuantitatif: dapat disebabkan oleh pemberian depresan sumsum
tulang, leukemia, kondisi genetik.
ii. Defisiensi kualitatif: dapat disebabkan oleh penyakit CGD, defisiensi
G6PD, defisiensi mieloperoksidase, Sindrom Chediak-Higashi, Sindrom
Job, Sindrom lazy leucocyte, defisiensi adhesi leukosit.
B. Defisiensi imun spesifik
a. Defisiensi kongenital atau primer
Defisiensi sel B: X-linked hipogamaglobulinemia, hipogamaglobulinemia
sementara, CVH, disgamaglobulinemia.
Defisiensi sel T: sindrom DiGeorge, kandidiasis mukokutan kronik.
Defisiensi kombinasi sel B & sel T: SCID, sindrom Nezelof, sindrom
Wiskott-Aldrich, ataksia telangiektasi, defisiensi adenosine deaminase.
b. Defisiensi imun fisiologik
i. Kehamilan: antara laiun disebabkan terjadinya peningkatan aktivitas sel Ts
atau efek supresif factor humoral yang dibentuk trofoblast.
ii. Usia tahun pertama: sistem imun belum matang sampai usia 5 tahun.
iii. Usia lanjut: terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun.
c. Defisiensi didapat atau sekunder
i. Malnutrisi: protein-kalori dan elemen gizi tertentu (mis: besi, zinc)
ii. Infeksi: mikroba imunosupresif (mis: malaria, campak, HIV)
iii. Obat, trauma, tindakan kateterisasi dan bedah: obat imunosupresif
(steroid), obat sitotoksik/iradiasi (obat tumor)
iv. Penyinaran
v. Penyakit berat: yang menyerang jaringan limfoid (penyakit Hodgkin,
mieloma multiple, leukemia, limfosarkoma)
vi. Kehilangan Ig/leukosit: kehilangan protein berlebihan (penyakit ginjal,
diare)
vii. Stres
viii. Agamaglobulinemia dengan timoma: disertai dengan menghilangnya sel B
total dari sirkulasi
d. AIDS

2. Memahami dan Menjelaskan HIV & AIDS


2.1.
Definisi
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Aquired Imuno Deficiency Syndrome).

HIV termasuk dalam Lentivirus, grup Retroviridae. Virus grup ini memiliki karakteristik
masa hidup yang persisten dalam tubuh host-nya dan, setelah serokonversi, muncul fase
asimtomatik yang panjang sebelum kemunculan gejala klinis. Virus ini menyerang dan
merusak sel-sel limfosit T-CD4+ sehingga kekebalan penderita rusak dan rentan terhadap
berbagai infeksi.
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Jika sistem kekebalan tubuh manusia rusak dengan jumlah
CD4+ kurang dari 200, atau presentasi CD4+ dibawah 14%, maka kerusakan sistem
kekebalan tubuh sudah memasuki tahapan AIDS. Itu berarti AIDS bukan penyakit keturunan
tetapi gangguan akibat rusaknya sistem tubuh karena kekebalan tubuh telah dirusak. AIDS
bukan suatu penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh
infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya
keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita.
2.2.

Etiologi

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus
ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan
nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada
tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986
nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri dari 2 tipe yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Keduanya
merupakan virus RNA (Ribonucleic Acid) yang termasuk retrovirus dan lentivirus. Karakteristik
HIV:

Tidak dapat hidup di luar tubuh manusia

Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia

Kerusakan sistem kekebalan tubuh menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit

Semua orang dapat terinfeksi HIV

Orang dengan HIV + terlihat sehat dan merasa sehat

Orang dengan HIV + tidak tahu bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV

Seorang pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala dapat menularkan kepada orang
lain. Satu-satunya cara untuk mendapatkan kepastian infeksi HIV yaitu dengan tes darah.

Virus HIV termasuk virus RNA positif yang berkapsul. Diameternya sekitar 100 nm dan
mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan

kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di
antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga
protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse transkriptase (RT), protease (PR), dan
integrase (IN). Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya,
antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi struktural dan sintesis DNA), serta env
(untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel pejamu).
2.3.

Patofisiologi

Setelah memasuki sel, HIV melepaskan selubungnya (uncoated), virus ini mampu mengkode
enzim khusus, reverse transcriptase, yang memungkinkan DNA ditranskripsi dari RNA.
Sehingga HIV dapat menggandakan gen mereka sendiri. DNA virus bergabung dengan DNA
host-nya dan ini adalah dasar dari infeksi kronis HIV. Sasaran utama virus HIV adalah subset
limfosit yang berasal dari thymus, yaitu sel helper/inducer. Pada permukaan sel ini terdapat
molekul glikoprotein disebut CD4, yang diketahui berikatan dengan glikoprotein envelope HIV.
Kerusakan CD4 pada limfosit ini merupakan salah satu penyebab terjadinya efek imunosupresif
oleh virus. HIV yang telah masuk kedalam sel limfosit CD4 tersebut akan mengadakan
multiplikasi dengan cara menumpang dalam proses pertumbuhan sel inangnya, mengadakan
replikasi dan merusak sel tersebut.
Sel limfosit CD4 berperan sebagai pengatur utama respon imun. Ketika sel ini diaktifkan
oleh kontak dengan antigen, mereka akan berespon melalui pembelahan sel dan menghasilkan
limfokin seperti interferon, interleukin dan tumour necrosing factor. Limfokin ini berfungsi
sebagai hormon lokal yang mengendalikan pertumbuhan dan maturasi sel limfosit tipe lainnya,
terutama sel sitotoxic/supressor (CD8) dan limfosit B penghasil antibodi. Awal setelah terinfeksi
HIV, respon antibodi belum terganggu, sehingga timbul respon antibodi terhadap envelope dan
protein core virus yang merupakan bukti prinsip adanya infeksi HIV. Selama replikasi virus,
protein struktural diproduksi, dua dari antibodi untuk melawan virus digunakan secara ekstensif
untuk mendiagnosa infeksi HIV-1,yaitu core protein p24 dan glikoprotein envelope gp41.
Sedangkan HIV-2 bisa dibedakan dari HIV-1 dengan melihat glikoprotein envelope gp36-nya.
Pada tahap lebih lanjut akibat gangguan produksi limfokin oleh limfosit CD4, fungsi sel-sel
lainnya seperti monosit, makrofag dan sel Natural killer juga ikut terganggu. Infeksi progresif
HIV akhirnya akan menyebabkan penurunan imunitas yang progresif.
2.4.

Manifestasi klinis
Klasifikasi HIV pada orang dewasa menurut CDC (Center for Disease Control) berdasarkan
gejala klinis dan diagnosis laboratoriumnya dibagi menjadi empat grup:
1. Infeksi akut HIV
Keadaan ini disebut sebagai infeksi primer HIV atau sindrom serokonversi akut. Waktu
dari paparan virus sampai timbulnya keluhan antara 2-4 minggu. Infeksi akut biasanya
asimtomatis, tapi beberapa akan menunjukkan keluhan seperti demam pada influenza.

Pada masa ini, diagnosa jarang dapat ditegakkan, salah satunya karena tes serologi
standar untuk antibodi terhadap HIV masih memberikan hasil negatif (window periode).
2. Infeksi seropositif HIV asimtomatis
Pada orang dewasa terdapat periode laten infeksi HIV yang bervariasi dan lama untuk
timbulnya penyakit yang terkait HIV/AIDS. Periode asimtomatisnya bisa panjang mulai
dari beberapa bulan hingga 10 tahun atau lebih. Pada masa ini, biarpun penderita tidak
nampak keluhan apa-apa, tetapi bila diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif
antibodi p24 dan gp41. Hal ini akan sangat berbahaya dan berpotensi tinggi menularkan
infeksi HIV pada orang lain.
3. Persisten generalised lymphadenopaty/ PGL
Pada masa ini ditemukan pembesaran nodus limfe yang meliputi sedikitnya dua tempat
selain inguinal, dan tidak ada penyakit lain atau pengobatan yang menyebabkan
pembesaran nodus limfe minimal selama tiga bulan. Antibodi yaitu p24 dan g41 biasanya
terdeteksi. Beberapa penderita mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan,
sering diketahui sebagai slim disease.
4. Gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDs
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi, akan berkembang
menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Progresivitas infeksi
tergantung pada karakteristik virus dan hospes. Karakter virus meliputi HIV-1 dan HIV-2,
sedangkan karakter hospes meliputi usia (<5 tahun atau >40 tahun), infeksi yang
menyertai-nya, dan faktor genetik.Yang utama dari grup ini adalah turunnya jumlah
limfosit CD4+, biasanya dibawah 100/mm3. Stadium ini kadang dikenal sebagai full
blown AIDS .
Pasien dengan gejala bisa dibagi lagi menjadi subgrup berdasarkan gejala klinisnya.
a. Gejala Konstitusi
Kelompok ini sering disebut sebagai AIDS related complex . Penderita paling sedikit
mengalami dua gejala klinis yang menetap selama 3 bulan atau lebih. Gejala ini berupa:
Demam terus menerus lebih dari 37 C.
Kehilangan berat badan 10% atau lebih (HIV wasting syndrome)
Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah bening di luar daerah
inguinal
Diare yang tidak dapat di jelaskan sebabnya
Berkeringat banyak pada malam hari yang terus menerus
b. Gejala Neurologis
Pada stadium ini dapat terlihat gejala neurologis yang beranekaragam seperti kelemahan
otot kesulitan berbicara, gangguan keseimbangan, disorientasi, halusinasi, mudah lupa, psikosis
dan dapat sampai koma (gejala radang otak).

c. Gejala Infeksi
Infeksi oportunistik merupakan kondisi di mana daya tahan tubuh penderita sudah sangat
lemah sehingga tidak mampu melawan infeksi bahkan terhadap patogen yang normal pada tubuh
manusia. Infeksi yang paling sering ditemukan:

Pneumocystic carinii pneumonia (PCP)


Ini adalah infeksi yang paling banyak ditemukan pada penderita AIDS (80%).
Disebabkan parasit sejenis protozoa yang pada keadaan tanpa infeksi HIV tidak
menimbulkan sakit berat. Pada penderita AIDS, Protozoa ini berkembang pesat sampai
menyerang paru-paru menyebabkan terjadinya pneumonia. Gejala yang ditimbulkannaya
adalah batuk kering, demam dan sesak nafas. Gejala ini menjadi berat setelah 2-6
minggu, 30% disertai dengan pleuritis dengan gejala nyeri dada di bagian tengah disertai
pernafasan dangkal. Roentgen foto toraks kadang terlihat hilangnya gambaran pembuluh
darah bronkus, infiltrate interstitial difuse, dan kadang dilihat gambaran pneumonia yang
jelas. Diagnosa ditegakkan dengan bronkoskopi dengan ditemukannya P. carinii.

Tuberkulosis
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada penderita AIDS sering mengalami perluasan
sampai keluar paru-paru. Gambaran klinis HIV tidak khas seperti penderita TBC pada
umumnya. Diagnosa ditegakkan dengan hasil biakan.

Toksoplasmosis
Penyebab ensefalitis fokal pada penderita AIDS adalah reaktivasi Toxoplasma gondii,
yang sebelumnya merupakan infeksi laten. Gejalanya dapat berupa sakit kepala dan
demam sampai kejang dan koma. CT-scan kepala sangat membantu diagnosa, namun
diagnosa pasti dengan pemeriksaan histopatologis biopsi otak.

Infeksi mukokutan
Karena menurunnya sistem imun, pasien HIV positif memiliki lesi per-kutan yang
multipel, yang mungkin karena infeksi, noninfeksi, atau karena keganasan. Kelainan pada
mukosa dan kulit sangat sering, mungkin muncul dini, berat, dan tidak biasa sebagai
manifestasi yang atipikal dalam perjalanan infeksi HIV.
Penyakit kulit biasanya selalu menjadi presentasi klinis pertama dari infeksi HIV/AIDS.
Lebih dari 90% pasien dengan HIV/AIDS akan mengalami satu atau lebih penyakit kulit
selama perjalanan penyakit mereka. Infeksi mukokutan yang terjadi bisa satu atau lebih.
Sifat kelainan mukokutan ini persisten dan respon terhadap pengobatan lambat sehingga
sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaanya. Pasien-pasien yang menderita
AIDS mengalami peningkatan resiko terjadinya sejumlah kelainan mukokutan,yaitu:
- Kandidiasis mulut yang meluas ke dalam esofagus.
- Leukoplakia berambut, dimulut terdapat kerutan putih pada bagian tepi lidah yang
disebabkan oleh virus Epstein-barr.
- Dermatitis seboroik, seringkali bersifat berat, dan hal ini mungkin ada kaitannya
dengan perubahan respon hospes terhadap ragi Malassezia.
- Folikulitis yang gatal.

Infeksi stafilokokus, herpes zoster, moluskum kontangiosum, dan infeksi jamur


dermatofit lebih mudah timbul pada pasien AIDS.
Kutil perianal yang cenderung lebih merah dan sulit diobati.
Psoriasis yang sudah ada sebelumnya dapat menjadi lebih hebat, dan sebagainya.

d. Gejala Tumor
Tumor yang sering terjadi pada penderita AIDS adalah sarkoma Kaposi dan limfoma
maligna non-hodkin. Yang paling sering terjadi diantara kedua ini adalah sarkoma Kaposi .
Gambaran klinis sarkoma Kaposi berupa bercak merah coklat, ungu atau kebiruan pada kulit
yang pada awalnya hanya berdiameter beberapa milimeter namun berkembang sampai beberapa
senti meter. Kelainan kulit meluas sampai keseluruh tubuh dan bercak dengan diameter yang
lebih luas disertai dengan rasa nyeri. Bercak-bercak ini dapat meluas ke selaput lendir mulut,
faring, esofagus, dan paru-paru dengan perjalanan yang bersifat progresif. Akibat daya tahan
tubuh yang rendah disertai dengan infeksi oportunistik yang lain, sarkoma Kaposi ini dapat juga
menyebabkan kematian.
Adapun kriteria gejala pada dewasa menurut WHO :
Gejala mayor:

Penurunan berat badan >10% berat badan


Diare kronis lebih dari 1 bulan
Demam lebih dari 1 bulan

Gejala minor:

Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan


Pruritus dermatitis menyeluruh
Infeksi umum yang rekuren (misalnya herpes zoster)
Kandidiasis orofaringeal
Infeksi herpes simplek kronis progresif atau yang meluas
Limfadenopati generalisata

Klasifikasi infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, klasifikasi tersebut
berdasarkan gejala dan beratnya imunosupresi yang terjadi pada anak. Klasifikasi ini sendiri
penting untuk mengetahui derajat beratnya penyakit HIV anak. Adapun kriteria gejala
menurut WHO untuk anak:
Gejala mayor:
Berat badan turun atau pertumbuhan lambat yang abnormal
Diare kronis >1 bulan
Demam >1 bulan
Gejala minor:
Limfadenopati generalisata

Kandidiasis orofaringeal
Infeksi umum yang rekuren
Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan
Ruam kulit yang menyeluruh

Konfirmasi Infeksi HIV pada ibunya dihitung sebagai kriteria minor.


2.5.

Diagnosis & diagnosis banding


Karena banyak negara berkembang yang belum memiliki fasilitas pemeriksaan serologi
maupun antigen HIV yang memadai, maka WHO menetapkan kriteria diagnosis:
- Untuk dewasa paling sedikit 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan tidak terdapat sebabsebab penekanan imun yang lain yang diketahui, seperti kanker, malnutrisi berat, atau sebabsebab lain. Adanya sarkoma kaposi meluas atau Meningitis cryptococcal sudah cukup untuk
menegakkan AIDS.
- Untuk anak definisi kasus AIDS terpenuhi bila ada sedikitnya 2 tanda mayor dan 2 tanda
minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan imun yang lain yang diketahui, seperti
kanker, malnutrisi berat, atau sebab-sebab lain.

2.6.

Pemeriksaan Fisik
Dalam menentukan diagnosis HIV positif dapat ditegakkan berdasarkan beberapa hal.
Dalam menentukan diagnosis awal dapat dilihat dari riwayat penyakit-penyakit yang pernah
diderita yang menunjukkan gejala HIV dan pada pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda
infeksi oportunistik.

Infeksi oportunistik:
Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang
terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup
dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap
bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.

Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi.
Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang,
muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis
jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.

Cytomegalovirus (CMV)

Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur,
darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam
tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh
lainnya.

Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan
timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina.
Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau kerongkongan
sehingga pasien merasa sakit saat makan.

Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat
yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan
mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.

Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan
parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang
terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.

Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan
kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit
tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang
dengan AIDS.

Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:

Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang
terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan
HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu
pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam
atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ internal,
termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.

Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar
getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan
kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.

Komplikasi lainnya:

Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap
mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan
paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan
kronis dan demam.

Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa
menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan
kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia
AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental
berkurang.

2.7.

Penatalaksanaan

Bila dahulu pengobatan HIV/AIDS sangat tidak memberikan banyak harapan, pada saat ini
sudah mulai ada harapan, khususnya pada penderita HIV dan awal tingkat klinis AIDS.
Walaupun sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Tujuan pengobatan
anti-retroviral (ARV) :
- Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat
- Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV
- Memperbaiki kualitas hidup penderita HIV/AIDS
- Memulihkan dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh
- Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus-menerus
Secara umum penatalaksanaan odha (orang dengan HIV/AIDS) terdiri atas beberapa jenis :
a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat ARV mislanya indinavir, retrovir,
dan lamivudin yang diberikan secara kombinasi.
b. Pengobatan yang digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplsma, sarkoma kaposi,
limfoma, kanker serviks
c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperri dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang
cukup dan menjaga kesehatan.

Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih
baik dan kejadian infeksi oportunistik amat kurang.
3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang HIV
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang terinfeksi HIV
sangatlah penting, karena infeksi pada HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah bertahuntahun lamanya. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis
infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk mendeteksi
adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Deteksi
adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen,
dan deteksi materi genetik dalam darah pasien.
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV. Sebagai
penyaring, biasanya digunakan teknik ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), aglutinasi
atau dot-blot immunobinding assay. Metode yang biasanya digunakan di Indonesia adalah
dengan ELISA. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini
yaitu adanya masa jendela (window period). Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi
HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai
terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi pada periode ini hasil tes HIV pada seseorang
yang sebenarnya telah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika
kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiga
bulan kemudian.
World Health Organization (WHO) menganjurkan pemakaian salah satu dari tiga strategi
pemeriksaan antibodi terhadap HIV seperti disajikan pada tabel dan gambar di bawah ini.

Pada keadaan yang memenuhi dilakukannya strategi I, hanya dilakukan satu kali pemeriksaan.
Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil
pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk
pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%).
Strategi II menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama
memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka dilaporkan
hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan
pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau
tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga
reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua
adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak
sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate.
Strategi III menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan
ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil
pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga
nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini
disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat
pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang
disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak
berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan
juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya,
serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering
dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB). Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk
keperluan diagnosis harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa
mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat
mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya
nanti. Untuk keperluan survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak
akan diberi tahu hasil tesnya.
Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif maupun
negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk
memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif,
konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan
perilaku yang tidak berisiko. Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan
laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau
pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh

4. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan HIV


Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa negara dan amat
dianjurkan oleh WHO untuk dilaksanakan secara sekaligus, yaitu:
-

Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda


Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran.
Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk program
pengadaan jarum suntik steril
Program pendidikan agama
Program layanan pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat
Pelatihan keterampilan hidup
Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak
Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan dukungan
untuk ODHA
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV.

5. Memahami dan Menjelaskan Etika Kedokteran terhadap Pasien HIV


KODEKI
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

UUD yang Berhubungan


Pasal 30
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan,
pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain
yang diperlukan.
Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kewajiban etik yang utama
dari professional MIK maupun tenaga kesehatan adalah melindungi privasi dan kerahasiaan
pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam medis pasien HIV
AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy,confidentiality, fidelity dan
veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy pasien,confidentialty berarti kewajiban
menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat
kerja juga diatur Menurut Kepmenaker No.KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan
penanggulangan HIV AIDS :
Pasal 6
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatan
lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis. Dalam
kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator perekammedis
dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah :
Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan
hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial. Administrator
informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari kode etik profesi.
Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah
menyebarluaskan
informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra
profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi
tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit ( Kodersi ) dalam
kaitannya manajemen informasi kesehatan :
Pasal 4
Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik secara baik.
Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien
Pasal 10

Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang
hendak dilakukan.
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum melakukan
tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik Kedokteran
No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU tersebut memang
hanya menyebut dokter,dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib menyimpannya sebagai
rahasia, namun PP No 10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran tetap mewajibkan
seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam pendidikan di sarana kesehatan untuk
menjaga rahasia kedokteran.
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan
adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya
statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh
WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi
medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya pribadi,
harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien
mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai
resiko kesehatan mereka.
6. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam terhadap Tanggung Jawab Profesi
Solusi Preventif
Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh
karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Hal ini
meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, clubclub malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.
1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat
(berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw:Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna
tsalisuha syaithanartinya: Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi
(bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga. (HR. Baihaqy)
2. Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya.
Allah Swt berfirman:Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu
perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan (QS al Isra[17]:32)
3. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki
dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ). Firman Allah Swt dalam

surat al Araf ayat 80-81 : Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka : Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor
itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu?
Sesungghnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan
kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ( TQS. Al Araf : 80-81)
4. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan
akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Islam melarang
seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya.
Rafi ibnu Rifaa pernah bertutur demikian: Nahaana Shallallaahu alaihi wassaliman kasbi;
ammato illa maa amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza biashobiihi nakhwal khabzi wal
ghazli wan naqsyi.artinya: Nabi Saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan
wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda Seperti inilah jarijemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.
5. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta
mengharamkan narkoba. Sabda Rasulullah Saw :Kullu muskirin haraamun artinya :
Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim) Laa dharaara wa
la dhiraara artinya : Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang
lain. (HR. Ibnu Majah). Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan
menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas
inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS .
6. Amar maruf nahi munkar yang wajib dilakukan oleh individu dan masyarakat.
7. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina muhshan
(sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk 100 kali. Adapun
pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum cambuk. Para
pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua fasilitator seks
bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik tempat-tempat maksiat,
germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas
dan dibubarkan.

Solusi Kuratif
Orang yang terkena virus HIV/AIDS, maka tugas negara untuk melakukan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Orang yang tertular HIV/AIDS karena berzina maka jika dia sudah menikah dihukum
rajam. Sedangkan yang belum menikah dicambuk 100 kali dan selanjutnya dikarantina.
2. Orang yang tertular HIV/AIDS karena Homoseks maka dihukum mati.

3. Orang yang tertular HIV/AIDS karena memakai Narkoba maka dicambuk selanjutnya
dikarantina.
4. Orang yang tertular HIV/AIDS karena efek spiral (tertular secara tidak langsung) misalnya
karena transfusi darah, tertular dari suaminya dan sebagainya, maka orang tersebut
dikarantina.
Penderita HIV/AIDS yang tidak karena melakukan maksiat dengan sangsi hukuman mati, maka
tugas negara adalah mengkarantina mereka. Karantina dalam arti memastikan tidak terbuka
peluang untuk terjadinya penularan harus dilakukan, terutama kepada pasien terinfeksi fase
AIDS. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang artinya: Sekali-kali janganlah orang
yang berpenyakit menularkan kepada yang sehat (HR Bukhori ). Apabila kamu mendengar ada
wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit
sedangkan kamu berada dalam negeri itu , janganlah kamu keluar melarikan diri (HR. Ahmad,
Bukhori, Muslim dan Nasai dari Abdurrahman bin Auf).
Mengkarantina agar penyakit tersebut tidak menyebar luas, perlu memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Selama karantina seluruh hak dan kebutuhan manusiawinya tidak diabaikan.
b. Diberi pengobatan gratis.
c. Berinteraksi dengan orang orang tertentu di bawah pengawasan dan jauh
dari media serta aktifitas yang mampu menularkan.
d. dilakukan upaya pendidikan yang benar tentang HIV-AIDS kepada semua kalangan
disertai sosialisasi sikap yang diharapkan dari masing-masing pihak/kalangan
(komunitas ODHA/OHIDA, komunitas resiko tinggi, komunitas rentan)
e. dilakukan pendidikan disertai aktivitas penegakan hukum kepada ODHA yang
melakukan tindakan yang membahayakan (beresiko menularkan pada) orang lain
f. Pembinaan rohani, merehabilitasi mental (keyakinan, ketawakalan,kesabaran) sehingga
mempecepat kesembuhan dan memperkuat ketaqwaan. Telah diakui bahwa
kesehatanm mental mengantarkan pada 50% kesembuhan.
g. Dilakukan pemberdayaan sesuai kapasitas
Di sisi lain, jika selama ini penyakit seperti HIV/AIDS belum ditemukan obatnya maka negara
wajib menggerakkan dan memberikan fasilitas kepada para ilmuwan dan ahli kesehatan agar
secepatnya bisa menemukan obatnya.
Jalan Menuju Terwujudnya Strategi Penanggulangan HIV-AIDS
Perspektif Islam

Upaya Jangka Pendek

Melakukan telaah kritis, membongkar bahaya dan konspirasi strategi penanggulangan HIVAIDS perspektif sekuler-liberal produk Barat (versi UNAIDS) di satu sisi, dan mulai
memperkenalkan solusi Islam sebagai strategi alternatif penanggulangan HIV-AIDS yang
seharusnya mulai diambil pada sisi yang lain
Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada individu stakesholderyang muslim (KPA,
MPA, Medis, paramedis, dll) level daerah/lokal
Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada tokoh-tokoh muslimyang menjadi
simpul-simpul umat
Penguatan aqidah, keimanan dan konsekuensi untuk berhukum dengansistem Islam
Pembinaan ummat secara ideologis (aqidah, syariah dan dakwah)untuk memperjuangkan
tegaknya Islam kaffah

b Upaya Jangka Menengah

Mulai memblow-up hasil telaah kritis, membongkar bahaya dan konspirasi strategi
penanggulangan HIV AIDS perspektif sekuler-liberal produk Barat (versi UNAIDS) ke
masyarakat dan media
Mulai memblow-up solusi Islam sebagai strategi alternatif penanggulangan HIV-AIDS
yang seharusnya diambil ke masyarakat dan media
Memulai diskusi, sosialisasi dan advokasi kepada instansi stakesholder(KPA, MPA, Medis,
paramedis, dll) level daerah/lokal hingga pusat
Memulai aktivitas mengoreksi penguasa tentang kebijakan dekstruktif
Memulai aktivitas mengoreksi pihak legislatif akan perundang-undangan yang menjadi
bagian kebijakan dekstruktif
Mengingatkan masyarakat luas dan pemerintah akan bahaya NGO-NGO komprador
Mengingatkan NGO-NGO Komprador

Upaya Jangka Panjang

Secara terus menerus mengungkap kebobrokan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalismesekulerisme dalam semua bidang dan konspirasi global di belakangnya

Secara terus menerus mengupayakan lahirnya pemahaman dan kesadaran umat


(masyarakat) akan Islam sebagai solusi problematika kehidupan mereka dalam seluruh
aspek kehidupan menggantikan sistem kapitalisme-sekulerisme yang nyata-nyata telah
membawa kerusakan kehidupan

Mengupayakan terwujudnya sebuah kekuatan politik pada saatnyananti- yang bisa


menghadapi konspirasi global negara-negara neoimperialisme dan multi national corp di
negeri-negeri Islam yaitu kekuatan Daulah khilafah Islamiyyah (negara yang akan

menyatukan seluruh potensi umat dan menerapkan sistem Islam sebagai sistem kehidupan
secara kaaffah) dengan dukungan umat.

Imunologi Dasar FKUI Edisi ke-9.


http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/19/penyakit-defisiensi-imun/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22286/4/Chapter%20II.pdf
www.scribd.com/doc/17476485/Kritik-Islam-Terhadap-Strategi-Penanggulangan-HivAidsBerbasis-Paradigma-Sekulerliberal-Dan-Solusi-Islam-Dalam-Menangani-KompleksitasProblematika-H

Você também pode gostar