Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ULKUS DUODENUM
Oleh:
Surya Dewi Primawati
G99141058
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Ulkus duodenum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan
dalam klinik terutama dalam kelompok umur di atas 45 tahun. Ulkus
duodenum merupakan suatu penyakit yang kronis dan sering kambuh.
Sekitar 60% Ulkus duodenum yang telah sembuh, kumat kembali dalam
waktu 1 tahun dan 8090% kambuh dalam waktu 2 tahun. Karel Schwarz
pada tahun 1910 membuat suatu dictum yang terkenal berkenaan dengan
Ulkus peptik yaitu No acid peptic activity, no ulcer dan sampai saat ini
masih tetap relevan perannya dalam patogenesis Ulkus duodenum,
walaupun beberapa etiologi lain telah diketahui seperti Helicobacter pylori
(H.pylori) dan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama Ulkus
duodenum adalah H.pylori sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Acid
H.pylori disease, namun demikian peranan faktor-faktor lain dalam kejadian
Ulkus duodenum jelas ada sehingga Ulkus duodenum dikatakan sebagai
penyakit multifaktor. Patogenesis terjadinya Ulkus duodenum adalah
ketidakseimbangan antara faktor agresif yang dapat merusak mukosa dan
faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan duodenum.
Seiring dengan ditemukannya faktor-faktor penyebab yang ditunjang
dengan kemajuan dalam bidang farmasi yang berhasil menemukan dan
mengembangkan obat-obat yang sangat berpotensi untuk penyembuhan
Ulkus duodenum.
II.
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme terjadinya
Ulkus Duodenum sehingga diagnosis dapat ditegakan lebih dini serta
mendapat penanganan yang adekuat dan tepat agar dapat mengontrol gejala
dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi
Ulkus duodenum secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek
mukosa/submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis
mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara
klinis, suatu Ulkus adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih
dalam dengan diameter 2-5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau
radiologis.
syndrome
(ZES).
Infeksi
Helicobacter
pylori
dapat
kasus
tukak
lambung
diperkirakan
berhubungan
dengan
3. Stres psikologis
Stress psikologis menjadi faktor penting patogenesis terjadinya
PUD yang kontroversial, namun hasil uji coba gagal membuktikan
antara penyebab dan akibat terjadinya PUD. Kemungkinan emosional
pada stress yang memicu perilaku untuk merokok dan menggunakan
NSAID, sehingga hal ini yang dapat menyebabkan ulkus. Bagaimana
stress dapat menyebabkan PUD kemungkinan dipengaruhi banyak
faktor.
4. Kebiasaan Merokok
Kemungkinan mekanisme yang terjadi akibat merokok sehingga
dapat menginduksi terjadinya PUD adalah penghambatan pengosongan
lambung, penghambatan sekresi bikarbonat dari pankreas, memicu
refluks duodenogastric dan mengurangi produksi Prostaglandin (PG).
meskipun merokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung tapi
efeknya tidak konsisten. Merokok dapat menyebabkan seseorang lebih
mudah terinfeksi HP.
5. Faktor Diet dan Penyakit Lain
Kedua faktor ini belum ada mekanisme patofisiologi yang pasti,
beberapa minuman seperti kopi dan teh (mengandung kafein), cola, bir,
dan susu dapat menyebabkan dyspepsia tapi tidak meningkatkan resiko
PUD. Kafein dapat menstimulasi sekresi asam lambung dan alcohol
dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung serta perdarahan GI
bagian atas, tapi tidak ada bukti cukup yang menunjukkan bahwa
alcohol dapat menyebabkan ulkus. Pasien dengan penyakit kronik
seperti cystic fibrosis, pancreatitis kronik, coronary artery disease
dapat meningkatkan ulkus pada duodenal.
III.
Gambaran Klinis
Gambaran klinik Ulkus duodenum sebagai salah satu bentuk dispepsia
organik adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman
(discomfort) pada epigastrium.
umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali adanya perdarahan
hematemesis melena
BB menurun > 10%
anoreksial rasa cepat kenyang
riwayat Ulkus peptik sebelumnya
muntah yang persisten
anemia yang tidak diketahui sebabnya
Pemeriksaan fisis. Tidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan selain
kemungkinan adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi.
IV.
Diagnosis
Nyeri di daerah epigastrium yang berkurang setelah diberi makanan
atau antasida memberi kesan ke arah Ulkus duodenum. Namun banyak
penderita yang memperlihatkan gejala gejala seperti ulkus, pada
pemeriksaan radiografi dan endoskopi tidak terlihat tanda-tanda adanya
ulkus. Pemeriksaan barium meal saluran cerna bagian atas bermanfaat untuk
mengidentifikasi adanya Ulkus duodenum dan merupakan metode yang
lazim untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan sinar X, Ulkus
duodenum terlihat sebagai suatu kawah yang terpisah (diskret) di bagian
proksimal bulbus duodenum. Pada kasus-kasus dengan deformitas yang
berat, yang sering dijumpai pada penderita Ulkus duodenum kronis
berulang,
dapat
timbul
kesulitan-kesulitan
dalam
mengidentifikasi
BAB III
STATUS PASIEN
I.
Anamnesa
A. Identitas penderita
Nama
: Tn. P
Umur
: 75 tahun
Jenis Kelamin
:L
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh tani
Alamat
: Karanganyar
No. RM
: 012549XX
Masuk RS
: 8 April 2015
Pemeriksaan
: 9 April 2015
B. Keluhan utama
BAB hitam
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sejak 2 minggu SMRS BAB
berwarna hitam seperti petis. BAB konsistensi lembek jika disiram
dengan air berwarna merah berbau amis. BAB sehari 1-2 kali, setiap
pagi BAB kurang lebih gelas belimbing. Nyeri saat BAB (-). Pasien
belum minum obat untuk menangani BAB hitamnya. Pasien juga
mengaku makan teratur sehari 3x. Selain BAB hitam, pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati (+), mules (+), mual (+), muntah (-),
muntah darah (-), kembung (-), perut membesar (-), perut merongkol
(-). Keluhan demam, sesak, batuk disangkal.
Nyeri ulu hati seperti ini sudah dialami pasien sejak 6 bulan yang
lalu terutama jika terlambat makan. Nyeri perut seperti ditusuk-tusuk
dan perih. Untuk mengurangi rasa nyeri biasanya pasien mengolesi
perutnya dengan minyak gosok atau dibuat tiduran lebih enakan.
Kebiasaan minum air putih sehari 5-8 gelas. BAK 4-6 kali/ hari, rasa
panas saat BAK (-), anyang-anyang an (-), mengejan (-), berat badan
dirasa menurun (-).
4. Mata
kunang (-), pandangan kabur (-), gatal (-), mata kuning (-), mata
merah (-/-)
5. Hidung
keju-kemeng (-), kaku sendi (-), nyeri sendi (+), bengkak sendi
(-), nyeri otot (-), kaku otot (-), kejang (-), leher cengeng (-)
13. Sistem genitouterina : nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-),
sering buang air kecil (-), air kencing warna seperti teh (-), BAK
darah (-), nanah (-), anyang-anyangan (-), sering menahan
kencing (-), rasa pegal di pinggang, rasa gatal pada saluran
kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-), keluar darah dari
vagina (-)
14. Ekstremitas
:
Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa dingin
(-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam kulit (-/-)
Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa
dingin
kulit (-/-)
II.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 9 April 2015
A. Keadaan Umum : CM, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Tensi
: 130 / 80 mmHg
Nadi
: 80x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas: 20x/menit, abdominothorakal
Suhu
: 36,50C
C. Status gizi
:
BB
: 45 kg
TB
: 155 cm
BMI
: 18,73kg/m2
Kesan
: Status gizi cukup
D. Kulit
: warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi
(-), kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-)
E. Kepala
: bentuk mesocephal, rambut warna putih, mudah
rontok (-), luka (-), atrofi m. Temporalis (-).
F. Mata
: mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),
strabismus (-/-)
G. Telinga
:
Perkusi:
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
- Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).
2. Pulmo
a. Depan
Inspeksi
- Statis
: normochest, simetris, sela iga tidak
-
kanan = kiri
Perkusi
Kanan
: sonor, redup pada batas relatif paru-hepar
pada SIC VI linea medioclavicularis dextra, pekak pada
VI linea
medioclavicularis sinistra
Auskultasi
- Kanan
: suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
-
Statis
kanan =kiri
Perkusi
Kanan
: Sonor.
Kiri
: Sonor.
Peranjakan diafragma 5 cm
Auskultasi
Kanan
: Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
M. Abdomen
Inspeksi
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
Perkusi
: timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan epigastrium (+); hepar dan
Oedem
O. Rectal toucher : nyeri tekan (-), mukosa licin (+), prostat teraba,
sulcus medialis tidak teraba, permukaan licin, konsistensi padat, tidak
ditemukan sarung tangan lendir, benjolan abnormal (-), feses pada
sarung tangan berwarna kehitaman.
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.
Laboratorium Darah
Pemeriksaan
13/09/13
Satuan
Rujukan
Hb
13,5
g/dl
13,5-17,5
Hct
39
33-45
AE
4,7
106 / L
4,5-5,9
AL
9,8
103 / L
4,5-11
AT
160
103/ L
150-450
MCV
91,21
Femtoliter
82-92
MCH
31,27
picograms
27-31
34,29
/ sel
gram /
32-37
MCHC
desil
Na
136
iter
mmol/L
3,9
mmol/L
3,3-5,1
Cl
105
mmol/L
98-106
Ureum
1,0
mg/dl
0,9-1,3
Creatinin
23
mg/dl
<50
HBsAg
136-145
Non reaktif
B. Pemeriksaan Endoskopi
Tampak ulkus pada duodenum dengan lebar 6 x 3 x 2 mm dengan mukosa
hiperemis, dan tampak adanya perdarahan.
IV. DIAGNOSIS BANDING
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
Hemoroid
V. DIAGNOSIS
Ulkus duodenum
VI. PENATALAKSANAAN
A. Non Medikamentosa
1. Bed rest tidak total
2. Diet lambung bubur 1700 kkal tidak merangsang lambung
3. Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, kondisi
pasien dan penatalaksanaan
B. Medikamentosa
1. Infus D5%
2. Omeprazole
3. Simetidin
4. Sukralfat
Penulisan Resep :
R /
R/
Omeprazole tab mg 40 No I
S 1 dd tab 1 30m a.c
R/
R/
Sukralfat tab g 1 No IV
S 4 dd tab I 1h a.c
Pro : Tn. P ( 75 th )
No III
No I
No I
No I
No I
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
1.
Infus dextrose 5%
Pemberian infus pada kasus ini hanya sebagai cairan pemeliharaan untuk
mencegah dehidrasi dan sebagai tambahan nutrisi.
2.
Omeprazole
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol
Dosis :
Dosis yang dianjurkan 20 mg atau 40 mg, sekali sehari, kapsul harus ditelan
utuh dengan air (kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya
diminum sebelum makan.
-
mg sekali sehari.
Penderita sindroma Zollinger Ellison dosis awal 20-120 mg sekali sehari,
dosis ini harus disesuaikan untuk masing-masing penderita. Untuk dosis
lebih dari 80 mg sehari, dosis harus dibagi 2 kali sehari.
Farmakodinamik :
Omeprazole
merupakan
antisekresi,
turunan
benzimidazole
yang
melalui endoskopi.
Pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison.
Kontra indikasi :
Penderita hipersensitif terhadap omeprazole.
Interaksi obat :
-
Omeprazole
dapat
memperpanjang
eliminasi
obat-obat
yang
warfarin, fenitoin.
Omeprazole mengganggu penyerapan obat-obat yang absorbsinya
dipengaruhi pH lambung seperti ketokonazole, ampicillin dan zat besi.
Efek samping :
Omeprazole umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Pada dosis besar dan
penggunaan yang lama, kemungkinan dapat menstimulasi pertumbuhan sel
ECL (enterochromaffin-likecells). Pada penggunaan jangka panjang perlu
diperhatikan adanya pertumbuhan bakteri yang berlebihan di saluran
pencernaan.
Peringatan dan perhatian :
Pada wanita hamil, wanita menyusui dan anakanak sebaiknya dihindari bila
penggunaannya dianggap tidak cukup penting.
3.
Simetidin
Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel.
Mekanisme Antagonis reseptor H2 :
o Menghambat secara sempurna sekresi asam lambung yang
sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi
menghambat secara parsial sekresi asam lambung yang sekresinya
diinduksi oleh asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan
melihat kembali mekanisme sintesis asam lambung di sel parietal.
o Menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh
makanan, insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal.
o Mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Seluruh
senyawa
yang
termasuk
antagonis
reseptor
H2
efektif
hari.
Efek Samping : lelah, pusing, diare, ruam, Jarang : ginekomastia, rasa
bingung yang reversibel, impotensi (pria), reaksi alergi, artralgia, mialgia,
gangguan
darah,
nefritis
interstitial,
sakit
kepala,
hepatotoksik,
pankreatitis.
Interaksi Obat : meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin, teofilin,
beberapa golongan antiaritmia (benzodiazepin, -bloker, vasodilator)
dalam darah.
4.
Sukralfat
Mekanisme Kerja :
Sukralfat adalah garam aluminium dari sukrose sulfat. Pada suasana asam
(perut kosong), obat ini membentuk pasta kental secara selektif mengikat
pada ulkus (berupa kompleks yang stabil antara molekul obat dengan
protein pada permukaan ulkus, yang tahan hidrolisis oleh pepsin) dan
berlaku sebagai barier yang melindungi ulkus terhadap difusi asam, pepsin
dan garam empedu (proteksi lokal). Sukralfat juga mempunyai efek
sitoproteksi pada mukosa lambung melalui 2 mekanisme yang terpisah,
yakni (a) melalui pembentukan PG endogen dan (b) efek langsung
meningkatkan sekresi mukus. Efek sitoproteksi ini tidak memerlukan
suasana asam.
Farmakologi dan farmakokinetik :
Sukralfat dapat digunakan untuk mengobati ulkus, tetapi lebih utama
digunakan dalam pencegahan stress ulserasi. Diindikasikan untuk
penggunaan jangka pendek, dan lebih efektif pada ulkus usus. Obat ini
sukar diabsorpsi secara sistemik (meskipun telah didokumentasikan
adanya peningkatan kadar obat ini dalam darah pada penderita gagal
ginjal). Berikatan dengan protein bebas, dan konsentrasi sukralfat pada
diabsorpsi
dapat
menyebabkan
toksisitas
aluminium
pada
yaitu sediaan tablet dapat didispersikan dalam 10-15 ml air. Obat ini juga
diperlukan pH asam untuk diaktifkan dan sehingga tidak boleh diberikan
bersama antasid atau antagonis reseptor H2. Jika digunakan bersama
BAB V
PENUTUP
Ulkus duodenum secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek
mukosa/submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa
sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu Ulkus
adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter 2-5
mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.
Pada kasus diatas diberikan terapi non medikamentosa dan medikamentosa
yang meliputi:
Non Medikamentosa :
1. Bed rest tidak total
2. Diet lambung bubur 1700 kkal tidak merangsang lambung
3. Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, kondisi
pasien dan penatalaksanaan
Medikamentosa :
4. Infus D5% sebagai cairan pemeliharaan untuk mencegah dehidrasi
dan sebagai tambahan nutrisi.
5. Omeprazole sebagai penghambat sekresi asam lambung pada tahap
akhir dengan memblokir system enzim H+, K+-ATPase (Proton Pump)
dalam sel parietal lambung.
6. Simetidin sebagai penghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel sehingga dapat menghambat secara sempurna sekresi asam
lambung yang sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin,
Mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Efektif
menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum.
7. Sukralfat berlaku sebagai barier yang melindungi ulkus terhadap
difusi asam, pepsin dan garam empedu
DAFTAR PUSTAKA