Você está na página 1de 109

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu


pesat, maka terasa penting peranan sumber daya manusia yang terdidik sebagai calon tenaga
kerja. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dapat menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah melalui jalur pendidikan mulai dari pendidikan dasar
hingga pendidikan menengah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan
kepada siswa mempunyai peranan penting untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu, matematika sekolah merupakan bagian-bagian matematika yang dipilih guna
menumbuhkankembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk kepribadian siswa
serta berpandu kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Dekdikbup, 1995).
Peningkatan mutu pendidikan matematika ditandai dengan peningkatan hasil
pembelajaran matematika. Mutu hasil pembelajaran, matematika ditentukan oleh mutu proses
pembelajaran matematika. Mutu hasil pembelajaran matematika ditentukan oleh mutu proses
pembelajaran matematika di kelas atau sekolah. Peningkatan mutu pendidikan matematika
hanya mungkin dicapai melalui peningkatan mutu proses pembelajaran matematika yang
bermuara pada peningkatan mutu hasil pembelajaran matematika.
Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran matematika dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain adalah guru matematika dan siswa. Hal ini disebabkan karena guru
matematika dan siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan proses pembelajaran
matematika. Guru sebagai subjek yang sangat berperan dalam usaha membelajarkan siswa,
dan siswa objek yang menjadi sasaran pembelajaran matematika. Oleh karena itu,
pelaksanaan kurikulum matematika di depan kelas sangat tergantung kepada kemampuan dan
keterampilan guru matematika sebagai pengelola proses pembelajaran matematika. Seorang
guru matematika harus menguasai bahan ajar matematika dibarengi dengan penguasaan
terhadap strategi pembelajaran matematika. Pemilihan strategi pembelajaran matematika
yang tepat akan mempermudah proses terbentuknya pengetahuan matematika pada diri siswa.
Secara harfiah, kata strategi dapat diartikan sebagai seni melaksanakan stratatem yaitu
siasat atau rencana (Mcleod, 1989). Dalam presfektif psikologi, kata strategi berarti rencana
tindakan yang terdiri dan seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai
tujuan (Reber, 1968). Strategi sebagai prosedur mental yang berbentuk tatanan langkah yang
menggunakan upaya ranah cipta mencapai tujuan tertentu. Dengan mempertimbangkan arti

kata strategi tersebut, maka strategi pembelajaran diartikan sebagai sejumlah langkah yang
direkayasa sedemikian hingga untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Syah, 1995).
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak
dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan (Djamarah dan Zain, 2002).
Dengan memperhatikan arti kata strategi di atas dan bila dihubungkan dengan
pembelajaran matematika, maka strategi pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai
pola-pola umum kegiatan siswa dan guru dalam kegiatan proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi pembelajaran matematika yang telah ditetapkan. Untuk mencapai
kompetensi pembelajaran matematika yang telah ditetapkan, seorang guru matematika perlu
memperhatikan beberapa hal dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran matematika.
Hal-hal yang dimaksud adalah (1) mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus,
konsep atau prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa
melakukan penyelidikan dan menemuka sesuatu, (2) pendekatan pemecahan masalah
merupakan fokus dalam pembelajaran matematika, yang mencakup masalah tertutup,
mempunyai solusi tunggal, terbuka atau masalah dengan berbagai cara penyelesaian, (3)
keterampilan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, memahami soal,
memilih pendekatan atau strategi pemecahan menyelesaikan model dan menafsirkan solusi,
(4) dalam setiap pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan penguasaan bahan ajar
prasyarat yang diperlukan, dan (5) dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika
hendaknya memulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (Depdiknas,
2003).
Dengan mencermati uraian di atas, maka pembahasan tentang strategi pembelajaran
matematika ini meliputi hakekat matematika, hakekat pembelajaran matematika, teori belajar
matematika, metode pembelajaran matematika, teori belajar matematika, dan model
pembelajaran matematika. Pada hakekat matematika dibahas tentang pengertian matematika,
karakteristik matematika, matematika sebagai suatu struktur, matematika sebagai suatu
kumpulan sistem, matematika sebagai suatu kumpulan sistem, matematika sebagai suatu
sistem deduktif, dan matematika sebagai ratu ilmu. Pada hakekat pembelajaran matematika
dibahas tentang pengertian pembelajaran matematika, matematika sekolah, dan proses
pembelajaran matematika. Pada teori pembelajaran matematika dibahas teori pembelajaran
yang cocok untuk belajar matematika yang meliputi teori belajar tingkah laku, teori belajar
kognitif, dan teori konstrukktivisme. Pada metode pembelajaran matematika dibahas tentang
metode ceramah, metode demontrasi, metode ekspositori, metode tanya jawab, metode drill
2

dan latihan, metode pemecahan masalah, metode laboratorium, metode kegiatan lapangan,
dan metode permaianan. Pada pendekatan pembelajaran matematika dibahas tentang
pendekatan spiral, pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan intuitif, pendekatan
informal, pendekatan analitik, pendekatan sintetik, dan pendekatan pembelajaran matematika
realistik. Pada model pembelajaran matematika dibahas tentang model pembelajaran
langsung dan model pembelajaran kooperatif.

HAKEKAT MATEMATIKA
BAB

A. Pengertian Matematika
Dalam mempelajari matematika, wajar bila di antara kita atau mungkin siswa kita ada
yang bertanya Apakah matematika itu?. Untuk menjawab pertanyaan itu memanglah tidak
mudah, sama tidak mudahnya dengan seorang buta menggambarkan bentuk gajah bila ia
hanya meraba sebagian-sebagian dari tubuh gajah itu. Sewaktu ia meraba kaki gajah mungkin
ia mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang rumah atau pohon besar. Sewaktu meraba belalai
gajah mungkin ia mengatakan bahwa gajah itu seperti ular, demikian seterusnya. Demikian
juga dengan definisi matematika. Definisi dari matematika makin lama makin sulit untuk
dibuat secara tepat dan singkat. Para ahli matematika mendefinisikan matematika
berdasarkan sudut pandang mereka. Hingga kini belum ada kesepakatan yang bulat di antara
mereka membuat definisi tentang matematika.
Sujono (1988) mengemukakan matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang
eksak dan terorganisasi secara sistematik, matematika adalah bagian pengetahuan manusia
tentang bilangan dan kalkulasi, matematika membantu orang dalam menginterpretasikan
secara tepat berbagai ide dan kesimpulan, matematika adalah ilmu pengetahuan tentang
penalaran yang logik dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan, matematika
berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan
matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang. Suherman dan Winataputra
(1992) mengutip pandangan James dan James (1976), Jonson dan Rising (1972), Reys dkk.
(1984) dan Kline (1973) berkenaan dengan istilah matematika. James dan James (1976)
mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunanm
besaran, dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Jonson dan Rising (1972)
mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir dan pola mengorganisasikan. Reys dkk.
(1984) mengemukakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola hubungan. Kline
(1973) mengemukakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Soedjadi (2000)
menyajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu matematika adalah
cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik, matematika adalah
4

pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, matematika adalah pengetahuan tentang


penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, matematika adalah pengetahuan tentang
fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, matematika adalah
pengetahuan tentang struktur-struktur ang logik, dan matematika adalah pengetahuan tentang
aturan-aturan yang ketat.
Jika kita mengartikan matematika sebagai ilmu maka matematika adalah salah satu
cabang ilmu yang tersusun secara sistematis dan eksak. Pengertian eksak tersebut tidak
berarti bahwa matematika eksak secara mutlak, tetapi matematika sebagai ilmu eksak
daripada ilmu-ilmu sosial dan lebih eksak dan lebih eksak daripada ilmu-ilmu fisik. Karena
bersifat eksak maka matematika seringkali disebut sebagai ilmu pasti. Jika kita menengok
sejarah perkembangan dari matematika nampak matematika dikembangkan secara ridak
teratur dalam arti secara berulang dan bahkan boleh dikatakan secara serampangan, secara
sebagian-sebagian, dan secara terus-menerus mengalami perubahan baik metode maupun
isinya. Hal ini dikarenakan adanya bermacam alasan orang dalam mengembangkan
matematika, yaitu ada orang yang mengembangkan matematika untuk keperluan penggunaan
di luar matematika, ada orang mengembangkan matematika untuk keperluan matematika
tanpa menghiraukan

kegunaannya di luar matematika, sementara ada orang yang

mengembangkan matematika karena menganggap pengembangan sebelumnya kurang


sempurna atau terdapat kelemahan. Lepas dari alasan orang mengembangkan matematika,
produk akhir dari proses itu menunjukan hal yang sangat mengagumkan.
Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasinya memasuki semua cabang matematika
bahkan tidak jarang merupakan titik tolak suatu pengembangan struktur dalam matematika.
Dengan demikian tidaklah salah kalau orang mengatakan bahwa berhitung itu amat penting
dan mendasar. Di Indonesia setelah penjajahan Belanda dan Jepang, digunakan ostilah ilmu
pasti untuk matematika. Dalam penyelenggaraan di sekolah digunakan berbagai istilah
cabang matematika, seperti ilmu ukur, aljabar, trigonometri, goniometri, stereometri, ilmu
ukur lukis, dan sebagainya. Ini berakibat antara lain matematika seolah-olah terkotak-kotak
yang saling tidak berhubungan sama sekali. Penggunaan kata ilmu pasti menimbulkan
kesan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran tentang perhitungan-perhitungan
yang memberikan hasil yang pasti dan tunggal. Hal tersebut dapat menimbulkan suatu
miskonpesi yang pada waktunya harus dapat ditiadakan. Justru pembelajaran matematika
yang menekankan kepada mengaktifkan siswa.

Apakah suatu pengukuran misalkan pengukuran panjang, pengukuran luas,


pengukuran kecepatan, dan sebagainya menunjukkan hasil yang tepat? Jawabannya adalah
tidak. Bilangan yang diperoleh sebagai hasil pengukuran itu adalah hanya suatu pendekatan.
Ini berarti bahwa sangat mungkin diperoleh hasil pengukuran yang berbeda satu sama lain
yang mungkin benar semua sesuai dengan keinginan kecermatan si pengukur. Dewasa ini
matematika sudah berkembang sedemikian rupa sehingga tersulit untuk dapat dikuasai
seluruhnya oleh seorang ahli. Matematika yang selama ini dipelajari di jenjang pendidikan
dasar dan menengah masih hanya bertumpu pada logika yang dikotomik serta himpunan
intuitif yang klasik. Dewasa ini telah berkembang secara luas cabang-cabang matematika
yang tidak lagi hanya bertumpu pada logika dikotomik dan himpuana kalsik, tetapi telah
bertumpu pada logika non-dikotomik serta himpunan non-klasik.
B. Karakteristik Matematika
Bila kita perhatikan kemball istilah matematika yang dikemUkakan di atas, ternyata
istilah matematika didefinisikan tidak terdapat satu pengertian matematika yang
tunggal dan disepakati oleh semua ahli matematka. Meskipun demikian dan semua
istilah matematika terdapat karakteristik yang sama. Karakteristik matematika yang
dimaksud adalah matematika memiliki objek kajian yang abstrak, matematika
bertumpu

pada

kesepakatan,

matematika berpola pikir deduktif, matematika memiliki simbol yang kosong dan arti,
matematika memperhatikan semesta pembicaraan, dan matematika konsisten dalam
sistem.
1. Matematika memiliki Objek Abstark
Dalam matematika objek dasar yang dipelalari adalah abstrak, disebut juga
objek mental. Objek matematika itu merupakan objek Pikiran objek
matematika itu meliputi fakta, konsep, operasi atau relasi, dan prinsip. Dasar
matematika itulah dapat dlsusun suatu pola dan Struktur matematika.
a. Fakta
6

Fakta berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu.


Simbil bilangan 3 secara umum sudah dipahami sebagai bilangan tiga. Jika
disajikan angka 3 orang sudah dengan sendirinya menangkap maksudnya yaitu
tiga. Sebaliknya bila seseorang mengucapkan kata tiga dengan sendirinya dapat
disimbolkan dengan 3. Fakta lain dapat terdiri atas rangkaian simbol. Misalnya 3 +
4 yang dipahami sebagai tiga tambah empat. Demikian juga 3 x 5 = 15 adalah
fakta yang dipahami sebaga, tiga kali lima adalah lima betas. Fakta yang agak lebih
kompleks adalah, 3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15. Dalam geometri juga terdapat simbolsimbol tertentu yang merupakan konvensi. Misalnya II yang bermakna sejajar, a
yang bermakna lingkaran dan sebagainya. Dalam aijabar dikenal (a,b) sebangat
pasangan berurutan.
b. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengkiasifikasikai sekelompok objek. Apakah objek tertentu merupakan contoh
konsep ataukah bukan. Segitga adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan
konsep itu Sekumpulan objek dapat digolongkan sebagai contoh segitiga ataukah
bukan contoh. Bilangan ash adalah nama suatu konsep yang lebih kompleks.
Dikatakan lebih kompleks karena bilangan ash terdiri atas banyak konsep sederhana
yaltu bilangal satu, dua, tiga, dan seterusnya Dalam matematika terdapat konSep
yang amat Penting yaitu fungsi, variabel, dan konstanta. Konsep tersebut seperti
halnya dengari bilangan, terdapat di semua cabang matematika. Banyak konsep lain
dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks Misalnya matriks vektor, group,
dan ruang metrik.
Konsep berhubungan erat dengari definisi. DefinIsi adalah ungkapan yang
membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi
7

atau gambar atau lambang dan konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi
semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu. Konsep trapesium
misalnya bila dikemukakan dalam definisi trapesium adalah segiempat yang tepat
sepaSang sisinya sejajar. Konsep trapesium dapat juqa dikemukakan dengan
definisi lain, misalnya trapesium adalah Segiempat yang teiladi fika sebuah segitiga
dipotong oleh sebuah garis yang Sejajar dengan salah satu sisinya. Kectua definisi
trapesium di atas memiliki isi kata atau makna kata yang berbeda tetapi mempunyai
jangkauan yang sama. Kedua definisi Itu dikatakan memiliki intensi yang berbeda
tetapi memiliki ekstensi yang sama. Kesamaan ekstensi itu dapat diuji dengan
pertanyaan Manakah trapesium menurut pertama yang tidak termasuk dalam
trapesium menurut definisi kedua, dan sebaliknya? Ekstensi suatu definisi juga
berarti himpunan yang tertangkap oleh definisi itu. Definisi pertama digolongkan
dalam definisi analitis yaitu definisi yang menyebutkan genus proksimum (genus
terdekat) dan diferensia spesifika (pembeda khusus). Sedangkan definisi kedua
digolongkan kepada definisi genetik yaltu definisi yang menyebutkan bagaimana
konsep itu terbentuk atau terjadi. Jenis definisi ketiga adalah definisi dengan rumus.
Misainiya, n! = n(n-1)!
c. Operasi
Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan
matematika yang lain. Sebagai contoh, penjumlahan, perkalian, gabungan,
irisan. Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam
matematika adalah suatu fungsi yaltu relasi khuSuS, karena operasi adalah aturan
untuk memperoleh elemen tunggal dan satu atau lebih elemen yang diketahui.
Semesta dan elemen-elemen yang diketahui maupun elemen yang diperoleh dapat
sama tetapt dapat Juga berbeda. Elemen tunggal yang diperoleh disebut hasil
operaSi, sedangkan satu atau lebih elemen yang diketahUl disebut elemen yang
8

dioperaSikan. Dalam matematika dikenal macam-macam operas yaitu operaSi


uner, operasi biner, operasi temer dan sebagalnva tergantung dan banyaknya
elemen yang dioperaSikan. penjumlahan adalah operaSi biner karena elemen yang
dioperasikan ada dua. Tetapi akar lima adalah operasi uner karena elemen yang
dioperasikan hanya satu. dalam himpunan dikenal operasi gabungan adalah
operasi biner tetapi komPlemen adalah operasi uner. seringkali

operasi juga

disebut skIll bila yang ditekankan adalah keterampilan.


d. Prinsip
PrinsiP adalah objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat terdiri atas
beberaPa fakta, beberaPa konseP yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun
operasi.Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan
antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema,
sifat dan sebaganYa.
2. Matematma BertUmPu pada Kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang sangat mendasar adalah aksloma dan konsep primitif. Aksioma
diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam, pembuktian. Sedangkan
konsep primitif diperlukan untuk menghinda berputar-PUtar dalam pendefinisian.
Aksioma juga disebut sebagai postulat ataupun pemyataan pangkal. Sedangkan
konsep primitif yang juga disebut sebagai undefined term ataupun pengertian
pangkal tidak perlu didefinisikan. Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem
aksioma, yang selanjutnja dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma
tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dan satu atau lebih konsep primitif dapat
dibentuk konsep baru melalu pendefinisian.

3. Matematika Berpola Pikir Deduktif


Dalam matematika sebagai ilmu hanya diterima pola berpikir deduktif. Pola
pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal
yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.
Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga
dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederana. sebagai contoh seorang siswa sd
sudah mengerti makna konsep persegi yang diajarkan gurunya. suatu hari siswa
tersebut melihat berbagai bentuk pigura yang terdadapat dalam suatu pameran
lukisan. Saat itu dia dapat menunjukkan pigura yang berbentuk persegi dan yang
bukan persegi. Ini berarti bahwa siswa tersebut telah menerapkan pemahaman
umum tentang persegi ke dalam situasi khusus tentang pigura-pigura tersebut. Jadi
siswa itu pada waktu menunjuk pigura sebagai persegi telah menggunakan pola pikir
deduktif yang tergolong sederhana. Banyak teorema dalam matematika yang
ditemukan melalui pengamatan-pengamatan khusus, misalnya Teorema Phytagoras.
Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam suatu struktur matematika
tertentu maka teorema yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif antara
lain dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang diterima sebagai
benar.
4. Matematika Memiliki Simbol yang Kosong dan Arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik
berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika
dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa
persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dan sebagainya. Hurufhuruf yang dipergunakan dalam model persamaan, misalnya x + y z belum tentu
bermakna atau berarti bhlangan. Demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi

10

tambah untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dan
permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf
dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dan anti, terserah kepada yang akan
memanfaatkan model itu. Kosong arti simbol maupun tanda dalam model-model
matematika itu justru memungkinkan intervensi matematika ke dalam berbagai
pengetahuan.
5.. Matematika Memperhatikan SemeSta Pembicaraan
Sehubungan dengan uraian tentang kosong anti simbol-Simbol dan tandatanda dalam matematika di atas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam
menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakal.
Bila lingkup pembicaraan blangarl, maka simbOIsimbol diartikan bilangan. Bila
lingkup

pembicaraan

transformaSi.

LingkuP

transformasi
pembicaraan

maka
itulah

simbolsimbol
yang

itu

disebut

diartikan
dengan

suatu

semesta

pembicaraan. Benar atau salah ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model
matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraan. Dalam semesta
pernbicaraan blangan bulat, terdapat 2x = 5 Adakah penyelesaiamya kalau
diselesaikan seperti biasa tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh hasil X =
2,5. Tetapi kalau sudah ditentukan bahwa semesta pembicaraannya bilangan bulat
maka jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jad
jawaban yang sesuai dengan semestanya adalah tdak ada jawabannya atau
penyelesaiannya tidak ada. Sering juga dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya
adalah himpunan kosong. Dalam semesta pembicaraan vektor di bidang datar,
terdapat model x + b = c. Disin jelas bahwa huruf-huruf yang digunakan itu tidak
dartikan bilangan, tetapi harus diartika vektor. Sehingga untuk menentukan
penyelesaiannya diperlukan cara yang berbeda dengan bilangan. Cara yang
digunakan adalah dengan menggunaka gambar sebuah segitiga.
11

6. Matematika Konsisten dalam Sistem


Dalam matematika terdapat banyak Sistem. Ada sistem yang mempunyai
kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu
sama lain. Misal dikenal Sistem-sistem aijabar sistem-sistem geometri. Sistem
aijabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi
di dalam Sistem aijabar sendin terdapat beberapa sistem yang lebih kecil yang
terkait satu sama lain. Demikjan juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa
sistem yang kecil yang berkaitan satu sama lain. Dalam aljabar terdapat sistem
aksiorna dad group, sistem aksioma dan ring, dan sebagajnya Masing-masg sistem
aksioma itu memiliki keterkaitan tertentu. Demikian juga dalam sistem geometri
terdapat sistem geometri netral, sistem geomerj Euclides, dan SiStem geometri nonEuclides. Sistem geometri itu memiliki kaitan tertentu juga. Di kdalam masingmaSing
sistem dan strukturnya itu berlaku dan struktumya tersebut tidak boleh terdapat
kontradiksi. Suatu teorema ketaatan atau konsistensi ini juga dikatakan bahwa dalam
Setiap
ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai
kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakat bahwa a + b = x dan x + y = p
maka a + b + y harus sama dengan p
Tetapi antara sistem atau struktur yang satu dengan sistem atau struktur yang
lain tidak mustahil terdapat pernyataan yang intensinya saling kontradiksi. Sebagai
akibat dan adanya sistem geometri Euclides dan sistem geometrl non-Euclides
dijumpai dua pernyataan yang kontradiktif. Teorema Jumlah besar SudUt-sudut
sebuah segitiga adalah seratus delapan puluh derajat dalam sistem geometri
Euclides. Sedangkan teorema jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga Iebih dan
seratus delapan puluh derajat dalam sistem geometri non-Euclides. Kedua teorema
12

itu benar dalam masing-masing sistem dan struktumya. mi berartl kalau teorma
jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga adalah seratus delapan puluh derajat
dimasukkan dalam sistem geometri non-Euclides akan menimbulkan kontradiksi.
Demikian pula halnya teorema Jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga adalah
seratus delapan puluh derajat dimasukkan dalam sistem geometri Eudide. Hal-hal
semacam itulah yang tidak dibenarkan terdapat dalam matematika.
C. Matematika sebagai suatu Struktur
Matematika dapat pula dipandang sebagai suatu struktur dan hubunganhubungan yang mengaitkan simbol-simbol. Pandangan ini bertolak dan pemikiran
dasar tentang bagaimana matematika itu disusun atau dibentuk dan apa yang
disusun. Matematka terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses dan penalaran (Ruseffendl, 1980). Simbol atau notasi dalam
matematika mempunyali peranan yang sangat penting. Adanya simbol-simbol,
komunikasi dan ide-ide dalam matematika dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Namun penlu disadari bahwa adanya simbol-simbol dalam matematika menjadi
matematika suatu hal yang abstrak, karena simbol matematika pada hakekatnya
merupakan abstraksi dan idealisasi dan ide-ide, benda-benda, dan hubunganhubungan. Dengan demikian tentunya matematika berkenaan dengan objek yang
abstrak yang merupakan hasil abstraksl dan idealisasi dan ide-ide, benda-benda dan
oleh karenanya untuk dapat memahami matematika sangat diperhikan kemampuan
berpikir abstrak. Simbol-Simbol dalam matematika sangat membantu memanipulasi
aturanl aturan atau rumus-rumus yang berlaku dalam struktur. Aturan-aturan atau
rumus-rumus dalam matematika merupakan wujud dan keterkaltan simbol simbol.
Terbentuknya suatu konsep baru dalam matematika melalui serangkaian
proses berikut, adanya simbol-Simbol dalam matematika dapat dilakukan simbolisasi

13

dan ide-ide, adanya simboilsasi dapatkan fasilitas komunikasi dan dan komunikasi
diperoeh informasi-informasi, selanjutnya dari informasi-informasi tersebut dapat
dibentuk konsep-konsep baru. Produk akhir dan pembentukan konsep yang
dem,kiarl ternyata menghasilka matematika sebuah itmu yang tersusun secara
hirarkhis, logis dan sistematis dan konsep yang sederhana sampai pada konsep
yang kompleks. Oleh karenanya pemahaman tentang keterkaitan antar simbolsimbol menjadi suatu kemampuan yang mendasar, yang harus dimiliki untuk
memahami matematika. Selain keterkaitan antar simbol-simbol, tentunya yang Iebih
penting dan lebih mendasar adalah pemahaman mengenai simbol itu dan apa yang
disimbolisasikan oleh simbol itu. Sebenamya disinilah kemampuan abstraksi
seseorang pada awalnya berperan dalam memahami matematika. Dalam prosesnya,
ide yang termuat dalam suatu simbol harus dicerna atau dipahami lebih ciahulu
sebelum ide tersebut disimbolkan sehingga penggunaan simbol tidak mengalami
kekeliruian.

Kekeliruai

penggunaan

simbol

dalam

maternatika

sangat

membahayakan karena kekeliruan dalam penggunaan simbol akan mengakibatkan


kekeliruan dalam memanipulasi simbol-simbol selanjutnya akan mengakibatkan
kekeilruarn dalam memanipulasi aturan-aturan atau rumus-rumus pada tahap-tahap
berikutnya. Oleh karenanya kemampuan prasyarat sangat menentukan dalarn
memahami konsep-konsep yang Iebih kompleks.
D. Matematika sebagai suatu Kumpulan Sistem
Matematika

seningkali

dipandang

sebagai

suatu

kumpulan

sistem

matematika. Pandangan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa matematika merupakan


seketompok dan bagian-bagian, artinya matematika dapat dibagib agi. OIeh karena
itu, kita sering mendengar istilah sistem matematika, bidang matematika dan rumpun
matematika. Ketiga pengertian it mengandung pengertian yang sama. Sistem atau
bidang atau rumpun matematika memuat cabang-cabang matematika. Sebagai
14

kumpulan sistem, matematika dibagi menjacli lima bidang, yattu aritmetika, geometri,
aijabar, analisis, dan dasar matematika (Tambunan, 1987). Dalam pengertian ini
aritmetika adalah teori bilangan dan dasar matematika memuat dasar-dasar logika
dan oleh para ahli matematika dasar-dasar logika inilah yang berperari sebagai tali
pengikat bidang yang satu dengan bidang yang lain. Dan setiap bidang tersebut
mempunyai struktur sistem masing-masing, yang masingnmasing struktur bagian
dan suatu bidang yang disebut sebagai cabangmcabang matematika. Sejalan
dengan perkembangan matematika muncullah cabang-cabang baru, misainya
topologi bidang geometri. Dengan demikian matematika dapat digambarkan sebagai
pohoh dengan semua cabang cabangnya, dan dasar-dasar logika sebagai akarya.
Walaupun dalam matematika terdapat banyak cabang tetapi tetap memiliki sifat yang
sama yaltu bersistem deduktif, bersifat konsisten dalam arti bebas dan kontradiksi di
dalamnya.
E. Matematika sebagai suatu Sistem Deduktif
Sebagai suatu sistem deduktif, matematika memuat sekumpulan unsur atau relasi
yang tidak didefinisikan yang disebut pengertian pangkal atau pengertian primitif atau
definisi dasar, memuat sekumpulan definisi, memuat sekumpulan asumsi atau aksioma atau
postulat serta memuat sekumpulan teorema atau dalil. Dalam geometri misatnya, titik
sebagal unsur yang ticiak didefinisikan dan keantaraan sebagal relasi yang tidak
didefinisikan Dalam teori himpunan elemen merupakan unsur yang tidak didefinslkan dan
keantaraan sebagai relasi yang tidak didefinisikan. Pengertian pangkal tersebut digunakan
sebagal dasar komunikasi dalam mendefIriS1kan unsuru nsur yang lain. Dengan definisidefiniSi memungklnkan untuk memberikan nama atau penjelasan mengenal unsur-unSur
lain sehubungan dengan pengertian pangkal yang bertaku dalam suatu bidang yang sesuai.
Mlsalnya, adanya pengertian pangkal dalam geometri dapat didefiniSikan unsur-unsur lain
dalam geometri.

15

Dalam matematika terdapat pernyataan-pernyataan yang menunjukkan relasi-relasi dasar


antara unsur-unsur pokok yang dapat diterima kebenarannya tanpa bukti yang selanjutnya
disebut asumsi dasar atau aksioma atau postulat. Aksioma aksioma dalam matematika
memiliki sifat konsisten dalam arti tidak terdapat pertentangan di dalamnya dan bebas syarat
artinya harus hanya ada satu representast dan jika terdapat dua maka keduanya harus
isomorfic.

Dengan berlandaskan pengertian pangkal, definisi-definisi dan aksioma-aksioma


diturunkan atau dikembangkan teorema-teorema dengan menggunakan proses penalaran yang
logis, sistematis, konsisten, kritis dan disiplin yang diikuti secar ketat. Dengan demikian
suatu teorema dan himpunan pengertian pangkal, definisi atau aksioma seperti dikemukakan
di atas disebut deduksi. Teorema-teorema dalam matematika juga harus bersifat konsisten dan
bebas syarat. Oleh karena proses penurunan teorema-teoremanya dilakukan secara deduksi
dengan landasan dasar pengertian pangkal, definisi-definisi dan aksioma-aksioma yang
bersifat konsisten dan bebas syarat seperti di atas maka matematika mempunyai struktur yang
kokoh dalam arti tidak mudah diombang-ambingkan oleh pemikiran lain, mempunyai
struktur

yang sistematis dan konsisten. Karena proses penurunan setiap teoremanya

dilakukan secara deduktif maka, matematika sering disebut sebgai ilmu deduktif.
F. Matematika sebagai Ratu Ilmu
Matematika sering kali dipandang pula sebagai bahasa atau alat yang akurat untuk
menyelesaikan masalah-masalah social, ekonomi, fisika, kimia, biologis dan teknik. Sebagi
bahasa atau alat, matematika melayani ilmu-ilmu lain, peran inilah yang digunakan sebagai
alasan orang menyebut matematika dengan julukan queen of science (ratu ilmu). Bagaimana
orang memerankan atau menggunakan matematika pada ilmu-ilmu lain sebenarnya sangat
tergantung pada kemampuan orang yang menggunakannya.
Terhadap perkembangan matematika sendiri, peran ini memberikan dampak yang
cukup baik. Oleh karena perkembangna ilmu-ilmu lain

dan tekhnologi mendorong

perkembangan metematika itu sendiri dan sebaliknya adanya matematika beserta


perkembangan mendorong perkembangan ilmu-ilmu lain dan teknologi. Hanya saja
perkembangan matematika tidak sepenuhnya tergantung pada perkembangan ilmu lain
maupun teknologi.

16

Matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah di luar matematika atau


masalah nyata, mula-mula dilakukan dengan menerjemahkan permasalahan itu ke dalam
masalah matematika. Masalah matematika hasil terjemahan dari masalah nyata ini disebut
model matematika. Setelah model terbentuk masalah itu tidak lagi merupakan masalah
matematika ini diselesaikan secara matematika dengan menggunakan aturan-aturan yang
berlaku dalam matematika. Setelah masalah matematika tersebut diselesaikan, kemudian
hasil akhir dari penyelesaian tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bidang permasalahan
semula. Dengan demikian dalam menyelesaikan masalah di luar matematika diperlukan tiga
tahapan, yaitu tahap pembentukan model, tahap penanganan model, dan penerjemahan hasil.
Pada tahap pembentukan model, model dirumuskan melalui pembuatan asumsi
dengan melakukan penghampiran dan pengidealan yang didasarkan pada eksperimen dan
penganmatan serta hokum-hukum yang berlaku pada bidang permasalahan semula, rumusan
yang diperoleh disajikan dengan menggunakan istilah dan pengertian dalam matematika yang
diwujudkan dengan symbol, mulai yang berbentuk tersebut harus diusahakan berupa model
yang dapat ditanggulangi. Pada tahap penanganan model, dilakukan penganalisaan terhadap
model yang murni merupakan pekerjaan matematika dalam matematika. Pada tahap
penerjemahan hasil hanyalah merupakan pekerjaan membahasakan kembali symbol
matematika hasil pada tahap kedua ke dalam bahasa permasalahan semula.
Matematika sebagai alat lebih banyak berperan dalam tahap penanganan model.
Proses tersebut menperhatikan adanya unsur penerjemahan bahasa dari bahasa ilmu dimana
permasalahan semula berada ke bahasa matematika dan sebaliknya. Dalam proses ini
melibatkan besaran-besaran dan hokum-hukum yang berlaku dalam bidang permasalahan
semula. Sebagai contoh, jika permasalahan semua bidang biologi maka besaran-besaran dari
hukum yang terlibat adalah besaran-besaran darn hukum-hukum biologi, dan sebagainya.
Besaran-besaran yang muncul dapat diklasifikasikan ke dalam besaran tetap disebut
konstanta dan besaran-besaran yang berubah-ubah disebut variabel. Besaran yang berubahubah ini dibedakan menjadi besaran yang berubah secara bebas disebut variabel bebas dan
besaran yang berubah hanya jika variabel lain berubah yang disebut variabel tidak bebas.
Penerjemahan dari masalah di luar matematika ke dalam masalah matematika menghasilkan
keterkaitan antar simbol-simbol yang mewakili variabel-variabel. Masalah terakhir ini
merupakan masalah matematika dalam matematika.

17

Dari sudut dapat dimanfaatkan atau tidaknya matematika dalam ilmu lain atau
teknologi sering orang menggolongkan matematika atas dua golongan yaitu golongan
matematika terapan dan golongan matematika murni. Secara sederhana matematika terapan
adalah matematika yang tidak dapat digunakan di luar matematika. Namun sejauh mana
orang mampu menggunakan matematika atas kedua golongan di atas sangatlah relatif.

BAB 3

HAKEKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A. Pengertian Pembelajaran Matematika


18

Padanan istilah pembelajaran adalah istilah instruction. Istilah instruction merujuk


pada proses pengajaran berpusat pada tujuan yang dalam banyak hal dapat direncanakan
sebelumnya (Romiszowski, 1981). Oleh sebab itu istilah instruction sering diartikan
sebagai proses pembelajaran yaitu proses membuat siswa melakukan proses belajar sesuai
dengan rancangan. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2003). Secara umum Gagne dan Briggs yang
dikutip Gredler (1991) melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang bertujuan untuk
membantu orang belajar. Secara lebih rind Gagne yang dikutip Gredler (1991)
mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang
untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang bersifat internal. Pengertian
hamper sama dikemukakan Corey yang dikutip Miarso, dkk (1977) bahwa pembelajaran
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon
terhadap situasi tertentu.
Dari pengertian pembelajaran di atas menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada
kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada
hakekatnya pembelajaran metematika adalah proses yang sengaja dirancanh dengan tujuan
untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar
matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang pada siswa untuk berusaha
dan mencari pengalaman tentang matematika.
Pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan
untuk menciptakan suasana lingkungan kelas atau sekolah yang memungkinkan kegiatan
siswa belajar matematika sekolah. Unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru
sebagai salah satu perancang proses, proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan
belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah
satu mata pelajaran.
Konsepsi pembelajaran matematika yang dikemukakan Demunth (1976) dan Maier
(1985) yang dikutip Ismail (1988) dapat dibeda-bedakan tetapi dalam pelaksanaan dapat
dikombinasikan antar antar satu dengan yang lain. Konsepsi pertama, pembelajaran
matematika berorientasi pada dunia sekeliling. Konsepsi ketiga, pembelajaran matematika

19

sebagai sistem dengan melatih siswa untuk menemukan sesuatu secara mandiri. Konsepsi
keempat, pembelajaran matematika berorientasi pada matematika sebagai alat.
Guru dan siswa sebagai suatu unsur manusia yang tentunya memuat begitu banyak
unsur-unsur manusiawi (kemampuan, ketermapilan, filsafat hidup, motivasi, dan lain-lain)
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Materi matematika sekolah satu dengan yang lain
juga mempunyai ciri-ciri berbeda. Adanya perbedaan tersebut, pembelajaran matematika
memerlukan siasat, pendekatan, metode, dan teknik yang bermacam-macam. Demikian
banyak variabel yang terlibat dalam pembelajaran matematika sekolah sulit diidentifikasi,
berdampak pada proses pembelajaran matematika yang dirancang guru yang dalam
pelaksanaan dikelas melibatkan banyak siswa berbeda untuka suatu topik bahkan untuk setiap
bagian topiknya. Variabel tersebut juga saling terkait, namun bagaimana keterkaitan antara
variabel tersebut biasanya sangat sulit dijelasakan. Dengan demikian jelaslah bahwa
pembelajaran matematika suatu sekolah merupakan suatu proses yang sangat kompleks.
B. Matematika Sekolah
Matematika sekolah sebagai salah satu unsur dalam pembelajaran matematika
diseoklah dipandang sebagai salah satu mata pelajaran. Kedudukan mata pelajaran
matematika di sekolah demikian penting. Matematika yang diberikan di jenjang pendidikan
dasar dan menengah disebut matematika sekolah. Matematika sekolah adalah unsur-unsur
atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada
kepentingan pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini
menunjukkan bahwa matematika sekolah tidak sepenuhnya sama dengan matematiika
sebagai ilmu. Dikatakan tidak sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam
penyajian, pola pikir, keterbatasan dan tingkat kebstrakan.
1. Penyajian Matematika Sekolah
Buku matematika yang tidak untuk jenjang persekolahan dan sudah memuat cabangcabang matematika tertentu, biasanya sudah lansung memuat definisa kemudian teorema atau
bahkan diawali dengan aksioma. Matematika sekolah tidak demikian. Penyajian atau
pengungkapan materi matematika yang akan disampaikan disesuaikan dengan perkiraan
perkembangan intelektual siswa. Mungkin dengan mengaitkan bahan ajar matematika itu
sendiri. Jadi penyajian matematika sekolah seringkali tidak langsung berupa bahan ajar

20

matematika informal yang biasanya diterapkan di jenjang Taman Kanak-Kanak dengan


bentuk permainan ataupun nyanyian.
2. Pola Pikir Matematika Sekolah
Pola pikir matematika sabagai ilmu adalah deduktif. Sifat atau teorema yang ditemukan
secara deduktif atau empirik harus kemudian dibuktikan kebenarannya dengan langkahlangkah deduktif sesuai dengan strukturnya. Dalam matematika tidaklah demikian. Meskipun
siswa pada akhirnya tetap diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses
pembelajaran dapat digunakan pola pikir indutif. Pola pikir indutif yang didunakan
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
3. Keterbatasan Semesta
Sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen matematika untuk matematika sekolah
dengan memperhatikan aspek pendidikan, dapat terjadi penyederhanaan dari konsep
matematika yang kompleks. Pengertian semesta pembicaraan tetap diperlukan, namun
mungkin sekali lbih dipersempit. Selanjutnya semakin meningkat usia siswa, yang berarti
meningkat juga tahap perkembangannnya maka semesta itu berangsur diperluas lagi.
4. Tingkat Keabstrakan Matematika Sekolah
Objek matematika adalah abstrak. Sifat objek abstrak matematika tersebut tetap ada pada
matematika. Hal itu merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru matematika
membelajarkan siswa dalam dalalm matematika sekolah. Seorang guru matematika harus
berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari objek matematika itu sehingga memudahkan
siswa menangkap mata pelajaran matematika di sekolah. Dengan kata lain seorang guru
matematika, sesuai dengan perkembangan penalaran siswa, harus mengusahakan agar fakta,
konsep, operasi ataupun prinsip dalam matematika itu terlihat konkret. Di jenjang sekolah
dasar, sifat konkret objek matematika itu diusahakan lebih banyak atau lebih besar dari pada
di jenjang sekolah yang lebih tinggi. Jadi pembelajaran tetap diarahkan kepada pencapain
kemampuan berpikir abstrak pada siswa.
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan
peenyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecah masalah melalui pola pikir
dan alat matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik dan diagram
dalam menjelaskan gagasan. Pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih dan
menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten, serta
mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.
Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar
matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah (1) menunjukkan pemahaman
konsep

matematika

yang

dipelajari,

menjelaskan

keterkaitan

antar

konsep
21

danmengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam
pemecahan masalah, (2) memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah, (3) menggunakan
penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (4)
menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat membuat (merumuskan), menafsirkan
dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, dan (5) memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Kemampuan matematika yang dipilih dalam standar kompetensi mata pelajaran sekolah
dasar dan madrasah ibtidaiyah dirancang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa
dengan memperhatikan perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang ini. Untuk
mencapai kompetisi tersebut dipilih materi-materi matematika dengan memperhatikan
struktur keilmuan, tingkat kedalaman materi, serta sifat esensial bahan ajar dan
keterpakaiannya dalam kehidupan sehari-hari. Secar rinci, standar kompetensi mata pelajaran
matematika sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah tercantum pada Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Kurikulum 2004.
C. Proses Pembelajaran Matematika
Proses pembelajaran secara umum dapat dipandang sebagai suatu sistem gambar
dibawah ini.
INSTRUMENTAL

Proses
MASUKAN

Pembelajaran

KELUARAN

LINGKUNGAN

Pada gambar di atas terlihat bahwa proses pembelajaran dipengaruhi tiga komponen
utama, yaitu masukan (siswa), lingkungan, dan instrumental (guru, kurikulum, bahan ajar,
model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan sebagainya).

22

1. Siswa
Siswa sebagai subjek yang menjadi sasaranpembelajaran matematika.
Karena itu keberhasilan siswa mengikuti proses pembelajaran matematika
mungkin datang dari diri siswa itu sendiri. Bahkan siswa dijadikan sebagai
kambing hitam ketidakberhasilan dalam berbagai ujian. Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan siswa mempelajari matematika yang berasa!
dari dalarn diri siswa sendiri meliputi dua aspek yaitu aspek fisiologis dan
aspek psikologis (Syah, 1995).
Kondisi umum jasmani dapat mempengaruhi semangat dan intensitas
siswa dalarn mengikuti pembelajaran matematika. Misalnya, kondisi organ
tubuh yang lemah, apaiagi jika disertai sakit kepala, dapat menurunkan
kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga bahan ajar matematika yang
dipelajari siswa itu pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ khusus
siswa

seperti

penglihatan,
mengikuti

tingkat

juga
proses

kesehatan

dan

indera

sangat mempengaruhi kemampuan siswa

dalam

pembelajaran

indera

pendengaran

maternatika.

Untuk

rnengatasi

kernungkinan timbulnya masalah mata dan telinga siswa adalah denigan


menempatkan mereka di deretan bangku terdepan secara bijksana
Aspek psikologis siswa yang turut mempengaruhi proses pembelajaran
matematika antara lain adialah tingkat kecerdasan, sikap, bakat, miriat,
dan motivasi belajar n-iatematika siswa (Syah, 1995). Tingkat kecerdasan
siswa sangat rnenentukan tingkat keberhasilan belajar siswa mempelajari
matematika. Sikao siswa terhadap matematika dapat berupa sikap positif
dan negatif. Siswa .yang memiliki sikap positif terhadap matematika
merupakan

pertanda

awal

yang

baik

bagi

proses

pembelajaran

matematika. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap matematika dapat


menimbulkn kesulitan belajar siswa mempelajari matematika. Bakat
diartikan sebagai kemampuan siswa untuk melakukan tugas tertentu
tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Syah,
1995). Misalnya, seorang siswa yang berbakat dalam matematika akan
jauh lebih mudah menyerap informasi pengetahuan dan keterampilan
yang berhubungan dengan matematika dibandingkan dengan siswa
23

tainnya. Secara sederhana, minat belajar matematika siswa berarti


kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap matematika. Minat dipengaruhi oleh pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan (Reber 1988). Misalnya, seorang
siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan
perhatiannya lebih banyak daripada Siswa lainnya. Kemudian karena
pemusatan perhatian yang intensif terhadap bahan ajar matematika itulah
yang memungkjn siswa tersebut untuk belajar lebih giat, dan akhimya
mencapa, prestasi, belajar matematika yang diinginkan. Motivasi belajar
matematika siswa dapat dibedakan menjacli dua macam yaitu motivasi
instrins,k dan motivas, ekstrjnsjk Motivasi, instrinsik adalah motivasi yang
timbul dan dalam diri siswa itu sendiri. Misalnya, siswa mengerjakan tugas
matematika karena memang ia berminat untuk menclalami matematika.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena ada stimulus dan
luar. Misalnya, siswa mengerjakan tugas matematika untuk mendapatkan
rnlai baik dalam matematika

2. Lingkungan
Komponen lain yang tidak mungkin lepas sama sekali pengaruhnya
terhadap

pembelajaran

matematika

adalah

lingkungan.

Komponen

lingkungan mi adalah lingkungari fisik maupun nori-fis;k yang berada di


sekitar sekolah. Sekolah yang berlokasi dalam hngkungan pedesaan
mungkin memerlukan penangann yang berbeda dengan sekolah yang
berlokasi berada dalam Iingkungan perkotaan, meski tidak dalam semua
hal harus berbeda. Perbedaan itu mungkin dalam bentuk fisik dalam arti
sarana dan prasarana, tetapi mungkin juga perbedaan itu dalam bentuk
non-fisik dalam arti wawasan ataupunkebutuhan masyarakatnya atas
keberadaan sekolah tersebut.
Tuntutan yang datang dan Iingkungan tersebut akan berpengaruh
atau memang malah perfu dimanfaatkan dalam proses pembelajaran
matematika. Bahan atau kenyataan yang diangkat dan Iingkungan untuk
24

kepentingan pembelajaran matematika itulah yang dewasa ni banyak


dikaji

atau

diteliti

di

beberapa

negara,

meski

disaclari

tentang

keabstrakan objek matematika. Pembelajaran matematika yang dibangun


bertumpu atas bahan atau kenyataan yang diangkat dan lingkungan
itulah yang dewasa mi disebut dengan matematika realistik atau
matematika kontekstual. Usaha tersebut tidak dengan sendirinya akan
menghapuS semua sumber kesulitan belajar matematika siswa. Namun
demikian dapat juga dipandang sebagai upaya untuk memperlancar
pemahaman siswa dalam belajar matematika.
3. Bahan Ajar Matematika
Untuk bahan ajar matematika, perlu disadari benar bahwa terdapat
dua bagian penting yang harus terlebih dahulu dipahami benar. Bagian
pertama adalah matematika sebagai ilmu dan bagian kedua adalah
matematika

sekolah. Matematika sebagai

ilmu memiliki karakteristik

adalah objek kajian matematika adalah abstrak, matematika bertumpu


pada kesepakatan, matematika memiliki pola pikir deduktif, matematika
memiliki simbol kosong arti, dan matematika dijiwai oleh kebenaran yang
konsisten.
Meskipun pada dasamya tidak dapat dilepaskan dari karakteristik
matematika itu sendiri sebagai ilmu, namu perlu disesuaikan dengan
perkembangan inteiektual siswa di masing -masing jenjang pendidikan itu.
Sifat deduktif tetap diperlukan tetapi dalam pembelajaran matematika
dimungkinkan pola pikir induktif untuk mempermudah siswa belajar.
Upaya mempermudah siswa menerima bahan ajar matematika dapat
dilakukan

dengan

berbagai

cara,

namun

umumnya

dengan

menyederhanakan bahasa yang digunakan serta mempersempit semesta


pembicaraan. Hal itu antara lain dapat dilihat dari batas-batas bilangan
yang diberikan kelas Sekolah Dasar.
Aspek lain dari matematika sekolah yang perlu juga mendapat
perhatian adalah tujuan pembelajaran matematika. Sejalan dengan
kecenderungan intemasional tujuan pembelajaran matematika dapat
25

digolongkan menjadi dua bagaian. Bagian pertama, tujuan pembelajaran


matematika bersifat formal dan bagian kedua, tujuan pembelajarai
matematika bersifat material. Tujuan pembelajaran matematika bersifat
formal

menitikberatkan

kepada

penataan

nalar

dan

pembentukan

kepribadian siswa. Tujuan pembelajaran matematika bersifat material


menitikberatkan kepada kemampuan dan keterampilan memecahkan
masalah matematika atau dengan matematika. Dalam mengarahkan
pembelajaran

matematika

sehingga

dapat

rnencapai

tujuan-tujuan

tersebut sangat mungkia memunculkan kesulitan belajar matematika.


Langkah yang perlu diambil adalah membuat rancangan pembelajaran
secara

hati-hati.

pembelajaran

Sehubungan

khusus

perlu

dengan

hal

dikembangkan

tersebut,
sehingga

maka
tidak

tujuan
sekedar

mengarah kepada aspek kognitif tetapi juga perlu terarah kepada aspek
afektif dan psikomotor.
Matematika yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol
itu tersusun secara hirarkis dengan penalaran deduktif sehingga belajar
matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi. Mempelajari
konsep B yang mendasarkan kepada konsep A, seorang siswa perlu
memahami lebih dulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak
mungkin siswa itu memahami konsep B. Ini berarti bahwa mempelajari
matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada
pengalaman belajar yang lalu.
Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol
maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum
simbolsimbol itu. Seorang siswa lebih mudah mempelajari sesuatu bila
belajar itu didasari kepada ape yang telah diketahui siswa itu. Karena itu
untuk mempelajari suatu bahan ajar matematika yang bare, pengalaman
belajar yang lalu dari seorang siswa itu akan mempengaruhi terjadinya
proses belajar bahan ajar matemaitka tersebut.
Karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang
terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar matematika.
26

Ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bile
belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu. Di dalam proses belajar
matematika, terjadi juga proses berpikir, sebab seorang siswa dikatakan
berpikir bile siswa itu melakukan kegiatan mental dan siswa yang belajar
matematika mesti melakukan kegiatan mental. Dalam berpikir itu, siswa
itu menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang
telah direkarn di dalam pikiran siswa itu sebagai pengertian-pengertian.
Dar; pengertian tersebut berbentuklah pendapat yang pada akhimya
ditariklah kesimpulan. Kemampuan berpikir seorang siswa itu dipengaruhi
oleh intelegensinya. Dengan demikian terlihat adanya kaitan antara
intelegensi dengan proses belajar matematika.
4. Guru Matematika
Guru matematika berperan dalam usaha membelajarkan siswa
sedemikian sehingga proses pembelajaran matematika dapat berlangsung
efektif. Oleh karena itu, lebih balk guru matematika yang kompeten
dengan kurikulum jelek daripada guru matematika yang tidak kompeten
dengan kurikulum baik (Hudojo, 1979). Kornpetensi profesionalisme guru,
yang harus dimiliki oleh guru matematika adalah kompetensi pribadi,
kornpetensi kemasyarakatan, dan kompetensi, proprofesi (Depdikbud
1997). Kompetensi pribadi meliputi kemampuan seorang guru matematika
untuk dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat yang dapat diteladani oleh siswa dan anggota
masyarakat pada urnumnya serta mampu untuk menilai diri sendiri.
Kompetensi
menempatkan

kemasyarakatan
diri

sebagai

merupakan
anggota

kemampuan

masyarakat

dan

untuk
dapat

mengembangkan hubungan yang baik dan harmonis serta mampu


mewujudkan kenjasama dengan semua pihak yang ikut bertanggung
jawab terhadap proses pendidikan dalam rangka mempersiapkan siswa
menjadi anggota masyarakat yang baik di masa akan datang. Kompetensi
profesi merupakan guru dituntut merniliki kemampuan dasar teknik
edukatif dan administratif sehingga dapat melaksanakan tugas dengan
baik dan akhimya diperoleh hasil pembelajaran siswa yang optimal.
27

Kompetensi prolesional guru yang harus dimiliki oleh guru matematika


yang berspfat psikologis adalah kompetensi kognitif, kompetensi afektit,
dan kompetensi psikomotor (Syah, 1995). Kompetensi, kognitif dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kategori pengetahuan
pendidikan

dan

keguruan,

dan

kategori

pengetahuan

bahan

ajar

matematika. Kompetensi kognitif ini merupakan kompetensi utama yang


wajib dimiliki oleh setlap guru matematika profesional. Dengan kata lain,
penguasaan guru maternatika terhadap bahan ajar matematika harus
dibarengi dengan penguasaan guru matematika terhadap metodologi
pembelajaran
metodologi

matematika.

pembelajaran

Pengetahuan
matematika

yang

antara

berkaitan

lain

adaiah

dengan
hakekat

matematika, hakekat pembelajaran matematika, teori belajar matematika


metode

pembelajaran

matematika,

pendekatan

pembelajarar

matematika, dan model pembelajaran.

28

BAB 4

TEORI BELAJAR MATEMATIKA

Belajar merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga


terjadi perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Kegiatan yang
dimaksud itu dapat diamati dengan adanya interaksi antara individu
dengan Iingkungannya. Di sekolah, perubahan tingkah laku itu ditandai
oleh kernampuari siswa mendemontrasikan pengetahuan dan
keterampilannya. Teori merupakan prinsip umum yang didukung oeh data
dengan maksud untuk rnenjelaskan sekurnpulan fenomena. Dengan
menggunakan teori sebagai dasarnya, kita bentuk hipotesis yang
kemudian kita tes validitasnya dengan melakukan eksperimen. Jadi teori
belajar menyatakan hukum-hukum atau prinsip-prinsip umum yang
melukiskan kondisi terjadi belajar.
Teori belajar ini sangat membantu guru dalam membelajarkan
siswa. Dengan memahami teori belajar, guru akan mernahami proses
belajar. Guru mengerti bagaimana seharusnya memberikan stimulasi
sehingga siswa menyukai belajar. Guru juga dapat memprediksi dengan
baik dan beralasan tentang keberhasitan belajar siswa.

A. Teori Belajar Roberta M. Gagne


Teori yang dikemukakan oleh Gagne tergolong ke dalam psikologi tingkah
laku atau psikologi stimulus respon. Menurut Gagne belajar merupakan
proses yang rnemungkinkan siswa mengubah tingkah iaku secara
permanen, sedemikian hingga perubahan yang sama, tidak akan terjadi
pada keadaan yang baru. Selain itu Gagne mengemukakan kernatangan
tidak diperoleh melalui belajar karena perubahan tingkah laku yang terjadi
merupakan akibat dari pertumbuhan struktur pada din siswa itu sendiri..
1. Objek Belajar Maternatilka
Gagne menggunakan matematika sebagal sarana untuk menyajikan
dan mengaplikasi teori-teorinya tentang belajar. Menurut Gagne objek
belajar matematika terdiri dan objek langsung dan objek tidak langsung.
Objek tak langsung adalah transfer belajar, kemampuan menyelidiki,
kemampuan memecahkan masalah, disiplin prinsip dan apresiasi pada
29

struktur matematika. Objek langsung belajar matematika adalah fakta,


keterampilan, konsep dan prinsip.
a. Fakta
Fakta adalah perjanjian-perjaniian dalam matematika seperti simbolsimbol matematika, kaitan simbol "3" dengan kata "tiga" merupakan
contoh fakta. Contoh lainnya fakta "+" adalah simbol dari operasi
penjumlahan dan sinus adalah nama suatu fungsi khusus dalam
trigonometri.
b. Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar
dan cepat. Misainya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan
perkalian pecahan.
c. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita
mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan,
segitiga, kubus, dan jari-jari merupakan contoh-contoh konsep dalam
matematika.
d. Prinsip
Prinsip merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah
sederetan konsep beserta dengan hubungan di antara konsep-konsep
tersebut. Contoh prinsip adalah dua segitiga sama dan sebangun bila dua
sisi yang seletak dan sudut apitnya konvergen.
2. Taksonomi Gagne
Gagne mengembangkan tujuan belajar yang dikenal dengan
taksonomi Gagne. Menurut Gagne tingkah laku siswa yang sangat
bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat
mengkiasifikasikan tingkah laku ini sedemikian hingga dapat diambil
impfikasinya yang bermanfaat daiam proses belajar. Gagne
mengemukakan bahwa penampilan-penampilan yang dapat diamati
sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut
juga kapabilitas.
Kapasitas merupakan kemampuan yang dimiliki siswa karena is
belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan
ditempatkan pada puncak membentuk suatu piramida. Misainya seorang
30

siswa tidak akan dapat menyelesaikan tugas apabila tidak terlebih dahulu
mengerjakan tugas dan b. Piramida tersebut digambarkan seperti berikut
ini.

Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seorang siswa mesti


menyelesaikan tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b
seorang siswa harus menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f dan g.

Gagne mengemukakan lima macam hash beiajar atau kapabilitas tiga


bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Gagne
membagi hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas yaitu informasi
verbal, keterampilan intelektual, sikap dan keterampilan motorik.
a. Informasi Verbal
Kapabilitas informasi verbal yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan
secara lisap engetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi verbal
diperoteh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini
dapat dikiasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh,
siswa dapat menyebutkan dalil Pythagoras yang berbunyi "pada segitiga
siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan kuadrat sisi-sisi sikusikunya".
b. Keterampilan Intelektual
Kapabititas

keterampilan

intelektual

merupakan

kemampuan

untuk

dapat

membedakan, menguasai konsep, aturan dan memecahkan masalah. Kemampuankemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitasketerampilan intelektual menurut
Gagne dikelompokkan ke dalam delapan tipe belajar yaitu belajar isyarat, belajar stimulus
respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar membedakan, belajar
pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan, belajar pemecahan masalah. Kedelapan
31

tipe belajar terurut dari yang paling sederhana sampai paling kompleks belajar berdasarkan
tingkat kesukaran.
1) Belajar Isyarat
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul
sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon emosional
pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh sikap guru sangat menyenangkan siswa
sehingga siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi pelajaran tersebut.
Contoh lain pada suatu kelas siswa mempalajari geometri, ternyata ada seorang siswa yang
tak dapat mengerjakan soal geometri tersebut dicemoohkan oleh guru. Karena cemoohan
guru tersebut siswa tadi tidak menyenangi pelajaran matematika.
2) Belajar Stimulus Respon
Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda dengan
pada belajar isyarat. Pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati atau disengaja dan
dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghandaki suatu stimulus yang datangnya
dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya otot- otot kamudian diiringi respon yang
dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara stimulus dan respon.
Misalnya siswa menirukan guru menyebutkan persegi setelah gurunya menyebutkan persegi,
siswa mengumpulkan benda persegi setelah diminta olah gurunya.

3) Belajar Rangkaian Gerak


Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan
atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan erat
dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. Sebagai
contoh seorang siswa yang sedang menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan panjang
jari- jari lingkaran diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut siswa tadi melakukan
beberapa langkah terurut yang saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan tersebut terdiri dari
rangkaian stimulus respon, dengan langkah- langkah siswa memegang sebuah jangka,
meletakkan salah satu ujung jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi titik
pusat lingkaran tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi kemudian meletakkan
32

ujung jangka lainnya sesuai dengan oanjang jari- jari, dan memutar jangka tersebut sehingga
menjadi sebuah lingkaran yang dimaksud.
4) Belajar Rangkaian Variabel
Pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, sedangkan pada belajar
rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi belajar rangkaian verbal adalah perbuatan
lisan terurut dari kedua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam
satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang
sama. Contoh ketika mengamati suatu benda terjadilah hubungan stimulus respon yang
pertama, setelah itu diikuti dengan asosiasi stimulus respon yang kedua yang memungkinkan
siswa tersebut menamai benda yang diamati tersebut. Contoh dalam matematika, seorang
siswa mengamati sebuah segiempat tegak yang keempat sisinya sama panjang maka nama
segi tersebut adalah persegi.
5) Belajar Membedakan
Belajar membedakan adalah belajar membadakan hubungan stimulus respon sehingga
bisa memahami bermacam- macam objek fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya,
siswa membutuhkan keterampilan- keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan
suatu objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya.
Terdapat dua macam membedakan yaitu membedakan tunggal dan membedakan jamak.
Contoh membedakan tunggal, siswa dapat menyebutkan segitiga sebagai lingkungan
tertutup saderhana yang terbentuk dari gabungan dari gabungan tiga buah ruas garis. Contoh
membedakan jamak , siswa dapat menyebutksn perbedaan dari dua jenis segitiga
berdasarkan besar sudut dan sisi- sisinya tersebut pada segitiga berdasarkan besar sudut yang
paling besar adalah sudut siku- siku dan sisi terpanjang adalah sisi miringnya, pada segitiga
sama sisi besar sudut- sudutnya sama begitu pula dengan besar sisi- sisinya sama.
6) Belajar Pembentukan Konsep
Belajar pembentukan konsep adalah mengenal sifat bersama dari benda- benda
konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu. Misalnya untuk memehami
konsep persegi panjang siswa mengamati daun pintu rumah (yang bentuknya persegi
33

panjang), papan tulis, bimgkai foto (yang bentuknya persegi panjang), dan sebagainya. Untuk
hal- hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari belajar dari
membedakan. Belajar membedakan menginginkan siswa dapat membedakan objek- objek
berdasarkan karakteristiknya yang berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep
menginginkan agar siswa dapat mengklasifikasikan objek- objek ke dalam kelompokkelompok yang memiliki karakteristik yang sama.
7) Belajar Pembentukan Aturan
Aturan terbentuk berdasarkan konsep- konsep yang sudah dipelijari. Aturan
merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah teorema, dalil dan sifatsifat. Contoh aturan dalam segitiga siku- siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah
kuadrat sisi- sisi siku- sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan siswa
untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih. Sebagai contoh, terdapat sebuah sagtiga
dengan sisi- sisi siku- sikunya berturut- turut mempunyai panjang 3 cm dan 4 cm, guru
meminta untuk menentukan panjang sisi miringnya. Untuk menghitung panjang sisi
miringnya, siswa memerlukan suatu aturan Pythagoras yang berbunyi pada suatu segitiga
siku- siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi- sisi siku- sikunya.
Dengan menggunakan aturan di atas diperolah 3 2 + 42 = 25 = 52. Jadi panjang sisi miring
yang ditanyakan adalah 5 cm.
8) Belajar Memecahkan Masalah
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan
lebih kompleks daripada tipebelajar aturan. Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah,
aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah.
Contoh belajar memecahkan masalah, siswa dihadapkan kepada persamaan kuadrat ax 2 + bx
+ c, a

0. Siswa diminta untuk menurunkan rumus kuadrat. Untuk menurunkan rumus

kuadrat siswa harus menyeleksi keterampilannya untuk membuat ruas kiri menjadi bentuk
kuadrat sempurna sehingga rumusnya. Berikut ini penyelesaian masalah persamaan kuadratik
dengan bentuk umumnya ax2 + bx + c, a

0 . Kita tambahkan c pada kedua ruas

persamaan sehingga diperoleh ax2 + bx = -c kemudian kedua ruas kita bagi dengan a
34

diperoleh x +

bx b2
+
a a
Ruas

c
=- a

kiri

x+

bx
a

kita

c
= - a . Tambahkan dengan

b
a

pada kedua ruas diperoleh x2 +

b2
.
a

faktorkan

dan

b 2 4 ac +b2 b24 ac
=
=
.
2a
4 a2
4 a2

b24 ac
2
. Tambahkan dengan
4a

ruas

kanan

dijumlahkan

sehingga

diperoleh

Akar dari kedua ruas persamaan x+

b
2a =

b
- 2 a pada kedua ruas kemudian kita sederhanakan

b b24 ac
diperoleh x=
.
2a

c. Strategi Belajar
Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta
mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam. Membuat analisis dan sintesis.
Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan
perhatian, belajar, mengingat dan berpikir siswa terarah. Contoh tingkah
laku akibat kapabilitas strategi kognitif, menyusun langkah-langkah
penyelesaian masalah matematika
d. Sikap
Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara
tepat terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.
Respon yang diberikan oleh searang siswa terhadap suatu objek mungkin
positif mungkin pula negatif, tergantung kepada penilaian terhadap objek
yang dimaksud. Sebagai objek yang penting atau tidak. Contoh seorang
siswa memasuki toko buku yang tersedia berbagai macam jenis buku, bila
siswa tersebut memiliki sikap positif terhadap matematika tentunya sikap

35

terhadap matematika yang dimiliki mempengaruhi siswa tersebut dalam


memilih buKu matematika atau buku yang selain buku matematika.
e. Keterampilan Motorik
Untuk mengetahui seorang siswa memiliki kapabilitas motorik kiata
bisa melihatnya dari kecepatan, ketepatan dan keiancaran gerakan otototot dan anggota badan yang diperlihatkan siswa tersebut. Kemam-puan
dalam mendemontrasikan alat-alat peraga matematika merupakan salah
satu contoh tingkah laku kapabilitas ini. Contoh lain yang lebih sederhana
misainya kemampuan menggunakan penggaris, jangka sampai
kemampuan menggunakan alat-alat tadi untuk membagi sama panjang
suatu garis lurus.
B. Teori Belajar Thorndike
Teori beiajar thorndike adalah teori yang dikemukakan Edward L.
Thorndjke (1874 - 1949) pada dasarnya menggunakan stimulus respon.
Teori yang dikemukakan dikenal dengan nama koneksionisme atau
pengaitan. Thorndike berpendapat bahwa belajar pada binatang dan
belajar pada manusia pada dasamya memiliki prinsip yang hampir sama.
Menurut Thorndike bahwa dasar terjadinya belajar adalah pembentukan
hubungan antara stimulus dan respon terdapat beberapa dalil atau hukum
mengakibatkan munculnya stimulus respon, yajtu hukum kesiapan,
hukum
latihan dan hukum sebab akibat
1. Hukum Kesiapan
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang siswa
untuk melakukan sesuatu kegiatan terdapat tiga kemungkinan yang
terjadi berkaitan dengan kesiapan.
a. Seorang siswa memiliki kecenderungan untuk menindak, kemudian
siswa tersebut benar melakukan tindakan, maka tindakannya akan
menimbulkan kepuasan, tindakan-tindakan lain yang tidak dilakukan.

36

a. Seorang siswa memiliki kecenderungan untuk bertindak, tetapi siswa


tersebut tidak metakukan tindakan sehingga pada orang tersebut
timbul rasa tidak puas, dan kemudian siswa tersebut melakukan
tindakantindakan lain untuk menghilangkan rasa tidak puasnya.
b. Seorang siswa tidak memiliki kecenderungan bertindak, siswa tersebut
melakukan tindakan maka pada siswa tersebut akan timbul rasa fidak
puas sehingga is akan melakukan tindakan lain untuk menghilangkan
rasa tidak puas tadi.
Dari teori dikemukakan Therndike mengenai hukum kesiapan di atas
dapat kita simpulkan bahwa seorang siswa akan berhasil dalam belajar
apabila orang tersebut betul-betul telah slap untuk melakukan kegiatan
belajar.
2. Hukum Latihan
Hukum ini menyatakan bahwa prinsip umum dalam belajar adalah
penguiangan. Semakin sering stimulus respon terjadi, maka semakin kuat
hubungan yang terjadi. Kalau pengulangan sering dilakukan maka
hubungan antara stimulus dan respon akan bersifat otomatis. Sebaliknya
semakin jarang hubungan stimulus dan respon dilakukan semakin lemah
pula hubungan yang terjadi.
Bila suatu konsep dalam matematika dipelajari secara berulang
maka konsep tersebut akan lebih mudah untuk dikuasai. Tidak semua
bentuk pengulangan memberi dampak positif. Pengulangan yang memberi
dampak positif. Pengulangan yang memberi dampak positif adalah
pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangan yang tidak
membosankan, dan kegiatan-kegiatan pengulangan disajikan dengan cara
yang menarik.
Menurut Therndike latihan yang bersifat pengulangan akan efektif
apabila guru memberikan ganjaran. Dengan kata lain hubungan antara
stimulus dan respon akan semakin kuat apabila disertakan ganjaran.
Contoh guru matematika memberikan stimulus berupa pertanyaan "Apa
37

yang dimaksud dengan bilangan prima?" Respon siswa yang benar yaitu
is memberikan definisi dari bilangan prima. Agar konsep bilangan prima
lebih melekat pada siswa maka dilakukan pengulangan yaitu dengan
memberikan gambaran dengan memberi beraneka macam bilangan. Dari
bilanganbilangan tersebut siswa diminta, untuk memilih bilangan yang
merupakan bilangan prima.
3. Hukum Akibat
Hukum

akibat

menimbulkan

mengatakan

pengaruh

untuk

bahwa

tindakan

suatu

yang

tindakan

serupa.

akan

Hukum

ini

mengatakan suatu hubungan yang dapat dimodifikasi dibuat antara


stimulus dan respon. Bila hubungan stimulus dan respon diikuti dengan
peristiwa

yang

kekuatannya.
mengiringi

sesuai

hubungan

Sebaliknya

hubungan

yang

seandainya

tadi,

terjadi

peristiwa

kekuatan

hubungan

menjadi
yang

meningkat

tidak

tersebut

sesuai
menjadi

berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa suatu tindakan yang dilakukan


oleh seorang siswa sehingga menyenangkan hati siswa tersebut, tindakan
tersebut cenderung akan diulanginya. Tetapi untuk setiap tindakan yang
menimbulkan rasa tidak tenang, cenderung akan dihindarinya. Bila kita
perhatikan hukum tersebut berkenaan dengan pengaruh dari ganjaran
dan hukuman dalam kegiatan belajar. Contoh datam pembelajaran,
misalnya seorang guru memberikan pujian untuk siswa yang dapat
mengerjakan

seal

matematika

dengan

baik.

Pulian

guru

tersebut

menyebabkan siswa, itu incin mengulangi perbuatan yang serupa dengan


harapan akan mendapat pujian lagi. Sebaliknya bila siswa yang tidak
dapat mengerjakan pekerjaan matematika guru memberi cemoohan maka
cemoohan

guru

tadi

menyebabkan

siswa

menjadi

enggan

untuk

mengerjakan matematika. Jadi dalam hal ini pujian terhadap siswa


merupakan ganjaran seciangkan cemoohan terhadap siswa merupakan
hukuman.
Selain itu Thorndike juga mengernukakan bahwa hukuman pada
siswa dalam pembelajaran tidak terjadi selalu mengakibatkan hubungan
stimulus dan respon menjadi Iemah. Hukuman yang tidak berarti
mengakibatkan yang berlawanan terhadap ganjaran. Sebab pada
38

dasarnya hukuman dikenai pada siswa dengan harapan siswa tidak


membuat kesalahan yang serupa di kemudian hari. Ganjaran menjadi
penguat apabila rasa puas mengiringi respon siswa. Dengan memberi
ganjaran dapat memperlancar belajar dapat mengubah tingkah laku
siswa. Perkataan-perkataan guru seperti "bagus", "tepat", "kamu sangat
teliti", dan ucapan-ucapan semacamnya merupakan contoh-contoh
ganjaran. Ganjaran tersebut merupakan hadiah bagi siswa sehingga
siswa tersebut lebih giat dalam belajar.
Hal lain yang dikemukakan Therndike adalah mengenai konsep
transfer. Istilah yang digunakan oleh Therndike "transfer of training"
yaitu untuk menyelesaikan masalah digunakan hal-hal yang tetah
dimiliki siswa yang sudah dipelajari sebelumnya. Dalam menyelesaikan
suatu masalah terdapat hal-hal dalam masalah tersebut yang berkaitan
atau identik dengan unsurunsur dari pengetahuan yang sudah dimiliki.
Unsur identik tersebut akan saling berhubungan sehingga dapat
memungkinkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Unsur-unsru
yang saling berhubungan itu bergabung menjadi satu ikatan sehingga
membentuk suatu kemampuan. Kemampuan tersebut harus dilatih dan
dikatakan

dengan

kemampuan

lain.

Sebagai

contoh

kemampuan

mengerjakan operasi hitung seperti "penjumiahan", Upengurangan",


"perkalian" dan "pembagian" harus dipelajari secara langsung yatiu
dengan berlatih mengenai operasi tersebut. Untuk memantapkan
kemampuan tersebut dalam ingatan perlu diadakan pengulangan
latihan-latihan yang berkaitan dengan kemampuan tersebut. Dengan
latihan-latihan transfer belajar dapat tercapai.
Dalam pembelajaran adakalanya guru ingin menunjukkan bahwa
yang akan diberikan kepada siswa. Untuk bahan-bahan pelajaran yang
memuat

pertanyaan

verbal

misalnya

dalam

matematika

memuat

sejumlah definisi teorema tersebut dapat diberikan sebagai rangkaian


hubungan stimulus dan tespon. Dengan definisi dan teorema yang sudah
dikuasai siswa, guru dapat mengurutkan definisi dan teorema tersebut
untuk definisi dan teorema yang baru.

39

Supaya materi dapat dipelajari siswa secara efektif dan efisien, materi
pelajaran tersebut sebaiknya dipecah menjadi beberapa bagian. Misalnya
kita belajar bagian pertama dulu, kemudian kita belajar bagian kedua
setelah itu bagian pertama dan kedua secara bersama-sama, setelah itu
baru bagian ketiga, demikian seterusnya. Contoh dalam pembelajaran
matematika, materi yang akan dipelajari itu adalah mengenai definisi
relasi ekivalen. Untuk mempelajari itu adalah mengenai definisi relasi
ekivaien pertama-tama yang dipelajari siswa adalah mengenai definisi
refleksi dan pengertian simetri, bagfan ketiga baru meningkat pada
definisi transitif dan pada akhimya ketiga pengertian definisi tersebut
dipelajari secara bersama-sama menjadi relasi ekivalen. Hal serupa dapat
diterapkan untuk materi yang lain.
Dalam pembelajaran, guru memegang peranan yang utama dalam proses
belajar siswa. Guru metatih siswa selain itu guru juga menentukan materi
apa yang harus dipelajari siswa. Menurut teori Therndike agar materi
pelajaran tersebut tersimpan kuat dalam ingatan pertu ditakukan
pengulangan. Untuk mempelajari hal tersebut peranan guru untuk
memberikan latihan yang bersifat pengulangan pada siswa.
Hukum akibat yang mengemukakan bahwa kepuasan yang terjEdi pada
siswa karena guru memberi ganjaran pada siswa tersebut sehingga siswa
cenderung

untuk

berusaha

melakukan

kegiatan

serupa

dapat

dimanfaatkan guru dalam pembelajaran. Guru lebih hati-hati dalam


mengomentari siswa khususnya pada siswa yang, berkemampuan kurang.
Begitu juga guru harus tanggap terhadap respon siswa yang salah.
Misalnya guru jangan membiarkan keketiruan siswa tanpa penjeiasan
yang benar. 1-la! tersebut untuk menghindari agar siswa tidak mengulangi
kesalahan yang serupa. Selain itu bila guru memberi tugas atau pekerjaan
rumah paca siswa tetapi guru tidak memeriksanya dan kemungkinan
siswa

beranggapan jawaban yang diberikan siswa

tersebut benar

sehingga la cenderung untuk melakukan kesalahan yang sama. Metode


pemberian tugas dan latihan akan

40

lebih cocok diberikan dalam pembelajaran sebab dengan metode tersebut


siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang
diberikan siswa akan lebih banyak.
C. Teori Belajar Pavlov
Pavlov terkenal dengan teori betajar klasiknya, is merupakan iimuwan
yang berkebangsaan Rusia. Pavlov termasuk penganut, aliran tingkah laku
yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasil belajar manusia itL harus
didasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang terlihat
melaiul stimulus respon dan belajar bersyarat. Menurut aliran tingkah laku
manusia termasuk organisme pasif yang bisa dikendalikan. Tingkah laku
manusia bisa dikendalikan dengan cara memberi ganjaran dan hukuman.
Yang menjadi sasaran penelitian aliran tingkah laku ini pada dasamya
adalah binatang. Ada yang melakukan penelitian terhadap kera, burung,
anjing dan binatangbinatang lainnya.
Pavlov mengadakan penelitian mengenai pencemaan. Di antara
penelitiannya yang telah dilakukan, ia mengadakan penelitian terhadap
perilaku anjing. Pavlov mengamati adanya keterkaitan antara anjing itu
melihat

makanan

dengan

keluarnya

air

liur

anjing

itu

datam

penetitiannya, seckor anjing dikurung dalam suatu tempat, kemudian ia


memberinya makanan. Pavlov mengamati sebelum anjing itu diberi
makanan anjing tersebut mengeluarkan makanan. Selanjutnya setiap
akan diberi makanan, Pavlov membunyikan bel namun anjing itu tidak
diberi makanan seperti biasanya, namun ia tetap melihat anjing tersebut
tetap mengeluarkan air liur. Dari percobaan tersebut menunjukkan bahwa
terdapat

keterkaitan

antara

makanan

atau

bunyi

bel

merupakan

merangsang bagi keluarnya air liur anjing tersebut. Dalam hal ini
makanan merupakan stimulus tak bersyarat sedangkan bunyi bel
merupalcan stimulus bersyarat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Pavlov mengemukakan
tentang konsep pembiasaan. Sesuatu konsep katu dilakukan secara terus
menerus

sehingga

menjadi

kebiasaan.

Konsep

pembiasaan

yang
41

dilakukan Pavlov dapat diterapkan dalam pembelajaran, siswa dapat


belajar dengan balk apabila siswa tersebut dibiasakan untuk belajar.
Sebagai contoh, siswa dibiasakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah,
siswa dibiasakan untuk membaca dan lain sebagainya. Bila siswa sudah
terbiasa belajar dengan balk, ia tidak terialu kesulitan untuk memahami
materi pelajaran yang dterikan oleh gurunya.
Tokoh aliran tingkah laku lainnya yaitu Skiner, ia melihat kelernahan
dari percobaan yang tetah ditakukan oleh Pavlov. Menurutnya pada
peneftian Pavlov sasaran penelitian (dalam hal ini anjing) bertindak pasif,
artinya untuk mendapatkan makanan anjing tersebut tidak melaksanakan
apa-apa. Olen karena itu teori yang dikemukakan Pavlov disebut teori
belajar bersyarat klasik, teori yang dikemukakan Skiner didasarkan
kepada bersyarat "operant" (aktif berbuat). Dalam penelitian Skiner
setelah anjing itu diransang dengan bunyi-bunyian misalnya, anjing
tersebut juga diharuskan menekan sesuatu supaya makanan tersebut
keluar sehingga ia dapat memakannya. Setelah melakukan percobaanpercobaan Skiner mengemukakan bahwa kita dapat membentuk tingkah
iaku binatang dengan cara mengatur keadaan lingkungarl beserta
penguatan.
D. Teori Belajar Albert Baruda
Albert Baruda merupakan tokoh aliran tingkah taku, is terkenal
dengan belajar menirunya. Baruda berpendapat bahwa teori yang
dikemukakan oleh Skiner ada kelemahan. Baruda menyangkal pendapat
Skirver yang mengatakan bahwa respon yang diberikan siswa yang
disertai dengan penguatan itu setalu esensial. Hal tersebut berdasarkan
penelitian yang telah dilakukannya dan penelitian teman-temannya.
Menurut Baruda seorang anak belajar dikarenakan orang lain juga belajar.
Artinya seorang belajar karena is meniru orang lain. Dalam hal ni siswa
meniru gurunya. Baruda mengadakan percobaan dengan bantuan temantemannya. Tujuan percobaan tersebut ialah untuk mengetahui apakah ada
pengaruh model-model (dalam hal ini model-modelnya adalah orang yang
42

telah dilatih secara khusus untuk bertingkah laku tertentu) terhadao


orangorang yang menyaksikan perilaku orang yang menjadi model tadi.
Penelitian yang telah dilakukan Baruda memberikan kesimpuian bahwa
apabila seseorang menyaksikan orang lain berbuat ganas, is rnemiliki
kecenderungan untuk berbuat yang ganas pula. Sebaliknya seseorang
yang tidak melihat orang lain (yang menjadi model) berbuat ganas, is
cenderung tidak berbuat ganas. Jadi menurut Baruda seseorang akan
menjadi lehih agresif sesudah is melihat orang lain (modeinya) berbuat
agresif.
Bila

teori

Baruda

pembelajaran,

yang

telah

misainya

dikemukakan

dalam

kita

terapkan

pembelajaran

dalam

sebanyaknya

menghindarkan tingkah taku yang tidak terpuji seperti merokok ketika la


sedang mengajar sebab tingkah laku yang buruk terlihat dapat ditiru oleh
siswa. Hendaknya guru bertingkah taku yang balk, menunjukkan sikapsikap yang terpuji agar siswa dapat menirukan hal-hal bask tersebut.
E. Teori Belajar Skinner
Skinner melihat ada kelemahan dari percobaan yang dilakukan oleh
parlov. Menurut Skinner pada penelitian Pavlov sasaran penelitiannya
(dalam hal ini anjing) bertindak pasif. Oleh karena itu teori yang
dikemukakan

Pavlov

dinamakan

belajar

bersyarat.

Teori

yang

dikemukakan Skinner didasarkan kepada bersyarat "operant" (aktif


berbuat).

Skinner

merupakan

seorang

ahli

psikologi

yang

paling

berpengaruh khususnya di Amerika Serikat. Teori yang dimukakannya


berpengaruh karena is berhasil menyatukan pandangan yang berbedabeda dari aliran ini. Selain itu Skinner telah berhasil menjadikan teoriteorinya sebagai dasar untuk diterapkan kepada manusia. Karya Skinner
mernberikan dasar untuk pembelajaran terprogram dan betalar individu.
1. Respondent Conditioning dan Operant Conditioning
Tingkah laku manusia menurut Skinner dalap diidentifikasikan menjadi
dua jenis tingkah laku yaitu respondent dan tingkah Iaku operant. Kedua
43

jenis tingkah laku tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Tingkah


laku
respondent adalah tingkah laku yang bersifat refleks dan ditimbulkan oleh
rangsangan yang datangnya dari Iingkungan. Rangsangan yang dikenakan
ke
organ tubuh seseorang dapat menimbulkan tingkah Iaku renspondent.
Contohnya, r-angsangan yang datangnya dari seekor nyamuk yang
hinggap d! hidung seseorang menimbulkan tangan orang tersebut
menepukkan tangannya ke arah mukanya. Perbuatan seseorang yang
menimbulkan rasa malu, menjadikan muka orang itu memerah.
Sebagian besar tingkah taku seseorang merupakan tingkah taku operant,
hanya sedikit tingkah Iaku kita yang merupakan tingkah laku respondent.
Tingkah laku operant bersifat tidak otomatis, tidak bisa diperkirakan dan
tidak bisa dihubungkan menggunakan cara yang diketahui. Kata "operant"
berarti berbuat. Tingkah laku yang beroperasi terhadap Iingkungan,
membangkitkan respon-respon terhadap Iingkungan. Apabila responrespon tersebut menyenangkan tingkah Iaku operant akan cenderung
diulangi.
Tingkah taku respondent dan tingkah taku operant dapat dipetaiar'.
Tingkah laku respondent dipelajari dengan tujuan agar terjadi rangsangan
yang menyebabkan tingkah laku yang diinginkan. Tingkah laku operant
dipelajari melalui penguatan yang sesuai, yang diberikan setelah kejadian
spontan dari tingkah laku operant tersebut. Penguatan yang diberikan
terhadap seseorang segera setelah tingkah Iaku yang diinginkan dapat
dinaikkan kemungkinan pengulangan tingkah Iaku tersebut. Apabila
penguatan yang diberikan kepada seseorang itu berup hukuman, diharapkan orang tersebut akan
menghentikan tingkah laku yang tidak diinginkan sebagai akibat dari hukuman yang diberikan.
Berkaitan dengan tingkah laku respondent dan tingkah laku operant, Skinner mengemukakan
dua jenis respon, yaitu respondent conditioning dan operant conditioning. Respondent conditioning
adalah respon yang diperoleh dari beberapa stimulus yang teridentifikasi sehingga menyebabkan
respons yang relatif tetap. Misalnya siswa diberikan stimulus berupa soal yang dapat diselesaikan
44

dengan menggunakan konsep himpunan, sehingga muncul respon siswa untuk mempelajari teoremateorema atau dalil-dalil berkenaan dengan himpunan. Respondent conditioning klasik untuk belajar
respondent serupa dengan belajar isyarat dari Gagne, yakni respon yang diharapkan terjadi krena
diberikan stimulus baru bersamaan dengan sstimulu lama. Bila stimulus baru bersamaan dengan
stimulus lama terjadi berkali-kali maka stimulus baru akan memancing respon yang diharapkan secara
spontan meskipun tanpa berpasangan dengan stimulus lama. Sebagai contoh dari respondent
conditioning yang sangat dikenal adalah karya Pavlov, ia mengadakan penelitian terhadap pencernaan.
Pavlov mengamati adanya keterkaitan anjing melihat makanan dengan keluarnya air liur anjing.

Operant conditioning adalah suatu respon terhadap lingkungannya, dimana setiap


respon yang muncul diikuti dengan stimulus-stimulus tertentu. Skinner menyebutkan dengan
istilah penguatan untuk stimulus-stimulus yang demikian. Stimulus-stimulus itu diberi nama
penguatan, karena stimulus-stimulus tersebut memperkuat respon yang sudah dilakukan oleh
seseoarang. Contoh operant conditioning seorang siswa mengerjakan soal-soal kalkulus
kemudian ia mendapat nilai yang baik untuk soal-soal kalkulus tersebut. Setelah itu siswa tadi
menjadi lebih giat dalam mengerjakan soal-soal kalkulus tadi. Dalam hal ini, respon siswa
terhadap pelajara kalkulus menjadi lebih kuat.
Terdapat perbedaan antara respondent conditioning dan operant conditioning, kalau
pada respondent conditioning stimulus dapat diidentifikasi dan menghasilkan respon yang
relative tetap, sedangkan pada operant conditioning tidak terdapat stimulus yang spesifik atau
dapat diidentifikasi yang secara konsisiten menghasilkan respon. Hubungan stimulus dan
respon pada respondent conditioning umumnya sudah pasti oleh karena itu kecil sekali
kemungkinannya untuk merubahnya. Berbeda dengan operant conditioning, sebagian besar
tingkah laku manusia merupakan tingkah laku perantara sehingga kemungkinan untuk
merubah besar sekali. Oleh karena itu Skinner menitikberatkan kajiannya terhadap operant
conditioning, ia mempergunakan operant conditioning untuk mendorong siswa sehingga
memberikan respon berupa tingkah laku. Peristiwa terjadinya tingkah laku itu disebut respon
belajar.
Berikut disajikan contoh operant conditioning yang menghasilkan respon belajar.
Misalnya, di dalam suatu kelas, siswanya duduk dengan tenang, siswanya pemalu dan tidak
memberikan respon. Contoh dialog yang terjadi antara siswa dan guru yang terjadi pada dua
kasus yang berbeda.
Kasus pertama
45

Guru :Budi apa yang dimaksud dengan bilangan prima?


Budi

:(diam tidak memberi respon)

Guru : Baik siswa, rupanya Budi lupa bagaimana ia harus bicara


(semua siswa dalam kelas tertawa sehingga telinga dan muka Budi memerah
karena malu)
Kasus kedua
Guru : Budi, jelaskan apa yang dimaksud dengan bilangan prima?
Budi

: (diam tidak member respon)

Guru : Baiklah, mungin Budi masih berusaha mengingat-ingat, saya yakin Budi bisa
menjawabnya.
Dengan dibimbing guru, Budi berusaha menjawab sehingga akhirnya ia tidak merasa
malu dan ia akhirnya dapat menjawab pertanyaan yang diajukan guru dengan baik. Dari dua
contoh tadi memperlihatkan respon belajar yang berlainan. Kasus pertama menunjukkan
respon belajar yang tidak dikehendaki sedangkan pada kasus kedua menunjukkan respon
belajar yang dikehendaki. Hal ini memperlihatkan bahwa pada operant conditiong respon
siswa tidak dapat diperkirakan sehingga tidak dapat diidentifikasi.
Menurut Skinner, langkah-langkah pembentukan tingkah laku dalam operant
conditioning adalah sebagai berikut:
Pertama kita identifikasi komponen-komponen yang merupakan penguatan untuk
tingkah laku yang diharapkan.
Kemudian komponen-komponen yang telah diidentifikasi tadi dianalisis.
Setelah itu komponen-komponen tersebut diurutkan sebagai tujuan sementara. Di
samping itu kita identifikasi penguatan untuk masing-masing komponen.
Langkah terakhir melakukan pembentukan tingkah laku yang diharapkan sesuai
urutan komponen yang telah disusun.
Setiap komponen yang mendapat perhatian, mengakibatkan komponen tersebut cenderung
sering dilakukan. Bila komponen pertama sudah terbentuk dilanjutkan dengan pemberian
penguatan pada komponen kedua tetapi penguatan pada komponen pertama harus dihentikan.
Begitu seterusnya untuk komponen yang berikutnya sehingga bila seluruh komponen telah
46

terbentuk, tingkah laku yang diharapkan akan terwujud. Tidak selamanya respon yang
diberikan siswa terhadap stimulus yang diberikan itu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Oleh karena itu dalam hal ini guru harus berperan secara tepat sebagai pengawas dan
pengawas kegiatan belajar siswa. Di samping itu guru sebaiknya menyusun secara langsung
setelah siswa operant conditioning dengan materi yang disusun dengan urutan logis disertai
dengan langkah-langkah kecil. Misalnya hitungan 53,201 x 0,00041 kita dapat memulainya
dengan lankah-langkah berikut.
Langkah pertama
Dekatilah bilangan-bilangan tersebut dengan membukatkan sampai dengan satu angka
signifikasi . 50 x 0,0004
Langkah kedua
Coba tuliskan dalam bentuk bilangan baku. 50 x101 x 4 x 10-4
Langkah ketiga
Kelompokkan bilangan-bilangan tersebut 5 x 4 x 101 x 10-4
Langkah keempat
Hitung kemudian tulis dalam bentuk baku ..20 x 10-3
Atau 2 x 1072
Langkah kelima
Hasil hitungan dalam bentuk baku kembalikan ke dalam bentuk semula yang bentuk
desimal 0,02
Penyelesaian : 53,201 x 0,00041

0,02

Setiap respon yang diberikan siswa, untuk setiap langkah diberikan penguatan
langsung, penguatan hendaknya jangan ditunda-tunda tapi diberikan dengan segera. Oleh
karena itu untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan instruksi-instruksi yang sudah
direncanakan.
2. Meningkatkan Perubahan Tingkah Laku
47

Skinner mengemukakan empat hal yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku
dan meningkatkan belajar, yaitu penguatan, melupakan, dan mematikan kebencian,
penghindaran, dan hukuman.
a. Penguatan
Penguatan adalah suatu stimulus yang diberikan pada seorang siswa sehingga respon
siswa tersebut menjadi meningkat. Skinner membagi penguatan menjadi penguatan negative
dan penguatan positif.suatu stimulus dikatakan sebagai penguatan positif apabila
penyajiannya mengiringi suatu tingkah laku siswa yang mengarah pada meningkatkan
pengulangan tingkah laku itu, contoh penguatan positif yaitu pujian, memberi nilai jelek, dan
sebagainya. Dengan pujian seorang siswa cenderung mengulangi perbuatannya. Sedangkan
penguaatan negatif adalah stimulus yang dihanguskan yang mengarah penguatan tingkah lau.
Contoh, perhatian siswa terhadap suatu pelajaran matematika dapat ditingkatkan apabila
ditiadakan stimulus-stimulus yang menyebabkan mengganggu pelajaran, seperti meniadakan
suatu ribut atau gaduh.
b.

Melupakan dan Mematikan


Skinner membedakan pengertian melupoakan dan mematikan. Suatu tingkah laku yang

telah dipelajari bila tidak digunakan dalam waktu yang lama, tingkah laku tersebut akan
dilupakan. Pengaruh operant conditioning menjadi hilang karena melupakan. Contoh lain,
seorang guru yang tidak mengajar kalkulus dalam waktu yang lam cenderung lupa terhadap
materi kalkulus tersebut.
Menurut Skinner, mematikan adalah suatu proses dimana respon-respon r\terhadap
stimulus menjadi makin lama makin jarang. Hal ini terjadi karena penguatan tidak diberikan
lagi. Contoh, mematikan dapat terjadi apabila tidak memasukkan nilai ujian pada daftar nilai.
c. Kebencian dan Pengindraan
stimulus yang tidak menyenangkan, yang mengganggu dan membuat frustasi disebut
stimulus kebencian. Seorang siswa dapat melarikan diri dari stimulus kebencian yaitu dimana
stimulus kebencian itu berada. Seorang siswa dapat menghindari stimulus kebencian dengan
mengantisipasi terjadinya, setelah itu menjauhinya. Penghindaran dilakukan dengan baik
tidak melakukan kontak dengan memindahkan stimulus kebencian itu setelah terjadi kontak
dengan stimulus kebencian tersebut.
48

Kebencian dan penghindaran pada siswa dapat terjadi setelah siswa tersebut tidak
berhasil dari kegagatan dengan mengkopi atau menyontek hasil pelajaran temannya, siswa
menghindari kegagalan tes dengan menjauhi sekolah di hari-hari ujian dan lain sebagainya.
d. Hukuman
Hukuman merupakan salah satu teknik yang dapat mengontrol tingkah laku. Skinner
memandang hukuman sebagai penguat. Hukuman dapat menimbulkan tiga efek, yaitu (1)
dapat menekan tingkah laku yang tidak diinginkan, (2) dapat membangun tingkah laku yang
berlawanan sifatnya, dan (3) member syarat bagi siswa berbuat lain dari perbuatan yang
membuat ia dihukum
f. Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang ahli psikologi dari swiss, sebenarnya ia bukan betul-betul
ahli psikologi, bilang yang sebenarnya adalah falsafah dan biologi. Namun, teori
perkembangangan intelektual yang dikemukakannya menjadikan dirinya terkenal sebagai ahli
psikologi. Jean piaget telah melakukan penelitian terhadap anak-anak orang barat. Melalui
hasil penelitiannya muncul teori yang dikenal Teori Perkembangan Intelektual
Manusia.Istilah intelektual dan kognitif pengertiannya sama, oleh karena itu teori yang
dikemukakan Piaget adalah yang menyebut dengan Teori Perkembangan Kognitif.Teori
yang dikemukakan Piaget berkenaan dengan kesiapan siswa untuk belajar. Jean Piaget
mengemukakan bahwa perkembangan kognitif manusia berjalan secara kronologis sesuai
urutan waktu mulai dari lahir sampai dewasa dengan tahap-tahap tertentu yang berurutan.
Artinya setiap manusia akan mengalami urutan-urutan itu yakni dengan urutan yang sama.
Selain mengenal ragam dari tahap-tahap perkembangan intelektual, ia mengemukakan
bahan struktur kognitif ini sebagai skemata, yaitu kumpulan dari skema-skema, karena
bekerjanya schemata ini seorang individu dapat mengingat, memahami, dan memberikan
respon terhadap stimulus. Perkembangan schemata berlangsung secara kronologis sebagai
hasil interaksi antara individu yang lebih dewasa memiliki struktur yang lebih kognitif yang
lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Skemata pada anak-anak masih terbatas
sehingga seorang anak yang baru pertama kali melihat harimau, ia menyebutnya sebagai
kucing besar. Hal ini dikarenakan konsep kucing yang lebih sering dilihat di sekitar rumahnya
sebagai konsep yang baru dimilikinya. Sehingga ia begitu pertama kali melihat harimau
konsep kucinglah yang paling dekat dengan stimulus.
49

Berpegang kepada teori kognitif Jean Piaget ini, agar seseorang anak dapat lebih cepat
berkembang intelektualnya sehingga dapat meningkat ke tahap yang lebih finggri, anak
seyogyanya diperkaya dengan berbagai pengalaman. Sebagai contoh agar seorang anak kecil
tidak menyebut harimau sebagai kucing besar, dia supaya lebih diperkenalkan terhadap
lingkungannya seperti kebun binatang, taman satwa atau lingkungan lainnya. Dengan
demikian ia akan memperoleh pengalaman yang lebih banyak dari pengetahuan yang
diperoleh di rumanya.
1. Tahap Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Jean Piaget mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan intelektual manusia,
yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal.
Sebaran

umur untuk masing-masing tahap berdasarkan rata-rata dan mungkin terjadi

perbedaan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan anak yang satu dengan anak
yang lainnya dari suatu masyarakat. Meskipun teori yang dikemukakan Jean Piaget hanya
berlaku bagi masyarakat Barat, namun teori kognitifnya dapat digunakan sebagai patokan.
Artinya umur kronologisnya yang lebih tepat disebut umur kesiapan, berlaku pula bagi
masyarakat kita.
a. Tahap Sensorimotor (usia 0 - 2 tahun)
Bagi anak pada tahap ini memperoleh pengalaman melalui berbuat dengan sensori.
Anak berpikir melalui perbuatan (tindakan), gerak dan reaksi yang spontan. Cirri-ciri dari
anak pada tahap sensorimotor di antaranya rentang umur mulai dari lahir hingga sekitar 2
tahun. Mengingat usianya anak pada tahap ini belum mampu berbicara ia belajar
mengembangkan dan menyelaraskan gerak jasmaninya dengan perbuatan mentalnya menjadi
tindakan-tindakan atau perbuatan dan gerak. Menjelang akhir tahap ini belajar mengartikan
symbol benda dengan benda konkretnya, tetapi ia masih merasa kesulitan. Selain itu anak
tidak tahu bahwa benda yang disembunyikan dari penglihatanya tidak menghilang. Sehingga
bila ibunya mencoba menyembunyikan suatu mainan tersebut ia mulai berusaha untuk
mencari objek asalkan perpindahan mainan tersebut ia, ketahui sebelumnya. Selama tahap ini
anak akan mengalami beberapa perubahan, mulai dari hanya memiliki kemampuan reflek
hingga dapat beriatan dan dapat berbicara sedikit-sedikit menjelang di akhir tahap ini.
b. Tahap Praoperasi (usia 2 7 tahun)
Tahap praoperasi ini merupakan tahap persiapan untuk mengorganisasikan operasi
konkret. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkret
50

dari pada pemikiran logis. Hal tersebut dapat kita lihat apabila ia melihat ia melihat objekobjek yang kelihatannya berbeda, ia mengatakan berbeda pula.
1) Bila kita perlihatkan kepadanya dua deretan kelereng yang banyaknya sama, tetapi
letaknya berlainan. Deretan yang pertama dibuat agak rapat sedangkan yang lainnya
agak renggang. Kemudian kita tanyakan deretan yang mana yang lebih banyak. Ia akan
menjawab deretan kelereng yang renggang yang lebih banyak.
2) Misalkan kita perlihatkan dua gumpalan tanah liat yang sama. Kemudian gumpalan yang
satunya kita ubah bentuknya menjadi agak pipih. Kemudian kita ajukan pertanyaan pada
dia mana yang lebih banyak di antara kedua gumpalan tersebut. Anak memilih gumpalan
yang bentuknya pipih. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak pada tahap ini belum
memiliki konsep kekekalan materi
3) Bila kita perlihatkan dua buah bejana gelas berisi air dengan ukuran dan bentuk yang
sama.setelah itu kita sediakan dua buah bejana lainnya dengan ukuran dan bentuk
berlainan. Kemudian kita tumpahkan air dari dua bejana yang pertama, masing-masing
pada bejana yang lainnya. Setelah itu ditanyakan pada anak, apakah air pada bejana
tersebut sama banyaknya? Anak tahap ini berpendapat bahwa banyak air pada bejana di
sebelah kiri tidak sama dengan air yang pada bejana sebelah kanan.
4) Misalkan kita sediakan dua utas tali yang sama panjang kemudian kedua utas tali
tersebut kita ubah rentangnya sehingga bentuk seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Kemudian kita ajukan pertanyaan pada anak, apakah panjang tali tersebut seperti pada
gambar sebelah kiri sama dengan tali pada sebelah kanannya? Anak pada tahap ini
berpendapat bahwa kedua tali disebelah kiri itu masing-masing sama panjang dengan
satu

tali

disebelah

kanannya.

Padahal

waktu

tali

diubah

rentangnya

anak

menyaksikannya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa anak belum memiliki kopnsep
kekekalan panjang.
5) Kita sediakan sebuah karton berbentuk persegi panjang kemudian kita potong-potong
dan masing-masing potongan diberi warna/corak berlainan. Setelah itu kita susun
potongan karton tadi, yang pertama berbentuk persegi panjang seperti bentuk semula
setelah itu diubah menjadi bentuk yang lain, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Anak pada tahap ini menganggap luas gambar di sebelah kiri tidak sama dengan luas
gambar di sebelah kanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak pada tahap ini belum
memahami konsep kekekalan luas.

51

Contoh-contoh yang telah diuraikan diatas, menunjukkan bahwa anak pada tahap
praoperasi belum memiliki konsep kekekalan banyak, konsep kekekalan materi, konsep
kekekalan volum, konsep kekekalan panjang dan konsep kekekalan luas.
Cirri-ciri lain yang dimiliki anank pada tahap ini diantaranya adalah belum
memahami operasi bersifat refersibel, yaitu anak mendapat kesulitan untuk memikirkan
dua aspek atau lebih secara serempak belum memahami operasi transformasi, pada akhir
tahap ini dapat memberikan alasan atas keyakinannya, begitu pula ia dapat
mengelompokkan benda-benda berdasarkan satu sifat khusus yang sederhana.
c. Tahap Operasi Konkret (usia 7 12 tahun)
Tahap ini dinamakan tahap operasi konkret tidak berarti untuk tidak dapat melakukan
operasi tanpa bantuan benda-benda konkret. Anak pada tahap ini sudah lebih jauh dapat
berpikir atau berbuat daripada anak pada tahap praoperasi. Ia mampu berbuat lebih dari
sekedar dapat berbahasa, memanipulasi benda konkret dan berpikir internal daripada anak
pada tahap praoperasi.
Pada umumnya anak pada tahap ini sudah memasuki usia sekolah dasar, untuk itu
guru sekolah dasar harus memahami betul kondisi anak pada tahap ini. Kemampuan apa saja
yang dimiliki anak pada tahap ini. Sebagian ciri-ciri anak pada tahap operasi konkret adalah
(1) rentang umur sudah sekitar umur 7 tahun sampai sekitar 12 tahun, (2) egoismenya sudah
berkurang. Oleh karena itu, ia mulai bersedia bermain dengan anak-anak lain, menggantikan
bermain yang terisolasi, dapat mengelompokkan benda-benda yang dimiliki beberapa
karakteristik ke dalam himpunan-himpunan bagian dengan kotak tertata khusus dan dapat
meniru beberapa karakteristik suatu benda secara serentak. Anak pada tahap ini sudah
memahami operasi bersifat reversal. Dapat menyelesaikan soal-soal seperti 2 + ? = 8. Tidak
seperti pada tahap praoperasi, pada tahap ini anak sudah memahami konsep bersifat
kekekalan seperti konsep kekekalan bilangan (banyaknya), materi, panjang, luas bahkan di
akhir tahap ini sudah ada yang dapat memahami konsep kekekalan volum. Pada akhir tahap
ini anak bisa memberikan alas an deduktif dan induktif, tetapi masih memandang contoh
berurutan dari suatu prinsip umum sebagai hal-hal yang tidak berhubungan.
Kemampuan-kemampuan yang belum dimiliki siswa pada tahap ini di antaranya,
siswa masih mendapat kesukaran untuk menjelaskan peribahasa dan belum mampu
memahami arti yang tersembunyi. Pada awal dan pertengahan tahap ini anak jarang dapat
membuat definisi deskriptif yang tepat, yang dapat dilakukan siswa hanya mengingat-ingat
definisi bantuan orang lain dan mengatakan kembali apa yang dihapalnya. Siswa mendapat
52

kesukaran dalam memahami abstraksi verbal. Operasi kompleks seperti kebalikan, subtitusi,
gabungan dan irisan himpunan, dan pengurutan dari benda-benda konkret, siswa masih
mampu melakukannya, akan tetapi siswa masih belum mampu menyelesaikan operasi-operasi
ini dengan simbol-simbol verbal. Siswa masih mendapat kesulitan verbal menerapkan proses
intelektual formal ke dalsm symbol-simbol verbal dan ide-ide abstrak.
d.

Tahap Operasi Formal (usia 12 tahun ke atas)


Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif manusia.

Rentang umur dari tahap ini dari 12 tahun ke atas. Mengingat rentang usianya, anak-anak
pada tahap ini dapat dikatakan sebagai anak dewasa. Tidak seperti pada tahap-tahap
sebelumnya, pada tahap ini anak tidak lagi memerlukan perantara operasi konkret, untuk
menyajikan abstraksi mental secara verbal. Anak telah mampu memandang sesuatu dari
banyak segi secara simultan, mampu menilai tindakannya secara objektif dan ia dapat
menelusuri kembali proses berpikirnya.
Anak pada tahap ini mulai belajar untuk merumuskan hipotesis atau perkiraan
sebelum ia berbuat. Sebagai contoh anak dapat memperkirakan apa yang akan terjadi
seandainya ia menutup sebarang lilin yang sedang menyala dengan sebuah gelas. Anak dapat
menunjukkan atau membuktikan kebenaran atau kesalahan dugaan/hipotesisnya dengan
melakukan percobaan sendiri. Anak pada tahap ini sudah mampu untuk merumuskan
dalil/teori yang menggeneralisasikan hipotesis dan menguji bermacam-macam hipotesis.
Anak telah mampu memasuki tahap ini mampu untuk menilai derajat kebaikan dan
kesalahan, selain itu ia dapat memandang definisi, aturan dan hukum-hukum dalam konteks
yang benar dan objektif. Anak pada tahap ini mampu berpikir secara deduktif dan induktif, ia
dapat berargumentasi, bila dihadapkan dengan kombinasi pernyataan dengan menggunakan
konjungsi, disjungsi, ingkaran dan implikasi. Selain itu ia mengerti induksi matematika.
Mereka dapat memahami dan menggunakan konteks yang kompleks seperti permutasi,
kombinasi, proporsi, kolerasi dan probabilitas. Ia mampu untuk memahami dan
membayangkan besar tak hingga dan kecil tak hingga.
2.

Manfaat Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran


Pada masa pembelajaran matematika sekarang, aliran psikologi perkembangan banyak

memberi pengaruh dalam pembelajaran matematika. Begitu pula dengan teori kognitif dari
Piaget yang merupakan pelopor utamanya. Bila kita perhatikan penyajian materi atau isi
dalam buku mata pelajaran matematika hampir semuanya memperhatikan perkembangan
53

mental anak. Sebagai contoh konsep kekekalan isi, konsep kesejajaran, permutasi tidak
diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas-kelas awal. Materi logika formal mulai diberikan
pada siswa sekolah menengah pertama. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa
penyajian materi matematika memperhatikan perkembangan mental siswa.
Mengetahui teori kognitif dari Piaget penting sekali bagi guru, sebab untuk
menyampaikan materi matematika pada siswa, guru harus mengenal tahap perkembangan
mental siswa. Misalnya guru SMP harus memahami bahwa siswanya sebagian besar tahap
berpikir belum masuk ke dalam tahap operasi formal. Sebagian besar siswa permulaan masuk
SMP tahap perkembangan intelektualnya masih berada pada tahap operasi konkret. Oleh
karena itu dalam memberikan materi matematika, siswa agar lebih banyak diberi kesempatan
memanipulasi benda-benda konkret. Topik-topik atau konsep-konsep baru supaya disajikan
melalui contoh-contoh yang konkret sehingga intuisi dan eksperimentasi dari siswa
memungkinkan untuk berkembang. Untuk materi mengenai pembuktian dalil-dalil dalam
geometri baru dapat diberikan pada siswa yang sudah berada pada tahap operasi formal yaitu
pada siswa mulai SMP kelas akhir. Untuk konsep-konsep yang memerlukan berpikir secara
deduktif dan induktif tidak diajarkan pada siswa SMP kelas-kelas awal, konsep tersebut baru
diberikan pada siswa yang sudah berada pada tahap operasi formal. Topok-topik yang
memerlukan kemampuan menggeneralisasikan dari contoh-contoh khusus, baru diberikan
pada siswa mulai dari SMP kelas akhir. Begitu pula halnya dengan topik-topik yang
menyangkut kemampuan mengelola beberapa variable, seperti fungsi, proporsi dan lain-lain.
G.

Teori Belajar Bruner


Seperti halnya Lean Piaget, Jeremo S. Bruner mempelopori aliran psikologi kognitif.

Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia,


bagaimana manusia belajar, hakikat pendidikan selain teori belajar dan teori pembelajaran
yang dikemukakannya.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar konsep-konsep dan strukturstruktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan
antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Oleh karena itu dalam memahami
matematika sesungguhnya kita mengikuti suatu pola atau struktur. Dengan pola dan struktur
tertentu ini lebih memudahkan siswa dalam mempelajarinya. Bruner juga mengemukakan
bahwa dalam belajar seorang siswa selalu dimulai dengan memusatkan manipulasi materi.
Kemudian siswa menemukan keteraturan dengan cara mula-mula memanipulasi materi yang
berhubungan dengan keterangan intuitif yang telah dimiliki siswa tersebut.
54

Bila Piaget mengemukakan perkembangan kognitif manusia melalui empat tahap, lain
halnya dengan Bruner. Menurut Bruner setiap siswa berkembang melewati tiga tahap atau
tingkat yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik. Tahap-tahap tersebut dilalui
manusia secara berurutan. Bila dikaji ternyata teori perkembangan yang dimiliki Piaget dan
Bruner memiliki banyak kemiripan. Tahap enaktif adalah sajian siswa yang macamnya gerak,
pada tahap ini siswa dalam belajarnya, memanipulasi materi secara langsung. Jadi serupa
dengan sensorimotor pada teori belajar Piaget. Tahap ikonik adalah sajian siswa yang
macamnya persepsi static. Pada tahap ini siswa sudah melibatkan mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek , siswa tak perlu lagi memanipulasi objek secara langsung. Jadi
tahap ini serupa dengan tahap praoperasi dari Piaget. Tahap ketiga yaitu tahap simbolik.
Sajian siswa yang macamnya bahasa dan symbol. Dalam tahap ini siswa sudah mampu
memanipulasi simbol-simbol dan hanya sedikit sekali mengandalkan gambaran objek-objek
konkret. Ini serupa dengan tahap operasi konkret dan operasi formal dari Piaget.
1. Dalil Teori Belajar Bruner
Selain mengemukakan teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan kaidah-kaidah
atau dalil-dalil berkaitan dengan pembelajarn matematika. Bruner bersama dengan temantemannya melakukan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasil pengamatannya timbul
dalil-dalil. Dalil-dalil yang dikemukakan Bruner antara lain dalil penyusunan, dalil notasi,
dalil pengontrasan dan keanekaragaman, dan dalil pengaitan.
a. Dalil penyusunan
Dalil ini menyatakan bahwa bagi siswa cara paling baik untuk belajar konsep dan prinsip
dalam matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada permulaan
belajar konsep, pengertian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan-kegiatan yang
menunjukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri.
Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila siswa disertai dengan
bantuan benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan
demikian, siswa lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Dalam hal ini
ingatan diperoleh bukan karena penguatan seperti yang dikemukakan Skinner, akan tetapi
pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan pengertian itu dapat
dicapai karena siswa memanipulasi benda-benda konkret. Oleh sebab itu, pada permulaan
belajar konsep, pengertian itu dapat dicapai oleh siswa tergantung pada aktivitas-aktivitas
yang menggunakan benda-benda konkret.

55

Contoh, untuk memahami konsep penjumlahan 3 + 4 = 7. Siswa bisa melakukan dua


langkah berurutan yaitu 3 kotak dan 4 kotak pada garis bilangan. Dengan mengulangi hal
yang sama untuk dua bilangan yang lainnya siswa akan memahami konsep penjumlahan
dengan pengertian yang dalam.
b. Dalil Notasi
Dalil notasi menyebutkan pada permulaan suatu kosep ditanamkan pada siswa seharusnya
menggunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Sebagai contoh pada
permulaan konsep fungsi diperkenalkan pada siswa SD kelas-kelas akhir, notasi yang sesuai
menyatakan fungsi ?= 2? + 3. Untuk tingkat yang lebih tinggi misalnya siswa SMP notasi y
=2x +3. Baru setelah siswa memasuki SMA atau mahasiswa diperguruan tinggi notasi f(x)
diperkenalkan pada siswa. Dari contoh tersebut diatas Nampak urutan penggunaan notasi
yang dipakai disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, dimulai dari bentuk
yang sederhana sampai dengan bentuk yang lebih abstrak.
c. Dalil Pengontrasan dan keanekaragaman
Dalil ini menyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi konkret menuju representasi
yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika dilakukan dengan kegiatan pengontrasan
dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada siswa mudah
dimengerti, konsep tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya
dan konsep tersebut disajikan dengan beranekaragaman contoh. Dengan demikian siswa
dapat memahami dengan mudah karakteristik dari konsep yang diberikan tersebut.
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat dilakukan
dengan menerangkan contoh dan bukan contoh. Sebagai

contoh untuk menyampaikan

konsep bilangan ganjil pada siswa diberikan padanya bermacam-macam bilangan, seperti
bilangan ganjil, bilangan genap, bilangan prima dan bilangan lainnya selain bilangan ganjil.
Kemudian siswa diminta menunjukkan bilangan-bilangan mana yang termasuk contoh
bilangan ganjil dan bilangan-bilangan yang bukan contoh bilangan ganjil. Dengan contoh
soal yang beranekaragam kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih baik dari pada
hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan
siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya
untuk menjelaskan konsep bilangan prima, siswa diberikan contoh yang banyak dan sifatnya
beranekaragam. Dengan demikian siswa tidak menyimpulkan setiap bilangan ganjil itu
bilangan prima.
d. Dalil Pengaitan

56

Dalil pengaitan menyatakan bahwa didalam matematika itu setiap konsep berkaitan dengan
konsep lainnya, sama halnya antara dalil yang satu dengan dalil yang lainnya, antara teori
dengan teori dan sampai pada bagian yang lebih besar lagi yaitu antara cabang matematika
yang satu dengan cabang matematika yang lainnya. Misalnya antara kalkulus dengan
geometr, antara aljabar dengan geometrid an sebagainya. Guru harus dapat menjelaskan
kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa dalam belajar matematika lebih
berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan bahwa
cabang-cabang matematika itu berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama lainnya.

2. Metode Penemuan
Satu hal lagi yang menjadikan Bruner terkenal yaitu metode penemuannya.penemuan
yang dimaksud disini adalah menemukan kembali, bukan menemukan hal yang sifatnya baru
sama sekali. Bruner beranggapan bahwa belajar penemuan memberikan hasil yang baik sebab
siswa dituntut untuk berusaha sendiri untuk mencari masalah serta pengetahuan yang
menyertainya.
Berikut ini akan diberikan contoh pembelajaran dengan menggunakan metode
penemuan yang dikemukakan oleh Bruner yang bekerja sama dengan Dienes. Suatu kelas
yang terdiri dari siswa-siswa berusia delapan tahun diperkenalkan pada tiga jenis papan
kedua atau plat. Papan pertama kita katakana persegi X, papan kedua berbentuk persegi
panjang dengan sisi-sisinya x dan I kita sebut 1x atau x saja dan papan yang ketiga
merupakan persegi kecil yang sisi-sisinya 1 dengan 1 disebut 1.
x

1
1
x

1
1

Persegi x

1x atau x

Pertama siswa diminta bermain-main dengan benda tersebut. Papan pertama, papan
kedua,dan papan ketiga masing-masing jumlahnya banyak. Setelah itu Brunei bertanya pada
siswa dapatkah kalian membuat persegi yang ukurannya lebih besar dari persegi x dengan

57

merangkai papan-papan jenis pertama, kedua dan ketiga? sebagian besar dapat menyusun
persegi seperti digambar berikut ini.

Kemudian Bruner meminta mereka menjelaskan apa yang baru diperolehnya. Mereka
menjawab kami memiliki sebuah persegi x dengan dua buah x dan sebuah 1. Setelah itu
Bruner memperkenalkan symbol x untuk melambangkan persegi x dan symbol + untuk
dan. Dengan memakai symbol-symbol tersebut persegi tersebut dapat dinyatakan dengan x 2
+2x + 1. Cara lain untuk menyatakan persegi diatas adalah sebagai berikut, dengan x dan 1
pada setiap sisinya, sisi tersebut dilambangkan sebagai x + 1 dan persegi yang diperoleh
adlah (x + 1) (x + 1). Dari dua cara untuk menggambarkan persegi yang sama tersebut diatas
diperoleh persamaan x2 + 2x + 1 = (x + 1) (x + 1).
Para siswa selanjutnya membuat persegi-persegi dengan menurunkan notasi-notasi
yang baru ditulis diatas sebagai berikut.

x2 + 2x + 1 = (x

+ 1) (x + 1)

x2 + 4x + 4 = (x

+ 2) (x + 2)

58

x 2+6 x +9=( x+ 3 ) ( x +3 )

x 2+ 8 x +16=( x+ 4 )( x +4 )

Bruner menduga bahwa mereka akan menemukan perbedaan dalam contoh-contoh persegi
(1), persegi (2), persegi (3), dan persegi (4). Banyaknya x pada masing-masing persegi
berturut-turut 2, 4, 6 dan 8. Sedangkan banyaknya persegi 1 pada masing-masing persegi (1),
(2), (3), dan (4) berturut-turut 1, 4, 9, dan 16. Bruner yakin settap kail siswa
mengalami kesulitan, mereka akan kembali pada contoh-contoh sebelurnnya dan mencoba
untuk me.nyelesaikannya.
H. Teori Belajar Maternatika Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang menitikberatkan perhatiannya pada
care-cara pembelajaran terhadap siswa. Dienes mengemukakan tentang pembelajaran
matematika yang dirancang sederniklan t-ungga matematika itu Iebih mudah dipelajari dan
Iebih menarik. Untuk itu Dienes dalam pembelajaran matematika Iebih mengutamakan
kepada penaertian. Dasar teori yang dikemukakan Dienes bertumpupada teori Piaget.
Dari hash pengamatan dan pengalaman Dienes, banyak ditemukan bahwa siswa rnenyenangi
matematika, ketika permulaan dia diperkenalkan dengan matematika. Tapi setelah dia
memasuki sekolah tingkat yang Iebih tinggi makin banyak siswa yang mengeluh karena
matematika dianggap.
sebagai mate pelajaran yang sukar untuk dipelajari, banyak konsep yang dipahami siswa
secara keliru.
1. Konsep Matematika
Menurut Dienes yang dimaksud dengan konsep adalah struktur. Dienes berpendapat bahwa
pada dasarnya, matematika bisa dianggap sebagai studi mengenai struktur, memisah relasi
dalam struktur dan mengkategorikan relasi-relasi antara struktur-struktur. Menurut Dienes
setiap konsep dan prinsip dalam matematika dapat dipaharni siswa asalkan cara menyajikan
konsep dan prinsip tersebut secara konkret. Dienes mengemukakan bahwa konsep itu adalah
59

struktur matematika yang terdiri dari tiga jen:s yaitu konsep mumi matematika, konsep
notasi, dan konsep terapan.
Konsep mumi matematika adalah ide-ide matematika mengerai kategori bilangan dan
hubungan-hubungan antara bilangan, tanpa mempertimbangkan bagaimana bilangan-bilangan
tersebut disajikarn Misalnya untuk menyajikan bilangan empat, disajikan dengan cara yang
berlainan ditulis sebagai 4, IV, 100 (basis dua), dan III1. Dalam hal ini tidak menjadi
pertimbangan kita apakah bilangan 4 itu may ditulis dengan ang:<a Romawi, dengan
bilangan basis dua, basis sepuluh atau notasi yang lainnya.
Konsep notasi matematika adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat penyajian
bilangan itu sendiri. Contoh penyajian bilangan dengan dasar 2 lebih mudah diolah dengan
komputer daripada penyajian bilangan dengan dasar selain dua. Sebagai contoh yang lain di
Inggris perkembangan anaksis mengalami hambatan, hal ini dikarenakan pada ahil
matematika Inggris bertahan menggunakan notasi Newton yang lebih rumit dibandingkan
dengan notasi Leibnitz yang lebih efisien untuk bidang kalkufus. Dari kedua canton tersebut
nampak akibat langsung dari cara penyajian bilangan terhadap perkembangan matematika.
Konsep terapan adalah terapan dari konsep mumi dan konsep notasi matematika dalam
pemecahan masalah dalam matematika dan bidang studi yang lain yang berhubungan, konsep
panjang, luas dan isi merupakan contoh konsep terapan matematika. Konsep terapan
dipeiajari siswa setelah konsep mumi dan konsep notasi diberikan terlebih dahulu. Begitu
pula dengan konsep mumi, diajarkan sebelum konsep notasi diberikan sehingga tidak akan
terjadi kesalahan dalam memanipulasi larnbang. Hal itu teriNdf -karena siswa hanya
menghafal pola dalam memanipulasi lambang tanpa memahami konsep murni. Sebagai
contoh sepertiaberikut ini.
x
3= , p . p =p
( x3
)
2
2
3

12

, dan ( x+3 )2=x 2+3 2

Dalam mempelajari konsep matematika akanlebih baik apabila penyajiannya dimulai dengan
benda-benda konkret yang bervariasi dan beranekaragam. Dalam belajar konsep Dienes,
berbeda dengan pendapat Gagne yang beranggapan bahwa belajar konsep dapat dijelaskan
dengan stimulus respon. Menurut Dienes apabila semua abstraksi yang berdasarkan kepada
situasi dan pengalaman konkret diterapkan untuk semua konsep yang diajarkan terhadap
siswa, hal tersebut akan lebih menyempumakan pemahaman siswa kepada konsep tersebut.
60

Untuk memahami suatu konsep seorang siswa perlu diperkenalkan dengan bermacam-macam
ragam materi konkret sebagai gambaran konkret dari konsep itu. Hal tersebut dilakukan
berdasarkan alasan ber-ikut ini.
Pertama : Dengan diperkenalkan dengan berbagai contoh siswa akan mendapatkan
penghayatan yang lebih benar daripada dengan dengan hanya sebuah contoh saja. Misainya,
untuk menanamkan konsep segitiga kepada siswa, akan lebih balk bila gambaran segitiga itu
ditunjukkan dengan gambar
setitiga bidang, bidang empat dan yang serupa. Sedangkan agar siswa lebih banyak dalam
memahami konsep segitiga diperkenalkan kepadanya bermacam-macam segitiga seperti
segitiga siku-siku, segitiga lancip, segitiga tumpul, segitiga samasisi dan segitiga samakaki.
Dengan demikian siswa tidak hanya mengenal satu segitiga saja.
Kedua Dengan diperkenalkan dengan berbagal macam contoh siswa akan lebih menerapkan
konsep ke dalam kondisi lain, baik itu dalam bidang yang berhubungan dengan matematika.
Misarnya, siswa yang belajar perkalian tidak hanya diperkenalkan dengan himpunan saja,
tetapi 13 dikenalkan dengan perkalian melalui jajaran. Dengan memahami konsep perkalian
melalui jajaran siswa akan mampu menghitung banyaknya tentara yang berbaris di suatu
lapangan upacara yang diatur menurut jajaran.
Dalam pembelajaran matematika Dienes lebih menekankan pada memanipulasi benda
konkret, laboratorium dan permainan matematika.
2. Tahap Pembelajaran Konsep Matematilka
Dienes mengemukakan bahwa terdapat enam tahap dalam pembelajaran konsep matematika.
Tahap-tahap itu dipelajari secara berurutan. Bila kita amati pendapat Dienes ini sejalan
dengan tahap-tahap perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget.
Tahap-tahap yang dimaksudkan oleh Dienes yaitu (1) bermain bebas, (2) permainan, (3)
penelaahan sifat bersama, (4) penyajian, (5) penyimbolan, dan (6) pemformalan.
a . Bermain Bebas
Bermain bebas merupakan tahap pertama siswa dalam belajar konsep. Bermain bebas
merupakan tahap belajar konsep yang kegiatannya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.
Dengan bermain bebas siswa bermain-main dengan benda-benda konkret model matematika.
61

Meskipun tidak diarahkan, siswa secara tidak sengaja mulai diperkenalkan dengan konsep
matematika melalui benda-benda konkret yang is permainan tersebut. Pengenalan konsep
terjadi, karena interaksi antara is dengan benda-benda konkret di sekitar lingkungan
belajarnya. Untuk mendapat pengalaman yang banyak siswa hanis banyak berinteraksi
dengan benda-benda atau model matematika yang banyak dan bervariasi. Tanggung javvab
guru untuk menyediakan bermacammacam benda konkret yang berkaitan dengan konsep
matematika atau memiliki konsep matematika. Pada tahap int siswa membentuk mental dan
sikap untuk persiapan dalam rnemahami struktur matematika dari konsep.
a . Permainan
.Permainan merupakan tahap kedua setelah tahap bermain bebas. Dalam tahap permainan
siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam konsep
tertentu. Ia mulai mengamati sifat-sifat kesarnaan atau ketidaksamaan, keteraturan atau
ketidakaturan suatu konsep yang diwakili oleh benda-benda konkret, keteraturan-keteraturan
yang terdapat dalam konsep tertentu belum tentu berlaku pula bagi konsep yang lainnya.
Dengan permainan siswa diajak mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika
itu. Seberapa efektifnya permainan dapat menanamkan konsep tertentu, sangat tergantung
dari permainan itu.
c. Penelaahan Sifat Bersama
Untuk meninjau sifat bersama dari suatu konsep yang disajikan mungkin belum cukup
melalui dua tahap yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada tahap ini siswa mulai diarahkan
dalam kegiatan menemukan sifat-sifat bersama. Pada tahap ini pula siswa belajar untuk dapat
menghayati sifat-sifat bersama tersebut. Dengan demikian diharapkan siswa mampu
menunjuk mana yang merupakan contoh dan mana yang bukan contoh. Untuk melatih siswa
untuk dapat melihat sifat-sifat bersama tersebut dengan mentranslasi dari suatu permainan ke
bentuk permainan yang lain. Meskipun demikian sifat-sifat abstrak yang diwujudkan dalam
permainan itu tetap tidak berubah, walaupun translasi dilakukan.
d. Penyajian
Pada tahap sebelumnya, siswa menelaah sifat bersama, setelah siswa dapat menemukan
sifat-sifat bersama, siswa perlu belajar membuat gambaran tentang sifat-sifat bersama, siswa
perlu belajar membuat gambaran tentang sifat bersama atau konsep yang ditemukan tersebut.
Gambaran komsep itu lebih abstrak daripada situasi yang disajikan. Penggambaran konsep ini
62

akan mengarahkan siswa ke arah pengertian struktur maatematika yang abstrakyang terdapat
dalm konsep tersebut. Penggambaran konsep tersebut adalah penyajian yang dapat berupa
diagram atau lisan.
e. Penyimbolan
Setelah pada tahap keempat siswa mampu menyatakan penggambaran suatu konsep.
Pada tahap penyimbolan siswa belajar membuat symbol dari gambaran konsep yang yang
telah ditemukannya. Pada tahap awal siswa dibiarkan untuk dapat mencari symbol sendiri
sekaligus belajar member symbol dari gambar konsep yang diperolehnya. Namun setelah itu
selanjutnya siswa diarahkan untuk memilih symbol yang cocok disesuaikan dengan konvensi
yang berlaku dalam matematika. Penyajian suatu konsep dapat dinyatakan dengan perumusan
kata-kata. Misalnya, hasil kali dua bilangan negative adalah bilangan positif.
f. Pemformalan
Pada tahap ini siswa belajar mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Jadi pada tahap ini siswa belajar mengorganisasikan
konsep-konsep matematika secara formal sehingga hasil dari pengorganisasian dari konsepkonsep tersebut timbul dalil atau teori. Aksioma merupakan sifat-sifat dasar di dalam struktur
matematika. Dari aksioma ini kemudian dapat dirumuskan teorema tatau dahl. Langkahlangkah dari suatu aksioma menuju teorema atau dafil dikenal denagn nama pembuktian.
3. Prinsip Pembelajaran Konsep Matematika
Menurut Dienes, belajar konsep terdiri dari empat prinsip, yaitu prinsip dinamika,
prinsip konstruktivitas, prinsip variabilitas dan prinsip persepsi variabilitas.
a. Prinsip Dinamika
Prinsip dinamika menyatakan bahwa permainan-permainan dapat diberikan sebagai
pendahuluan dalam pembentukan konsep asalkan setiap jenis permainan tersebut diberikan
pada waktu yang tepat dan sesuai. Permaina dimulai dengan memanipulasi materi konkret,
kemudian perlahan-lahan diganti dengan permainan mental.
b. Prinsip Konstruktivitas
Prinsip kostruktivitas menyatakan bahwa dalam struktur permainan konstruktivitas
selalu mendahului analisis dan hal ini dapat terjadi pada siswa umur 12 tahun ke atas.
63

c. Prinsip Variabilitas
Prinsip variabilitas menyatakan bahwa konsep harus berisikan variable. Maksudnya
konsep harus dipelajari melalui pengalaman yang mengikutsertakan banyak variable.
d. Prinsip Persepsi Variabilitas
Prinsip ini mengatakan bahwa untuk memberikan sebanyak mungkin pengalaman dan
variasi-variasi dari siswa dalam pembentukan konsep,serta untuk mempengaruhi siswa untuk
mengumpulkan esensi matematika dari abstraksi, maka struktur konseptual yang sejenis
dapat diberikan dalam bentuk ekivalensi persepsi sebanyak-banyaknya.
4. Pendekatan Pembelajaran Matematika
Selain mengemukakan tentang tahap dalam pembelajaran matematika, Dienes
mengemukakan pola pendekatan yang harus dilakukan dalam pembelajaran matematika
sebagai berikut.
a. Dalam belajar matematika siswa melalui manipulasi benda-benda konkret dan membuat
abstraksi dari konsep atau struktur dari konsep atau struktur tersebut.
b. Dalam memahami matematika siswa harus mengalami proses yang wajar seperti tahap
bermain-main dengan benda-benda konket, tahap mengurutkan pengalaman sehingga
menjadi suatu kebulatan yang mempunyai arti, tahap pemahaman konsep dan tahap
pengaplikasian.
c. Mengingat bahwa matematika sebagai ilmu seni kreatif, oleh sebab itu matematika
sebaiknya dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni.
d. Dalam pembelajaran konsep dalam matematika, konsep yang dipelajari tersebut harus
berkaitan dengan konsep yang sudah dipahami sebelumnya.
e. Supaya siswa memperoleh sesuatu dari belajar matematika, siswa harus dapat
mengalihkan dari suasana konkret ke dalam perumusan abstrak dengan menggunakan
symbol.
I. Teori Belajar Van Hiele
Kalau sebelumnya sudah diketahui mengetahui teori-teori belajar yang menjadi
landasan dalm proses pembelajaran matematika. Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang
teori belajar yang mengkhususkan dalam pembelajaran geometri yang dikenal dengan teori
belajar Van Hiele. Van Hiele adalah seorang pengajar matematika Belanda yang telah
mengadakan penelitian melalui observasi dan tanya jawab yang ditulis dalam disertasinya.
64

Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap
perkembangan kognitif siswa dalam memahami geometri.
1. Tahap Perkembangan Kognitif
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahap pemahaman geometri yaitu tahap
pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan.
a. Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus,
segitiga, persegi, dan bangunbangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan dengan
sejumlah bangun-bangun geometri, siswa dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga.
Pada tahap pengenalan siswa belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun
geometri yang dikenainya itu. Sehingga bila kita ajukan pertanyaan apakah pada sebuah
persegi panjang, sisi yang berhadapan sama panjang?, apakah suatu persegi panjang kedua
diagonalnya sama panjang ? siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami
betul karakter anak pada tahap pengenalan. Jangan sampai siswa diberikan sifat-sifat bangunbangun geometri tersebut, siswa akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan hafalan.
b. Tahap Analisis
Bila pada tahap pengenalan ssiwa belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun
geometri, tidak demikian pada tahap analisis. Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami
sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini siswa sudah mengenal sifat-sifat
bangun geometri, seperti pada suatu kubus banyak sisinya enam, sedangkan banyak rusuknya
12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus itu balok. Siswa pada tahap ini belum bisa
menjawab pertanyaan tersebut karena siswa pada tahap ini belum memahami hubungan
antara balok dan kubus. Siswa pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang
terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
c. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih
meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun
geometri beserta sifat-sifatnya. Pada tahap ini siswa sudah mampu
mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan
bangun geometri lainnya. Siswa yang berada pada tahap ini sudah
65

memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya siswa sudah


mengetahui jajar genjang itu trapesium, belah ketupat adalah layangIayang, kubus itu adalah balok. Pada tahap ni siswa sudah mulai mampu
untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih
pada tahap awal artinya belum berkembang balk. Karena masih pada
tahap awal siswa masih belum mampu memberikan alasan yang rinci
ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama,
mengapa kedua diagonal pada persegi sating tegak lurus.
c. Tahap Deduksi
Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami deduksi yaitu
merigambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara
deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus.
Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika
dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan,
membuktikan teorema dan ,ain-lain dilakukan dengan cara deduktif.
Sebagai contoh siswa menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajar
genjang adalah 3600 secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan
prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotongmotong sudut-sudut benda jajar genjang kemudian setelah itu ditunjukkan
semua sudutnya membentuk sudut satJ putaran penuh atau 3600 belum
tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu
pada dasamya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran
sebenamya. Jadi mungkin bisa keliru dalam mengukur sudut-sudut jajar
genjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara
yang tepat dalam pembuktian pada matematika.
Siswa pada tahap ini tetah mengerti pentingnya peranan unsurunsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan,
aksioma atau postutat dan teorema. Siswa pada tahap ini belum
memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu siswa
pada tahap ini belum bisa menjawab peatanyaan mengapa sesuatu itu
disajikan teorema dan dalii.

66

e. Tahap Keakuratan
Tahap terakhir dari perkembangan kognitif siswa dalam memahami
geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini siswa sudah memahami
betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi
suatu pembuktian. Siswa pada tahap ini sudah memahami mengapa
sesuatu itu dijadikan postulat atau darn. Dalam matematika kita tahu
bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan
merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini
memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu
jarang atau hanya sedikit sekali siswa yang sampai pada tahap terakhir ini
sekalipun siswa tersebut sudah berada di SMA.
Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan
kognitif dalam memaharni geometri Van Hiele juga mengemukakan
beberapa terori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang
dikemukakan Van Hiele antara lain sebagai berikut.

Tiga unsur utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi


pembelajaran dan metode penyusun apabila dikelola secara terpadu
dapat mengakibatkan meningkatkan kemampuan berpikir siswa

kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.


Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama
lain, kemudian sating bertukar pikiran maka kedua orang tersebut
tidak akan mengerti. Sebagai contoh seorang siswa tidak mengerti
mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam
suatu jajar genjang adalah 3600. Misalnya siswa itu berada pada
tahap pengurutan ke bawah. Menurut siswa pada tahap yang
disebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa
jumlah sudut-sudutnya adatah 3600. Contoh yang lain seorang
siswa yang berada paling tinggi pada tahap kedua atau tahap
analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus
itu adalah balok, belah ketupat itu layang-layang. Gurunya pun
67

sering tidak mengerti mengapa siswa yang diberi penjelasan


tersebut tidak memahaminya. Menurut Van Hiele seorang siswa
yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat
mengerti atau mernahami materi yang berada pada tingkat yang
lebih tinggi dari sisvva tersebut. Kalaupun siswa itu dipaksakan
untuk memahaminya, siswa itu baru bisa memahami melalui

hafalan saja bukan melalui pengertian.


Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu siswa mernahami
geometri dengan pengertian, kegiatan belajar siswa harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa atau disesuaikan
dengan taraf berpikimya. Dengan demikian siswa dapat
memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai
persiapan untuk meningkatkan tahap berpikimya kepada tahap
yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.

2. Manfaat Teori Belajar Van Hiele dalam Pembelajaran Geometri


Teori-teori yang dikemukakan Van Hiele memang lebih sempit
dibandingkan dengan teori-teori yang dikemukakan Piaget dan Dienes
ka7-ena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja.
Meskipun sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran geometri. Berikut
hal-hal yang diambil manfaatnya teori-teori yang dikemukakan Van Kele,
Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan
kognitif siswa yang dikemukakan Van Hiele. Guru dapat mengetahui
mengapa seorang siswa tidak memahami bahwa kubus itu merupakan
balok karena siswa tersebut tahap berpikirnya masih berada pacia
tahap analisis Ke bawah, siswa belum masuk pada tahap pengurutan.
Supaya siswa dapat memahami geometri dengan pengertian,
pembelajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap berpikir siswa.
Jadi jangan sekali-kali memberi pembelajaran materi yang sebenamya
berada di atas tahap berpikimya. Selain itu dihindari siswa untuK

68

menyesuaikan dIrinya dengan tahap pembelajaran guru tetapi yang


terjadi harus sebaliknya.
Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan bark
siswa
dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat
kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling rendah sampai dengan
tingkat yang paling rumit dan kompleks.
J. Teori Intelegensi Guilford
Dalam setiap kegiatan pembelajaran berkaitan dengan kesiapan
siswa mempelajari materi ajar. Untuk dapat memahami atau mengerti
suatu materi ajar berkaitan dengan kecerdasan atau intelegensi siswa.
Berdasarkan hal tersebut sebaiknya setiap guru dapat memahami teoriteori intelegensi yang dikemukakan oleh para ahlinya. Salah satu ahli
psikologi yang mengemukakan intelegensi adalah J. P. Guilford dari
Amerika Serikat.
Guilford berpendapat bahwa kegiatan intelegensi manusia dapat
dikategorikan ke dalam 120 tipe yang berbeda, Guilford mengembangkan
teori intelengsinya di Universitas California sekitar tahun enam puluhan.
Teori intelegensi dari Guilford ditampilkan dalam bentuk model yang
dikenal dengan struktur model intelektual Guilford. Teori intelegensi yang
dikemukakan Guilford dikembangkan tidak berdasarkan hasil eksperimen
melainkan berdasarkan pertimbangan teoritik. Meskipun demikian
teorinya ni dicocokkan dengan eksperimen. Struktur model intelektual
dari Guilford dikembangan dengan menggunakan prosedur statistik yaitu
analisis faktor. Dengan menggunakan analisis faktor is berusaha untuk
mengidentifikasikan serta mengkiasifikasikan kemampuan-kemampuan
intelektual manusia. Struktur model intelektual dari Guilford dapt
digambarkan seperti gambar berikut ini,

69

Struktur model intelektual yang dikemukakan Guilford terdiri clari


tiga dimensi, yaitu operas', isi belajar, dan produk belajar. Masing-masing
dimensi mewakili setiap perbuatan intelektual. Struktur model intelektual
dari Guilford dibuktikan dengan menguji sejumiah orang berbagai usia
mulai dari urnur dua tahun sampai orang dewasa, supaya lebih jelas kita
lihat masing-masing dimensi yang mewakili sifat-sifat belajar dan
perkembangan intelektual.
1. Operasi
Operas' merupakan tipe perbuatan intelektual yang mungkin selama
berpikir. Operasi merupakan proses mental pada saat belajar. Operasi
terdiri dari lima macam, yaitu pengamatan, ingatan, produk konveryen,
produk divergen, dan evaluasi.
a. Pengamatan adalah kemampuan untuk menemukan, mengenal dan mengeti bermacammacam bentuk informasi. Sebagai contoh, kemamouan untuk memisahkan sekumpulan
bentuk geometri dan seperti memisahkan bujur sangkar dan segitiga jika diberikan
sekumpulan bentuk-bentuk geometri bidang.
b. Ingatan adalah kemampuan untuk menyimpan informasi yang telah diperoleh, dikenal dan
dimengerti kemudian mengeluarkannya untuk menjawab tantangan. Sebagai contoh untuk
menjawab pertanyaan Apa yang disebut bujur sangkar? diperlukan ingatan.
c. Produk kovergen adalah kemampuan untuk mengkombinasikan inforrmasi-informasi
yang diketahui untuk sampai kepada satu jawaban yang benar. Sebagai contoh seorang
siswa dapat memberikan jawaban atas pertanyaan berapa banyak bilangan prima antara 10
dan 20 ? Banyaknya bilangan prima antaran 10 dan 20 adalah empat bukan lima atau 10.
d. Produk divergen adalah kemampuan untuk memberikan alasan yang berbeda dari alasan
yang sudah diberikan terhadap informasj tertentu. Kemampuan ini dapat diartikan
semacam kempuan siswa untuk membuktikan suatu teorema dengan cara lain yang
berbeda.
e. Evaluasi adalah kemampuan untuk mengolah informasi untuk memperoleh perkiraan
dalam mengambil suatu kesimpulan atau keputusan atau keputusan yang benar.
2. Isi Belajar
Isi belajar merupakan dimensi kedua dari struktur model intelegensi Guilford.
Dimensi ini menunjukan bahan yang dipelajari. Setiap kah melakukan perbuatan operasi,
70

perbuatan tersebut akan mengenai salah satu dari dimensi isi belajar. Dimensi ini terdiri dari
empat jenis yaitu isi ganbaran, isi simbol, isi semantik dan isi tingkah laku.
a. Isi gambar adalah isi yang berhubungan dengan bentuk-bentuk seperti bentuk segitiga,
persegi, lingkaran, kubus dan sebagainya.
b. Isi simbol adalah isi yang berkaitan dengan representasi benda konkret maupun abstrak.
Representasi yang diberikan dapat berupa angka, huruf, tanda, suku kata atau
semacamnya. Contoh X adalh simbol matematika untuk perkalian pad bilangan, f
merupakan simbol matematika untuk menyatakan suatu fungsi.

c. Isi semantik adalah isi yang berhubungan dengan gagasan atau kata-kata yang dapat
menimbulkan pengertian apabila kata-kata atau gagasan tersebut sampai kepada pemikiran
manusia. Misalnya, setiap kali kita mendengar atu melihat dengan dengan membaca katakata sepertiga ,persegi, parabola, fungsi, grup dan sebagainya, akan terbayang gambar
verbal pada pikiran kita. Jadi kata-kata atau gagasan baik yang tertulis, diabaca atau
didengar itu merupakan isi semantik.
3. Produk Belajar
Produk belajar adalah hasil dari cara mengidentifikasikan mengorganisasikan
informasi ke dalam pikiran. Setiap kali kita melakukan sutu operasi mental akan mengenai
suatu isi dari perbuatan tersebut dapat menghasilkan enam produk belajar, yaitu satuan,
kelas, relasi, sistem, transformasi dan amplikasi
a. Satuan adalah respon tunggal yang berupa gambar, kata, simbol atau gagasan secara
keseluruhan yang utuh. Misalnya, simbol bilangan 2.
b. Kelas adalah suatu himpuanan yang mempunyai unsur-unsur persamaan. Pengertaian kelas
lebih dari padapengertian himpunan karena kelas menyertakan gagasan. Sebagai contoh
himpunan bilangan ganjil.
c. Relasi adalah hubungan antara satuan-satuan dengan cara

mengorganisasikan satuan

satuan dan kelas-kelas menjadi struktur yang srkali berkaitan itu mempunyai sifat
tersendiri. Contoh relasi dalam matematika lebih dari,kurang dari.
d. Sistem adalah susunan teroganisasi dari satuan-satuan,kelas-kelas dan relasi-relasi
sehingga mereka itu saling berinteraksi, saling bergantungan dan terpola secara kompleks.
Contoh, persamaan,matematika, himpunan bilangan real dengan relasi-relasinya
merupakan contoh sistem matematika.
71

e. Transformasi adalah perubahan bentuk informasi sebagai akibat dari kegiatan modifikasi,
menginterprestasi kembali, dan menyusun kembali informasi-informasi yang sudah ada
menjadi informasi baru.Contoh transfornasi dalam matematika, pemetaan dari suatu
himpunan bilangan real ke himpunan bilangan real.
f. Implikasi adalah kesimpulan sebagai akibat interaksi antara satuan, kelas, relasi, sistem
dan transformasi.
Contoh kegiatan intelektual yang memuat kemampuan intelektual struktur mode
lintelektual Guilforddihadapkan pada sekumpulan seperi dibawah ini.
Seorang siswa dihadapkan pada sekumpulan benda-benda geometri bidang, siswa mampu
mengumpulkan benda-benda berbentuk persegi panjang sebagai ukuran. Kegiatan tersebut
memuatkan dimensi yang dikemukakan Guilfort, seperti operasinya adalah mengamati dan
mengerti, isinya adalah gambar dalam hal ini benda persegi panjang dan produknya adalah
kelas ( benda-benda persegi panjang dengan ukuran yang berbeda-beda panjang dan
lebarnya).
Guilford berpendapat bahwa belajar merupakan penemuan informasi bukan
sekedar hubungan stimulus-respon seperti dikemukakan teori assosiasi. Menurut Guilford
kemampuan seorang siswa dan belajar berbeda-beda kemampuan. Bisa saja seorang siswa
mudah dalam mempelajari relasi tetapi ia kesulitan dalam mempelajari transformasi.Struktur
model intelektual Guilford tidak menyatakan tipe kegiatan intelektual mana yang sulit
dipelajari, tetapi struktur model intelektual tersebut hanya menunjukan bahwa untuk siswa
berbeda, berbeda pula kesulitan dalam mempelajari sesuatu. Dari 120 tipe kemampuan
intelektual yang dikemukakan Guilford nampaknya meliputi hampir seluruh kemampuan
mental manusia yang dapat dikhususkan dan dapat diukur.setiap kemampuan khusus yang
dikemukakan guilford dapat dites sehingga seorang guru dapat mengetahui kekurangan dan
kkekuatan mental siswa. Denam demikian gurun dapat memberi kegiatan atau tugas-tugas
tertentu supaya siswa mempunyai kemampuan kognitif yang lebih serasi. Setiap guru
matematiaka dapat memperoleh manfaat dari tiaori intelegensia yang dikemukakan guilfird
seperti tiorinya yang mengatakan bahwa kemampuan mental siswa itu tidak sama atau
berbeda-beda. Dengan mengetahuin hal tersebut berhasil dalam belajar. Misalnya antara
metode ceramah dan metode diskusi, antara pendekatan deduktif dan pendekatan induktif,
dan sebagainya.
K. Teori Belajar Bermakna Ausubel
David Ausubel terkenal dengan terori belajar bermakna. Ia mengatakan bahwa perlu adanya
pegulangan materi sebelum pelajaran dimulai. Menurut Ausubel, belajar menjadi bermakna
jika informasi yang hendak dipelajari siswa akan menghubungkan informasinbaru tersebut
72

dengan informasi yang telah dimiliki. Dalam menyajikan informasi yang akan dipelajari
siswa supaya belajar menjadi bermakna . Ausubel memakai istilah advance organize
( pengatur lanjut). Sebagian buku memasukan teori Ausubel kedalam aliran kognitif dan ada
pula yang memasukan sebagai aliran psikologi tingkah laku. Teori Ausabel

dimasukan

kedalam aliran psikologi kognitif dengan alasan pendapat Ausubel yang menyatakan bahwa
stuktur kognitif di dalam mental siswa yang merupakan unsur mengaitkan datanya informasi
baru. Ausubel membedakan antara pengertian belajar meneriama dengan belajar menemukan,
menurutnya pada belajar siswa diberikan bentuk akhir dari apa yang diberikan guru.
Sedangakan pada belajar menemukan bentuk akhir dari apa yang diberikan pada siswa.
Adanya pelakuan terhadap siswa yaitu diberi bentuk akhir dan tidak memberikan bentuk
akhir yang diberikan guru, merupakan dasar memasukan teori Ausubel ke dalam afiaran
psikologi tingkah laku.
1. Tipe Belajar
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang hendak dipelajari siswa disusun
sedemikian hingga cocok dengan struktur kognitif siswa. Dengan cara tersebut siswa akan
mengaitkan pengetahuan barunya dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Seorang
siswa yang belajar bermakna sebab dengan demikian pengalihan ilmu atau transfer belajar
mudah dicapai siswa. Ketika metode penemuan dianggap sebagai suatu metode yang baik
sebab dengan belajar melalui penemuan siswa belajar dengan bermakna, sedangkan dengan
metode ceramah tidak demikian. Pendapat demikian dibantah oleh Ausebel, menurut baik
belajar penemuan maupun belajar menerima. Kedua-duanya dapat belajar bermakna atau
belajar menghafal. Dari kedua kegiatan belajar tersebut Ausebel mengidentifikasikan empat
kemungkinan tipe belajar.
a. Mengajar dengan metode ceramah sedangkan siswa belajar secara dengan cara
menghafal. Pada tipe ini siswa menerima informasi yang disajikan guru dalam bentuk
final yaitu bentuk akhirnya diberikan pada siswa. Setelah itu siswa menghafalnya, materi
yang disampaikan guru tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki siswa.
b. Mengajar dengan metode penemuan sedangkan siswa belajar dengan cara menghafal.
Pada tipe ini informasi yang dipelajari ditentukan secara bebas oleh siswa, guru tidak
menyajikan bentuk akhir dari yang diajarkan tetapi siswa sendiri yang harus mencarinya.
Setelah itu kemudian siswa menghafalkan materi tersebut. Contohnya seorang siswa
yang belajar mengenai sifat-sifat persegi panjang, siswa tersebut sebelumnya memilki
npengetahuan tentang sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat. Siswa
tersebut kemudian diberi alat berupa penggaris dan jangka, dengan alat-alat tersebut

73

siswa menemukan sifat-sifat persegi panjang seperti panjang sisi-sisi yang sama, kedua
diagonal nya sama panjang kemudian sifat-sifat tersebut dihafalkan.
c. Mengajar dengan metode ceramah sedangkan siswa belajar secara bermakna. Siswa
menerima informasi yang diberikan guru dalam bentuk final yaitu bentuk akhirnya
diberikan pada siswa, setelah itu siswa mengaitkan pengetahuan yang baru itu dengan
struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya seorang siswa yang mempelajari materi
persamaaan kuadrat. Guru mempersiapkan materi kuadrat disusun sedemikian hingga
materi tersebut mudah dipelajari siswa dengan metode ceramah . Materi yang disajikan
guru tersebut mudah tertanam ke dalam konsep persamaan yang sebelumnya sudah
dimiliki siswa. Materi persamaan kuadrat bisa dipelajari siswa secara bermakna, sebab
pengertian persamaan lebih inklusif daripada persamaan kuadrat.
d. Mengajar dengan metode penemuan sedangkan siswa belajar secara bermakna. Pada tipe
ini informasi yang dipelajari ditentukan secara bebas oleh siswa, guru tidak menyajikan
bentuk akhir dari yang diajarkan tetapi siswa sendiri yang mencarinya. Sesudah itu siswa
mengaitkan pengetahuan yang baru diterima dengan struktur kognitif yang dimiliki
siswa. Misalnya seorang siswa diminta menemukan sifat-sifat persegi. Siswa dapat
menemukan sifat-sifat persegi dengan mengaitkan pengetahuan yang baru diterimanya
yaitu persegi dengan materi yang sudah dimiliki yaitu sifat-sifat persegi panjang.
Dari empat tipe belajar yang telah dikemukakan, Nampak bahwa metode penemuan
dapat menghasilkan belajar menemui hafalan, begitu pula dengan metode ceramah (belajar
menerima) dapat mengahsilkan belajar bermakna. Dari keempat tipe belajar yang telah
disebutkan tipe yang terakhir yaitu mengajar dengan metode penemuan menghasilkan belajar
bermakna, merupakan tipe yang paling baik.
Menurut Ausebel, belajar menghafal pengertiannya berlawanan dengan belajar
bermakna. Dengan belajar bermakna. Dengan belajar menghafal pengetahuan yang diperoleh
terisolasi, siswa tidak dapat mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya itu ke dalam struktur
kognitifnya. Selain itu dengan belajar menghafal siswa tidak dapat mengendapkan
pengetahuan yang baru diperolehnya, siswa hanya dapat mengingat fakta-fakta yang
sederhana. Menurut Ausebel belajar dengan metode ceramah akan lebih efektif untuk siswa
yang sudah mencapai tahap akhir berfikir

formal. Belajar dengan penemuan menurut

Ausebel tidak selamanya lebih baik , salah satu kelemahan belajar dengan penemuan adalah
pengetahuan yang diperoleh tidak utuh serta tidak urut sehingga merupakan pengetahuan
yang terintegrasi. Selain itu dengan belajar penemuan belumtentu motivasi untuk belajar itu
datang dari siswa itu sendiri, bila motivasi untuk belajar tidak dating dari siswa itu sendiri
74

hasil belajar yang diharapkan sukar dicapai. Supaya materi pelajaran yang akan disajikan
harus disusun secara baik, dari materi yang paling inklusif diuraikan sehingga terbagi ke
dalam pecahan-pecahan yang kurang inklusif. Dengan cara itu materi yang diajarkan tersusun
secara hirarki sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki siswa.

2. Prasyarat Belajar Bermakna dengan Ceramah


Ausebel lebih menyenangi materi yang pelajaran yang disusun secara bermakna dan
disajikan dengan ceramah. Namun pengetahuan yang diperoleh dengan cara demikian
mempunyai beberapa prasyarat yang harus dipenuhi.
a. Belajar bermakna dengan ceramah dapat terjadi pada siswa dengan kondisi dan sikap
terhadap tugas belajar sesuai dengan intensi mereka. Jika siswa mengerjakan tugas
belajar karena ia memilki sikap untuk memahami materi pelajaran dan mengaplikasikan
materi pelajaran baru, kemudian dengan menghubungkan dengan materi belajar yang
terdahulu yang telah dimilikinya. Dikatakan belajar tidak dengan cara bermakna. Dengan
demikian kondisi dan sikap siswa dalam belajar matematika. Siswa yang tidak berusaha
untuk memahami matematika dengan sungguh-sungguh mengalami kegagalan dalam
belajar matematika sehingga akhirnya membenci pelajaran matematika.
b. Belajar bermakna dengan ceramah dapat terjadi apabila tugas-tugas yang diberikan pada
siswa sesuai dengan kognitif mereka. Dengan cara demikian materi yang diberikan dapat
diterima siswa secara bermakna. Siswa dapat mengasimilasi materi pelajaran baru ke
dalam struktur kognitif yang lebih lama. Belajar bermakna terlebih dahulu merupakan
penguat bagi belajar bermakna yang baru. Belajar yang bermakna pada awal memberi
pengertian terhadap materi pelajaran yang baru, setelah itukemudian materi baru tersebut
akan terserap dan seterusnya diingat siswa.
c. Prasyarat yang lain untuk terjadinya belajar bermakna dengan ceramah adalah materi dan
tugas yang diberikan pada siswa harap disesuaikan dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa. Apabila materi dan tugas yang diberikan pada siswa yang berada pada
periode operasi konkret tanpa contoh-contoh konkret dari materi tersebut, akan
mengakibatkan siswa tersebut terjadi karena materi yang tersebut secara bermakna. Hal
tersebut terjadi karena materi yang diberikan tidak dimengerti siswa sehingga ia belajar
dengan cara menghafal tidak dengan cara pengertian.
Belajar bermakna dengan ceramah yang dikehendaki Ausebel dalam mempelajari
matematika adalah belajar matematika dengan pernyataan-pernyataan verbal yang cermat dan
75

tepat sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Ausebel juga menghendaki
materi pelajaran yang diajarkan disusun secara hirarkis dari yang lebih inklusif ke yang
kurang inklusif dengan memperhatikan kesiapan mental siswa.
3. Strategi Belajar Bermakna Menurut Ausebel
Setiap disiplin ilmu memiliki organisasi dan struktur yang berlainan begitu pula dengan
struktur kognitif setiap individu. Ausebel berpendapat bahwa proses informasi dari disiplin
ilmu analog dengan struktur proses informasi dari pikiran. Sebagai contoh matematika dan
pikiran masing-masing memilki hirarki struktur ide-ide, ide-ide tersebut tersusun dari yang
paling inklusif sampai dengan yang kurang inklusif, yang paling inklusif berada di puncak
struktur.
Setiap disiplin ilmu memiliki struktur yang berbeda, oleh karena itu menurut Ausebel
disiplin ilmu tidak cocok diajarkan dengan cara interdisiplin, lebih baik diajarkan secara
terpisah. Ausebel tidak sependapat dengan adanya matakuliah-matakuliah yang diajarkan
secara bersama-sama seperti biologi, kimia dan fisika, sama halnya dengan program
matematika sains. Ausebel menganggap bahwa struktur pada suatu disiplin menjadi tidak
jelas bagi siswa. Cabang-cabang dalam disiplin matematika seperti geometri, aljabar dan
analisis dalam pembelajaran matematika.
Prasyarat mengajarkan suatu disiplin ilmu adalah sebagai berikut.
1. Disiplin ilmu itu harus disajikan sedemikian hingga struktur dari disiplin ilmu
tersebut distabilkan dalam struktur kognitif siswa, tidak di absorbsi dan dirusak
menjadi suatu stuktur unit.
2. Materi yang diajarkan supaya dapat dipelajari siswa secara bermakna. Supaya materi
yang diajarkan dipelajari secara bermakna, tugas guru untuk membimbing siswa
membentuk hubungan antara struktur kognitif siswa dengan struktur disiplin ilmu
yang diajarkan pada siswa. Setiap konsep atau dalil yang diajarkan harus
berkaitan dengan konsep atau dalil yang dimiliki siswa yang telah
dipelajari sebelumnya dan telah ada dalarn struktur kognitif siswa.
Hal ini yang dikemukakan Ausubel yaitu la mengembangkan dua
prinsip untuk menyajikan materi pelajaran. Dua prinsip yang
dlmaksuclkan yaitu diferensiasi progresif dan integrasi serasi. Diterensiasi
progresit adalah materi itu disajikan mulai dari yang mudah hingga ke
yang kompleks.

76

Integrasi serasi adalah informasi yang baru atau materi yang baru
diintegrasikan dengan informasi lama atau materi lama yang telah
dipelajari siswa sebelumnya.
L. Teorl Belajar Brownell
Aliran psikologi Gestalt berpendapat bahwa dalam pembelajaran
harus dititikberatkan pada pengertian dan belajar bermakna. Teori belajar
dari Thomdike yang terkenal dengan aliran pengaitannya. Ia berpendapat
bahwa konsep baru yang akan dipelajari siswa harus dikaitkan dengan
konsep yang sudah dikenalnya. Cara dianggap cocok untuk menanamkan
konsep baru tersebut adalah dengan cara stimulus respon yang dilakukan
berulang-ulang. Pandangan aliran psikologi Gestalt dengan teori Thorndike
mengenal latihan halal sejalan. Aliran psikologi Gestalt setuju kalau
tatihan halal tersebut harus dilakukan apabila siswa telah memperoleh
pengertian.
Aliran psikologi Gestalt muncul di Amerika Serikat pada sekital tahun30-an.

Tokoh

aliran

psikologi

Gestalt

yang

terkenal

dalam

maternatvKa adalah William Brownell. Ia mengembangkan bahwa belajar


itu merupakyl suatu proses yang bermakna. Ada perbedaan antara belajar
yang dTevolt1\ siswa dengan menghafal dengan yang diperoleh siswa
dengan pengertian. Untuk melihat perbedaannya lihat contoh berikut.
Misalnya ada soal "Hitunglah (p + q)(r + s)?" Untuk mengajarkan hitungan
tersebut dapat dilakukan sebagai berikut.
1 . Cara

guru

mengajarkan

menghafalkan,

yaitu

dapat

mengalikan

dengan
dua

menyuruh

suku

dua

siswa
sama

untuk
dengan

mengaVkkal suku-sukunya kemudian menjumlahkannya.


(p + q)(r + s) = pr + ps + qr + qs
2 . Untuk mengajarkan hitungan tersebut guru dapat menggunakan
konsep luas seperti berikut.
r
s

77

II
ps

III
qr
q

IV
qs

Cara pertama merupakan contoh belajar dengan menghafal sedangkan cara kedua
merupakan contoh dengan pengertian.
BAB 5

PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Masalah pernbelajaran matematika adalah masalah yang kompleks.


Untuk itu seorang guru matematika harus mampu memilih pembelajaran
yang tepat untuk suatu bahan ajar matematika. Bahan ajar ini dapat saja
berupa suatu topik atau sub-topik matematika sekolah. Pembelajaran
matematika yang dipilih oleh seorang guru matematika tersebut
melibatkan model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, metode
pernbelajaran, dan teknik pembelajaran yang lazim digunakan dalam
pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran meruapkan suatu
konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu materi ajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
A. Pendekatan Spiral
Pendekatan ini digunakan untuk membelajarkari konsep matematika. Pada
pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan ini, suatu
konsep tidak diajarkan dari awal sampai akhir secara berurutan dan,
tuntas dalam selang waktu yang tertentu. Tetapi suatu konsep diberikan
secara sebagian-sebagian, berulang-ulang dan dalarn seiang waktu yang
terpisahpisah, muia-mula konsep tersebut dikenaikan dengan cara dan
dalarn bentuk sederhan yang makin lama semakin kompleks dan dalam
bentuk abstrak daa pada akhimya digunakan bentulk umum dalam
matematika, di antara selang waktu yang terpisah itu diberikan konsepkonsep lain.
78

Misalnya dalam pembelajaran konsep A, di selang waktu pertama


konsep A dikenalkan dalam suatu topik dengan cara intuitif melalaui
bendabenda konkret, contoh-contoh konkret, atau gambar-gambar sesuai
kemampuan siswa dan konsep A dinyatakan dengan notasi atau simbol
yang sederhana. Setelah selang waktu itu selesai, pembelajaran
dilanjutka dengan konsep-konsep lain (misalnya konsep B dan C),
mungkin konsep dengan notasi yang sederhana itu digunakan dalam
konsep B dan konsep C. Di selang-selang waktu yang terpisah
selanjutnya, konsep A dibelajarkan lagi yang makin lama semakin
kompleks dan dalam bentuk yang lebih abstrak yang akhimya
menggunakan notasi yang umum digunakan daiarn matematika.
Pendekatan spiral merupakan suatu prosedur pembahasan konsep yang dimulai
dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari cara intuitif ke analisis, dari penyelidikan
kepenguasaan, dari tahap paling rendah hingga tahap yang paling tinggi, dalam waktu yang
cukup lama dan dalam selang waktu terpisah-pisah. Pendekatan spiralsangat sesui dengan
perkembangan psikologi siswa. Dengan demikian prinsip psikologi terpenuhi. Kelemaham
dari pendekatan ini adalah memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mengenalkan
konsep, ini memungkinkan bagi siswa mengalami kejenuhan belajar.
B. Pendekatan Deduktif
Pada dasarnya penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara
untuk menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus
yang bersifat khusus disebut penarikan kesimpulan secara deduktif. Proses berpikir yang
digunakan disebut penalaran deduktif. Suatu pendekatan yang menggunakan proses penalaran
deduktif disebut pendekatan deduktif.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola piker yang disebut
silogisme. Penarikan kesimpulan ini berdasarkan pada pernyataan-pernyataan pendukung
yang disebut premis-premis atau hipotesis, premis ini dibedakan menjadi premis mayordan
premis minor. Bentuk umum penarikan kesimpulan secara deduktif adalah
Premis mayor : p q
Premis minor : q r
79

Kesimpulan

: p r

Perhatikan contoh berikut ini !


Premis mayor : suatu segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku disebut segitiga siku-siku
Premis minor : dalam suatu segitiga siku-siku, kuadrat sisi miringnya sama dengan jumlah
kuadrat kedua siku-sikunya.
Kesimpulan

: jika diketahui dalam segitiga ABC, A = 900 maka berlaku a2 + b2 = c2

Pembelajaran konsep matematika dengan menggunakan pendekatan deduktif dimulai


dengan memberikan defenisi, dan teorema-teorama disusul dengan memberikan contohcontoh. Contoh ini dapat diberikan ole guru atau dicari oleh siswa.
Berikut ini disajikan contoh pembelajaran topic gabungan pada operasi himpunan
dengan pendekatan deduktif.
1. Mula-mula dikemukakan defenisi gabungan
Defenisi : Gabungan dari himpunan A dan himpunan B adalah himpunan dari semua
anggota A atau anggota B atau keduanya.

Gabungan himpunan A dan himpunan B dinyatakan A B dibaca gabungan A dan


B.
2. Kemudian dikemukakan contoh-contoh.
Contoh 1
:
diketahui himpunan A = { 1, 2, 3, 4}
Himpunan B = {a, b, c}
Maka A B = {1, 2, 3, 4, a, b, c}
Contoh 2

diketahui himpunan P = {2, 4, 6, 8}


Himpunan Q = {12, 3, 5, 7, 91}
Maka A B = {2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}

3. Langkah selanjutnya dikemukakan teorema beserta buktinya, pembuktian dilakukan


dengan berdasar pada defenisi, aksioma atau teorema yang sudah dikenalkan.
Teorema : jika diketahui dua himpunan A dan B maka A B = B A
: defenisi A B
Kesimpulan A B = B A
Bukti

4. Diberikan contoh-contoh yang sesuai dengan teorema itu, dan seterusnya.


Pendekatan deduktif dalam pembelajaran matematika sudah bias dilakukan.
Misalnya pemakaian teorema

atau rumus untuk membuktikan atau menyelesaikan


80

masalah pada dasarnya merupakan pendekatan deduktif. Pembelajaran dengan


menggunakan pendekatan deduktif hanya memerlukan waktu yang sangat singkat
sehingga dapat lebih efisien. Setiap kesimpulan yang diperoleh terjamin berikut secara
umum. Namun bagi siswa dapat tingkat rendah dirasa sangat sulit. Untuk memahami
pproses penurunan rumus matematika dan adakecenderungan siswa menjadi pasif dikelas,
oleh karena itu pendekatan deduktif kurang sesuai untuk kelas rendah.
C. Pendekatan Induktif
Proses berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus yang
bersifat khusus menjadi hal yang bersifat umum disebut penalaran induktif. Penalaran ini
merupakan kebalikan dari penalaran induktif untuk memperoleh pengetahuan dari percobaan
atau eksperimen umum bersifat- empiris digunakan penalaran induct-if. Pembelajaran
matematika yang prosedurnya menggunakan pendekatan induktif.
Menurut sejarah, matematika ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman
serta perna dikembangkan denagn analogi dan coba-coba. Namun demikian dalam
matematika formal, penallaran yang digunakan untuk menarik kesimpulan yang berlaku
umum adalah penalaran induksi lengkap atau disebut juga induksi matematika.
Perhatikan contoh induksi matematika dibawah ini!
Salah satu sifat bilangan asli adalah jumlah n bilangan asli adalah

1
2

n(n +1). Untuk

membuktikan sifat itu, harus dibuktikan bahwa untuk setiap n bilangan asli dipenuhi 1 + 2 +

3 + ...+n =

1
2

n(n + 1). Jika pembuktiannya kita lakukan dengan induksi, proses dimulai

dari n = 1, dilanjutkan untuk n = 2, n = 3 dan seterusnya seperti dibawah ini.


Untuk

n= 1, 1 = 1

1
2

. 1.2 =

1
2

.1(1 + 1)

n = 2, 1 + 2 = 3

1
2

.2.3 =

1
2

.2(2 + 1)

81

n = 3, 1 + 2 + 3 = 6

1
2

.3.4 =

1
2

.3(3 + 1)

Proses demikian harus terus dilakukan untuk setiap bilangan asli. Jika kita perlihatkan hanya
untuk n tertentu, proses seperti diatas menurut matematika formal tidak terima, walaupun kita
lakukan untuk n yang besar sekalipun. Mengapa demikian? Karena dalam matematika jika
rumus itu harus menjamin berlaku pula untuk berikutnya. Jaminan ini tidak ada pada induksi
biasa. Dengan proses dibawah ini, matematika formal memberikan jaminan yang diperlukan.
Andaikan rumus tersebut berlaku untuk n tertentu, missal n = k.
1
2

Jadi 1 + 2 + 3 + + k =

k(k + 1).

Kemudian dibuktikan keberlakuannya untuk n = k + 1.


1 + 2 + 3 + + k + (k +1)

1
2

k(k + 1) + (k + 1)

1
2

(k2 + k) + (k + 1)

1
2

(k2 + k + 2k +2)

1
2

(k2 + 3k + 2)

1
2

(k + 1)(k + 2)

1
2

(k + 1)[(k + 1) + 1]

Ternyata untuk n = k + 1 yaitu bilangan berikutnya setelah n = k sembarang, rumus tersebut


tetap berlaku. Dengan demikian dijadikan rumus tersebut berlaku untuk n bilangan asli
sembarang.

82

Dalam pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasar dan menengah,


pendekatan induktif disarankan untuk masih digunakan. Hal ini didasarkan oleh pendapat
para ahli yang mengatakan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar dan menengah yang
sulit untuk menggunakan penalaran deduktif. Oleh karenanya, mereka lebih mudah
menggunakan penalaran induktif untuk memahami konsep-konsep matematika. Pembelajaran
menggunakan pendekatan ini diperlukan waktu yang cukup lama.
Jadi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan deduktif, untuk mengenalkan
teorema pada siswa dilakukan dengan pemberian contoh-contoh yang mengarah pada suatu
rumus yang dikehendaki. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif
memberikan kesempatan pada siswa unutk aktif menemukan rumus dengan menggunakan
observasi, bereksperimen dan berfikir, kesalahan konsep pada diri siswa akan lebih awal
dapat diketahui dan diatasi. Bagi siswa pada tingkat rendah dan siswa yang lemah,
penggunaan penalaran induktif sangat sesuai. Kelemahannya pembelajaran dengan
pendekatan induktif yaitu memerlukan waktu yang cukup lama sehingga bagi siswa yang
pandai pendekatan ini mengakibatkan pelajaran matematika membosankan. Pada umumnya
rumus yang didapat dengan pendekatan ini beum lengkap dalam arti belum dapat menjamin
suatu kesimpulan yang berlaku umum, kecuali pada setiap tahapan dilakukan dengan induksi
lengkap.
D. Pendekatan Intuitif
Pendekatan intuitif di dasari oleh kemampuan mengetahui atau memehami suatu hal
tanpa harus mempelajari (intuisi). Pendekatan intuitif merupakan suatu bentuk pendekatan
yang hampir mirip dengan pendekatan induktif. Pelajaran matematika yang menggunakan
penalaran intuitif dikatakan menggunakan pendekatan intuitif. Dalam pembelajaran
matematika antara pendekatan induktif dan pendekatan intuitif hanya berbeda pada
pemberian contoh. Contoh yang di berikan pada pendekatan intuitif biasanya berupa
permainan, keadaan khusus, masalah sehari-hari atau matematika yang menarik. Salah satu
contoh pendekatan intuitif adalah pada pembelajaran limit fungsi di SMA.
E. Pendekatan Formal
Pendekatan formal sangat sesuai pada pembelajaran matematika karena system
matematika merupakan system deduktif formal. System deduktif formal di susun atas unsure
yang tidak di definisikan, aksioma, dan teorema atau dalil yang telah di buktikan
83

kebenarannya. Pembelajaran dengan peendekatan formal adalah pembelajaran yang


berdasarkan system deduktif formal, yaitu pembelajaran yang di mulai dari pengenalan
unsure yang tidak di definisikan atau aksioma atau definisi, kemudian di ikuti dengan
pengenalan teorema atau dalil yang di buktikan kebenarannya dengan menggunakan aksioma,
definisi dan teorema yang telah di buktikan sebelumnya. Kemudian di ikuti penggunaan
aksioma, definisi, dan teorema atau dalil untuk menyelesaikan masalah.
Pembelajaran dengan pendekatan formal akan menuntuk siswa untuk melakukan
proses berfikir logis, terurut, dan dengan disiplin secara ketat. Oleh karena itu pendekatan ini
sangat sesuai bagi siswa-siswa pada jenjang pendidikan tingkat atas(lanjut) atau siswa pada
tingkat mebnangah dengan kemampuan di atas rata-rata. Bagi siswa pada tingkat rendah pada
umumnya akan mengalami kesulitan jika pembelajaran dilakukan menggunakan pendekatan
ini karena pada umumnya mereka belum mencapai berpikir secara abstrak dan formal.
F. Pendekatan Informal
Jika suatu pembelajaran matematika dilakukan dengan menggunakan pendekatan
formal, tetapi dalam pelaksanaanya menyimpang dari sistem formal yang telah dibahas
sebelumnya, maka pendekatan yang digunakan dikatakan menggunakan pendekatan informal.
Dalam pendekatan informal, teorema-teorema atau rumus-rumus matematika diberikan
kemudian digunakan untuk menyelesaikan masalah tanpa menurunkan atau membuktikan
terlebih dahulu.
Sebagai contoh, pembelajaran persamaan di kelas III SMP. Setelah siswa dibelajarkan
menemukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara pemfaktoran, kemudian pembelajaran
dilanjutkan dengan memberikan rumus untuk mencari akar-akar persamaan kuadrat dengan
menggunakan rumus abc, tanpa diberikan proses penurunan dan bukti rumus tersebut.
Kegiatan pembelajaran seperti di atas menggunakan pendekatan informal, karena
rumus akar persamaan kuadrat di atas merupakan hasil penurunan atau pembuktian rumus.
Dengan demikian rumus atau teorema dalam pendekatan informal pada dasarnya merupakan
hasil proses formal, hanya saja pelaksanaan pembelajarannya rumus atau teorema diberikan
dan digunakan tanpa proses penurunan atau pembuktian.
Pembelajaran dengan pendekatan informal dapat digunakan untuk merangsang siswa
belajar menemukan dan membuktikan sendiri sifat atau rumus, sangat sesuai bagi sekolah
yang tujuan program pembelajaran matematika untuk terapan, waktu yang diperlukan sangat
84

singkat. Pembelajaran dengan pendekatan informal menuntut guru memberitahukan sifat


suatu rumus dengan sebenarnya dan pendekatan ini sangat tidak sesuai dengan system
matematika.
G. Pendekatan Analitik
Pendekatan analitik seringkali digunakan dalam pemecahan masalah matematika.
Pembahasan suatu topik matematika dikatakan menggunakan pendekatan analitik jika
pembahasan dimulai dari hal yang belum diketahui sampai ke hal yang sudah diketahui dan
akhirnya menghasilkan apa yang ingin diketahui.
Pada pendekatan analitik, masalah yang dipersoalkan diuraikan atas bagian-bagiannya
sehingga terlihat jelas hubungan antara bagian-bagian yang belum diketahui, kemudian dicari
langkah-langkah yang mengaitkan hal yang belum diketahui dengan hal-hal yang sudah
diketahui, dan akhirnya sampai kepada hal yang dikehendaki.
Perhatikan contoh di bawah ini!
Diketahui a+b =5 dan ab =8. Hitunglah 3a+3b.
Dikerjakan dari hal yang tidak diketahui yaitu a 3+ b 3, kemudian diuraikan.
Karena (a +b)3 = a 3 + 3a 2 b + 3ab 2+ b 3
Maka a 3 +b 3 =(a +b)3 (3a 2b +3ab 2)= (a +b)3 -3ab(a+ b).
Karena diketahui a +b= 5 dan ab =8 maka a 3 + b 3=5.3 +3.8.5
Pendekatan analitik merupakan pendekatan yang logis Karena setiap langkahnya selalu
beralasan. Hal ini memungkinkan tercapainya pemahaman siswa. Namun tidak semua materi
ajar matematika dapat dilakukan dengan pendekatan ini, seringkali pembahasan dengan
pendekatan analitik memerlukan prosedur yang panjang.
H. Pendekatan Sintetik
Pendekatan sintetik merupakan pendekatan yang kebalikan dengan pendekatan
analitik. Pembahasan permasalahan matematika dengan pendekatan sintetik dimulai dari hal
yang diketahui akhirnya sampai pada yang ingin diketahui. Pada pendekatan sintetik ini,
prosedur yang ditempuh dimulai dari apa yang diketahui dalam masalah yang sedang

85

dipersoalkan, kemudian mencari keterkaitannya dengan hal-hal yang belum diketahui dalam
masalah itu tetapi diperlukan, dan akhirnya sampai kepada hal yang dikehendaki.
Pendekatan sintetik juga merupakan pendekatan yang logis, pada umunya
pembahasan dengan pendekatan sintetik lebih singkat dari pembahsan dengan pendekatan
analitik. Ada kecendurungan siswa menghafal prosedur tanpa pengertian. Oleh karena itu
pendekatan ini kurang menjamin pemahaman siswa.

BAB 6

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Matematika mulai diberikan di sekolah dasar merupakan hal yang sangat tepat,
mengingat matematika telah terbukti sangat bermanfaat bagi siswa baik dalam mempelajari
pelajaran lain maupu dalam kehidupan sehari-hari. Namun perlu disadari bahwa matematika
86

bagi sabagian besar siswa merupakan pelajaran yang sangat sulit sehingga sering kali kita
temui siswa yang pada mulanya menyenangi pelajaran matematika kemudian tidak
menyenangi. Sebagai guru tentunya Anda bertugas untuk mengantisipasi agar keadaan seperti
itu tidak terjadi. Jika keadaan seperti itu telah terjadi, maka guru bertugas untuk segera
mengatasinya.
Jika siswa tidak menyenangi matematika, mungkin salah satu penyebabnya adalah
guru membelajarkan siswa hanya dengan menggunakan satu cara yang kebetulan cara itu
tidak cocok untuk siswa tersebut. Pada dasarnya pembelajaran matematika harus dapat
mengaktifkan siswa untuk belajar dan menyenangi matematika. Namun demikian guru juga
dituntut untuk dapat menyelesaikan program pembelajaran matematika yang sudah tertuang
dalam kurikulum dengan waktu yang tertuang dalam kurikulum tidak tuntas dibahas dalam
suatu tahapan pembelajaran maka dimungkinkan konsep yang dimiliki siswa tidak lengkap
atau terputus. Dengan demikian dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar
pada tahapan berikutnya yang memerlukan konsep tertinggal itu sebagai prasyaratnya.
Oleh karena itu guru harus mampu memilih metode yang efisien dan efektif sehingga
terpenuhinya tuntutan di atas, yaitu siswa aktif dan senang belajar matematika, tercapai
tujuan pembelajaran, dan materi yang direncanakan terselesaikan. Metode pembelajaran
adalah cara yang dapat digunakan untuk membelajarkan suatu materi ajar. Untuk dapat
melakukan tidak memerlukan keahlian khusus. Pelaksaan suatu metode pembelajaran
diperlukan satu atau lebih teknik. Berikut ini disajikan berbagai metode pembelajaran
matematika berikut kelebihan, kelemahan dan teknik pembelajaran yang disarankan.
A.

Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan cara menyampaikan keterangan atau informasi dengan

lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar. Kegiatan ceramah ini jelas berpusat pada si
penceramah, penceramah mendomonasi seluruh kegiatan, sehingga komunikasi yang terjadi
satu arah dari sipenceramah kepada pendengar. Dalam dunia pendidkan, metode ceramah
merupakan metode pembelajaran yang paling tradisional dan paling banyak dipakai sampai
sekarang, khususnya untuk ilmu pengtahuan social. Metode ceramah dianggap metode yang
paling mudah dan murah pelaksanaanya. Jika materi ajar yang telah diurutkan dikuasai guru
maka guru tinggal menyajikan dalam kelas. Situasi yang nampak dalam pembelajaran dengan
metode ini guru berbicara siswa mendengarkan, mencoba menangkap apa yang dijelaskan
guru, dan membuat catatan seperlunya.

87

Dalam pembelajaran matematika dengan metode ceramah guru mendominasi kegiatan


pembelajaran, defenisi dan teorema diberikan, penurunan dan pembuktian teorema
dikerjakan sendiri oleh guru. Kegiatan siswa terkonsentrasi untuk mendengarkan, mengikuti,
dan meneliti pekerjaan guru dalam membuktiakn teorema maupun menyelesaikan soal, dan
membuat catatan.
Kelebihan Metode Ceramah
1. Dapat menampung kelas besar da fasilitas yang diperlukan sederhana,
sehingga kekurangan buku, alat pelajaran tidak menghambat pelaksanaan
metode ceramah dan biaya yang diperlukan relative murah.
2. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama.
3. Karena giru mendominasi pembicara makakonsentrasi guru tidak terpecahpecah dengan demikian akan mudah mengawasi ketertiban siswa dalam
mengikuti pelajaran.
4. Materi,ajar dapat lebih urut digunakan oleh guru. Urutan materi ajar berisi
konsep-konsep yang tersusun secara hinarki dan terencana dengan baik jika
diberikan kepada siswa akan memberikan fasilitas belajar yang baik.
5. Guru dapat memberikan tekanan pada hal-hal yang penting saja sehinggga
akan menghemat waktu dan energy.
6. Materi yang diajarkan sesuai denga kurikulum dapat diselesaikan karena guru
tidak perlu menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.

Kelemahan Metode Ceramah


1. Proses belajar dapat berjalan membosankan dan siswa pasif, karena tidak
mempunyai kesempatan mengemukakan ide dan menemukan sendiri suatu
konsep yang diajarkan. Ini tidak sesuai dengan yang diajarkan matematika,
karena belajar matematika menekankan proses berpikir.
2. Kepadatan konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mamapu
menguasai semua materi ajar yang diberikan.
3. Pengetahuan yang diberikan melalui metode ceramah lebih mudah terlupakan.
4. Mengakibatkan siswa menghafal dan tidak menimbulkan pengertian.
5. Guru tidak dapat mengetahui sejauh mana materi ajar telah dipahami oleh
masing-masing siswa.
6. Siswa dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dari apa yang
dijelaskan guru sehingga akan menimbulakan salah konsep.

88

Memperkirakan kelebihan dan kekurangan metode ceramah diatas, agar metode


ceramah dapat menjadi metode pembelajaran yang efektif untuk diguanakan maka perlu
diperhatikan langkah-langkah berikut ini:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Rumuskan tujuan pembelajaran.


Selidiki apakah metode ceramah benar-benar suatu alternative yang sesuai.
Susun materi ceramah.
Tentukan siasat untuk memotivasi siswa.
Buatlah iktisar dari materi ceramah.
Lakukan penilaian pada akhir ceramah.

Pada langkah kedua diatas, sebelum metode ceramah digunakan dalam pembelajaran
matematika perlu diselidiki apakah metode ceramah perlu diselidiki apakah metode ceramah
merupakan alternative yang sesua. Pembelajaran matematika perlu menggunakan metode
ceramah bila hal berikut ini terpenuhi.
1.
2.
3.
4.
5.

Pembelajaran dilakukan pada siswa kelas besar.


Bertujuan untk memberiakn informasi.
Materia ajar yang diajarkankan belum ada dalam sumber-sumber lain.
Rata-rata kemampuan kelas tinggih.
Materi ajar menarik untuk diceramahkan.
Metode ceramah disarankan tidak digunakan dalam pembelajaran matematika

bila terpenuhi syarat berikut ini:


1. Tujuan pembelajaran agar siswa terampil, kreatif atau aspek kognitif yang
lebih tinggih.
2. Materi ajar menuntut ingatan yang tahan lama.
3. Diperlukan partisipasi aktif untuk mencapai tijuan pembelajaran.
4. Rata-rata kemampuan kelas rendah.
B. Metode Demontrasi
Metode demontrasi sering sering disebuut sebagai metode peragaan sehingga metode
demontrasi ini seringkali diterjemahkan hanya sebagai peragaan alat saja. Apabila dilihat
pusat kegitannya metode demontrasi hamper sama dengan metode ceramah. Dalam
pembelajaran yang menggunakan ini kegiatanya juga masing-masing berpusat pada guru,
hanya saja guru memperagakan atau memperlihatkan suatu proses pada seliruh siswa,
sedangkan kegiatan siswa hanya melihat apa yang dikerjakan guru. Demontrasi dapat saja
dilakuakan oleh guru sendiri atau dengan bantuan siswa.
Dalam pembelajaran matematika, cirri khas penggunaan metode demontrasi ini
adanya peninjolan kemampuan guru dalam membuktiakan teorema, menurunkan rumus,
89

menyelesaikan soal, menggunakan alat ( penggaris, jangka, dan sebagainya ) untuk melukis,
menggunakan alat hitung, dan menggunakan alat peraga lainnya. Pelaksanaan metode
demontrasi ini akan lebih efektif bila diikuti kegiatan siswa untuk melakukan eksperimen
atau pencobaan tentang apa yang baru saja didemontrasikan guru. Metode demontrasi ini
disarankan untuk digunakan apabila tujuan pembelajaran siswa agar siswa mampu
memahami tentang cara mengatur, menyusus, atau menggunakan sesuatu.
Kelebihan metode demontrasi
1. Perhatian siswa dapat diarahkan pada hal-hal yang penting saja.
2. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama.
3. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan menggunakan
metode ceramah, karena siswa mendapat gambaran lebih jelas atau contoh
konkret dari pengamatannya.
4. Bial siswa turut aktif bereksperimen maka siswa akan memperoleh
pengalaman dari praktek selain dari pengamatan.
5. Hal-hal yang mungkin menimbulkan pertanyaan pada siswa dapat dijawab
lebih teliti melalui proses demontrasi.
Kelemahan metode Demontrasi
1. Masih menuntut guru banyak melakukan kegiatan.
2. Bila dalam demontrasi siswa tidak turut melakukan eksperimen maka proses
demontrasi akan kurang dipahami.
3. Tidak semua hal dapat demontrasikan dalam kelompok.
4. Bila proses demontrasi tidak dapat diamati dengan jelas oleh seluruh siswa
( dikarenakan jumlah siswa terlalu besar ) maka metode ini kurang wajar
digunakan.
C. Metode Ekspositori
Dalam pembelajaran dengan metode ekspositori, pusat kegiatan masih terletak pada
guru. Dibandingkan dengan metode ceramah, dalam metode ekspositori ini domonasi guru
sudah banyak berkurang. Tetapi jika dibandingkan dengan metode demontrasi dengan
metode ekspositori ini guru masih lebih banyak.
Dalam pembelajaran matematika dengan metode ini kegiatan guru berbicara hanya
dilakukan pada saat-saat tertentu saja yaitu pada awal pembelajaran, menerangkan materi,
memberkan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan, membuat catatan, atau
memperhatikan saja. Tetapi mengerjakan soal latihan secara bersama dengan temanya dan
seorang siswa diminta mengerjakan dipapan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan
90

itu, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan menjelaskan kembali
secara individual. Apabila dipandang masih banyak pekerjaan siswa belum sempurna,
kegiatan tersebut diikuti dengan penjelasan secara klasikal.
Dari keterangan diatas, pembelajaran matematika yang pada umumnya dilakukan
guru di sekolah-sekolah yag sering disebut dengan metode ceramah adalah menggunakan
metode ekspositori. Beberapa hasil penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa metode
ekspositori merupakan metode yang paling efektif dan efisien. Demikian pula pendapat
David P.Ausubel bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling
efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.

D. Metode Tanya Jawab


Umumnya dalam suatu pembelajaran akan terjadi tanya jawab,namun keiatan itu tidak
dapat disebut menggunakan metode tanya jawab. Misalnya, dalam pembelajaran dengan
metode demonstrasi dan metode ekspositori sering kali terjadi tanya jawab, tetapi tidak dapat
disebut metode tanya jawab.
Metode tanya jawab sering disebut dengan metode dialog. Suatu pembelajaran
matematika dikatakan menggunakan metode ini, jika materi ajar disajikan murni dengan
tanya jawab. Dengan menggunakan metode ini siswa akan terlihat lebih aktif dibanding
metode ekspositori maupun demonstrasi, akan tetapi arah tanya jawab masih ditentukan atau
dikehendaki oleh guru. Dalam metode ini, pertanyan-pertanyaan yang dikemukakan guru
harus dijawab oleh siswa. Dalam pelaksanaan dapat saja terjadi siswa balik bertanya tentang
hal yang belum jelas baginya.
Sebelum tanya jawab terjadi, masih diperlukan cara informatif untuk mengarahkan. Setelah
pengarahan, kemudian dimulailah tanya jawab. Inisiatif tanya jawab ini dilakukan oleh guru.
Jika pertanyaan yang dikemukakan oleh guru terlalu sulit, jawaban siswa mingkin hanya
diam, geleng kepala, tidak tahu atau tidak dapat. Jika kelas diam mungkin saja dikarenakan
tindakan guru tidak menyenangkan siswa. Bila guru marah maka keadaan siswa akan
semakin tidak baik, siswa akan lebih takut untuk menjawab ataupun bertanya. Untuk
menggunakan metode tanya jawab, guru harus mengetahui tujuan mengajukan pertanyaan,
jenis dan tingkat pertanyaan.

91

1. Tujuan mengajuka pertanyaan


Setiap orang yang mengajukan pertanyaan mempunyai tujuan, demikian pula dalam
suatu pembelajaran guru harus memperhatikan tujuan mengajukan pertanyaan. Tujuan
mengajukan pertanyaan dalam suatu pembelajaran, antara lain untuk memotivasi siswa,
menyegarkan apersepsi siswa, mendorong diskusi, mendorong siswa agar berfikir,
mengarahkan perhatian siswa, menggalakkan penyelidikan, memeriksa pertanyaan siswa, dan
mengundang pertanyaan siswa.
2. Jenis pertanyaan
Ditinjau dari jawaban yang dikehendaki, pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaa
tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan jawabannya tertutup.
Misalnya Adakah bilangan prima yang genap?. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang
jawabannya beberapa kemungkinan. Misalnya Tentukan pasangan bilangan yang
jawabannya 8?.
3. Tingkat pertanyaan
Ditinjau dari jenjang kemampuan yang diukur, pertanyaan dibedakan atas pertanyaan
tingkat rendah dan tingkat tinggi. Pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang hanya
mengukur ingatan saja. Misalnya Berapakah jumlah sudut suatu segitiga?, Benarkah itu?,
dan Apakah jawaban itu sebenarnya?
Pada umumnya pertanyaan yang jawabannya hanya ya, tidak, benar, salah,
dapat, tidak mungkin, dan sejenisnya, tergolong pada pertanyaan tingkat redah.
Pertanyaan tingkat tinggi adalah pertanyaan yang mengukur jenjang kemampuan pemahaman
atau lebih tinggi. Misalnya Bagaimana Anda tahu bahwa akar-akar persamaan kuadrat
x2+3x-5=- adalah real?
Agar siswa lebih aktif mengikuti kegiatan tanya jawab, para ahli menyarankan
hendaknya guru menggunakan teknik bertanya yang baik antara lain berlaku sebagai berikut :
1. Rumusan pertanyaan yang diajukan hendaknya jelas, ringkas, sederhana dan
komunikatif.
2. mengajukan pertanyaan dengan ucapan yang jelas dan berintonasi yang baik.
3. gunakan pertanyaan-pertanyaan bervariasi, dimulai dari tingkat rendah ke tingkat
tinggi dan jangan menjawab pertanyaan sendiri.
4. Mengajukan pertanyaan kepada sasaran yang sesuai dengan keperluan. Misalnya
pertanyaan ditujukan kepada seluruh kelas, sebelum ditujukan ke siswa tertentu.

92

Dalam hal ini guru harus memperhatikan pemerataan, jangan selalu yang pandai
saja, atau di depan saja, atau siswa tertentu saja.
5. Jika pertanyaan sudah dilemparkan ke seluruh kelas, guru hendaknya menunggu
sebentar untuk memberikan kesempatan siswa berfikir, kemudian menganjurkan
untuk mengacungkan jari dan tunggu sampai lebih dari saparoh kelas. Jika yang
mengacungkan jari masih sedikit, sederhanakan rumusan pertanyaan. Jika
diperkirakan waktu nya lebih dari cukup, kemudian petunjuk siswa untuk
menjawab dengan memperhatikan pemerataan. Dalam metode ini memang
diperlukan kesabaran guru.
6. selalu menghargai jawaban, pertanyaan, tindakan atau keluhan siswa bagaimana
jelek mutunya. Jika jawaban atau tindakan siswa masih perlu diperbaiki, beri
sedikit arahan, atau ikuti dengan pertanyaan lain.
7. Selalu menerima jawaban siswa kemudian memeriksanya, sebelum mengajukan
pertanyaan lain.
8. Jangan sekali-kali memotong jawaban siswa.
9. Selalu merangsang siswa untuk berpartisipasi menjawab setiap pertanyaan,
mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat atau mendemontrasikannya
atau karyanya di depan kelas.
10. Bertindak seolah-olah belum tahu membuat kekeliruan yang disengaja. Misalnya,
seorang siswa mengajukan pertanyaan, dapat saja guru menjawab dengan Bapak
atau Ibu belum tahu, coba siapa yang mau mencoba atau Tidak tahu, mari kita
coba bersama.
E. Metode Drill dan Latihan
Walaupun telah banyak alat untuk membantu orang melakukan perhitungan dengan
cepat. Namun berhitung dengan cepat dan tepat tanpa alat dalam belajar matematika di
sekolah tetap diperlukan. Kata drill dan latihan seringkali diartikan sama. Namun dalam
pembahasan ini kedua kelas tersebut diartikan lain.
Tujuan menggunakan metode drill dalam pembelajaran matematika adalah
meningkatkan kemampuan kecepatan dan ketepatan dalam mengingat fakta-fakta dasar serta
mengungkapkan kembali ingatannya. Misalnya,di sekolah dasar kelas II, setelah siswa
memahami operasi hitung pejumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan bulat
1 sampai 100, akhirnya siswa dituntut untuk mampu mengerjakan operasi itu dengan cepat
93

dan tepat. Tentunya hal ini memerlukan ingatan dari siswa. Oleh karena itu metode drill
sangat tepat digunakan di sini.
Lain halnya dengan kemampuan untuk menyelesaikan dengan cepat dan cermat soal
seperti 367 + 567, 7652 889, 6321 : 3, 456 x 23, dan sebagainya. Kemampuan untuk
meyelesaikan dengan cepat dan cermat soal di atas, tidak dapat diperoleh dari metode drill.
Kemampuan yang diperlukan untuk itu adalah hafal fakta-fakta dasar berhitung serta hafal
dan terampil menggunakan algoritma berhitung prosedur atau himpunan langkah-langkah
dalam berhitung.
Tujuan menggunakan metode latihan dalam pembelajaran matematika adalah
meningkatkan kemampuan kecepatan dan kecermatan dalam menggunakan algoritma
matematika. Perlu diperhatikan guru bahwa metode drill digunakan bila perlu saja. Karena
pembelajaran yang menekankan keterampilan saja, tanpa pengertian, dan sedikit aplikasi
dalam kehidupan sehari-hari, akan sedikit yang dapat diingat oleh siswa. Demikian pula
dengan metode latihan. Latihan diperlukan jika siswa benar-benar sudah memahami
pengertian dan algoritma.
Pemberian latihan dan drill harus tepat waktu, artinya jika terlalu dini memberikan
latihan dan drill maka dimungkinkan siswa yang belum paham fakta dan algoritma akan
menjadi lamban menyelesaikan soal atau masalah karena masih ada yang belum dipahami.
Tetapi bila pemberian drill atau latihan terlambat, maka siswa akan lamabat dan mengalami
kesulitan dalam belajar materi ajar berikutnya yang terkait. Misalnya, pada pembelajaran
matematika lama, banyak siswa terampil berhitung, tetapi banyak pula siswa yang tidak
memahami konsep operasi bilangan.
F. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas sering disebut metode tugas. Dalam pembelajaran
matematika, pemberian tugas biasanya berupa soal latihan yang dikerjakan dirumah. Namun
sebenarnya, pemberian tugas dalam pembelajaran matematika tidak hanya berupa soal-soal,
tetapi dapat berupa tugas membaca materi ajar

yang akan dibahas pada tatap muka

berikutnya, tugas mencari bukti lain dari suatu teorema atau rumus, tugas mencari contoh
kasus dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan konsep tertentu atau perhitungannya
menggunakan rumus tertentu. Pelaksanaan metode pemberian tugas dari tiga tahap.

94

1.

Guru memberi tugas. Guru harus memperhatikan bahwa tujuan dan petunjuk
pemberian tugas harus jelas. Ini berarti bahwa tugas-tugas tersebut benar-benar telah
terencana.

2.

Siswa melaksanakn tugas.

3.

Siswa mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas baik kepada guru atau temanteman di kelas.
Dalam pembelajaran matematika, tujuan pemberian tugas antara lain adalah agar

siswa dapat melatih keterampilannya dalam menyelesaikan soal, lebih memahami dan
mendalami materi ajar yang telah diberikan disekolah, menumbuhkan kebiasaan belajar
secara mandiri, menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan menumbuhkan sikap positif
terhadap matematika. Oleh karena itu disarankan agar guru tidak memberikan tugas yang
sukar atau terlalu banyak, soal-soal tugas harus membuat soal-soal yang mudah, senang dan
sukar dalam komposisi yang berimbang. Karena tugas yang terlalu sukar dan banyak dapat
mengakibatkan siswa tidak mempuanyai waktu untuk mengerjakan tugas lain dari sekolah
atau kegiatan diluar sekolah, siswa putus asa, dan menimbulkan sikap negative terhadap guru
maupun pelajaran.
Oleh karena itu, kerja sama antara guru matematika dengan guru-guru lain sangat
diperlukan dalam memberikan tugas-tugas kepada siswa.Dengan kerja sama ini dapat
dihindari seorang siswa harus menyelesaikan banyak tugas dalam sehari.
Kelebihan Metode Pemberian Tugas
1.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar mandiri atau kelompok rumah akan lebih
lama diingat.

2.

Siswa mempunyai kesempatan memupuk perkembangan dan keberanaian mengambil


keputusan, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.

3.

Apabila tugas secara dikoreksi guru dapat lebih cepat mengetahui jika terdapat
kesalahan konsep pada diri siswa.

Kelemahan Metode Pemberian Tugas


1

Seringkali siswa melakukan penipuan diri dimana siswa hanya meniru pekerjaan
orang lain tanpa mengalami proses belajar.

Adakalanya tugas itu dikerjakan olleh orang lain.

Apabila tugas terlalu berlebihan dan sukar dapat mengganggu mental siswa.

Guru mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian. Adakalanya pekerjaan


kelompok siswa bahkan satu kelas sama. Meskipun demikian tugas harus tetap dikoreksi
dan dinilai, sebagai penghargaan kepada karya siswa.
95

G. Metode Diskusi
Pembelajaran dengan metode diskusi adalah bentuk kegiatan pembelajaran dimana
terjadi interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Diskusi dapat dilakukan
dalam kelompok kelas yang dipimpin oleh guru atau seorang siswa dengan moderator, atau
diskusi dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok kecil ini dibedakan menjadi diskusi
kelompok pasangan (2 orang), diskusi kelompok (3-6 orang), diskusi kelompok dinamika
yaitu dimulai dari kelompok pasangan, kemudian bergabung menjadi 4 orang, kemudian
bergabung lagi menjadi 8 orang.
Materi ajar matematika atau masalah matematika yang layak didiskusikan adalah
materi atau masalah yang menarik siswa sesuai dengan taraf berpikirnya, yang
mengutamakan penalaran dan mempunyai kemungkinan jawab lebih dari satu. Misalnya,
membuktikan suatu teorema atau rumus, menyelesaikan soal, dan menyederhanakan suatu
bentuk aljabar.
Materi ajar dalam diskusi kelompok dapat berbeda-beda dan dapat pula sama untuk
setiap kelompok. Diskusi kelompok akan lebih bermanfaat jiak setiap kelompok melaporkan
hasil diskusi kepada kelas secara keseluruhannya. Apabila materi ajar diskusi sama untuk
semua kelompok, mungkin akan diperoleh hasil yang sama, mungkin berbeda mungkin juga
hasil akhirnya sama tetapi caranya berbeda. Jika hasilnya bervariasi untuk menambah
pengalaman siswa. Dari hasil laporan ini guru dapat melihat apakah konsep-konsep yang
diajarkan telah dimengerti siswa atau belum, jika terjadi kesalahan konsep pada diri siswa
segera dapat teratasi.
Kelebihan Metode Diskusi
1.

Siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.

2.

Memupuk keberanian mengemukakan pendapat orang lain secara kritis.

3.

Memupuk sifat kerja sama yang ilmiah.

4.

Kesalahan konsep dapat segera ditanggulangi.

Kelemahan Metode Diskusi


1. Jika kelompok diskusi kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa pandai akan
mendominasi kegiatan sedangkan siswa yang kurang pandai akan pasif.
2. Jika dalam kelompok tidak ada siswa yang pandai maka diskusi mungkin tidak berjalan
sehingga kegiatan tidak efektif.
3. Menumbuhkan waktu yang lama sehingga cenderung tidak efisien.
H. Metode Penemuan

96

Dalam

pembelajaran

matematika,

metode

penemuan

adalah

suatu

cara

menyampaikan materi ajar matematika sedemikian hingga proses belajar yang terjadi
memungkinkan siswa untuk menemukan siswa untuk menemukan hal baru berdasarkan
serentetan pengalaman yang lampau. Hal baru disini bukan berarti benar-benar baru, sebab
sudah diketahui orang lain. Akan tetapi merupakan hal yang baru bagi siswa yang
bersangkutan. Hal-hal baru yang diharapkan dapat ditemukan oleh siswa dapat berupa
konsep, teorema, rumus, pola, aturan dan sejenisnya.
Dalam pembelajaran dengan metode penemuan ini keterangan-keterangan yang
dihadapkan kepada siswa tidak disajikan secara lengkap dari awal sampai akhir seperti
metode ceramah, ekspositori, Tanya jawab, atau demonstrasi. Dalam awal kegiatan dengan
metode penemuan ini siswa dituntut untuk melakuakan aktivitas mental untuk memahami
keterangan-keterangan yang dihadapkan. Siswa dituntut untuk benar-benar aktif.
Metode penemuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penemuan terbimbing dan
penemuan tidak terbimbing. Dalam metode penemuan tidak terbimbing, guru hanya berfungsi
sebagai pengawas, tidak membimbing dan tidak menyelesaikan masalah bagi siswa, benarbenar dituntut untuk menyelesaikan masalah sendiri. Penemuan tidak terbimbing ini sulit
dilakasanakan pada perguruan tinggi. Pada umumnya siswa masih memerlukan bimbingan,
arahan selangkah demi selangkah untuk memahami hal-hal baru. Oleh karena itu, jika siswa
tidak menunjukan kemampuan untuk memahami hal abru yang dikemukakan maka metode
penemuan terbimbing yang lebih tepat unutk dilaksanakan.
Dalam metode penemuan terbimbing, langkah yang ditempuh guru adalah
menyatakan masalah kemudian membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian masalh
itu dengan instruksi-instruksi seminimal mungkin. Sedangkan siswa mengikuti instruksi yang
sedikit itu, dan berusaha menemukan sendiri penyelesaiannya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan siswa dalam metode penemuan terbimbing
sebagai berikut:
1.

Memahami masalah.

2.

Memperoleh data atau keterangan atau menyederhanakan masalah.

3.

Menguji pada yang terjadi dan membuat dugaan.

4.

Menguji dugaan tersebut.

5.

Menggenaralisasikan atau menyatakan dalam bentuk umum.

Perhatikan contoh masalah di bawah ini dengan metode penemuan!


1

Menemukan sifat perkalian bilangan bulat positif dan negative.


Kerjakan perkalian berikut ini!
97

3 x 4 =
3 x 3 =
3 x 2 =
3 x 1 =
3x0=
Perhatikan hasil-hasil yang anda peroleh !
Apakah anda melihat suatu pola ?
Kesimpulan apakah yang dapat anda ambil ?
Coba anda lanjutkan pola di atas, seperti berikut ini !
3 x -1 = ...
3 x -2 = ...
3 x -3 = ...
3 x -4 = ...
Perhatikan hasil-hasil yang anda peroleh !
Apakah anda melihat suatu pola !
Kesimpulan apakah yang dapat anda ambil ?
2. Menemukan rumus (a+b)2 = a2 + 2ab + b2
a

b
b

(a + b)
A

(a + b)

(a + b)
Perhatikan gambar dan cari hubungan yang terjadi !
3. Carilah nilai x dari ax2 + bx + c = 0 jika x 0
4. Gambarlah sembarang segitiga siku-siku, ukur panjang sisi-sisinya, ukur semua sudutsudutnya. Apakah yang dapat Anda temukan !
Jika guru memberikan masalah seperti contoh 1 di atas maka metode yang digunakan
adalah metode penemuan terbimbing. Pada contoh 1 sajian masalah serupa dengan metode
induktif. Sebaliknya jika guru memberikan seperti contoh 2,3, dan 4 tanpa instruksi lain
atu bimbingan guru maka guru menggunakan metode penemuan tidak berbimbing.

98

Untuk mrencanakan suatu pembelajaran menggunakan metode penemuan, hendaknya


diperhatikan bahwa
1.
2.
3.
4.

Materi ajar sangat memerlukan aktivitas siswa untuk belajar mandiri.


Materi ajar sangat menarik atau menantang siswa untuk berpikir.
Semua kemamapuan awal (prasyarat) yang diperlukan sudah dimiliki siswa.
Hasil akhir harus ditemukan sendiri oleh siswa.

5. Guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing saja,bukan pemberitahu.


Kelebihan Metode Penemuan
1. Siswa benar-benar aktif dalam kegiatan belajar, sebab dituntut berpikir, menggunakan
kemampuannya, dan pengalamannya untuk menemukan hasil akhir.
2. Siswa benar-benar dapat memahami materi ajar (konsep atau rumus), karena
mengalami sendiri proses untuk mendapatkan atau rumus tersebut sehingga akan lebih
lama diingat.
3. Menemukan minat belajar, karena dengan menemukan sendiri timbul rasa puas dan
mendorong siswa untuk berbuat hal yang sama.
4. Menumbuhkan sikap ilmiah dan rasa ingin tahu dari siswa.
5. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode ini akan lebih mampu
mentransfer pengetahuan.
6. Melatih siswa untuk belajar sendiri.
Kelebihan Metode Penemuan
1. Metode ini sangat menyita waktu, lebih-lebih jika dilakukan pada siswa yang
berkemampuan rendah.
2. Tidak dapat dijamin bahwa siswa tetap bersemangat untuk menemukan.
3. Tidak setiap guru mempunyai kemampuan mengajar mengguanakn metode
penemuan.
4. Tidak setiap topik matematika dapat diajarkan dengan metode penemuan.
5. Kurang efektif jika dilakukan untutk kelas dengan jumlah siswa besar, karena guru
akan kesulitan membimbing. Kelas akan ribut sehingga ketertiban kelas sulit dijaga.
I. Metode Pemecahan Masalah
Dalam kehidupan manusia pemecahan masalah merupakan aktiviitas sehari-hari,
karena pada kenyataannya setiap manusia tidak akan bebas dari masalah. Karena manusia
harus berani mengahadapi masalah dan selalu berusaha untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Oleh karena itu pula, belajar memecahkan
masalah perlu diajarkan kepada siswa. Menurut Gagne belajar
memecahkan masalah adalah belajar yang paling tinggi tingkatnya dan
kompleks sifatnya.
99

Masalah matematika bagi siswa adalah soal matematika. Menurut


Polya suatu persoalan matematika akan menjadi masalah bagi seorang
siswa, jika siswa tersebut (1) mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan, ditinjau dari segi kematangan mentainya dan ilmunya, (2)
belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikannya, dan
berlainan yang sebarang letaknya, dan (3) berkeinginan untuk
menyelesaikannya.
Merujuk pada pendapat Polya di atas jelaslah bahwa soal
matematika akan menjadi masalah bagi siswa, jika sebenarnya siswa
telah memihki kernampuan untuk menyelesaikannya, merupakan soal
dengan bentuk atau tipe yang benar-benar baru bagi siswa itu, dan siswa
berkeinginan atau tertantang untuk menyelesaikannya. Oleh karenanya,
masalah bagi seorang siswa belum tentu merupakan masalah bagi siswa
lain.
Selanjutnya Polya berpendapat bahwa terdapat dua macam
masalah yaitu masalah untuk menernukan dan masalah untuk
membuktikan. Pada masalah untuk menemukan, bagian utamanya adalah
"apakah yang dicari?", "bagaimana data yang diketahui", dan "bagaimana
syaratnya". Pada masalah untuk membuktikan yaitu masalah untuk
menunjukkan salah satu benarnya suatu pernyataan, bagian utama dari
masalah jenis ini adalah adanya "hipotesis" dan "kesimpulan". Dalam
pernbelajaran maternatika, masalal untuk menernukan sangat penting
dalam maternatika elementer sedangkan masalah membuktikan lebih
penting untuk maternatika lanjut.
Untuk lebih memahami apakah suatu soal maternatika merupakan
masalah atau bukan bagi seorang atau sekelompok siswa, marilah kita
perhatikan contoh berikut.
1. 456 - 876 =
2. 35,7 x 3,06 =
3. Faktorkan 2x2 + 3x - 5
100

1. Tentukan bilangan yang selisih antara bilangan itu dengan kuadratnya


maksimum.
2. Bagaimanakah empat buah titik A, B, C dan D harus diletakkan agar
keempat titik tersebut mempunyai jarak yang sama.
1
1
3. Kakek bercerita bahwa dari usianya 7 bagian sebagai anak, 12

bagian sebagai remaja,

3
7

bagian sebagai suarni dari istri

pertarna yang telah meninggal, dan

1
6

bagian menduda. Nenek

menambahkan bahwa ia sebagai istri kakek sudah 15 tahun.


Berapa umur kakek sekarang? Berapa tahun kakek menduda?
Dari soal di atas, manakah yang menjadi masalah bagi siswa SID
dan

SM P?

Untuk

m enggunaka n

menye lesa ikan

pengetahuan,

masala h,

keterampilan,

dan

sis wa

ha rus

pernahaman

yang telah dipelajari sebelumnya dalam situasi yang benar-benar


baru.
1.

Langkah-Iangkah dalam menyelesaikan masalah sebagai berikut.


Merumuskan permasalahannya, yaitu dengan memahami masalah
itu meliputi mengenal apa yang ditanyakan dan apa syaratnya.

1. Memilih strategi, dalam tahap ini mungkin dilakukan dengan


mencoba-coba, dengan menyederhanakan soalnya, dengan
membuat model matematikanya atau sketsa gambarnya, atau
dengan berpikir batik
dari belakang.
2.

Melaksanakan prosedur penyelesaian, yaitu memproses data


dengan

menggunakan

strategi

yang

dipilih,

kemudian

membuat dugaan penyelesaian, dan membuktikan kebenaran


dugaan itu.
3.

Mengkomuni kasi kan hasilnya dengan uraian, dalam tahap ini


dilakukan pemeriksaan hasil.
101

Kelebihan Metode Pemecahan Masalah


1. Siswa aktif belajar.
2.

Memupuk kemampuan mentransfer pengetahuan ke dalam situasi


baru.

3.

Memupuk kemampuan berpikir analitis dalarn mengarnbil


keputusan.
4. Memupuk kemampuan siswa untuk melakukan penemuan melalul
proses pemecahan masalah.
5. Dapat menimbulkan minat belajar matematika, karena jika siswa
mampu menyelesaikan hal baru akan menimbulkan kepuasan.
Kelemahan Metode Pemecahan Masalah
1 . Bagi guru yang kurang aktif akan sulit dalam membuat dan
menyelesaikan masalah.
2 . Umurnnya waktu untuk menyelesaikan masalah cukup panjang
sehingga masalah yang dapat disetesaikan di kelas relatif sedikit.
3. Metode Inkuari
Istilah inkuari berasal dari kata inquiry (Inggris) yang berarti
penyelidikan. Inkuari mengandung proses mental yang tinggi
tingkatannya. Metode penelitian dalarn matematika terdiri dari empat
tahap proses sebagai berikut.
1 . Mengamati, mengevaluasi, menganalisis situasi, dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
1 . Mengembangkan prosedur dan mengumpulkan informasi untuk
digunakan mempelajari berbagai situasi. Dapat dilakukan dengan
menemukan prosedur baru untuk menyelesaikan masalah, atau
mengumpulkan dan mengatur informasi untuk menyelesaikan
masalah.
2 . Menyusun kembali pengetahuan yang diperoleh dan memperluasnya.
Pada tahap ini biasanya penemuan diperoleh.
3 . Menganalisis dan mengevaluasi proses penelitian.
Pembelajaran dengan metode inkuari ini mirip dengan metode
penemuan. Perbedaan kedua metode antara lain sebagai berikut.
102

1. Dalam metode penemuan hasil akhir merupakan hal baru baci siswa
tetapi sudah diketahui guru, sedangkan dalam metode inkuari hash
akhir belum dapat diketahui siswa maupun guru.
2. Pada metode penemuan siswa diharapkan dapat menemukan hal
yang penting jadi hasil akhir sangat penting, sedangkan dalam
metode inkuari hasilnya nomor dua.
3. Dalam pembelajaran maternatika biasanya metode penemuan
dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil dikelas, sedangkan metode
inkuari dapat dilakukan secara sendiri-sendiri dan di luar kelas.
4. Dalam metode inkuari guru selain berfungsi sebagai pembimbing juga
sebagai sumber informasi atau data yang diperlukan, dimana siswa
masih harus menambah informasi tambahan, membuat hipotesis dan
mentesnya.
Metode inkuari sangat sesuai untuk digunakan guru bila tujuan
pernbelajarannya antara lain agar siswa
1.
2.
3.
4.
5.

Aktif mencari serta meneliti sendiri pernecahan suatu masalah.


Aktif mencari sumber informasi atau data.
Aktif bekerja sama dalam kelompok.
Mengenal metode penelitian dalam maternatika.
Mampu menernukan
relasi-relasi antara variabel dan

menggeneralisasikan.
6. Mampu melakukan penelitian, meliputi kernampuan merumuskan
masalah, merencanakan dan melakukan penelitian, merumuskan
kesimpulan, mengernukakan pendapat, berdebat, menyanggah, dan
mempertahankan pendapat.
7. Agar siswa bersedia bersikap objektif, jujur, terbuka dan sebagainya.
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode inkuari dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menunjukkan suatu benda, gambar, atau masalah kepada
siswa.
2. Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, atau guru membagi
tugas menelitinya kepada masing-masing siswa atau masingmasing kelompok siswa. Dapat dilakukan masing-masing siswa atau
kelompok mendapat tugas tertentu untuk diteliti.

103

3. Siswa

mempelajari, menentukan prosedur mencari dan

mengumpulkaninformasi atau data yang diperlukan, membahasriya


dan menarik kesimpulan.
4. Siswa melaporkan hasil dan mendiskusikan hasil dalam kelas.
K. Metode Laboratorium
Pembelajaran matematika dengan metode laboratorium
berdasarkan prinsip "belajar dengan berbuat" dan berlanjut dari konkret
ke abstrak. Oleh karenanya tujuan pembelajaran dalam bidang kognitif,
afektif dan psikomotor dapat dicapai. Dengan metode laboratorium ini
dimaksudkan membimbing siswa untuk menemukan fakta-fakta dalam
matematika, dan mengaplikasikan pengetahuannya. Dalam hal tertentu
metode laboratorium ini merupakan perluasan dari metode induktif.
Pembelajaran dengan metode laboratorium ini memang lebih tepat jika dilaksanakan
di laboratorium matematika tapi dapat pula dilaksanakan di ruang kelas. Adanya laboratorium
matematika sangat penting manfaatnya dan merupakan lingkungan yang baik bagi siswa
untuk dapat meneliti, menemukan pola atau rumus, mengaplikasikan konsep, atau melakukan
eksperimen. Laboratorium dapat digunakan menyimpan alat-alat pembelajaran matematika
baik yang berupa alat-alat permainan, bangun-bangun geometri, sampai alat audio visual
maupun sebagai tempat praktikum komputer.
Membelajarkan bagaimana melukis bangun geometri menggunakan penggaris,
jangka, membuktikan dua segitiga kongruen dengan potongan kertas, membelajarkan sifatsifat simetri dengan alat, menghitung volum benda ruang dengan air dan gelas ukur,
mengukur papan yang diperlukan untuk membuat meja, kursi, mencoba program komputer
berdasarkan diagram alur yang dibuat siswa, dan sebagainya, merupakan kerja praktek atau
kerja laboratorium. Memang pada dasarnya kegiatan tersebut dilakukan di laboratorium. Pada
kelas-kelas rendah metode ini dipandang lebih esensial, lebih sesuai, dan praktis. Karena
siswa langsung dapat mengamati atau membuktikan suatu kebenaran dalam matematika
dengan melalui benda-benda konkrit atau proses nyata.
Kelebihan Metode Laboratorium
1.
2.
3.
4.

Menarik dan menyenangkan bagi siswa kelas rendah.


Prinsip psikologis terpenuhi.
Siswa dapat memperoleh fakta-fakta yang jelas.
Memupuk percaya diri.
104

5. Memupuk keberanian untuk membuat.


6. Memupuk kemampuan menerapkan matematika dalam kehidupannya.
Kelemahan Metode Laboratorium
1. Memerlukan waktu dan biaya tidak sedikit.
2. Hanya mampu memperkenalkan fakta-fakta kepada siswa tapi tidak kemampuan yang
lebih tinggi.
3. Tidak semua topik dapat diajarkan dengan metode ini.
4. Memerlukan perncanaan yang rumit dan matang dari guru.
5. Untuk pembelajaran matematika tidak dapat menghasilkan keterampilan dan lebih
berfikir yang benar.
Berikut ini disajikan contoh penggunaan metode laboratorium dalam matematika. Tujuan
pembelajaran adalah siswa dapat menemukan teorema kesejajaran. Kepada siswa atau
kelompok siswa dihadapkan penggaris, jangka, busur, dan kertas gambar. Pertanyaan dan
saran umum yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1.

Gambarlah dua garis sejajar (katakanlah 1//m) dipotong oleh sebuah garis lain (katakanlah g)

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

pada kertas gambar.


Perhatikan sudut-sudut yang terjadi berilah tanda untuk masing-masing sudut.
Pindahkan gambar sudut-sudut itu pada kertas gambar lain.
Ukur dengan busur, atau potong dengan gunting masing-masing.
Bandingkan besar sudut-sudut itu.
Kesimpulan apa yang anda dapat ?
Lakukan hal yang sama untuk garis g tegak lurus I atau m.
Kesimpulan apa yang anda dapat ?
Apakah kebalikan dari dalil yang anda peroleh tersebut itu benar ?
L. Metode Kegiatan Lapangan
Beberapa keterampilan dalam matematika dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. Misalnya, mengumpulkan data statistik dari masyarakat (dalam sekolah atau di luar
sekolah), mengolah data, dan menyajikannya dalam suatu diagram atau grafik, mengukur
tinggi pohon tanpa harus melakukan pengukuran langsung, mengukur luas suatu daerah,
mengukur lebar sungai, dan sebagainya.
Pelaksanaan kegiatan lapangan ini dilakukan diluar kelas, dan sebaiknya dilakukan
dalam kelompok. Guru hanya memberi tugas, merencanakan sendiri, melaksanakan sendiri ,
dan membuat laporan tertulis. Penggunaan metode kegiatan lapangan sangat sesuai untuk
memanfaatkan waktu kosong karena metode ini memerlukan waktu yang lama dalam
penyelesaian tugas.

105

Tujuan penggunaan metode ini adalah agar siswa dapat langsung mengalami dan
melakukan suatu pekerjaan yang memanfaatkan hasil dari belajar matematika, dengan
demikian siswa mengetahui langsung kegunaan matematika dalam
kehidupannya. Akhirnya dengan pengalaman itu timbul kemauan be:ajar
matematika. Siswa juga memahami masalah-masalah yang menghamhat
dan menunjang berhasilnya suatu pekerjaan. Dengan demikian tujuan
pembelajaran dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotor dapat dicapai.
M. Metode Permainan
Pembelajaran maternatika

menggunakan metode

permainan berdasarkan prinsip "belajar sambil bermain"


karena belajar bagi siswa khususnya di kelas rendah sangat
menyenangkan. Beberapa keterampilan matematika juga
dapat diperoleh melalui permainan. Tujuan pembelajaran
dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotor juga dapat
dicapai melalui metode perrnaian ini. Walaupun belajar
dengan permainan menyenangkan dan dapat menimbulkan
minat siswa, namun penggunaan metode ini harus dibatasi,
harus terencana dan tepat waktu, sekali-kali dapat
dimanfaatkan untuk mengubah suasana tekanan tinggi.
Permainan yang mengandung nilai matematika dapat
juga meningkatkan keterampilan, pemahaman, kemampuan
rnenemukan, rnemecahkan masalah. Sebaiknya pelaksanaan
metode permainan ini dalam permainan yang menggunakan
alat terpadu dengan penggunaan metode laboratorium.
Perhatikan contoh penggunaan metode permainan
dalam pembelajaran matematika berikut ini.
Guru menyuruh siswa menuliskan proses perhitungan
tanpa mengatakan apa yang dihitungnya seperti di bawah
ini.
"Tulislah bilangan banyak saudara sekandungmu"
"Tambahkan bilangan itu dengan 5"
106

"Kalikan dengan 3"


"Kemudian bagilah dengan 6" 'Sekarang kurangi dengan 7"
Kemudian guru bertanya pada seorang siswa, dan guru
menebak banyak saudara kandung siswa tersebut.
Guru"Berapa hasil yang kamu peroleh?"
Siswa

"Tiga betas"

Guru"Jadi saudara kandungmu dua orang, bukan?'


Siswa : "Ya, benar"
Kemudian guru menebak banyak saudara kandung siswa dengan
cara yang sama. Kernudian siswa diminta meneliti mengapa guru dapat
menebaknya. Sedikit pengarahan, akhirnya siswa dapat menemukannya.
Sekarang penemuannya dicoba, siswa diminta menebak banyaknya
saudara kandung guru, jika hasilnya dikemukakan.
Permainan semacam itu akan memancing siswa melakukan hal yang
sama kepada siswa-siswa lain, dengan sendirinya siswa akan terlatih
mengoperasikan bilangan-bilangan bulat tanpa suruhan.
Kelemahan Metode Permainan
1. Tidak semua topik daDat diajarkan dengan metode Dermainan.
2. Memerlukan banyak waktu.
3. Dapat mengganggu kelas-kelas lain.
4. Pada permainan yang menentukan kalah-n-ienang dan bayar-membayar
5. dapat berakibat negatif.

107

DAFTAR PUSTAKA
Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning Mathematics : In
Secondary School. Iowa : Wm. C. Brown Company Publisher.
Dahar, Ratnawiiis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta : Depdikbud.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Fr
Rineka Cipta.
Djamarah, S. B. dan Zain A. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
H u d o j o , H e rm a n . 1 9 7 9 . P e n g e m b a n g a n Ku r i k u l u m
Matematika dan
Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta :
Depdikbud.
Hud ojo , He rma n. 19 90. Stra te gi Me nga ja r Be la ja r M ate ma tika .
Ma lan g
Penerbit IKIP Malang.
Karso, dkk. 1994. Materi Pokok Dasar-dasar Pendidikan MIPA.
Modul 1 - 6. Jakarta : Depdikbud.
Maier, H. 1985. Kompedium Didaktik Matematika. Bandung :
Remaja Karya.
Miarso Y. dkk. 1986. Definisi Teknoloqi Pendidikan Satuan Tugas
Definisi dan Termino/ogi AECT. Jakarta : Rajawali.
108

Murtadho, S dan Tambunan, G. 1987. Materi Pokok Pengajaran


Matematika. Jakarta : Universitas Riau.
Suherman, E. dan Wiranaputra, Udin S. 1992. Materl Pokok Strategi
Belajar Mengajar Matematika. Modul 1 - 9. Jakarta Universitas
Riau.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu
P e n d e k a t a n B a r e . Bandung : Remaja Rosdakarya.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia.
J a ka r t a Depdiknas.
Wi r a n a p u t r a , U d i n S . d a n Ro s i t a , Ti t a . 1 9 9 5 . M a t e d Po ko k
B e l a j a r d a n Pe m b e l a j a r a n . M o d u l 1 - 6 . J a ka r t a : D e p d i k b u d .

109

Você também pode gostar