Você está na página 1de 7

Osteomielitis

Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena
terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis
dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain
( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat
penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat
resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang
terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera
traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia,
kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah
di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan
sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi
margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Etiologi
Staphylococcus aureus 70% 80 %
Proteus
Pseudomonas
Escerehia Coli
Dilakukan kultur
Awitan Osteomielitis :
Setelah pembedahan ortopedi terjadi 3 bulan pertama (Akut Fulminan-Stadium 1)
Antara 4-24 bulan setelah pembedahan (Awitan Lambat-Stadium 2)
Penyebaran hematogen lebih dari 2 tahun setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium 3)
Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik
lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli.
Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan
stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi

awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan
lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema.
Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan
iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi
kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan
lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan
membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi
dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati
(sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan
menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum)
dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien.
Dinamakan osteomielitis tipe kronis.
Klasifikasi
Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:
Osteomielitis Primer
Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar
melalui sirkulasi darah.
Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya.
Tanda dan Gejala
Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang
secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan
saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi dan
terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.
Manifstasi Klinis
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis
septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada
awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke
korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin
memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak

akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau
mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat
rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
Evaluasi Diagnostik
Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada
sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan
pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal.
Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah
dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan
tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area
terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan
infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua
minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
Prinsip penatalaksanaan
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya
fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk
meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur
abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi
disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan
infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya

adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya
trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai
kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap
organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak
telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk
meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan
pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan
larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan
sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat
sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam
menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati
diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat
diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase
berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin
normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan.
Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap
otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan
memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara
bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna
untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka
penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan
pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat
menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan
Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi
aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian

1. Riwayat keperawatan
v Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya pus dari
sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
v Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah
ortopedi sebelumnya.
v Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya
operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
1. Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat
eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380,
takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
1. Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya
pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan
khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
1. Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang
mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain
itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah :
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan
beban berat badan.
3) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
4) Kurang pengetahuan tentang program pengobatan.
3) Perencanaan dan Implemantasi
Sasaran pasien meliputi peradaan nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas terapeutik, kontrol
dan eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai program pengobatan.
4) Intervensi Keperawatan
Peradaan Nyeri : Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan
spasme otot. Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih
dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa nyeri dan
harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.
Peninggian dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya Status
neurovaskuler ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri dan

analgesic yang diresepkan cukup berguna.


Perbaikan Mobilitas Fisik : Program pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi lemah akibat
proses infeksi dan harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang. Pasien
harus memahami rasional pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari
dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.
Mengontrol Proses Infeksi : Perawat memantau respons pasien terhadap terapi antibiotika dan
melakukan observasi tempat pemasangan infus adanya bukti flebitis atau infiltrasi.
Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk menyakinkan adanya peredaran darah yang
memadai (penghisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk
memperbaiki aliaran balik vena, menghindari tekanan pada daerah yang di-grafit), untuk
mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan.
Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D
dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangasang penyembuhan.
Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan osteomielitis, termasuk
perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan di rumah. Pasien harus dalam keadaan
stabil secara medis dan telah termotivasi serta keluarga mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat
kondusif terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program pengobatan terapeutik.
Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. Selain itu, penggantian balutan
secara stesil dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan pasien sebelum pemulangan dari
rumah sakit dan supervise serta dukungan yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting
dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah.
Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan
suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan obsevasi dan melaporkan bila terjadi
peningkatan suhu, keluar pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.
5) Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mengalami Peredaan Nyeri
Melaporkan berkurangnya nyeri
Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi\
Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
1. Peningkatan mobilitas fisik
Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat
Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
1. Tidak adanya infeksi
Memakai antibiotika sesuai resep

Suhu badan normal


Tidak ada pembengkakan
Tidak ada pus
Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
Biarkan darah negatif
1. Mamatuhi rencana terapeutik
Memakai antibiotika sesuai resep
Melindungi tulang yang lemah
Memperlihatkan perawatan luka yang benar
Melaporkan bila ada masalah segera
Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D
Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
Melaporkan peningkatan kekuatan
Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di
tempat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3,
EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Você também pode gostar