Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1
Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya menyerang paru-paru
namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada
semua orang, baik anak-anak maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada
orang lain, bakteri Microbacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari paru-paru ke bagian
tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas (bronkus) atau
menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya.
TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua
penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang
dapat menular. TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu,
Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia
setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah
pasien TB dunia.
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian
sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000
penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Laporan WHO tentang angka
kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari 2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC
Indonesia mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian
TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus TBC berada di sekitar kita.
Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang
terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman tersebut dalam udara serta yang
dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan berada diudara disekitar penderita TB. Untuk
membatasi terjadinya penyakit TB paru pemerintah mengupayakan strategi untuk
menanggulanginya seperti dengan mencanangkan program DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course) yang mana fokus utama dari program ini adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, dengan prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.
Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya untuk
menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai pemahaman anatomi sistem respirasi
yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian tentang, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan (medis,
keperawatan, diet) serta asuhan keperawatan bagi penderita TB paru.
1.2
Tujuan Penulisan
Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tanggap dan benar bagi penderita
Tuberkulosis Paru
b.
Tujuan Umum
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Mahasiswa mampu memahami komplikasi yang kemungkinan terjadi pada penderita TB Paru
8)
9)
1.3
Sistematika Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penyusun membagi atas beberapa bab dan tiap bab dan tiaptiap bagiannya menjadi beberapa bagian. Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut adalah:
1.
2.
Bagian formalitas, terdiri dari halaman judul, kata pengantar, daftar isi
Bagian isi terdiri dari:
BI
Pendahuluan, meliputi: latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
B II
Kajian pustaka, meliputi: anatomi sistem pernapasan, definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pathway, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan
B III
BAB II
TINJAUAN TEORI
Anatomi saluran pernapasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
2.
Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan
tulang tempat dia berada yaitu:
a.
Sinus frontalis
b.
Sinus spenoidalis
c.
Sinus maxilaris
d.
Sinus lakrimalis
Sinus berfungsi untuk:
a.
b.
c.
3.
Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan esophagus. faring digunakan pada saat digestion (menelan)
seperti pada saat bernapas.
Faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Nasofaring
Nasofaring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilis dan tonsil (adenoid), seta
merupakan muara tube eustachhius. Aadenoid atau faringeal tonsil berada di langit-langit
nasofaring.
b.
Orofaring
Orofaring berfungsi untuk menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut. Pada
bagian ini terdapat tonsili palatina (posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah).
c.
Laringofaring
Merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esophagus dan pita suara (vocal
cord) yang berada dalam trachea. Laringofaring berfungsi pada saat menelan dan respirasi.
Laringofaring terletak dibagian depan pada laring, sedangkan trachea terdapat di belakang.
4.
Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitelium lined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakkhea (di bawah). Laring terletak di anterior tulang
belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring.
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari
benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.
Laring terdiri atas:
a.
b.
c.
Kartilago thyroid: kartilago yang terbesar pada trakea, terdapat bagian yang membentuk jakun
(adams apple)
d.
Kartilago krikoid: cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago thyroid)
e.
Kartilago aritenoid: digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago thyroid
f.
Pita suara: sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan
menempel pada lumen laring.
Sedangkan saluran pernapasan bagian bawah adalah sebagai berikut:
1.
Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7 yang
bercabang menjadi dua bronchus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat
fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk C. Pada
cincin tersebut terdapat epitel bersilis tegak yang banyak mengandung sel goblet yang
mensekresikan lendir (mucus).
2.
3.
Alveoli
Alveoli merupakan kantung udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari
bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida
di antara kapiler pulmoner dan alveoli.
4.
Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasrnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus (superior,
medial, inferior) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus (superior dan inferior). Paruparu kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Irman somantri, 2008).
Paru-paru manusia terbungkus oleh dua selaput, yaitu pleura dalam (pleura visceralis) dan pleura
luar (pleura parietalis). Pleura dalam langsung menyelimuti paru-paru, sedangkan pleura luar
bersebelahan dengan tulang rusuk. Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga tulang rusuk.
Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai
pelumas paru-paru
2.2 Definisi
Tuberculosis paru-paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis atau menahun yang
menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Irman somantri, 2008).
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1- 4 mm dengan tebal 0,3 0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah
berupa lemak (lipid) sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap
zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen.
Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan
oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis
(Irman somantri, 2008).
2.
Faktor Risiko
Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang tinggal
di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis, serta anggota keluarga paisen. Anakanak merupakan kelompok yang sangat rentan. Imigran ke Amerika Serikat yang berasal dari
Negara berkembang sering mengidap infeksi aktif atau laten.
Tenaga kesehatan yang merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan
fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita tuberculosis juga
berisiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di antara mereka yang terpajan basil, individu yang
sistem imunnya tidak adekuat, seperti mereka yang kekurangan gizi, individu lanjut usia atau
bayi dan anak-anak, individu yang mendapat obat imunosupresan, dan mereka yang mengidap
virus imunodiferensiasi manusia (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi. Virulensi galur
kuman juga mempengaruhi penularan, jenis galur tertentu teridentifikasi sanagt virulen.
Pengendalian TB terhambat oleh munculnya resisten multi-obat dan efek sinergis pada
HIV/AIDS (Elizabeth J. Corwin, 2009).
2.5 Patofisiologi
Infeksi primer. Pertama kali klien terinfeksi oleh tuberculosis disebut sebagai
infeksi primer dan biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah. Infeksi
primer mungkin hanya berukuran mikroscopis, dan karenanya tidak tampak pada foto ronsen.
Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja
tidak, yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh masa basil tuberkel seperti keju,
sel-sel darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya, material ini mencair
dan dapat mengalir ke dalam percabangan trakheobronkhial dan dibatukkan. Rongga yang terisi
udara tetap ada dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan ronsen dada.
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan membentuk
jaringan parut, dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal sebagai
tuberkel ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali meski telah
bertahun-tahun, dan menyebabkan infeksi sekunder.
Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel
dan proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi
oleh reaksi positif pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensitivitas tuberkulin ini terjadi pada
semua sel-sel tubuh 2-6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan dipertahankan selama basil
hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih
lanjut dan terjadinya infeksi aktif.
Faktor yang tampaknya mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit aktif
termasuk:
a.
usia lanjut
b.
imunosupresi
c.
infeksi HIV
d.
malnutrisi
e.
f.
g.
predispose genetic
Infeksi sekunder. Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah pada
bentuk klinis TB aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap laten
selama bertahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien menurun. Penting
artinya untuk mengkaji kembali secara periodik klien yang telah mengalami infeksi TB untuk
mengetahui adanya penyakit aktif (Niluh dan Christie, 2003).
Resiko infeksi
2.6 Pathway
Pemecahan
cadangan
makanan
Kebutuhan nutrisi
sel meningkat
Ganggaun nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Peningkatan sekresi
2.7 Komplikasi
Reaktivasi parut tuberculosis lama dapat terjadi bila seseorang pasien mengalami
gangguan imun. Kemoprofilaksis dengan isoniazid sering diberikan sebelum pengobatan
imunosupresif (kemoterapi, transplantasi organ). Bronkiektaksis dan kavitas paru dengan infeksi
jamur sekunder (misetoma), lesi nervus kranialis, dan obstruksi saluran ginjal dapat terjadi akibat
pembentukan parut yang disertai penyembuhan setelah TB.
Pengobatan yang tidak adekuat atau tidak patuh menyebabkan munculnya
strainmikrobakteri multiresisten yang dapat sulit dieradiksi. Supervisi kompulsif dan isolasi
pasien tersebut mungkin diperlukan (Jeremy dan Richard, 2007).
b.
c.
Tes kulit mantoux(PPD, OT): reaksi yang signifikan pada individu yang sehat. Biasanya
menunjukan TB dorman atau infeksi yang disebabkan mikrobakterium yang berbeda,
d.
Ronsen dada: menunjukkan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru, deposit kalsium dari
lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu efusi. Perubahan yang menandakan TB
lebih lanjut kavitasi, area fibrosa.
e.
Biopsi jarum jaringan paru: positif untuk granuloma TB. Adanya sel-sel raksasa menunjukkan
nekrosis.
f.
g.
ADG: mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan dan lerusakan paru residual.
Pemeriksaan fungsi pulmonal: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi, peningkatan
rasio udara residual terhadap kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder
akibat infiltrasi atau fibrosis parenkim (Niluh dan Cristiantie, 2003).
2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru didiagnosa tidak di rawat di rumah sakit. Jika
TB paru terdiagnosa pada individu yang sedang di rawat, klien mungkin akan tetap di rawat
sampai kadar obat terapeutik telah ditetapkan. Beberapa klien dengan TB aktif mungkin di rawat
di rumah sakit karena alasan:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
obat garis ke-2 dan ke-3. Dalam situasi seperti ini, perawat singkat di rumah sakit diperlukan
untuk memantau keefektifan terapi dan efek samping obat-obat yang diberikan.
Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai diberikan tiga jenis medikasi atau lebih untuk
memastikan bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan. Dosis dari beberapa obat
mungkin cukup besar karena basil sulit untuk dibunuh. Pengobatan berlanjut cukup lama untuk
menyingkirkan atau mengurangi secara substansial jumlah basil dorman atau semidorman. Terapi
jangka panjang yang tak terputus merupakan kunci sukses dalam pengobatan TB.
Medikasi yang digunakan untuk TB mungkin dibagi menjadi preparat primer dan preparat
baris kedua. Preparat primer hampir selalu diresepkan pertama kali sampai laporan hasil kultur
dan labolatorium memberikan data yang pasti. Klien dengan riwayat TB yang tidak selesai
mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten dan preparat sekunder harus digunakan.
Lamanya pengobatan beragam, beberapa program mempunyai pendekatan dua fase:
1)
Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat, ditujukan untuk menghancurkan
sejumlah besar organisme yang berkembang baik dengan cepat, dan
2)
Fase rumatan, biasanya dengan dua obat, diarahkan pada pemusnahan sebagian besar basil
yang masih tersisa.
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi klien yang sebelumnya belum
diobati adalah dosis harian isoniazid, rifampin, dan pirazinamid selama 2 bulan. Pengobatan ini
diikuti dengan isoniazid dan rifampin selama 4 bulan. Kultur sputum digunakan untuk
mengevaluasi keberhasilan terapi. Jika kepatuhan terhadap pendosisan harian menjadi masalah,
maka diperlukan protokol TB yang memberikan medikasi dua atau tiga kali seminggu. Program
ini biasanya diberikan di klinik untuk memastikan klien menerima obat yang di haruskan.
Jika medikasi yang digunakan tampak tidak efektif (misalnya: memburuknya gejala,
peningkatan infiltrat, atau pembentukan kavitas), program harus dievakuasi kembali, dan
kepatuhan klien harus dikaji. Setidaknya dua medikasi (tidak pernah hanya satu) ditambahkan
pada program terapi TB yang gagal.
Medikasi yang digunakan untuk mengobati TB mempunyai efek samping serius, bergantung
pada obat spesifik yang diresepkan. Toleransi obat, efek obat, dan toksisitas obat bergantung
pada faktor-faktor seperti usia, dosis obat, waktu sejak obat terakhir yang digunakan, formula
kimia dari obat, fungsi ginjal dan usus, dan kepatuhan klien. Klien penderita TB yang tidak
membaik atau yang tidak mampu menoleransi medikasi mungkin membutuhkan pengkajian dan
pengobatan pada fasilitas medis yang mengkhususkan dalam pengobatan TB paru berkomplikasi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB atau tidak. Sering kali
sumber dari infeksi tidak diketahui dan mungkin tidak pernah ditemukan. Pada saat yang
sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi sehingga mereka dapat menjalani follow-up untuk
menentukan apakah mereka terinfeksi dan mempunyai penyakit aktif atau tes tuberculin positif.
Keluhan pasien yang paling umum adalah batuk produktif dan berkeringat malam hari.
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB mencakup batu produktif,
kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi tuberkulin dengan indurasi 10 mm atau lebih dan rotgen
dada yang menunjukkan infiltrat pulmonal (Niluh dan Christie, 2003).
c. Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki dan
mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar penderita
dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:
1)
2)
Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan normal
Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin serum
yang rendah (75-100 gram)
3)
4)
5)
1)
2)
Sumber karbohidrat
Sumber protein
Dianjurkan
keju
Sayuran
Buah-buahan
Minuman
Bumbu
santan kental
Santan kental
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a.
Data pasien
penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa
dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya
banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga
masuknya cahaya kedalam rumah sangat minim
tuberkulosis pada nak dapat terjadi di usia berapapun , namun usia paling umum antara 1-4
tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding Tb
paru-paru dengan perbandingan 3:1. Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB berat yang terutama
yang ditemukan pada usia <3 tahun . angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12
tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja di mana TB paru-paru menyerupai
kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
b.
Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
1)
2)
3)
C) hilang timbul
Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai pada batuk yang kering sampai dengan
batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana ilfritasi radang sampai setengah paru-paru.
4)
Nyerri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila ilfritasi radang sampai pleura sehingga
menimbulkan pleuritis .
5)
Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berta badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
6)
Sianosis, sesak nafas, dan kolaps : merupakan gejala analektesis. Bagian dada pasien tidak
bergerak pada saat bernapas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi
yang sakit tampak banyangan hitam dan diafragma menonjol ke atas
7)
Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan
karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular
c.
Pemeriksaan fisik
1)
2)
3)
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara
umforik.
4)
5)
Bila mengenai pleura terjadi effusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
d. Pemeriksaan tambahan
1)
Spultum culture : untuk memastikan apakah keberadaan M. Tubercullosis pada stadium aktif.
2)
Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) posisi untuk BTA
3)
Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradenal) mengindikasikan infeksi lama dan
adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4)
Chest X-ray : dapat mengindikasikan ilfiltrasi kecil pada lesi awal dibagian atas paru-paru,
deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang
emngindikasikan TB yang lebih berta dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
5)
Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, serta biopsi kulit) :
positif untuk M. Tuberkulosis.
6)
Needle biopsi of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
7)
Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi ; misalnya
hiponatremia megakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada Tb paru-paru kronis lanjut.
8)
ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru-paru
9)
Penatalaksanaan
1)
Penyuluhan
2)
Pencegahan
3)
Pemberian obat-obatan:
a)
b)
Bronkodilator
c)
Ekspektoran
d)
e)
Vitamin
4)
5)
b.
c.
d.
1)
2)
fatigue
3)
4)
1)
a)
independen
mengkaji fungsi respirasi antara lain: suara, jumlah, irama, dan kedalaman napas serta catatan
pula mengenai penggunaan atot napas tambahan.
Rasionalnya:
adanya perubahan fungsi respirasi dan penggunaan otot tambahan menandakanan kondisi
penyakit yang masih dalam kondisi penanganan penuh.
b)
c)
Mengatur posisi tubuh semi atau high fowler. Membantu pasien untuk berlatih batuk secara
efektif dan menarik napas dalam
Rasionalnya:
Posisi semi atau high fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal
akibat diafragma turun ke bawah. Batuk efektif mempermudah ekspektorasi mukus.
d)
Membersihkan sekret dari dalam mulut dan trakea, suction jika memungkinkan
Rasionalnya:
Pasien dalam kondisi sesak cenderung untuk bernapas melalui mulut yang jika tidak
ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatis
e)
Memberikan minum kurang lebih 2.500 ml/hari, menganjurkan untuk minum dalam kondisi
hangat jika tidak ada kontra indikasi
Rasionalnya:
Air digunakan untuk menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan banyak keluar
melalui pernapasan. Air hangat akan mempermudah pengenceran sekret melalui proses konduksi
yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan mempermudah cairan dalam
pembuluh darah dapat diikat oleh mukus atau sekret.
2)
Kolaborasi
a)
b)
c)
Memberikan agen antiinfeksi, misal: obat primer, pyrazinamide (PZA), monitor pemeriksaan
labolatorium (sputum)
Rasionalnya:
Mempertebal dinding saluran pernapasan (bronkus), menurunkan keaktifan dari mikroorganisme
akan menurunkan respon inflamasi sehingga akan berefek pada berkurangnya produksi sekret.
b.
1)
perasaan mual
2)
batuk produktif
Tujuan:
Keseimbangan nutrisi akan terjaga.
Intervensi:
1)
a)
independen
mendokumentasikan status nutrisi pasien, serta mencatat turgor kulit, berat badan saat ini,
tingkat kehilangan berat badan, integritas mukosa mulut, tonus perut dan riwayat nausea/vomit
atau diare. Memonitor intake-output dan berat badan secara terjadwal.
Rasionalnya:
menjadi data fokus untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya
b)
c)
d)
menganjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh
pasien dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada ko traindikasi.
Rasionalnya:
merangsang pasien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang berfungsi sebagai sumber
energi bagi penyembuhan.
2)
Kolaborasi
a)
b)
c)
c.
1)
tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia atau sekret statis
2)
3)
malnutrisi
4)
paparan lingkungan
5)
1)
a)
independen
mengkaji patologi penyakit (fase aktif/inaktif) dan potensial penyebaran infeksi melalui
airborne droplet selama batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa, dll.
Rasionalnya:
Untuk mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak berarti tubuh pasien
sudah terbebas dari kuman tuberkulosis
b)
Mengidentifikasi risiko penularan kepada orang lain seperti anggota keluarga dan teman dekat.
Menginstruksikan pada pasien jika batuk/bersin, maka ludahkan ke tissue.
Rasionalnya:
Mengurangi risiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan pasien
c)
d)
d.
1)
2)
atelektasis
3)
4)
a.
b.
c.
Rasionalnya :
Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d.
e.
Monitor GDA
Rasionalnya :
Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya
penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Simpulan
Tuberculosis paru-paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis atau menahun yang
menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Manifestasi
klinis yang umum pada TB paru termasuk keletihan, penurunan berat badan, letargi, anoreksia
(kehilangan nafsu makan), dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari. Berkeringat
malam dan ansietas umum sering tampak. Dispnea, batuk purulen produktif disertai nyeri dada,
dan hemoptsis adalah juga temuan yang umum.
4.2
Saran