Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Typhoid
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.
(Bruner dan Sudart, 2000).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi (Arief Mansjoer, 2000).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto,
2002).
Demam Tifoid (entric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari salmonella
(salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar
spesies yang tergolong dalam genus salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan
(Hasan & Alatas, 1991). Pertimbangkan demam tifoid pada anak yang demam dan
memiliki salah satu tanda seperti diare (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala
(batuk). Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan
penyakit lain sudah disisihkan (WHO, 2005).
`
B. Etiologi Thypoid
Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic yang terdiri atas
zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen Vi. Berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap
ketiga macam antigen tersebut.
Salmonella terdiri atas beratus-ratus spesies, namun memiliki susunan antigen
yang serupa, yaitu sekurang-kurangnya antgen O (somatik) dan antigen H (flagella).
Perbedaan diantara spesies tersebut disebabkan oleh faktor antigen dan sifat biokimia.
bentuk demam yang khas pada demam tifoid. Tipe demam menjadi tidak beraturan,
mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal.
Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.
b. Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat napas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah
ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Penderita mengeluh nyeri
perut, terutama nyeri uluhati disertai mual muntah serta diare ataupun konstipasi.
Pada pemeriksaan ditemukan perut kembung, hati dan limpa membesar disertai nyeri
pada perabaan.
c. Gangguan kesadaran.
Umumnya terdapat penurunan kesadaran ringan. Bila gejala berat, tak jarang
penderita sampai koma.
d. Disamping gejala-gejala tersebut, dapat pula ditemukan gejala lain seperti roseola,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam. Kadang-kadang ditemukan
penurunan denyut jantung pada anak yang lebih besar dan mungkin pula ditemukan
perdarahan hidung.
E. Komplikasi
Komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila
komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus
halus ini dapat berupa:
a. Perdarahan usus
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut hanya dapat
ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan bezidin. Jika perdarahan banyak,
maka dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian usus distal ileum.
b. Perforasi
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di
rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan
diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defence muscular), dan nyeri tekan.
d. Komplikasi di luar usus
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)
G. Terapi Demam Tifoid
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol
dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid
toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan
dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti
S, 2001)
H. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Tifoid
1. Asuhan Keperawatan Anak dengan Demam Thypoid
a. Pengkajian keperawatan
1) Identifikasi. Pemyakit ini sering ditemukan pada anak berumur diatas 1 tahun.
2) Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan,lesu,nyeri kepala,pusing dan
kurang bersemangat,serta nafsu makan berkurang (terutama selama inkubasi).
3) Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur baik setiap harinya, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu
kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ketiga, suhu
berangsur turun dan normal kmbali pada akhir ketiga.
4) Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen; jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah
(kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Selain
gejala-gejala tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala lainnya, seperti pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola(bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minmggu
pertama demam), kadang ditemukan juga bradikardi dan eptistaktis pada anak
yang lebih besar.
5) Pemeriksaan fisik
a) Mulut: terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecahpecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),
sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai
tremor.
b) Abdomen: dapat ditemukan keadaan perut kembung (meterorismus),
bisa terjadi konstipasi, diare, atau normal.
c) Hati dan limfe: membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
6) Pemeriksaan laboratorium
a) Pada
pemeriksaan
darah
tepi
terdapat
gambaran
leukopenia,
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Hipertermi b.d proses Suhu tubuh kembali normal
infeksi
Intervensi
Observasi keadaan umum dan
Rasional
Mengetahui keadaan umum dan
tubuh
Memberikan suasana yang
menyenangkan dan
menghilangkan
Risiko
volume
cairan
output cairan
Kolaborasi dengan dokter dalam
tubuh
Tidak mual
Tidak demam
Suhu tubuh dalam batas
normal
Perubahan
klien
Untuk mengetahui
keseimbangan intake da output
pemberian antiemetic
ketidaknyamanan.
Untuk mengetahui keadaan
cairan
Untuk mengetahui pemberian
tubuh
status nutrisi
Untuk mengetahui
b.d
tidak
ada
Tidak demam
Mual berkurang
Tidak ada muntah
Porsi makan tidak
dihabiskan
dihabiskan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.
Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi vol 2. Jakarta : EGC.
Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta. 2002.
Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.