Você está na página 1de 16

https://planetarium29.wordpress.

com/2011/04/07/anastesi-lokalpada-gigi/
Anastesi Lokal pada Gigi
By wildan29
Pengertian
obat yang mengahambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan
kadar cukup (Ganiswarna, 1995))
obat yang menyebabkan anestesia, mati rasa, melumpuhkan ujung saraf sensorik atau serabut
saraf pada tempat pemberian obat (Kamus saku Kedokteran Dorland, 1998)
Indikasi:
Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung
Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah
Insidensi morbiditas rendah
Pasien pulang tanpa pengantar
Tidak perlu tambahan tenaga terlatih
Teknik tidak sukar dilakukan
Persentase kegagalan kecil
Pasien tidak perlu berpuasa
Kontra Indikasi:
Pasien menolak / takut/ khawatir
Infeksi
Di bawah umur
Alergi
Bedah mulut besar
Penderita gangguan mental
Anomali lain
Faktor-faktor pemilihan anestesi:
Area yang dianestesi
Durasi

Kedalaman
Adanya infeksi
Kondisi pasien
Umur pasien
hemostatistika
Anestesi Lokal di Kedokteran Gigi
1. Ester
2. Amida
3. Hidroksi
ANESTESI PADA PENCABUTAN GIGI
Injeksi Supraperiosteal
Keringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik. Pasien dilarang menutup mulut
sebelum injeksi dilakukan. Dengan menggunakan kassa atau kapas yang diletakkan di antara jari
dan membran mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran mukosa yang bergerak ke
arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk memperjelas daerah
lipatan mukobukal atau mukolabial.
Untuk memperjelas dapat diulaskan yodium pada jaringan tersebut. Membran mukosa akan
berwarna lebih gelap, suntiklah jaringan pada lipatan mukosa dengan jarum mengarah ke tulang
dengan mempertahankan jarum sejajar bidang tulang. Lanjutkan tusukan jarum menyelusuri
periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi. Untuk menghindari gembungan pada
jaringan dan mengurangi rasa sakit, obat dikeluarkan secara perlahan. Anestesi akan terjadi
dalam waktu 5 menit.
Nervus Alveolaris Superior Posterior
Untuk molar ketiga, kedua dan akar distal dan palatal molar pertama.
Titik suntikan terletak pada lipatan mukobukal di atas gigi molar kedua atas, gerakkan jarum ke
arah distal dan superior kemudian suntikkan obat anestesi 1-2 ml di atas apeks akar gigi molar
ketiga.
Untuk melengkapi anestesi pada gigi molar pertama, dapat diberikan injeksi supraperiosteal di
atas apeks akar premolar kedua.
Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal,
dilakukan penyuntikan pada nervi palatini minor sebagai tambahan.
Nervus Alveolaris Superior Medius
Untuk premolar pertama dan kedua, serta akar mesial gigi molar pertama.

Titik suntikan adalah lipatan mukobukal di atas gigi premolar pertama. Jarum diarahkan ke
suatu titik sedikit di atas apeks akar, kemudian suntikkan obat anestesi perlahan-lahan. Agar
akurat, raba kontur tulang dengan hati-hati.
Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal,
dilakukan injeksi palatinal.
Nervus Alveolaris Superior Anterior
Untuk keenam gigi anterior.
Titik suntikan terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus. Jarum diarahkan
ke apeks kaninus, suntikkan obat di atas apeks akar gigi tersebut.
Injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, harus ditambahkan
injeksi palatinal pada regio kaninus atau foramen insisivus.
Injeksi Blok
Obat anestesi disuntikkan pada suatu titik di antara otak dan daerah yang dioperasi, menembus
batang saraf atau serabut saraf pada titik tempat anestesi disuntikkan sehingga memblok sensasi
yang datang dari distal.
Keuntungannya adalah hanya dengan sedikit titik suntikan dapat diperoleh daerah anestesi yang
luas dan dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan kontraindikasi injeksi
supraperiosteal.
Blok anestesi biasanya paling efektif pada molar kedua bawah.
Jika blok menyeluruh pada salah satu sisi mandibular tidak diperlukan, atau bila karena alasan
tertentu injeksi mandibular menjadi kontraindikasi, blok sebagian bisa dilakukan dengan injeksi
mentalis.
Jika sulit melakukan anestesi terhadap gigi atas dengan menggunakan injeksi supraperiosteal
atau jika diperlukan anestesi untuk beberapa gigi sekaligus, akan lebih efektif bila digunakan
injeksi infraorbital atau zigomatik.
Injeksi Mandibular
Dilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada
linea oblikua. Dengan bagian belakang jarum suntik terletak di antara kedua pre molar pada sisi
yang berlawanan jarum diarahkan sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah
ramus dan jari. Jarum ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibu lar dan gerakan jarum
di antara ramus dan ligamentum serta otot yang menutupi fasies interna ramus diteruskan
sampai ujungnya kontak dengan dinding posterior sulkus mandibularis. Keluarkan 1,5 ml obat
anestesi di sini (rata-rata kedalaman insersi jarum adalah 15 mm, tapi bervariasi tergantung
ukuran mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan pertambahan umur). Dapat juga

menganestesi nervus lingualis dengan cara mengeluarkan obat anestesi pada pertengahan
perjalanan masuknya jarum.
Injeksi Mentalis
Untuk menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi
gigi insisivus, serabut saraf yang bersimpangan dari sisi yang lain juga harus diblok.
Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di salah satu apeks
akar gigi premolar tersebut. Pipi ditarik ke arah bukal dari gigi premolar. Jarum dimasukkan ke
dalam membran mukosa di antara kedua gigi premolar dengan jarak 10 mm eksternal dari
permukaan bukal mandibula. Posisi jarum suntik membentuk sudut 45 terhadap permukaan
bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai
menyentuh tulang. Masukkan 0,5 ml obat anestesi, tunggu sebentar. kemudian gerakkan ujung
jarum tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen (jaga agar tetap
membentuk sudut 45 agar jarum tidak terpeleset ke balik periosteum dan memperbesar
kemungkinan masuknya jarum ke foramen), dan masukkan kembali 0,5 ml obat anestesi dengan
hati-hati.
Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.
Injeksi Lingual
Untuk gigi premolar dan gigi anterior, karena jaringan lunak pada permukaan lingual mandibula
tidak teranestesi dengan injeksi foramen mental dan injeksi mandibular.
Jarum disuntikkan pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang
dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, daerah ini sulit dicapai dengan jarum lurus. Jadi
jarum sebaiknya dibengkokkan dengan cara menekannya di antara ibu jari dan jari lain.
Injeksi Nervus Nasopalatinus
Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum sepertiga anterior palatum, yaitu dari
kaninus satu ke kaninus yang lain.
Titik suntikan terletak sepanjang papil insisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di
posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju kanalis
palatina anterior. Walau anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit
pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus dipakai untuk injeksi nasopalatinus.
Sebaiknya dilakukan anestesi permulaan pada jaringan yang akan dilalui jarum.
Injeksi Nervus Palatinus Mayor
Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum palatum dari tuber maksila sampai ke regio
kaninus dan dari garis tengah ke krista gingiva pada sisi bersangkutan.

Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang
akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan obat anestesi sedikit mesial dari titik
tersebut dari sisi kontralateral.
Karena hanya bagian dari nervus palatinus mayor yang keluar dari foramen palatinum posterior
yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen
atau penyuntikkan obat anestesi dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan
teranestesinya nervus palatinus medius sehingga palatum molle menjadi kebal. Akibatnya akan
timbul gagging.
May 6, 2009 Wednesday
makalah anastesi lokal maksila
Current mood: calm
Teknik-teknik anastesi blok pada maksila
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang baik
akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, tidak
menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien
yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan
prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung
pada anestesi lokal yang baik. (1)
Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh
tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau
injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anestesi umum yang meliputi
seluruh tubuh dan otak. Local anestesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf
pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. (2)
Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada permukaan tubuh.
Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan menghambat serta memperlambat
sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot, regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh lainnya.
Biasanya obat dengan dosis atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi
(nyeri, sentuhan, suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan
menghambat sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot. (1)
Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan system
syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi local pada permukaan kulit atau
tubuh. (1)

Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut : (1)


Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri
Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi
yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan nyeri pada pasien meski
bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan terapi
Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi yang bebas nyeri
sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai metode yang aman dan efektif untuk
semua pasien operasi dentoalveolar.
Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggunakan anestesi
umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penting untuk mengurangi
ketidaknyamanan pasien. (1)
Keuntungan dari anestesi local yaitu : (1)
Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien
Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks
Tidak ada resiko obstruksi pernapasan
Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang sesuai kebutuhan
operasi gigi minor atau adanya kesulitan dalam prosedur
Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi
Pasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir
pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan
Tidak dibutuhkan ahli anestesi. (1)
Untuk mencapai keadaan anestesi lokal, dikenal beberapa cara pemberian, khusus dibidang
kedokteran gigi yaitu : (1)
Anestesi topikal
Anestesi infiltrasi
Anestesi blok
Field blok
Nerve blok
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah untuk mengemukakan teknik-teknik pemberian anestesi
lokal dalam dunia kedokteran gigi, selain itu dapat juga diketahui keuntungan dan kerugian dari
berbagai macam teknik anestesi lokal sehingga dapat ditentukan teknik yang terbaik yang akan
digunakan dan untuk menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi akibat injeksi anestesi
lokal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip dasar dari anestesi lokal juga berlaku untuk anestesi blok syaraf serta untuk teknik
lainnya. Larutan anestesi lokal didepositkan didekat atau disekitar bundel serat syaraf, untuk
mendapatkan anestesi jaringan yang disuplai oleh bundel nerovaskular. Perbedaan pertama pada
kasus anestesi blok syaraf adalah diperlukannya sejumlah besar larutan anestetik lokal untuk
memperoleh anestesi yang memadai. Selain itu, ukuran anatomi dari bundel syaraf membuat
larutan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menembus bagian tengahnya, jadi harus
diberikan waktu yang lebih lama sebelum prosedur operasi dilakukan. (2)
Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari pusat
perifer. (2)
Dikenal dua cara yaitu :
Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya
rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua
cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi. (2)
Anastesi blok berfugsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi blok
yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan anastesi
blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)
II.1 Macam-macam Anestesi Lokal Pada Maksila : (4)
Anestesi Gigi Geligi Permanen
Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama diinervasi oleh
cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Cabang-cabang kecil dari saraf yang sama akan
meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada daerah molar dan mukoperiosteum yang
melekat padanya. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf setelah saraf keluar dari kanalis tulang,
akan menimbulkan efek anastesi regional dari struktur yang disuplainya. Teknik ini disebut blok
gigi superior posterior.
Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih sering
digunakan untuk daerah tersebut karena deposisi larutan 1 ml, normalnya memberikan efek
anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau arteri-arteri kecil yang ada di
daerah ini.
Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung bukal serta
mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf gigi superior
tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan untuk menganastesi struktur-struktur tersebut.
Deposisi 1 ml larutan sudah cukup untuk menganastesi lingkaran saraf luar yang mensuplai
premolar kedua. (4)

Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen


Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf gigi superior
anterior. Saraf ini naik pada kanalis tulang yang kecil untuk bergabung dengan saraf infraorbital
0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi insicivus sentral, insicivus lateral atau kaninus dapat
teranestesi bersama dengan jaringan pendukungnya, pada penyuntikan 1 ml larutan anestesi di
dekat apeks gigi yang dituju. (4)
Anastesi Jaringan Palatal
Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi anterior atas dan
prenaksila, erta meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang bergabung untuk membentuk saraf
speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui foramen insisivus dan kanalis, ke atas dank e
belakang melewati septum nasal kea rah ganglion speno-palatina.
Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah molar dan
premolar akan bergabung untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah berjalan ke belakang di
dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara garis tengah palatun dan tepi gingival
gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui foramen palatine besar. Saraf kemudian berjalan naik
untuk bergabung dengan ganglion speno-palatina yang berhubungan dengan saraf maksilaris.
Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah kaninus palatum
dan membentuk lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal mempunyai konsistensi keras
dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik ini menyebabkan suntikan subperiosteal
perlu diberikan dan diperlukan tekanan yang lebih besar dari biasa untuk mendepositkan larutan
anestesi local. Karena itulah, pasien harus diberitahu terlebih dahulu bahwa suntikan palatal
akan menimbulkan rasa tidak enak namun tidak sakit. Rasa kurang enak ini dapat diperkecil
dengan menginsersikan jarum dengan bevel yang mengarah ke tulang dan tegak lurus terhadap
vault palatum. Pada premaksila, suntikan di papilla insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang
hebat dank arena itu, suntikan ini sebaiknya dihindari. (4)
Anastesi Gigi-gigi Susu
Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terpeforasi oleh
saluran vaskular. Untuk alas an inilah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif
untuk mendapat efektif untuk mendapat efek anastesi pada gigi-gigi susu atas tanpa perlu
mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan di jaringan. Penyuntikan harus
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam menentukan panjang akar dan
insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan.
Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang digunakan untuk
prosedur pencabutan gigi atau pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai
berikut.

Setelah efek suntukan supraperiosteal pada sulkus labio-bukal diperoleh, jarum diinsersikan dari
aspek labio-bukal, melalui ruang interproksimal, setinggi jaringan gingival yang melekat pada
periosteum di bawahnya. Ujung jarum harus tetap berada pada papilla dan tidak boleh
menyentuh tulang. Sejumlah kecil larutan anastesi local didepositkan perlahan sampai
mukoperiosteum palatal atau lingual memucat. Sejumlah kecil larutan anastesi yang
didepositkan dengan cara ini akan memberikan efek anastesi yang memadai pada jaringan
palatum. Teknik ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli
pedodonti. Para ahli lainnya umumnya suka menggunakan suntikan jet atau suntikan
intraligamental. (4)
Suntikan Infraorbital
Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi regional
umumnya jarang dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan infraorbital akan sangat
bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi besar pada daerah insisivus dan
kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat digunakan untuk menganastesi gigi anterior
dimana teknik infiltrasi tidak mungkin dilakukan karena ada infeksi di daerah penyuntikan.
Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan pada orifice foramen
infraorbital, berjalan sepanjang kanalis ke saraf gigi superior anterior dan superior tengah,
menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan premolar serta struktur
pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai ganglion speno-palatina dan
menganastesi lingkaran saraf dalam, namun seringkali masih diperlukan suntikan palatum
tambahan.
Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital. Teknik
infraorbital umumnya lebih popular dan memungkinkan jarum ditempatkan di luar lapang
pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan infraorbital,
kemudian geser jari sedikit ke bawah agar terletak tepat di atas foramen infraorbital. Dengan
tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu jari dapat digunakan untuk membuka bibir
atas dan mengekspos daerah yang akan disuntik. (4)
II.2 Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila
II.2.1 Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior
Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus, Arahkan jarum
keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke atas apeks akar gigi tersebut.
Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam gigi anterior.
Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk
ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region kaninus atau
foramen incisivum. (2)

II.2.2 Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior


Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum didistal molar
terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45, memungkinkan deposisi larutan 1,5 ke permukaan
disto bukkal maxilla. (2)
Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena pterigoid
pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-obat analgesia lokal, teknik infiltrasi meliputi
deposisi hanya 1 ml larutan digunakan. (2)
Gigi-gigi molar kecuali akar molar satu
Processus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum.
Jaringan ikat dan membran mukosa
Anatomi landmarks : (2)
Lipatan zygomatikus pada maxilla
Processus zygomatikus pada maxilla
Tuberositas maxilla
Bagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula.
Tekniknya : (2)
Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexter
Operator berdiri sebelah kanan depan
Masukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris sebelah kanan penderita, kemudian jari
telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di sebelah posterior gigi premolar dua sampai teraba
proccesus zygomaticus
Lengan kita turun kebawah sehingga jari telunjuk membuat sudut 90 terhadap oklusal plane
gigi rahang atas, dan membentuk sudut 45 bidang sagital penderita. Hal ini dapat dilakukan
bilamana penderita dalam keadaan setengah tutup mulut, sehingga bibir dan pipi dapat ditarik
kelateral posterior
Jari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarum
Ambil spoit yang telah disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan disuntik harus dilakukan
desinfeksi terlebih dahulu
Arah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam - inch
Aspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahan-lahan sebanyak 1,5 cc.
II.2.3 Blok Nervus Intra Orbital
Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba dengan
menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital dapat diidentifikasi. Dengan ujung jari tetap
pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik bibir atas. Ujung jarum dimasukkan jauh
ke dalam sulkus di atas apeks premolar kedua dan meluas segaris dengan sumbu panjang gigi
sampai sedalam 1,5-2 cm baru larutan analgesic didepositkan . pembengkakan jaringan dapat

diraba dibalik jari pertama bila letak ujung jarum, tepat. Biarkan keadaan ini selama 3 menit,
untuk memastikan diperolehnya analgesia yang memadai. (2)
Saraf yang teranestesi : (2)
Nervus alveolaris superior, anterior dan medium
Nervus infra orbital
Nervus palpebra inferior
Nervus nasalis lateralis
Nervus labialis superior
Daerah yang teranestesi : (2)
Gigi incisivus sampai premolar
Akar mesio bukkal dari molar satu
Jaringan pendukung dari gigi tersebut
Bibir atas dan kelopak atas
Sebagian hidung pada sisi yang sama
Anatomi Landmark : (2)
Infra orbital ridge
Supra orbital notch
Gigi anterior dan pupil mata
Tekniknya : (2)
Intra oral approach
Dudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang atas membentuk
45 dengan garis horizontal, dan penderita disuruh melihat ke arah depan
Kita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui pupil mata ke infra
orbital dan gigi premolar dua rahang atas
Bila sudah menemukan infra orbital notch, maka jari telunjuk yang kita pakai palpasi, kita
gerakkan ke bawah kira-kira cm, disinilah akan kita temukan suatu cekungan dimana letaknya
foramen infra orbital
Setelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada tempat
foramen infra orbitalis untuk mencegah tembusnya jarum mengenai bola mata
Bibir atas diangkat dengan ibu jari
Lakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua rahang atas
Pergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inch
Jarum suntikan tersebut ditusukkan pada lipatan muko bukal regio premolar dua rahang atas,
mengikuti arah garis khayalan yang telah dibuat. Untuk mengurangi rasa sakit, pada saat jarum
menembus mukosa, injeksikan beberapa strip larutan, kemudian jarum tersebut diteruskan
secara perlahan-lahan, hingga mencapai foramen intra orbitalis, maka dapat dirasakan oleh jari
yang kita letajjan pada foramen tersebut.

Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1 cc (jumlah larutan tersebut


tergantung dari kebutuhan) (2)
b. Extra oral approach :
Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan.
Tekniknya : (2)
Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral approach)
Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk mencegah
kemungkinan bahaya untuk mata
Titik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra orbital, kita memasukkan jarum
dengan membuat sudut 45, dan jarum tersebut diluncurkan sesuai dengan arah garis khayalan
sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara perlahan-lahan larutan anestetik. Ujung jarum
dimasukkan melalui papila nasopalatina sampai ke lubang masuk kanalis insisivus. Bila tulang
berkontak dengan jarum, jarum harus ditarik kira-kira 0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan
didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu cepat karena dapat menimbulkan rasa tidak
enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya analgesia cukup cepat.
II.2.4 Blok Nervus Naso Palatinus
Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah bagian
bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan.(2)
Anatomi Landmark : (2)
Incisivus papilla
Incisivus centralis
Tekniknya : (2)
Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum yang pertama harus
disuntikkan beberapa tetes anestetikum. Kemudian jarum tersebut diluncurkan dalam arah
paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap dalam garis median.
Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi dikeluarkan secara
perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc.
Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendek
Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh dengan mendepositkan
0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina besar ketika syaraf keluar dari foramen palatina besar.
Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena jaringan melekat
erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor dapat dikeluarkan.
II.2.5 Blok Nervus Palatinus Anterior

Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah bagian posterior
dari palatum durum mulai dari premolar(2)
Anatomi Landmark : (2)
Molar dua dan tiga maxilla
Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxilla
Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah garis tengah
palatum.
Indikasi : (2)
Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga
Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum.
Tekniknya : (2)
Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara molar dua,
molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median
Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut (bila di
suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan)
Sehingga membentuk sudut 90 dengan curve tulang palatinal
Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang kemudian kita
semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc.
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Teknik-teknik anastesi blok pada maksila : (3)
Injeksi Zigomatik
Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar distobukal molar kedua atas.
Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum harus
tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus venosus
pterygoideus.
Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal
molar pertama atas. Karen itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif atau
ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua. Untuk ekstraksi
satu atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major. (3)
Injeksi Infraorbital

Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Foramen ini terletak
tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis vertikal yang menghubungkan pupil mata apabila
pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangna dirubah dan
tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan
bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan
masuk kedalam foramen infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih
2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.
Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median, dalam hal ini, bagian yang di
tusuk adalah pada titik refleksi tertinggi dari membran mukosa antara incisivus sentral dan
lateral. Dengan cara ini, jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.
Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi pemula sebaiknya mengukur
dulu jarak dariforamen infraorbitale ke ujung tonjol bukal gigi premolar ke dua atas. Kemudian
ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila ditransfer pada siringe jarak tersebut sampai pada
titik perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada waktu jarum
diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada
foramen infraorbitale jika garis batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar kedua. Jika
foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa dirasakan. (3)
Injeksi N. Nasopalatinus
Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di
posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis
palatina anterior. Walaupun anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa
sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan untuk injeksi
nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi permulaan pada jarigan yang akan
dilalui jarum.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum yaitu dari kaninus satu ke
kaninus yang lain. Meskipun demikian bila diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini
biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi palatuna sebagian pada daerah kuspid dengan
maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang. (3)
Injeksi Nervus Palatinus Major
Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang
akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum sedikit mesial dari titik
tersebut dari sisi kontralateral.
Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus (foramen
palatinum posterior) yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke
foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam jumlah besar pada orifisium
foramen akan menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle menjadi
keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke regio kaninus
dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi bersangkutan. (3)
Injeksi Sebagian Nervus Palatinus
Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama
dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.
Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk prosedur dentistry
operatif pada regio premolar atau molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa sakit. Disini,
anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang
perjalanan n.palatinus major. (3)
IV.2 Kegagalan Anatesia(5)
Banyak kasus kegagalan dalam mendapatkan anestesia yang memadai dengan injeksi
anestetikum lokal. Beberapa mengkin gagal sama sekali, sedangkan lainnya hanya pada injeksi
atau daerah mulut tertentu saja. Memang ada variasi individual dalam menerima efek obatobatan tertentu. Pada pasien yang peka terhadap anestetikum lokal, sejumlah kecil anestetikum
saja sudah dapat berdifusi dengan mudah dan memberikan efek anestesia yang kuat pada daerah
yang luas, sedangkan pada pasien yang kurang peka diperlukan larutan yang lebih banyak dan
waktu yang lebih lama.
Rasa takut bisa menyebabkan pasien menjadi gelisah meski sebenarnya ia tidak merasa takut.
Anomali inervasi nervus atau variasi bentuk dan kepadatan tulang juga dapat menghambat
usaha operator untuk mendapat efek anestesi yang layak. Kurangnya pengetahuan mengenai
anatomi bisa mengakibatkan teknik anetesi yang digunakan kurang baik sehingga akhirnya
menimbulkan kegagalan.
Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang dilakukan sebelum
efek anestesi maksimal, merupakan penyebab kegagalan pada beberap kasus. Operasi yang
dilakukan sebelum efek anestesi yang memuaskan diperoleh, akan memberikan hasil akhir yang
meragukan. Jaringan-jaringan yang mengalami peradangan dan infeksi kronis tidak mudah
dianestesi.(5)
Pada injeksi n.mentalis, kegagalan akan timbul apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen
mentale atau jika n.lingualis atau nn.cervicales superficiales tidak teranestesi.
BAB III
PENUTUP
I.1 KESIMPULAN

Anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa
desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat
anestesi pada daerah spesifik tubuh.
Anestesi blok berfungsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi
blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan
anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)
Kemudian, Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan
dari pusat perifer. (2)
Dikenal dua cara yaitu :
Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya
rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua
cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi. (2)
I.2 SARAN
Buat dosen pembimbing diharapkan memberikan penjelasan yang lebih, pada tiap-tiap teknik
dari anastesi blok terutama pada maksila karena kami sebagai mahasiswa masih kurang
memahami dan hanya sedikit mendapatkan referensi mengenai teknik-teknik blok anestesi local
pada maksila.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Fadillah. Teknik-teknik anestesi local. 2007.
Rughaidah. Teknik anestesi local gow gates dan citoject. 1994
Purwanto, drg. Petunjuk praktis anestesi local. 1993. Penerbit buku kedokteran. Jakarta: EGC
Howe, Geoffrey L. Anestesi local. 1994. Jakarta : Hipokrates
Diposkan oleh Alfa Revias di Minggu, Agustus 15, 2010

Você também pode gostar