Você está na página 1de 8

Definisi Transgender

Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robet Stoller pada tahun
1968

untuk

memisahkan

pencirian

manusia

yang

didasarkan

pada

pendefinisian yang bersifat sosial budaya, bukan pendefinisian yang berasal


dari ciri-ciri fisik biologis. Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
RI mengartikan gender sebagai peran-peran sosial yang dikontribusikan oleh
masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan
yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat
dilakukan oleh keduanya, laki-laki dan perempuan. Gender bukan merupakan
kodrat Tuhan ataupun ketentuan Tuhan, oleh karena itu, gender berkaitan
dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan
berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan
sosial dan budaya di tempat mereka tinggal atau lahir. Gender seseorang
dapat berubah, sedangkan jenis kelamin biologis tetap tidak berubah.
(Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, 1992)
Transgender secara subjektif diartikan dengan orang yang terlahir
memiliki dua alat kelamin atau seseorang yang perilakunya berbeda dengan
kodrat aslinya yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hormonal dan
lingkungan. Seseorang yang tidak jelas dengan status kelaminnya disebut
transgender, yaitu suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa
tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan
ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.
Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang
yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin
yang ditetapkan saat mereka lahir. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)

B. Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Transgender


Sebab-sebab terjadinya transgender dibagi ke dalam dua bagian, yaitu sebab dari dalam
(intern) dan sebab dari luar (ekstern). Intern adalah sebab yang berkaitan erat dengan kelainan
biologis yang berdampak kepada kecenderungan psikologis. Kelainan secara biologis dapat
diketahui bahwa pembentukan laki-laki dan perempuan terjadi akibat perbedan jenis/kode

kromosom yang berdampak kepada perkembangan hormon-hormon. Di mana laki-laki berkode


kromosom XY dan perempuan berkode kromosom XX. Dan kode kromosom ini bertambah dari
yang hanya berkode XX menjadi XXY, sehingga yang seharusnya manusia berjenis kelamin
perempuan mempunyai kecenderungan psikologis sebagai laki-laki, begitu pula sebaliknya.
Sebab selanjutnya adalah dari faktor ekstern, di mana dalam hal ini dapat dihubungkan dangan
keadaan sosial atau lingkungan, interaksi sosial ataupun perlakuan sosial. (Winda Novtatika
Anggraeni, 2013)
Sebenarnya pengidap transgender dapat disembuhkan. Jika seseorang terlahir dengan dua
alat kelamin harus ditentukan mana yang lebih dominan kemudian mengambil tindakan secara
medis melalui operasi kelamin. Berbeda halnya dengan mereka yang menjadi transgender karena
pengaruh dari lingkungan, dalam upaya penyembuhannya dapat meminta bantuan psikolog yang
membantu secara kejiwaan serta berkonsultasi dengan pemuka agama agar mengetahui dalil-dalil
yang mengaturnya. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)

C. Kedudukan Kaum Transgender Ditinjau dari Segi Etika


Dari segi sosial, pandangan masyarakat terhadap transgender terbagi
ke dalam jenis kaum esensalisme dan kontruksionisme. Menurut pandangan
esensalisme, transgender merupakan sesuatu yang berjalan di luar
kewajaran, dianggap tidak benar dan membawa keburukan sehingga sering
dikucilkan.

Sedangkan

menurut

pandangan

kaum

konstruksionisme,

transgender tidak melanggar etika karena masih merupakan bagian dari


masyarakat dengan berlandaskan kepada Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai
bentuk perlindungan dari ketidakadilan yang sering terjadi di dalam
masyarakat. (Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011)
Tidak hanya pengucilan dari masyarakat, perlakuan diskriminatif terhadap kaum
transgender juga terjadi dalam dunia kerja. Mereka tidak dapat secara leluasa bekerja dalam
sektor-sektor yang formal. Jika ada, mereka diharuskan untuk berpenampilan sebagai laki-laki
atau

perempuan

pada

umumnya.

Oleh

karena

itu,

kebanyakan

kaum

transgender

menggantungkan kelangsungan hidupnya pada sektor-sektor non-formal, seperti usaha salon atau
dunia hiburan. Tetapi yang paling banyak adalah terperangkap dalam dunia pelacuran
(Koeswinarno, 2004)

Peranan dokter dan tenaga medis lainnya dalam operasi kelamin status
hukumnya disesuaikan dengan alasan yang berkaitan dengan kondisi dari
alat kelamin yang bersangkutan. Jika terbukti dengan sengaja menggagalkan
operasi tersebut, maka dokter dan tenaga medis melanggar kode etik
profesinya.

D. Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Hukum


Dalam skala internasional, United Nation Commision on Human Rights
telah menolak Human Rights and Sexual Orientation pada tahun 2005 dan
Economic and Social Council juga menolak untuk memberi status konsultatif
kepada International Lesbian and Gay Association (ILGA) pada tahun 2006.
Di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang spesifik menjelaskan masalah
transgender, namun secara hukum kaum transgender memiliki hak yang
sama dengan manusia pada umumnya sesuai UU No. 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. (Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011).
Bagi kaum transgender yang telah menjalani operasi kelamin, status
kewarganegaraannya berubah (dalam sisi jenis kelamin) jika permohonan
untuk mengubah jenis kelaminnya tersebut disetujui oleh Hakim Pengadilan
sesuai aturan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Oleh karena itu, tidak ada masalah jika kaum transgender menikah selama ia
menikah dengan jenis kelamin yang berlawanan dan jenis kelaminnya yang
sah dan terdaftar sesuai dengan dokumen kependudukannya sesuai aturan
dalam UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan.

E. Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Agama


Menurut ajaran Protestan, transgender dianggap sebagai dosa karena
cenderung menolak ketetapan Tuhan. Namun, hal ini dianggap sebagai
fenomena yang terjadi bukan karena Tuhan yang menciptakan orang-orang

seperti itu, melainkan karena manusia sudah berdosa sejak semula (konsep
dosa awal). Menurut ajaran Katolik dalam KGK 2297, penggantian kelamin
dianggap melanggar penghormatan terhadap integritas tubuh manusia.
Menurut KGK 369, pria dan wanitalah diciptakan, artinya dikehendaki Allah
dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan
di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. Ajaran Hindu memandang
keberadaan tiga jenis kelamin, yaitu pums-prakriti (pria), stri-prakriti
(perempuan), tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis seks ketiga ini terdiri dari
shanda (male to female) dan shandi (female to male). Karena adanya
pengakuan, pemilik tritiya-prakriti diijinkan hidup bebas dan terbuka.
Contohnya dalam kisah Baratayudha terdapat masa dimana Arjuna berperan
sebagai Brihannala. Dengan begitu, operasi pergantian kelamin pun bebas
dilakukan. Ajaran Budha juga menyimpan akar kebudayaan Hindu yang
menguasai

jenis

kelamin

ketiga.

Siapapun

yang

telah

banyak

mengembangkan kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran, setelah


meninggal dunia mempunyai kesempatan terlahir di alam bahagia tanpa
terpengaruh oleh jenis kelamin. Meskipun begitu, dalam tripitaka dinyatakan
bahwa seorang waria tidak berhak ditasbihkan sebagai bhiksu atau bhiksuni.
(Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011)
Menurut pandangan Islam, transgender menimbulkan banyak kontra
terkait dengan kurangnya rasa syukur manusia terhadap penciptaan Allah
melalui tubuhnya. Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa Allah mengutuk
laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.
(HR. Ahmad). Hadits tersebut diperkuat dengan ayat Al-Quran terkait
dengan transgender sebagai salah satu bentuk mengubah ciptaan-Nya, Allah
SWT berfirman: dan saya (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka,
dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka (memotong
telinga-telinga hewan ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan
akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), maka mereka sungguh
mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung

selain dari Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.


(Q.S. An-Nisaa: 119)
Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam yang harus diperinci
persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal
tiga bentuk operasi kelamin yaitu: (1) Operasi penggantian jenis kelamin
yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2)
Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap
orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau
vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna.; (3) Operasi pembuangan
salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki dua organ/jenis kelamin. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)
Operasi pertama diharamkan dalam Islam karena merupakan unsur
kesengajaan mengubah ciptaan Allah SWT. Sehingga, ketentuan terkait
syariat seperti shalat dan lainnya dikembalikan kepada kondisi kelamin
semula. Operasi nomor dua tentunya diperbolehkan, bahkan dianjurkan
karena termasuk mengobati dan menjaga kesehatan fisik. Operasi dalam
kondisi ini tidak mendatangkan masalah dalam hal syariat karena jenis
kelamin

yang

bersangkutan

tidak

berubah.

Operasi

nomor

tiga

diperbolehkan jika dilakukan dengan tujuan tashih (perbaikan) atau takmil


(penyempurnaan). Jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang
berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas kecenderungan sifat dan
tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita,
hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas dan mengacu pada
status yang baru. (Abuddin Nata, 2004)
Dokter dan tenaga medis harus bisa mengambil langkah yang tepat
dalam menjalankan tugasnya secara profesional, jika operasi tersebut
dinyatakan haram (dari segi agama) maka ia ikut berdosa karena termasuk
tolong-menolong

dalam

dosa

dan

jika

sesuai

syariat

Islam

dan

diperbolehkan maka ia mendapat pahala karena termasuk bekerjasama


dalam ketakwaan dan kebajikan. (Q.S. Al-Maidah: 2)

Kasus transgender diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang


Kekuasaan

Kehakiman

terkait

dengan

perizinan

pemohonan

kaum

transgender untuk melakukan perubahan status jenis kelamin. Kaum


transgender sendiri memiliki hak yang sama sesuai dengan UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Negara mengakui status dan kedudukan
kaum

transgender

apabila

setelah

mendapat

perizinan

dari

Hakim

Pengadilan yang bersangkutan bersedia untuk mengganti semua dokumen


kependudukannya

sesuai

dengan

UU

No.

23

Tahun

2006

tentang

Administrasi Kependudukan.
Status dokter dan tenaga kesehatan lain yang menggagalkan operasi
penggantian, perbaikan ataupun pembuangan salah satu kelamin diatur
dalam pasal 24 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan
kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional;
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Sehingga, mereka yang bisa dikatakan sebagai pelaku malpraktek
(dalam hal ini sengaja menggagalkan operasi kelamin) diberikan sanksi oleh
pihak yang bertanggung jawab terhadap pemberi layanan kesehatan dan
oleh organisasi profesi yang bersangkutan sesuai dengan kode etik yang
dilanggar.

DAFTAR PUSTAKA

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Buku III: Pengantar Teknik Analisa


Jender. 1992. 1 leaves.

Winda Novtatika Anggraeni. Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap


Keberadaan Transgender. 2013. 5 p. Downloaded on November 1st, 2014 at
2:48 p.m. Available from URL:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/JURNAL%20SKRIPSI%20%20Winda%20N.A
%20(070914048).doc
Arni Rahmawati Fahmi

Sholihah.

Transseksualisme:

Sex-Reassignment

Surgery. Institut Teknologi Bandung. 2011 Dec 12; Accessed on juni 27st,
2015

at

p.m.

Available

from

URL:http://blogs.itb.ac.id/sholihah/2011/12/12/transseksualisme-sexreassignment-surgery/
Koeswinarno. Hidup Sebagai Waria. 1st. ed. Yogyakarta: Lkis; 2004. 15 p.
Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. 1st. ed. Jakarta: UIN
Jakarta Press; 2004. 196-205 p.

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886.
UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 124. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4674.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063.
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5076.
UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 Nomor 232. Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 5475.

Você também pode gostar

  • Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)
    Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)
    Documento30 páginas
    Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)
    amri tarmizi
    100% (2)
  • Kisi-Kisi Pertanyaan Akreditasi
    Kisi-Kisi Pertanyaan Akreditasi
    Documento57 páginas
    Kisi-Kisi Pertanyaan Akreditasi
    Jemi Hartawan
    Ainda não há avaliações
  • Aku Adalah
    Aku Adalah
    Documento1 página
    Aku Adalah
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Aku Adalah
    Aku Adalah
    Documento1 página
    Aku Adalah
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Case
    Case
    Documento8 páginas
    Case
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Tugas
    Tugas
    Documento1 página
    Tugas
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • JUDUL
    JUDUL
    Documento3 páginas
    JUDUL
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Tugas Biokim
    Tugas Biokim
    Documento3 páginas
    Tugas Biokim
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • TONSILOFARINGITIS
    TONSILOFARINGITIS
    Documento5 páginas
    TONSILOFARINGITIS
    cynthiastefanus
    Ainda não há avaliações
  • Pemeriksaan Fisik
    Pemeriksaan Fisik
    Documento7 páginas
    Pemeriksaan Fisik
    master_dota
    Ainda não há avaliações
  • Keracunan Makanan
    Keracunan Makanan
    Documento12 páginas
    Keracunan Makanan
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Keracunan Makanan
    Keracunan Makanan
    Documento12 páginas
    Keracunan Makanan
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • THT
    THT
    Documento1 página
    THT
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Tugas
    Tugas
    Documento17 páginas
    Tugas
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Apn
    Apn
    Documento27 páginas
    Apn
    Yuliana Muharrami
    Ainda não há avaliações
  • Sirhep
    Sirhep
    Documento13 páginas
    Sirhep
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Buku Hijau
    Buku Hijau
    Documento20 páginas
    Buku Hijau
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Telaah Ilmiah Kontrasepsi
    Telaah Ilmiah Kontrasepsi
    Documento12 páginas
    Telaah Ilmiah Kontrasepsi
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Kehamilan Ektopik
    Kehamilan Ektopik
    Documento31 páginas
    Kehamilan Ektopik
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Apn
    Apn
    Documento28 páginas
    Apn
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Bahan Referat Otomikosis
    Bahan Referat Otomikosis
    Documento1 página
    Bahan Referat Otomikosis
    venimayasari
    Ainda não há avaliações
  • Case KET
    Case KET
    Documento30 páginas
    Case KET
    Juliansyah Efriko
    Ainda não há avaliações