Você está na página 1de 32

http://id.scribd.

com/doc/53896696/Informasi-Pelayanan-Pendidikan-Bagi-Anak-Tunanetra
STRATEGI PEMBELAJARAN
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
1. PENDAHULUAN
1.I Latar Belakang
Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja
problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain
karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya
cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain. Anak luar biasa
atau disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (children with special needs), memang tidak
selalu mengalami problem dalam belajar. Namun, ketika mereka diinteraksikan bersama-sama
dengan anak- anak sebaya lainnya dalam system pendidikan regular, ada hal-hal tertentu yang
harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan sekolah untuk mendapatkan hasil belajar
yang optimal.
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs)
membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing masing . Dalam
penyusunan progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah
memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karateristik
spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya.
Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat
perkembangan fungsional . Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori
motor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi
social serta kreativitasnya.
Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa seorang guru
terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai
kompetensi diri peserta didik bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogamkan pembelajaran
sudah dipikirkan mengenbai bentuk strategi pembelajaran yanag di anggap cocok. Asesmen di
sini adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik

dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan social, melalui pengamatan yang
sensitive. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrument khusus secara baku atau di
buat sendiri oleh guru kelas.
Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh
guru di sekolah, di tujukan agar peserta didik mampu berinteraksi terhadap lingkungan social.
Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik
yang didasarkan pada kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah
yang perlu diukur meliputi kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari- hari dan
kompetensi akademik. [1]Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Strategi Pembelajaran
bagi Anak Berkebutuhan Khusus
1.II Rumusan Masalah
1.

Apakah definisi dari anak berkebutuhan khusus?

2.

Bagaimana jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus?

3.

Bagaimana strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus?

I.III Tujuan
1.

Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.

2.

Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.

3.

Menjelaskan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.

2. PEMBAHASAN
2.I. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik.[2] Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam
proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.[3]
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata
Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan
khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus
yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka
memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar
Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB
bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa,
SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
1.

2. Jenis Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain[4] :
a.Tunagrahita (Mental retardation)
Ada beberapa definisi dari tunagrahita, antara lain:
1.

American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20)


mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual
umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual;
yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.

2.

Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22),
mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70
ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku adaptif; dan terjadi
pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

3.

The New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan tentang
tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas
di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi
tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.

4.

Definisi tunagrahita yang dipublikasikan oleh American Association on Mental


Retardation (AAMR). Di awal tahun 60-an, tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi
intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif
mencakup area : komunikasi, merawat diri, home living, keterampilan sosial, bermasyarakat,
mengontrol diri, functional academics, waktu luang, dan kerja. Menurut definisi ini,
ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun.

5.

Menurut WHO seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi
intelektual secara nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan
diri dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat.[5]

Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi
sebagai berikut:
1.

Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,

2.

Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

3.

Perkembangan bicara/bahasa terlambat

4.

Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),

5.

Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),

6.

Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).


1.

b. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder)


Nilai standarnya 4

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal
dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku,

apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:
1.

Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.

2.

Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.

3.

Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.

4.

Secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau
depresi.

5.

Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang
atau permasalahan di sekolah.

Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku juga bisa diidentifikasi melalui indikasi
berikut:[6]
1.

Bersikap membangkang,

2.

Mudah terangsang emosinya,

3.

Sering melakukan tindakan aggresif,

4.

Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.


1.

c. Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness)

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun
tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:[7]
1.

Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),

2.

Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),

3.

Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),

4.

Gangguan pendengaran berat(71-90dB),

5.

Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu
menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan
untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal,

bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami
konsep dari sesuatu yang abstrak.
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran[8]:
1.

Tidak mampu mendengar,

2.

Terlambat perkembangan bahasa,

3.

Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,

4.

Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,

5.

Ucapan kata tidak jelas,

6.

Kualitas suara aneh/monoton,

7.

Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,

8.

Banyak perhatian terhadap getaran,

9.

Keluar nanah dari kedua telinga,

10.

Terdapat kelainan organis telinga.

Nilai standarnya 7.
1.

d. Tunanetra (Partially seing and legally blind)

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi
Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan
atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran
menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu
prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah
media yang digunakan harus bersifat taktualdan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan
braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara
adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di
sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas
diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana
menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).

Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan:[9]


1.

Tidak mampu melihat,

2.

Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,

3.

Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

4.

Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,

5.

Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,

6.

Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,

7.

Mata bergoyang terus.

Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka
anak termasuk tunanetra.
1.

e. Tunadaksa (physical disability)

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainanneuromuskular dan

struktur tulang

yang

bersifat

bawaan,

sakit

atau

akibat

kecelakaan,

termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah
ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisiktetap masih dapat
ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami
gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan
tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh tubuh/gerak tubuh:[10]

1.

Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

2.

Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),

3.

Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,

4.

Terdapat cacat pada alat gerak,

5.

Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,

6.

Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,

7.

Hiperaktif/tidak dapat tenang.


Nilai standarnya 5.

1.

f. Tunaganda (Multiple handicapped)

Menurut Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan
perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan
neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti
intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.
Walker (1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut:
1.

Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan


pendidikan khusus.

2.

Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi.

3.

Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus.


1.

g. Kesulitan Belajar (Learning disabilities)

Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih
kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan
menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca,berhitung, berbicara yang
disebabkan

karena gangguan

persepsi, brain

injury, disfungsi

minimal

otak, dislexia,

dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata,
mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi
arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis
dan berhitung[11]:
1.

Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

2.

Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

3.

Kemampuan memahami isi bacaan rendah,

4.

Kalau membaca sering banyak kesalahan

Nilai standarnya 3.
1.

Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)

2.

Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

3.

Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9,


dan sebagainya,

4.

Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,

5.

Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,

6.

Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

Nilai standarnya 4.
1.

Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)

2.

Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =

3.

Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,

4.

Sering salah membilang dengan urut,

5.

Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan
sebagainya,

6.

Sulit membedakan bangun-bangun geometri.


Nilai standarnya 4.

1.

h. Anak Berbakat (Giftedness and special talents)

Menurut Milgram, R.M (1991:10), anak berbakat adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140
atau lebih diukur dengan instrument Stanford Binet (Terman, 1925), mempunyai kreativitas
tinggi (Guilford, 1956), kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni drama, seni tari dan
seni rupa (Marlan, 1972).
Anak berbakat mempunyai empat kategori, sebagai berikut:
1.

Mempunyai kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada


kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan
masuk akal.

2.

Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam


matematika, bahasa asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.

3.

Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk

menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi.


4.

Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang lain.

Dari keempat kategori di atas, maka anak berbakat adalah mereka yang mempunyai kemampuankemampuan yang unggul dalam segi intelektual, teknik, estetika, social, fisik (Freemen, J.
1975:120), akademik, psikomotor dan psikososial (Sisk,1987 dalam Amin, M. 1996:3).
Berikut identifikasi anak berbakat atau anak yang memilki kecerdasan dan kemampuan yang luar
biasa[12]:
1.

Membaca pada usia lebih muda,

2.

Membaca lebih cepat dan lebih banyak,

3.

Memiliki perbendaharaan kata yang luas,


1.

Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,

2.

Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,

4.

Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,

5.

Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,


1.

Memberi jawaban-jawaban yang baik,

6.

Dapat memberikan banyak gagasan,

7.

Luwes dalam berpikir,


1.

8.

Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,


Mempunyai pengamatan yang tajam,

m. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap


1.

tugas atau bidang yang diminati,

2.

Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,


1.

Senang mencoba hal-hal baru,

2.

Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,

3.

Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah,

3.

Cepat menangkap hubungan sebabakibat,

4.

Berperilaku terarah pada tujuan,

5.

Mempunyai daya imajinasi yang kuat,


1.

Mempunyai banyak kegemaran (hobi),

w. Mempunyai daya ingat yang kuat,


1.

Tidak cepat puas dengan prestasinya,

2.

Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),

3.

Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.

4.

i. Anak Autistik

Nilai standarnya 18.


Autism Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan
berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala autism menurut Delay &
Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:
1.

Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka
pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.

2.

Selalu diam sepanjang waktu.

3.

Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton,
kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata
kemudian diam menyendiri lagi.

4.

Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi
sekelilingnya.

5.

Tidak tampak ceria.

6.

Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.

Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan
intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

1.

j. Hyperactive (Attention Deficit Disorder with Hyperactive)

Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. (Batshaw & Perret,
1986: 261).symptoms terjadi disebabkan oleh factor-faktor brain damage, an emotional
disturbance, a hearing deficit or mental retardaction. Dewasa ini banyak kalangan medis masih
menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention deficit disorder (ADHD) (Solek, P. 2004:4)
1.

3. Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer(sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporermeliputi: anak-anak yang
berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak
korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak
yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah
anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency andHiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat
cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu
memerlukan

strategi

khusus. Pendidikan

inklusi mempunyai

pengertian

yang

beragam.Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi[13] adalah


sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap
siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak
berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima,
menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya,
maupun

anggota

masyarakat

terpenuhi.Selanjutnya, Staub

dan

lain

agar

Peck

kebutuhan

(1995)

individualnya

menyatakan

dapat

bahwa: pendidikan

inklusi[14]adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh
di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang
relevan

bagi

anak

gradasinya. Sementara

berkelainan,

apapun

itu, Sapon-Shevin

jenis

(ONeil,

kelainannya

dan

1995) menyatakan

bagaimanapun

bahwa pendidikan

inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan
dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh
karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang

mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi
memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan
masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak
dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundangundangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK
temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek
fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:
1.

1. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra

Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua
komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran,
media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran
berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
1.

Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif
dan induktf.

2.

Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.

3.

Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan
beregu.

4.

Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.

5.

Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.

Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi

individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.


1.

2. Strategi pembelajaran bagi anak berbakat

Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak
tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi
pembelajaran adalah :
1.

Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.

2.

Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan


kecerdasan emosional.

3.

Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.

Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan
perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
1.

3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita

Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan
strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam
mengajar anak tunagrahita antara lain;
1.

Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan

2.

Strategi kooperatif

3.

Strategi modifikasi tingkah laku

1.

4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa

Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat
pendidikan, sebagai berikut:
1.

Pendidikan integrasi (terpadu)

2.

Pendidikan segresi (terpisah)

3.

Penataan lingkungan belajar

4.

5. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras

Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-

model pendekatan sebagai berikut;


1.

Model biogenetic

2.

Model behavioral/tingkah laku

3.

Model psikodinamika

4.

Model ekologis

5.

6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar


1.

Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial
teaching

2.

Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat
kesalahan.

3.

Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis
sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.

6.

7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu

Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif,
heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.
1.

C. KESIMPULAN

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak Luar
Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus
mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus
yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer(sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporermeliputi: anak-anak yang
berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak
korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak
yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah
anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention

Deficiency andHiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat
cerdas (Gifted), dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/14/strategi-pembelajaran-bagi-anak-berkebutuhankhusus/
LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA DAN
TUNADAKSA
A. Bentuk Layanan Pendidikan Anak Tunagrahita di Sekolah
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan
individual dan pendekatan remediatif . Pendekatan individual didasarkan pada assesment
kemampuan untuk mengembangkan sisa potensi yang ada dalam dirinya. Tujuan utama layanan
pendidikan bagi anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari
dalam mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan
pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannnya.
Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan sensomotorik, terapi
bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran dilakukan
secara individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat
kemampuan kognitifnya. Anak yang ber IQ 55 - 70 berbeda dengan yang ber IQ 35 55.
Sehingga dalam sebaran IQ tersebut juga berbeda dalam layanan masing-masing.
B. Contoh Model Layanan Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1.

Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita.
Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat
bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan
pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

2.

Sekolah

Khusus

(Sekolah

Luar

Biasa

bagian

dan

C1/SLB-C,

C1).

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa.
Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman
sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang
hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C,
sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3.

Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar
bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk
matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus
atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong
tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai
kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar
(Slow Learner).

4.

Program sekolah di rumah


Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di
sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan
cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara
orangtua, sekolah, dan masyarakat.

5.

Pendidikan inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat
kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan
penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip Education for All. Layanan pendidikan
inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan
anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing
oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk
memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam
kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini
pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan

6. Panti (Griya) Rehabilitasi

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan
pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan,
pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan
dalam panti ini terbatas dalam hal :
a.

Pengenalan diri

b.

Sensorimotor dan persepsi

c.

Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)

d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi


e.

Bina diri dan kemampuan sosial

C. Fasilitas atau Alat-alat Bina Diri


Fasilitas pendidikan untuk anak tungrahita relatif sama dengan fasilitas pendidikan untuk
anak umum di sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di taman kanak-kanak. Fasilitas pendidikan
lebih diarahka untuk latihan sensorimotorik dan pembentukan motorik halus. Walaupun
demikian fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan motorik kasar juga perlu disediakan secara
garis besar fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak tunagrahita
adalah :
a. Fasillitas pendidikan yang berkaitan latihan sensorimotor
Fasilitas pendidikan dan penunjang pendidikan bagi anak tunagrahita yang berkaitan dengan
latihan sensorimotorik di antaranya :

Berkaitan dengan visual : berbagai bentuk benda

Berkaitan dengan perabaan dan motorik tangan : manik-manik, benang, krayon, wash, lotion,
dan lain-lain

Berkaitan dengan pembau : kamper. Minyak kayu putih

Berkaitan dengan koordinasi : menara gelang, puzzle

b.

Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan keseharian


Fasilitas yang berkaitan dengan kehidupan keseharian, berupa permainan untuk mendukkung
aktivitas kehidupan sehari-hari, diantaranya :

Latihan kebersihan dan gosok gigi

Latihan berpakaian dan bersepatu

Permainan dengna boneka

c. Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan motorik kasar

Fasilitas yang berkaitan dengan latihan motorik kasar diantaranya dapat berupa :

Latihan bola kecil

Latihan bola besar

Permainan keseimbangan

D. Bentuk Layanan pendidikan Khusus Tunadaksa


Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina gerak. Untuk
memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi
untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya.
Selain itu dukungan untuk bina diri diperlukan terapi okupasi dan bermain. Menurut Frieda
Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal,
yaitu :
a. Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa
b. Program pendidikan sekolah
c. Layanan bimbingan dan konseling
Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang melibatkan berbagai ahli
terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan memampuan yang dimiliki oleh anak.
Beberapa ahli terkait memberikan layanan rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang,
dokter syaraf, ahli pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, ahli terapi
okupasi, ahli pendidikan khusus. Dalam program rehabilitasi dikenal empat stadium, yaitu
pertama, stadium akut antara 0 6 sejak menderita. Pada stadium ini merupakan stadium
survival, berjuang untuk bertahan hidup. Kedua, stadium sub acut: 6 12 minggu, merupakan
stadium perawatan rutin, pemberian fisioterapi dan terapi okupasi agar perkembangan otot dapat
pulih dan tumbuh walaupun minimal. Ketiga, stadium mandiri; pada stadium ini anak lebih
diarahkan untuk memperoleh keterampilan kerja untuk kehidupan mendatang. Keempat, stadium
after care; pada stadium ini anak dipersipkan kembali ke rumah atau ke sekolah untuk
mengikuti program pendidikan selanjutnya.
Program pendidikan sekolah bagi mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif
sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui fisioterapi dan
terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan motoriknya. Orientasi pembelajaran juga lebih bersifat
individu, walaupun dapat juga secara klasikal. Bagi anak cerebral palcy, binagerak masih terus
diupayakan agar anak memperoleh perkembangan yang optimal.

Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan self-respect


(menghargai diri sendiri). Sunarya Kartadinata, (1998/1999) menyatakan bahwa anak tunadaksa
perlu mengembangkan self-respect, yaitu menghargai diri sendiri dengan cara menerima diri
sesuai dengan apa adanya, sehingga anak merasa bahwa dirinya adalah sebagai seorang pribadi
yang berharga.
E. Contoh Model Layanan Pendidikan Khusus Anak Tunadaksa
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi
maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah
dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan
khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar Biasa.
Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal
pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap
kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain itu,
adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan
dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk
anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak
tunarungu memerlukan komunikasi total, bina persepsi bunyi; anak tunadaksa memerlukan
layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya.
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan
bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai
dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan
kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk
tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB
untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat
lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.

Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih
dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita;
SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini
terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.
2) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan
fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi
satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan,
tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama
dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak
tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak
tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah
dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain
itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari
luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
3) Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya.
Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka
berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di
SLB terdekat tersebut.
4) Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah
mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit
sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat
anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk

anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru
olahraga. Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapai dengan tenaga ahli yang berkaitan
dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapis, psikolog,
speech therapist, audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah.
Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat
dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara individual,
kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai juga
lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di
SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tunadaksa
memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik.
Lama pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingkat
dasar, yaitu anak tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa selama 6 tahun, dan untuk anak
tunarungu 8 tahun.
Sejalan dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2 tahun 1989 dan PP No.
72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72 tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
a)

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6


tahun

b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun


c) Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) minimal 3 tahun.
Selain itu, pada pasal 6 PP No. 72 tahun 1991 juga dimungkinkan pengelenggaraan
Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.
F. Fasilitas atau Alat-alat yang diperlukan Dalam Belajar Anak Tunadaksa
Fasiltas pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan prasarana dan sarana
langsung yang diperlukan dalam layanan pendidiakan anak tunadaksa. Prasarana yang dirancang
untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga kemudahan(Musjafak Assjari, 1995), yaitu
mmudah keluar masuk, mudah bergerak dalam dalam ruangan dan mudah ,mengadakan
penyesuaian. Sesuai dengan ketentuan tersebut, bangunan seyogyanya menghindari model
tangga, bila terpaksa harus disediakan lief, lantai tidak banyak relief, tidak banyak lubang, lebar
pintu harus sesuai , kamar mandi dan WC memungkinkan kursi dan roda bisa masuk,
ada parallel bars , dinding kelas di lengkapi dengan parallel bars, meja dan kursi anak
disesuaikan dengan kelainan anak.

Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah :


a. Brace
Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan tulang.
Biasanya digunakan di kaki, punggung atau dileher. Fungsim brace berguna untuk menyangga
beban yang tertumpu pada otot atau tulang.
b.

Crutch
Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukkan pada tangan atau ketiak untuk
menyangga beban tubuh.

c. Splint
Splint adalah alat untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar anggota tubuh
yang sakit tidak salah bentuk.
d. Whell chair
Menurut bentuknya kursi roda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kursi roda yang roda
besarnya di depan dan kursi roda yang roda besarnya di belakang. Kursi roda yang roda
besarnnya di depan dapat berputar di tempat yang sempit. Kursi roda yang roda besarnya di
belakang dapat masuk ke kolong tempat tidur, sehingga memudahkan untuk berpindah tempat.
Selain fasilitas pendukung tersebut di atas, fasilitas lain yang mendukung pendidikan untuk anak
tunadaksa adalah ruangan terapi dan peralatan terapi. Terapi yang berkaitan langsung dengan
anak tunadaksa adalah fisioterapi terapi bermain, dan terapi okupasi.

DAFTAR PUSTAKA
http://saung-anggie.blogspot.com/2009/07/model-pelayanan-pendidikan-untuk-anak.html diakses
pada tanggal 14 maret 2012
Suparno. 2007. Pendidikan Anak Brekebutuhan Khusus. Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan.
LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA DAN
TUNADAKSA
LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

TUNAGRAHITA DAN TUNADAKSA


Disusun untuk memenuhi tugas :
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen pengampu :
Ali Rahman, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Kelas / semester VIII B
M .Najib

A1E308032
Rahmat hidayat

A1E308260

Sri Moeriati Andine A1E308285


Ratnawati

A1E308222

Inawati

A1E308291

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S1 PGSD
BANJARMASIN
2012
A. Bentuk Layanan Pendidikan Anak Tunagrahita di Sekolah
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan

individual dan pendekatan remediatif . Pendekatan individual didasarkan pada assesment


kemampuan untuk mengembangkan sisa potensi yang ada dalam dirinya. Tujuan utama layanan
pendidikan bagi anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari
dalam mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan
pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannnya.
Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan sensomotorik, terapi
bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran dilakukan
secara individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat
kemampuan kognitifnya. Anak yang ber IQ 55 - 70 berbeda dengan yang ber IQ 35 55.
Sehingga dalam sebaran IQ tersebut juga berbeda dalam layanan masing-masing.
B. Contoh Model Layanan Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1.

Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita.
Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat
bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan
pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

2.

Sekolah

Khusus

(Sekolah

Luar

Biasa

bagian

dan

C1/SLB-C,

C1).

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa.
Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman
sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang
hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C,
sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3.

Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar
bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk
matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus
atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong
tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai
kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar

(Slow Learner).
4.

Program sekolah di rumah


Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di
sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan
cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara
orangtua, sekolah, dan masyarakat.

5.

Pendidikan inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat
kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan
penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip Education for All. Layanan pendidikan
inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan
anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing
oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk
memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam
kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini
pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan

6. Panti (Griya) Rehabilitasi


Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan
pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan,
pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan
dalam panti ini terbatas dalam hal :
a.

Pengenalan diri

b.

Sensorimotor dan persepsi

c.

Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)

d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi


e.

Bina diri dan kemampuan sosial

C. Fasilitas atau Alat-alat Bina Diri


Fasilitas pendidikan untuk anak tungrahita relatif sama dengan fasilitas pendidikan untuk
anak umum di sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di taman kanak-kanak. Fasilitas pendidikan
lebih diarahka untuk latihan sensorimotorik dan pembentukan motorik halus. Walaupun
demikian fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan motorik kasar juga perlu disediakan secara

garis besar fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak tunagrahita
adalah :
a. Fasillitas pendidikan yang berkaitan latihan sensorimotor
Fasilitas pendidikan dan penunjang pendidikan bagi anak tunagrahita yang berkaitan dengan
latihan sensorimotorik di antaranya :

Berkaitan dengan visual : berbagai bentuk benda

Berkaitan dengan perabaan dan motorik tangan : manik-manik, benang, krayon, wash, lotion,
dan lain-lain

Berkaitan dengan pembau : kamper. Minyak kayu putih

Berkaitan dengan koordinasi : menara gelang, puzzle

b.

Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan keseharian


Fasilitas yang berkaitan dengan kehidupan keseharian, berupa permainan untuk mendukkung
aktivitas kehidupan sehari-hari, diantaranya :

Latihan kebersihan dan gosok gigi

Latihan berpakaian dan bersepatu

Permainan dengna boneka

c. Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan motorik kasar


Fasilitas yang berkaitan dengan latihan motorik kasar diantaranya dapat berupa :

Latihan bola kecil

Latihan bola besar

Permainan keseimbangan

D. Bentuk Layanan pendidikan Khusus Tunadaksa


Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina gerak. Untuk
memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi
untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya.
Selain itu dukungan untuk bina diri diperlukan terapi okupasi dan bermain. Menurut Frieda
Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal,
yaitu :
a. Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa
b. Program pendidikan sekolah
c. Layanan bimbingan dan konseling

Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang melibatkan berbagai ahli


terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan memampuan yang dimiliki oleh anak.
Beberapa ahli terkait memberikan layanan rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang,
dokter syaraf, ahli pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, ahli terapi
okupasi, ahli pendidikan khusus. Dalam program rehabilitasi dikenal empat stadium, yaitu
pertama, stadium akut antara 0 6 sejak menderita. Pada stadium ini merupakan stadium
survival, berjuang untuk bertahan hidup. Kedua, stadium sub acut: 6 12 minggu, merupakan
stadium perawatan rutin, pemberian fisioterapi dan terapi okupasi agar perkembangan otot dapat
pulih dan tumbuh walaupun minimal. Ketiga, stadium mandiri; pada stadium ini anak lebih
diarahkan untuk memperoleh keterampilan kerja untuk kehidupan mendatang. Keempat, stadium
after care; pada stadium ini anak dipersipkan kembali ke rumah atau ke sekolah untuk
mengikuti program pendidikan selanjutnya.
Program pendidikan sekolah bagi mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif
sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui fisioterapi dan
terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan motoriknya. Orientasi pembelajaran juga lebih bersifat
individu, walaupun dapat juga secara klasikal. Bagi anak cerebral palcy, binagerak masih terus
diupayakan agar anak memperoleh perkembangan yang optimal.
Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan self-respect
(menghargai diri sendiri). Sunarya Kartadinata, (1998/1999) menyatakan bahwa anak tunadaksa
perlu mengembangkan self-respect, yaitu menghargai diri sendiri dengan cara menerima diri
sesuai dengan apa adanya, sehingga anak merasa bahwa dirinya adalah sebagai seorang pribadi
yang berharga.
E. Contoh Model Layanan Pendidikan Khusus Anak Tunadaksa
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi
maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah
dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan
khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar Biasa.
Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal

pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap
kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain itu,
adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan
dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk
anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak
tunarungu memerlukan komunikasi total, bina persepsi bunyi; anak tunadaksa memerlukan
layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya.
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan
bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai
dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan
kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk
tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB
untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat
lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.
Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih
dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita;
SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini
terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.
2) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan
fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi
satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan,
tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama
dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak
tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak
tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah
dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain

itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari
luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
3) Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya.
Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka
berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di
SLB terdekat tersebut.
4) Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah
mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit
sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat
anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk
anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru
olahraga. Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapai dengan tenaga ahli yang berkaitan
dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapis, psikolog,
speech therapist, audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah.
Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat
dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara individual,
kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai juga
lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di
SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tunadaksa
memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik.
Lama pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingkat
dasar, yaitu anak tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa selama 6 tahun, dan untuk anak
tunarungu 8 tahun.
Sejalan dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2 tahun 1989 dan PP No.

72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72 tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
a)

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6


tahun

b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun


c) Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) minimal 3 tahun.
Selain itu, pada pasal 6 PP No. 72 tahun 1991 juga dimungkinkan pengelenggaraan
Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.
F. Fasilitas atau Alat-alat yang diperlukan Dalam Belajar Anak Tunadaksa
Fasiltas pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan prasarana dan sarana
langsung yang diperlukan dalam layanan pendidiakan anak tunadaksa. Prasarana yang dirancang
untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga kemudahan(Musjafak Assjari, 1995), yaitu
mmudah keluar masuk, mudah bergerak dalam dalam ruangan dan mudah ,mengadakan
penyesuaian. Sesuai dengan ketentuan tersebut, bangunan seyogyanya menghindari model
tangga, bila terpaksa harus disediakan lief, lantai tidak banyak relief, tidak banyak lubang, lebar
pintu harus sesuai , kamar mandi dan WC memungkinkan kursi dan roda bisa masuk,
ada parallel bars , dinding kelas di lengkapi dengan parallel bars, meja dan kursi anak
disesuaikan dengan kelainan anak.
Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah :
a. Brace
Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan tulang.
Biasanya digunakan di kaki, punggung atau dileher. Fungsim brace berguna untuk menyangga
beban yang tertumpu pada otot atau tulang.
b.

Crutch
Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukkan pada tangan atau ketiak untuk
menyangga beban tubuh.

c. Splint
Splint adalah alat untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar anggota tubuh
yang sakit tidak salah bentuk.
d. Whell chair
Menurut bentuknya kursi roda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kursi roda yang roda
besarnya di depan dan kursi roda yang roda besarnya di belakang. Kursi roda yang roda

besarnnya di depan dapat berputar di tempat yang sempit. Kursi roda yang roda besarnya di
belakang dapat masuk ke kolong tempat tidur, sehingga memudahkan untuk berpindah tempat.
Selain fasilitas pendukung tersebut di atas, fasilitas lain yang mendukung pendidikan untuk anak
tunadaksa adalah ruangan terapi dan peralatan terapi. Terapi yang berkaitan langsung dengan
anak tunadaksa adalah fisioterapi terapi bermain, dan terapi okupasi.

DAFTAR PUSTAKA
http://saung-anggie.blogspot.com/2009/07/model-pelayanan-pendidikan-untuk-anak.html diakses
pada tanggal 14 maret 2012
Suparno. 2007. Pendidikan Anak Brekebutuhan Khusus. Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan.

Você também pode gostar