Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Tumor laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah
tumor yang berasal dari epitel struktur laring dan merupakan massa abnormal
jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan
pertumbuhan jaringan normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti.(1)
Karsinoma laring adalah keganasan yang paling umum untuk bagian
kepala dan leher. Karsinoma laring memiliki historis penyakit dengan jumlah
yang tinggi pada pria, meskipun jumlah insidens telah berubah disebabkan lebih
banyak wanita mulai merokok.(1)
Karsinoma laring merupakan entitas paling penting dalam ilmu onkologi.
Berdasarkan data dunia, porsi kejadian kanker laring adalah sekitar 30% hingga
40% dari semua kejadian malignansi kepala dan leher serta 1% hingga 2,5% dari
total neoplasma ganas pada manusia. Secara histopatologis, 95% hingga 98%
karsinoma laring berasal dari sel squamosal. Penyakit ini lebih sering menyerang
pria. Insidensi tertinggi biasanya terjadi pada pasien berusia 50 hingga 70 tahun
ke atas. Hingga saat ini, faktor predisposisi yang dicurigai memicu terjadinya
karsinoma laring ialah sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan
konsumsi alcohol. Faktor risiko lain yang bias memicu terbentuknya karsinogen
di tubuh antara lain lingkungan kerja, nutrisi, infeksi virus dengan HPV serta
EBV, radiasi, GERD dan faktor keturunan. Perkembangan biologi molekuler di
studi analisis serta pemecahan kode DNA membuktikan sejumlah gen, disebut
sebagai onkogen, ternyata terlibat dalam mekanisme terbentuknya karsinogen
pada laring.(2)
Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua
jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring (yang paling
banyak frekuensinya) yang bisa didpapatkan dalam dua bentuk yaitu juvenil dan
tunggal, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan
neurofibroma.(2)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI LARING
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada
pintu masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas, laring
terbuka ke dalam laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.(3)
Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan kartilago yang saling
dihubungkan oleh ligament, membran dan otot serta disusun oleh epitel respiratori
dan squamosa berlapis. Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan
epiglottis serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan yaitu arytenoid,
corniculata, dan kueniformis. Kartilago thyroidea merupakan kartilago terbesar di
antara enam kartilago lainnya, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang kearah belakang. Kartilago krikoid terletak di belakang
kartilago tiroid merupakan tulang rawan yang paling bawah dari laring. Di setiap
sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid
lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid. Kartilago arytenoidea
merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk seperti piramida. Keduanya
terletak di belakang laring, pada pinggir atas lamina kartilago krikoidea.(3,4)
Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan
apeks cartilaginis arytneoidea dan merupakan tempat lekat plica aryepiglotica.
Kartilago kuneiformis merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang
terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica
aryepiglottica. Epiglotis adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang
terletak di belakang radiks lingua. Di sini, terdapat plica glossoepiglotica mediana
dan plica glossoepiglotica lateralis. Vallecuale adalah cekungan pada membrane
mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.(3,4)
Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah kartilago
cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) bagian atas atau vestibulum,
(2) bagian tengah, dan (3) bagian bawah.(3,4)
Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges sampai ke plica
vestibularis. Plica vestibularis yang bewarna merah muda menonjol ke medial.
Otot-otot laring dapat dibagi menjadi dua kelompok; (1) ekstrinsik dan (2)
intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik dapat dibagi dalam dua kelompok yang berlawanan,
yaitu kelompok elevator laring dan depressor laring. Laring tertarik ke atas selama
proses menelan dan ke bawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada
elevator
laring
meliputi
M.stylopharyngeus,
m.digastricus,
m.stylohyoideus,
m.salphingopharyngeus,
dan
Ketika batuk atau bersin, rima glotidis berfungsi sebagai sphincter. Setelah
inspirasi, plica vocalis mengalami adduksi, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi
dengan kuat. Akibatnya, tekanan di dalam toraks meningkat, dan dalam waktu
yang sama plica vocalis mendadak adduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang
terkompresi seringkali diikuti pula keluarnya partikel asing atau mucus dari
saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke faring. Disini, partikel-partikel ini
akan ditelan atau dikeluarkan.(3,4)
Pada keadaan abdomen tegang seperti saat miksi, defekasi dan melahirkan,
udara sering ditahan sesaat di saluran pernapasan dengan cara menutup rima
glotidis. Sesudah inspirasi dalam, rima glotidis ditutup. Kemudian otot-otot
dinding anterior abdomen berkontraksi dan gerakan naik dari diafragma dicegah
oleh adanya udara yang tertahan di saluran pernapasan. Setelah usaha yang cukup
lama, orang tersebut sering melepaskan sejumlah udara dengan membuka rima
glotidisnya sekejap dan menimbulkan suara mengeluh.(4)
Frekuensi atau tinggi suara ditentukan oleh perubahan panjang dan tegangan
ligamentum vocale. Kualitas suara tergantung pada resonator di atas laring, yaitu
faring, mulut dan sinus paranasalis. Kualitas dikendalikan oleh otot-otot palatum
molle, lidah, dasar mulut, pipi, bibir, dan rahang. Bicara normal tergantung pada
kemampuan modifikasi suara menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang
dikenali dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya murni
dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara disalurkan melalui mulut
dan bukan melalui hidung. Dokter menguji mobilitas palatum molle dengan
meminta pasien mengucapkan ah dengan mulut terbuka.(3,4)
Bicara melibatkan pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui
plica vocalis yang teradduksi. Menyanyi satu nada membutuhkan pelepasan udara
ekspirasi yang lebih lama lewat plica vocalis yang teradduksi. Pada berbisik, plica
vocalis teradduksi, tetapi kartilago arytneoidea terpisah; vibrasi terjadi akibat
getaran udara ekspirasi secara tetap melalui bagian posterior rima glotidis.(3,4)
Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga
aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan seperti berikut: (3,6)
ABDUKTOR
Krikotiroideus posterior
ADDUKTOR
Interaritenoideus
Krikoaritenoideus lateralis
Krikoaritenoideus
TENSOR
Krikotiroideus (eksterna)
Vokalis (interna)
Tiroaritenoideus (interna)
Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus
superior a. thyroidea superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus
laryngeus inferior a. thyroidea inferior.(3,4)
Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis
pemisah adalah korda vokalis sejati. Disebelah superior, aliran limfe menyertai
pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis superior
dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih
8
beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat didepan
krikoid dan disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda
inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior. Laring
mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu:(3,6)
1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk
saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical
superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular
node.
2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe
trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node.
3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan
system limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase
karsinoma laring dan menentukan terapinya.
B. FISIOLOGI LARING
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi,
respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti
terlihat pada uraian berikut:
1. Fungsi Fonasi.(4)
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi
antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan
9
udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi
seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada
dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung- ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.
2. Fungsi Proteksi. (4)
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otototot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada
pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid
melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan
epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah
proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke
lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
dada
dan
M.
Krikoaritenoideus
Posterior
terangsang
sehingga
10
atau
minuman
masuk
ke
saluran
pernafasan
dengan
jalan
EPIDEMIOLOGI
Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri keganasan karsinoma laring
menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di
RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga
setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan paranasalis. (1)
Menurut data statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti
dikutip oleh Batsakis (1979), rata-rata 1.2 orang per 100.000 penduduk meninggal
oleh karsinoma laring.(1)
Kebanyakan (7090%) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut.
Tipe glotik merupakan 6065%, supraglotik 3035%, dan infraglotik hanya 5%.
Merokok merupakan penyebab utama.(1)
D. ETIOLOGI
a. Asap rokok dan alkohol(8)
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh
para ahli bahwa perokok dan peminum alkolhol merupakan kelompok
orang-orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat adalah rokok alkohol dan terpajan
oleh sinar radioaktif.
b. Karsinogen lingkungan(9)
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas
mustar (pabrik), serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon
11
kadang-kadang
kemerahan.
Jaringan
Sifat yang
setelah
diangkat,
sehingga
operasi
ii.
12
2. Adenoma
3. Kondroma
4. Mioblastoma sel granuler
5. Hemangioma
6. Lipoma
7. Neurofibroma
segi.
Penatalaksanaan
keganasan
di
laring
tanpa
13
b. Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10
mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior
otot-otot intrinsik pita suara. Oleh karena itu, tumor glotik dapat
mengenai 1 atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh
10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau
prosesus vokalis kartilago adenoid. (11)
c. Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita
suara asli sampai batas krikoid. (11)
d. Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikel
mengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke
subglotik lebih dari 10 mm. (11)
14
15
16
T
Tis
T1
T2
T3
N
N0
N0
N0
N0
M
M0
M0
M0
M0
IV A
T1, T2
T4a
N1
N0
M0
IV B
T 1-3
T4b
N2
N apapun
M0
M0
IV C
T apapun
T apapun
N3
N apapun
M0
M1
17
F. HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor
ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu
berdiferensiasi baik, sedang dan berdiferensiasi buruk. Jenis lain yang
jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan
kondrosarkoma.(8)
1. Karsinoma Verukosa(8)
Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan
tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas
laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan
3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat
menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase
regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak
efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.
2. Adenokarsinoma (8)
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering
terjadi pada kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak
pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two
years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah
reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi
pasca operasi.
18
3. Kondrosarkoma(8)
Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%,
tiroid 20% dan aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 60
tahun.Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.
G. PATOFISIOLOGI
(SCC).
Refluks
gastroesofageal
juga
dicurigai
berupa
(hiper)regenerasi
(hyperplasia)
dan/atau
hyperkeratosis.(14,15)
H. MANIFESTASI KLINIS
1. Suara serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.
Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita
suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita
suara.Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan
celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament
krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di
20
pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara
tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar,
mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang
bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak
merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah
ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas
inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor
supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau
tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas
dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal
di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak kecuali
tumornya eksentif.(13,14,15)
2.Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan
suara bergumam. (14,15)
3.Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh
gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau
secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan
transglotik terdapat kedua gejala tersebut.Sumbatan yang terjadi
perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor
adalah tanda prognosis yang kurang baik. (14,15)
4.Nyeri tenggorok: Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai
rasa nyeri yang tajam. (14,15)
5.Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik,
hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang
paling sering pada tumor ganas postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan
(odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring. (14,15)
6.Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik,
biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang
21
penunjang
yang
diperlukan
selain
pemeriksaan
22
23
24
parsial.
Tumor
yang
terbatas
pada
dan
setengah
kartilago
tiroid.
Trakeostomi
25
esofagus
(esofageal
speech),
meskipun
2. RADIOTERAPI(14,15,17)
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan
supraglotis
T1
dan
T2
dengan
hasil
yang
baik
(angka
26
3. KEMOTERAPI(14,15,17)
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant
ataupun paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120
mg/m2 dan 5 FU 8001000 mg/m2.
4. REHABILITASI SUARA.(14,15)
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma
laring menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya
pengangkatan laring beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka
penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma
permanen di leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap
pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat
memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus
yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat
berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi
suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni
semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula,
ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (esophageal
speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi
suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan
menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.(15)
L. PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival rate pada
karsinoma laring stadium I 9098% stadium II 7585%, stadium III 6070%
dan stadium IV 4050%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan
menurunkan five year survival rate sebesar 50%.(15)
27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gejala dini karsinoma laring adalah suara parau. Suara parau lebih dari 4
minggu harus dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak
napas, stridor, rasa nyeri di tenggorok dan batuk/batuk darah.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan
klinis, radiologi dan biopsi.
Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa
laringektomi parsial atau total dengan atau tanpa diseksi leher, radioterapi,
kemoterapi atau kombinasi. Dengan prognosis tergantung dari stadium tumor,
pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://emedicine.medscape.com/article/1949369-
overview#showall
5. Netter FH. Head and Neck. In: Brueckner JK, Carnichael SW, editors. Atlas of
Human Anatomy. 4 ed. Pennysylvania: Elsevier; 2006. p. 69-79.
6. Sasaki CT, Kim Y-H. Anatomy and Physiology of the Larynx. In: Snow JB,
Ballegner JJ, editors. Ballenger's Otolaryngology Head and Neck Surgery. 16
ed. London: Becker Inc; 2003. p. 1090-107.
7. Cohen James I. Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. P. 369-76
8. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx
and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar Smoke.
British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11.
9. Pira E, Pelucchi C, Buffoni L, Palmas A. Cancer Mortality in a Cohort of
Asbestos Textile Workers. British Journal of Cancer. 2005;92:580-6.
10. Qadeer MA, Colabianchi N, Strome M, Vaezi MF. Gastroesophageal Reflux
and Laryngeal Cancer: Causation or Association? American Journal of
Otolaryngology. 2004(27):119-28.
11. Deschler DG, Day T. TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck
Dissection Classification. In: Descher DG, Day T, editors. Pocket Guide to
TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck Dissection Classification:
Head and Neck Surgery Commitee; 2013. p. 11-23.
12. Laryngeal Cancer Treatment: PubMed Health; 2002 [updated July 31, 2014].
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0032515?
report=printable
29
In:
Snow
JB,
editor.
Ballenger's
Manual
of
30