Você está na página 1de 29

BAB I

PENDAHULUAN
Cytomegalovirus (CMV) seringkali disebut virus pengasuh anak. Namun
saat ini infeksi CMV merupakan infeksi kongenital yang sering terjadi di dunia.
Infeksi CMV dikelompokkan dalam infeksi TORCH yang merupakan singkatan
dari Toxoplasma, Other, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus.
Infeksi CMV menjadi popular karena berdampak negatif terhadap janin atau fetus
dari wanita hamil yang terinfeksi. Infeksi CMV merupakan infeksi intrauterine
yang berhubungan dengan pertumbuhan janin dan tidak selalu bergabung dalam
infeksi TORCH, melainkan dapat berdiri sendiri. Hal ini dikarenakan selain pada
ibu hamil dan fetus, infeksi CMV dapat menyerang setiap individu. Pada infeksi
CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik
tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang
minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang
dikandung, dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, dan perinatal bagi bayi
yang dilahirkan1,2. Infeksi CMV juga dapat memicu berbagai macam penyakit
lain, antara lain keganasan, penyakit autoimun, bermacam inflamasi seperti
radang ginjal-saluran kemih, hati, saluran cerna, paru, mata, dan infertilitas. 2
Menurut lokasi geografisnya prevalensi CMV pada orang dewasa berkisar
dari 40% sampai lebih dari 70% yang beresiko pada janin bila ibu mendapatkan
infeksi CMV primer. Sekitar 40% dari kasus menjadi infeksi janin. Sebaliknya
hanya 1% janin yang mengalami infeksi bila wanita hamil mengalami infeksi
CMV berulang. Di Amerika Serikat, sekitar 1% dari semua bayi yang baru lahir
yaitu 30.000 sampai 40.000 bayi dalam setahun terinfeksi CMV. Sekitar 5 10%
kasus menunjukkan gejala sejak lahir dan 90 95% bersifat asimptomatik. 1
Oleh karena itu penting bagi kita sebagai dokter layanan primer untuk
dapat mendeteksi secara dini infeksi CMV pada neonatus sehingga dapat
ditatalaksana sesegera mungkin. Pembuatan makalah ini bertujuan secara umum
untuk mengetahui pengertian infeksi CMV pada neonatus, manifestasi klinis,
patofisologi, komplikasi yang dapat terjadi, pencegahan dan prognosis dari infeksi
sitomegalovirus pada neonates sehingga tujuan secara khusus untuk mengetahui
cara menegakkan diagnose dan penatalaksanaan yang tepat pada infeksi CMV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

Definisi
Cytomegalovirus (CMV) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
cytomegalo yang dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada
masa kanak - kanak. Cytomegalovirus (CMV) merupakan 1 dari 8 virus herpes
manusia yang termasuk dalam anggota dari subfamili beta-virus herpes, yang
juga mencakup roseolaviruses, virus herpes manusia tipe 6, dan virus herpes
manusia tipe 7. Kadang-kadang CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer
pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan
reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya
disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan3.

Gambar 2.1 Human Cytomegalovirus


2

Epidemiologi
Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia dan terjadi endemik tanpa
tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi
dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang
dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi
CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap tahun. Pada keadaan
sosial ekonomi yang jelek, atau di Negara berkembang, lebih dari atau sama
dengan 80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh CMV. Selain itu sangat banyak
masyarakat kita yang terinfeksi oleh CMV, dan sebagian besar sudah berjalan
kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa menyadari bahwa sudah terinfeksi
CMV.2
Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital dan
2

s
r
i
V
m
j
u
M
y
n
e
k
a
b
perinatal paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital
bervariasi luas di antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar

0,2 3%, ada pula sebesar 0,7 - 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka

infeksi 1%- 2% dari seluruh kehamilan. Keadaan asimtomatik saat lahir


dijumpai pada 5 17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV
kongenital. 2

Penularan CMV

Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi

(viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada
kurang lebih 0,5 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi. Viremia pada ibu

hamil dapat menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus

plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi primer eksogen maupun pada
reaktivasi, infeksi rekuren endogen, yang mungkin akan menimbulkan risiko

tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi
primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi.

Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi membawa virus

dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat sepanjang

kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan


menimbulkan penyakit yang lebih berat.2

Tabel 2.1 Transmisi Intrauterus

Gambar 2.2 Transmisi CMV


Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital
maupun melalui air susu ibu. Kira-kira 2% 28% wanita hamil dengan CMV
seropositif, melepaskan CMV ke sekret serviks uteri dan vagina saat
melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih 50% kejadian infeksi
perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat terjadi, karena 9% - 88%
wanita seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya melepaskan CMV ke
ASI. Kurang lebih 50% - 60% bayi yang menyusu terinfeksi asimtomatik,
bila selama kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik
dari ibu melalui plasenta. Penelitian pada bayi dengan seronegatif pada saat
lahir yang disusui oleh ibu yang menularkan CMV melalui ASi menunjukkan
infeksi 63%. Walaupun antibody spesifik CMV terdapat pada kolostrum dan
ASI, antibody tampaknya tidak protektif. Penularan pada bayi cukup bulan
tampak tanpa gejala atau sekuele namun resiko pada bayi preterm mungkin
sangat

lebih

besar

dan

penggunaan

susu

donor

sangat

relative

terkontraindikasi kecuali apabila telah diketahui susu donor seronegatif pada


CMV. Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir
prematur atau dengan berat badan lahir rendah1,2
Transmisi postnatal dapat terjadi melalui air ludah, mainan anak-anak
misalnya karena terkontaminasi dari muntah. Transmisi juga dapat terjadi

melalui kontak langsung atau tidak langsung, kontak seksual, transfusi darah,
transplantasi organ. Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi
dari sel ke sel melalui celah diantara 2 membran atau dinding sel yang
berdekatan. Di samping itu, apabila terdapat pelepasan virus dari sel
terinfeksi, maka virus akan beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi
penyebaran per hematogen ke sel lain yang berjauhan, atau dari satu organ ke
organ lainnya.2
4

Patofisiologi Infeksi CMV


Cytomegalovirus dapat menular dari ibu hamil ke janinnya selama
kehamilan. Virus dalam darah ibu masuk lewat plasenta dan menginfeksi
darah janin. Antara bayi yang lahir dengan infeksi CMV (infeksi CMV
kongenital), sekitar 1 dari 5 akan memiliki cacat permanen, seperti cacat
perkembangan atau gangguan pendengaran.3
Cytomegalovirus merupakan virus litik yang menyebabkan efek
sitopatik in vitro dan in vivo. Efek patologis infeksi CMV adalah sel yang
membesar dengan badan inklusi virus (viral inclusion bodies)2.
Virus CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di
permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam
vakuola di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat
menuju ke nukleus sel inang (uncoating).2
Replikasi DNA virus terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel
terinfeksi CMV dapat berinteraksi satu dengan yang lain, membentuk satu sel
besar dengan nukleus yang banyak. Endothelial giant cells (multinucleated
cells) dapat dijumpai dalam sirkulasi selama infeksi CMV menyebar. Sel
berinti ganda yang membesar ini sangat berarti untuk menunjukkan replikasi
virus, yaitu apabila mengandung inklusi intranukleus berukuran besar seperti
mata burung hantu (owl eye)2. Walaupun merupakan suatu dasar diagnosis,
tampilan histologis seperti ini hanya ada sedikit atau tidak ada pada organ
terinfeksi.4

Gambar 2.3 Inklusi mata burung hantu yang tipikal (Pewarnaan hematoxylineosin pada potongan paru menunjukan)
Riwayat infeksi CMV sangat kompleks, setelah infeksi primer, virus
diekskresi melalui beberapa tempat dan ekskresi virus dapat menetap
beberapa minggu, bulan, bahkan tahun sebelum virus hidup laten. Infeksi
ulang sering terjadi, karena reaktivasi dari keadaan laten dan terjadi pelepasan
virus lagi. Infeksi ulang juga dapat terjadi eksogen dengan strain lain dari
CMV. Infeksi CMV dapat terjadi setiap saat dan menetap sepanjang hidup.
Sekali terinfeksi, tetap terinfeksi dimana virus hidup dormant dalam sel
inang tanpa menimbulkan keluhan atau hanya keluhan ringan seperti common
cold. Virus CMV dapat ditemukan dalam saliva, air mata, darah, urin, semen,
sekret vagina, air susu ibu, cairan amnion dan lain-lain cairan tubuh. Ekskresi
yang paling umum ialah melalui saliva, dan urin dan berlangsung lama,
sehingga bahaya penularan dan penyebaran infeksi mudah terjadi. Ekskresi
CMV pada infeksi kongenital sama seperti pada ibu, juga berlangsung lama.2
Reaktivasi, replikasi dan reinfeksi umum terjadi secara intermiten,
meskipun tanpa menimbulkan keluhan atau kerusakan jaringan. Replikasi
virus merupakan faktor risiko penting untuk penyakit dengan manifestasi
klinik infeksi CMV2.
Penyakit yang timbul melibatkan peran dari banyak molekul baik yang
dimiliki oleh CMV sendiri maupun molekul tubuh inang yang terpacu
aktivasi atau pembentukannya akibat infeksi CMV. CMV dapat hidup di
dalam bermacam sel seperti sel epitel, endotel, fibroblas, leukosit

jC
(v
o
E
g
ty
fk
ercsIn
b
alm
p
u
id
h
V
M
)
w
polimorfonukleus, makrofag yang berasal dari monosit, sel dendritik, limfosit

T (CD4+,CD8+), limfosit B, sel progenitor granulosit-monosit. Dengan


demikian berarti infeksi CMV menyebabkan infeksi sistemik dan menyerang

banyak macam organ antara lain kelenjar ludah, tenggorokan, paru, saluran

cerna, hati, kantong empedu, limpa, pankreas, ginjal, adrenal, otak atau sistem
syaraf pusat2.

Tabel 2.2 Patogenesa Cytomegalovirus

Respons imun seseorang memegang peran penting untuk mengeliminasi

virus yang telah menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang
baik (imunokompeten), infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi,
namun penyakit dapat menjadi berat apabila individu berada dalam keadaan

immature, immunosuppressed atau immunocompromised, termasuk ibu hamil

dan neonatus, penderita HIV (human immunodeficiency virus), penderita


yang mendapatkan transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan dan

yang menderita penyakit keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang
tertekan atau lemah, sehingga belum mampu membangun respons baik seluler
maupun humoral yang efektif dan dapat mengakibatkan nekrosis atau
kematian jaringan yang berat, bahkan berakibat fatal.2
Respons imun terhadap infeksi CMV sama seperti terhadap infeksi
terhadap virus pada umumnya, bersifat kompleks yang meliputi baik faktor
atau komponen yang berperan dalam respons imun seluler maupun humoral.
Kontrol yang cepat, segera pada infeksi akut dilakukan oleh sistem imun yang
diperantarai sel yaitu sel NK (natural killer), sel T CD8+ dan dengan bantuan
sel T CD4+. Sel NK, anggota limfosit nonT-nonB yang beredar dalam
sirkulasi darah dan jaringan, merupakan komponen nonspesifik dari sistem
imun bawaan, akan mengenal sel inang yang terinfeksi virus, kemudian
menghancurkan sel tersebut dengan cara lisis proteolitik. Pada awal infeksi
akut, dalam respons imun spesifik, antigen virus diproses oleh makrofag
antigen presenting cells (APC), dipresentasikan ke sel limfosit T CD4+ (T
helper) yang memproduksi sitokin dan memicu proliferasi klon tunggal sel T
sitotoksik atau sitolitik (CD8+) yang tersensitisasi. Sel T CD8+ yang
teraktivasi kemudian secara spesifik akan menghancurkan sel inang yang
mengekspresikan

antigen

virus

yang

berikatan

dengan

major

histocompatibility complex (MHC) atau human leucocyte antigen (HLA)


kelas I di permukaan sel. MHC atau HLA kelas I dijumpai pada hampir
semua sel berinti. Respons imun ini ditargetkan terhadap bermacam antigen
seperti protein IE1, IE2, gB dan pp 65. Sel T-CD4+ spesifik juga memegang
peran penting di dalam mengontrol infeksi virus dengan cara melepaskan
interferon ( IFN- ) yang kemudian mengaktifkan makrofag sebagai fagosit.
Imunitas yang diperantarai sel ini memegang peran utama untuk menekan
aktivitas virus yang menetap secara laten.2
Respons imun humoral terbentuk karena fragmen antigen yang
berikatan dengan molekul MHC kelas II dipresentasikan oleh APC kepada
limfosit T-CD4+. Produksi sitokin terpacu untuk mengaktifkan sel B,
kemudian sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi atau imunoglobulin. IgM muncul pertama kali, setelah

itu dengan mutasi somatik yang terjadi pada limfosit B yang terstimulasi
antigen, maka akan terjadi isotype switching dan terbentuk isotype
immunoglobulin yang lain seperti IgG, IgA., IgE, dan IgD. Antibodi yang
terbentuk pada awalnya memiliki kekuatan mengikat antigen yang masih
lemah, selanjutnya terjadi affinity maturation terhadap sebagian dari sel B,
sehingga menghasilkan antibodi yang mampu mengikat antigen dengan kuat.
Kekuatan ikatan antibodi terhadap antigen ini disebut high-affinity dan high
avidity. Antibodi IgG adalah yang paling utama melakukan neutralisasi dan
eliminasi terhadap CMV yang beredar dalam sirkulasi. IgG tersebut adalah
antibody anti-gB (anti-glikoprotein B) yang merupakan antibodi terhadap
antigen paling imunogenik dari amplop CMV.2
Respons imun seluler mulai dapat terdeteksi dengan baik pada umur
fetus 22 minggu. Aktivasi dan diferensiasi sel T CD4 + dapat terjadi, meskipun
kemampuan untuk menghasilkan IFN- masih lemah. Hasil suatu studi
menyatakan bahwa peran sel T CD4 + spesifik dengan frekuensi yang tinggi
pada neonatus memungkinkan terjadi stimulasi terhadap imunitas seluler,
sehingga infeksi CMV kongenital bersifat asimtomatik.2
Respons imun humoral dimulai pada 9 11 minggu kehamilan, namun
kadar antibodi dalam sirkulasi tetap rendah sampai pertengahan kehamilan,
kecuali terdapat virus dalam titer tinggi dan ada perkembangan reseptor
antigen di permukaan sel keadaan ini, kadar antibodi meningkat dengan
predominan IgM. Pada infeksi kongenital, IgG maternal dapat menembus
plasenta masuk ke sirkulasi fetus, sedangkan IgM atau IgA yang terdeteksi
pada darah tali pusat neonatus, menunjukkan bahwa antibodi tersebut
diproduksi oleh fetus atau bayi sendiri yang terinfeksi secara vertikal dari ibu.
Pada reaktivasi, antibodi anti-CMV terbentuk adekuat, sebaliknya terjadi
defek imunitas yang diperantarai sel dengan penurunan jumlah sel NK dan T
CD8+.2
5

Manifestasi Klinis dan Komplikasi


1. Manifestasi Klinis Secara Umum
Pada populasi dewasa normal, CMV bersifat dormant (tidak aktif)
dalam tubuh, hanya bermanifestasi jika kekebalan tubuh orang
9

bersangkutan menurun. Misalnya, mendapat transplantasi organ, sedang


menjalani kemoterapi atau terinfeksi HIV. Pada sebagian orang, infeksi
primer CMV pada saat dewasa dapat menimbulkan infeksi. Gejalanya
mirip infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, antara lain; demam,
rash (bintik merah) di tubuh, pembengkakan kelenjar limfe di leher, rasa
capai hebat, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot, pembesaran
hati dan limpa. Gejala ini sebagaimana gejala flu, bisa sembuh sendiri
tanpa diobati. Cukup beristirahat 2 6 minggu2.
2. Manifestasi klinis pada Ibu Hamil :
Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak
terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam,
lesu, sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang
terinfeksi CMV akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya,
sehingga bayi yang dikandungnya akan mendapatkan kelainan kongenital.
Selain itu wanita yang hamil dapat mengalami keguguran akibat infeksi
CMV.6 Reaktivasi primer atau infeksi berulang dapat terjadi selama
kehamilan dan dapat menyebabkan infeksi CMV kongenital. Infeksi
transplasental dapat mengakibatkan pembatasan pertumbuhan intrauterin,
gangguan pendengaran sensorineural, kalsifikasi intrakranial, mikrosefali,
hidrosefalus, hepatosplenomegali, keterbelakangan psikomotorik dan
atrofi optik2.
Tidak seperti rubella, CMV dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap
saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis
(trimester I) atau selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif
(trimester II) dapat menyebabkan kelainan serius. Pada trimester I dan II
infeksi congenital CMV dapat menyebabkan prematur, mikrosefali, IUGR,
tuli, ikterus, masalah penglihatan, keterlambatan mental hingga kematian.
Pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan
karena kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukkan psikomotor.
Bayti cenderung normal akan tetapi tetap beresiko terjadinya kurazng

10

pendengaran atau retradasi psikomotor10.

Tabel 2.3 Konsekuensi terinfeksi CMV selama kehamilan11

3. Manifestasi Klinis pada Bayi


Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi
pada kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan
kongenital berat. Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang
ditemukan. Dari hasil pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10%
dari seluruh kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV
hanya 30-40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari semua yang
prematur setengahnya disertai Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10%
dari janin yang menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital mati dalam
dua minggu pertama. infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas
gejalanya. Gejala infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang
tanpa gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan

11

paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik


merah

di

sekujur

tubuh,

serta

hambatan

perkembangan

otak

(microcephaly). Hal ini bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental


bahkan kematian. Tetapi ada juga yang baru tampak gejalanya pada masa
pertumbuhan dengan memperlihatkan gangguan neurologis, mental,
ketulian dan visual2. Selain itu cytomegalovirus dapat menyababkan
terjadinya cytomegalovirus retinitis, dimana cytomegalovirus retinitis
banyak ditemukan pada pasien dengan immunocompromised.

Gambar 2.4 Bayi ikterus pada cytomegalovirus

Gambar 2.5 Cytomegalovirus retinitis

12

Diagnosis Infeksi CMV


2.6.1

Diagnosis Klinis
Masa inkubasi infeksi perinatal bervariasi antara 4 sampai 12
minggu (rata-rata, 8 minggu). Jumlah virus pada bayi dengan infeksi
perinatal lebih sedikit dibandingkan yang berkembang di infeksi
kongenital, infeksi ini bersifat kronis, virus dapat bertahan selama
bertahun-tahun. Kebanyakan bayi dengan infeksi perinatal adalah
asimtomatik, karena bayi memiliki antibodi ibu (IgG) terhadap CMV.
Sebaliknya, 15-25% bayi prematur yang terinfeksi dapat menyebabkan
berbagai penyakit klinis, seperti pneumonia, hepatitis atau penyakit
sepsis dengan gejala apnea, bradikardia, hepatosplenomegali, distensi
usus, anemia, trombositopenia dan fungsi hati yang abnormal. Infeksi
CMV yang didapat karena tranfusi pada bayi prematur dengan bayi
lahir sangat rendah berat badan mungkin mengalami gejala-gejala
menyerupai DIC.7
Infeksi maternal lebih mungkin disebabkan reaktivasi virus laten
dan dengan demikian tidak menimbulkan gejala atau bermanifestasi
sebagai demam rendah, malaise dan mialgia. Infeksi primer CMV
biasanya

tanpa

gejala,

tetapi

nyata

bisa

sebagai

gambar

mononukleosislike, dengan demam, kelelahan dan limfadenopati.


Perempuan yang berada dalam kontak yang dekat dengan anak-anak
atau anak-anak di prasekolah, pekerja penitipan atau pekerja kesehatan
berisiko lebih tinggi terhadap infeksi.7
2.6.2

Diagnosis Banding
a

Toxoplasmosis
Gejala8 :
i First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation pada
CNS, mikrosefali, hidrosefalus dan kematian perinatal.
ii Second half of pregnancy : Ringan/asimtomatik, demam (flu like
syndrome, limpadenopati, servikal, aksila, namun tidak sakit.
Gejala-gejala ini muncul selama beberapa minggu s/d bulan.
Anemia,

lekopenia,

kadang

13

lekositosis.

Dapat

terjadi

chorioretinitis dan kelainan pada CNS setelah beberapa bulan


atau beberapa tahun kemudian.
b

Rubella
Gejala klinis Rubella bervariasi setiap orang dan sulit dikenali.
Gejalanya mirip dengan infection mononucleosis, drug induced
rashes. Pada wanita hamil dengan infeksi primer bisa menularkan
ke janin dengan masa inkubasi 2 3 minggu rata-rata 18 hari.
Kelainan kongenital tergantung pada saat mana terjadi infeksi pada
waktu hamil. Infeksi pada bulan pertama kehamilan dapat
menyebabkan fetal malformation 50% 80%, 25% pada bulan
kedua dan 17% pada bulan ketiga. Congenital Rubella Syndrome
dapat terjadi pada infeksi di trimester 1 kehamilan. Kelainan
lainnya adalah CHD (PDA dan VSD), katarak, chorioretinitis,
microcephaly, retardasi mental dan tuli. Namun pada bayi dengan
rubella biasa didapatkan ruam kulit yang berupa purpura ataupun
ptechiae8

Gambar 2.6 Ruam kulit pada rubella


c

Herpes Simplex

Gejala8 :
1.
HSV-1
Vesikel-vesikel di sekitar mulut, acute ginggivostomatitis.
Infeksi

HSV-1

primer

dapat

menyebabkan

follicular

congjungtivitis dengan kemosis, edema dan ulks kornea.


Herpes labialis dan dendritic corneal ulcers paling sering
merupakan manifestasi infeksi HSV-1 rekuren. Pada keadaan

14

parah dapat menyebabkan HSV encephalitis.


2. HSV-2
Infeksi HSV-2 merupakan infeksi pada genital dan dapat
menyebabkan infeksi pada bayi pada waktu proses kelahiran.
Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2 pada ibu hamil
asimtomatis.

Lesi

ulserativ,

pain

fever,

disuria,

dan

lymphadenopathy selalu dijumpai.


7

Penatalaksanaan Infeksi CMV


Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir
dan valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet
dan cidofovir. Konsensus yang menyatakan hal yang lebih baik antara
profilaksis dengan terapi preemptive yang lebih baik untuk pencegahan infeksi
CMV pada penerima organ transplan solid.9
a. Terapi medikamentosa
Pemberian terapi anti-Cytomegalovirus hanya setelah konsultasi
dengan ahli yang mengerti dengan dosis dan efek berat. Agen antiviral
dapat diberikan pada terapi penyakit Cytomegalovirus yang sudah
ditegakkan atau sebagai profilaksis (seperti terapi preemptive) jika risiko
perkembangan penyakit ini tinggi (seperti pada penerima organ
transplan).9
Antivirus nukleosida adalah agen antivirus yang sesungguhnya aktif
melawan Cytomegalovirus, meskipun immunoglobulin dapat menyediakan
efek antivirus, yang sebagian besar dikombinasikan dengan obat-obat ini.
Obat-obat ini bekerja pada target molekuler yang umum yang dinamakan
DNA polimerase virus. Setiap bahan harus difosforilasi ke dalam bentuk
trifosfat sebelum dapat dihambat oleh polimerase6,9
Asiklovir per oral dan pernteral juga telah sukses digunakan untuk
profilaksis organ padat transplantasi (penerima seronegatif). Meskipun
demikian, asiklovir tidak pernah digunakan untuk terapi penyakit
Cytomegalovirus yang aktif. Formulasi oral dibuktikan untuk digunakan
pada pasien HIV dewasa yang mengalami retinitis Cytomegalovirus.
Meskipun demikian bioavailabilitasnya kurang dan tidak ada data yang

15

mendukung pada anak-anak.9


Sekuel neurologi dari Cytomegalovirus kongenital umumnya tuli
sensorineural, berkembang pada posnatal, kemunculan hasilnya dari
percobaan terminasi kolaborasi bangsa-bangsa masih menarik diteliti.
Gansiklovir

intravena

membawa

perkembangan

atau

stabilisasi

pendengaran pada sejumlah balita usia 6 bulan. Laporan kasus


menyarankan efikasi gansiklovir untuk penyakit neonatus akut pada
penyakit Cytomegalovirus9
1

Gansiklovir
Gansiklovir terlisensi untuk terapi infeksi CMV. Nukleotida
asiklik sintetik secara struktural serupa dengan guanin. Resistensi
dapat terjadi pada penggunaan jangka panjang, secara umum terjadi
karena

mutasi

gen

ini.

Indikasi

obat

ini

untuk

anak

immunocompromised seperti infeksi HIV, postransplan, dan lain-lain


jika secara klinis dan virologis membuktikan penyakit spesifik
berakhirnya organ yang spesifik.

Gansiklovir adalah sebuah analog

nukleosida asiklik. Gansiklovir umumnya digunakan sebagai terapi


preemptive pada penerima organ transplan yang berisiko tinggi
mengalami perkembangan penyakit (seperti pada penderita transplansi
organ yang seronegatif terhadap organ transplan dari donor
seropositif). Efek samping utama terapi gansiklovir termasuk demam,
ruam, diare, dan efek hematologi (yaitu, neutropenia, anemia,
trombositopenia). Gancyclovir 6 mg/kgBB/dosisIV drip dalam satu
jam, diberikan setiap 12 jam selama 6 minggu. Efek sampingnya
menyebabkan sumsum tulang dan atrofi testis 6,9,13.
Pada balita, terapi antiviral dengan gansiklovir mungkin berguna
menurunkan prevalensi sekuel perkembangan neural, khususnya
gangguan pendengaran sensorineural. Terapi gansiklovir juga harus
digunakan pada bayi dengan bawaan atau kandungan memperoleh
infeksi dengan penyakit akhir-organ yang parah, seperti pneumonia,
hepatitis, atau viremia. Sebuah penelitian mengenai penyakit alergi dan
infeksiinstitusi nasional di negara peneliti menunjukkan perbaikan

16

relatif pada pendengaran pada tuli simtomatik kongenital CMV yang


diterapi dengan gansiklovir. Meskipun demikian, terapi pada neonatus
harus dikonsultasikan oleh ahlinya.6,9
2

Sidofovir
Sidofovir adalah fosfanat nukleosid asiklik. Sidofovir adalah analog
nukleotida yang selektif menghambat produksi DNA virus pada CMV
dan infeksi virus herpes lainnya6.

Foscarnet ( Foscavir)
Foscarnet

adalah

analog

organik

pirofosfat

anorganik

yang

menghambat replikasi virus herpes yang dikenal, termasuk CMV,


HSV-1, dan HSV-2. Dimana foscarnet menghambat replikasi virus di
lokasi pirofosfat dengan mengikat polimerase DNA virus-spesifik6.
4

Immunoglobulin
Imunoglobulin digunakan sebagai imunisasi pasif untuk mencegah
penyakit CMV simtomatik. Strategi ini telah digunakan pada kontrol
penyakit CMV pada pasien immunocompromised pada era antivirus
prenuklosida. Bukti pada kehamilan menyarankan infus Ig CMV pada
wanita dengan infeksi primer dapat mencegah transmisi dan
memeperbaiki kondisi kelahiran.9 Immunoglobulin untuk infeksi CMV
antara lain :

Immune

globulin

intravenous

(Carimune,

Gamimune,

Gammagard S / D, Gammar-P, Polygam S / D)


Peneliti mengatakan bahwa immune globulin intravenous sama
efektifnya dengan CMV hyperimmunoglobulin. Immune
globulin intravenous

menunjukkan bahwa manfaat dapat

diperoleh dari efek imunomodulator yang tidak terkait dengan


virus netralisasi6.

Cytomegalovirus immunoglobulin (CytoGam)


Sebuah hyperimmunoglobulin CMV telah terbukti menurunkan
prevalensi penyakit CMV bila diberikan post transplantation
kepada penderita yang berisiko tinggi. Cytomegalovirus
immunoglobulin dapat diberikan sendiri atau dapat di

17

kombinasi dengan antivirus nukleosida. Biasanya diberikan


kombinasi dengan gansiklovir untuk penyakit CMV6.
5

Valgansiklovir (VGCV)
Valgansiklovir (VGCV) adalah sebuah prodrug turunan valyl dari
gansiklovir. Setelah absorbsi di intestinum, moase valine cepat diurai
oleh hepar menghasilkan gansiklovir. Zat ini inaktif dan membutuhkan
trifosforilasi untuk aktivitas virostatis. 9

b. Pembedahan
Terapi operatif yang dibutuhkan seperti pada kejadian dengan cerebral
palsy yaitu dengan operasi ortopedik dan gastrotomy. Gastrotomy
dilakukan untuk mengganti nutrisi untuk ke enteral. 9
2.8.

Pemeriksaan Pada Infeksi CMV


Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan gejala spesifik yang muncul
pada kehamilan dengan infeksi CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV
bawaan,

tidak

ada

gejala

yang

muncul

saat

lahir,

tetapi

dapat

mengembangkan sekuel di kemudian hari. Gejala yang mungkin muncul


adalah splenomegali, ptekie atau jaundice. Infeksi CMV bawaan, terjadi pada
5-10% bayi, ditandai dengan jaundice, hepatosplenomegali, ruam ptekie,
gangguan pernapasan dan keterlibatan neurologis, yang mungkin termasuk
mikrosefali, retardasi motor, kalsifikasi serebral, lesu dan kejang.2
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menunjang diagnosis
infeksi CMV. Bahan pemeriksaan atau spesimen yang dipakai ialah serum
darah, urin, cairan tubuh lain. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan antara lain ialah isolasi virus dari cairan tubuh (saliva, urin, cairan
tubuh lain), kadar antibodi, peningkatan enzim hepar dan petanda laboratorik
lain dari organ yang terinfeksi. Interpretasi terhadap hasil pemeriksaan
tersebut diperlukan agar dengan tepat dapat diterapkan sesuai dugaan klinik.
Hasil pemeriksaan CMV positif menunjukkan adanya infeksi, bukan
penyakit. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain1,2 :
1. Tes serologic metoda enzyme linked immuno-sorbent assay (ELISA)
atau enzyme linked immunofluorescent assay (ELFA)
Merupakan cara yang paling sering dilakukan yaitu untuk menetapkan

18

IgM, IgG, IgG avidity spesifik anti-CMV dalam sirkulasi. Antibodi


yang dideteksi dengan metoda serologik invitro adalah antibodi
terhadap protein nonstruktural dari CMV dan bukan merupakan
antibodi terhadap protein struktural yang bersifat protektif in vivo. Hal
ini berarti penetapan antibodi anti-CMV in vitro hanya dapat dipakai
untuk tujuan menunjang diagnosis dan tidak bersifat protektif in vivo,
karena struktur antigen dari antibodi ini tidak dijumpai baik pada
permukaan sel terinfeksi CMV ataupun CMV sendiri yang bersifat
infeksius. Antibodi anti-protein nonstruktural ini dijumpai menetap
bertahun-tahun bahkan sepanjang hidup. Pemeriksaan serologik untuk
menetapkan antibody atau imunoglobulin (Ig) merupakan pemeriksaan
yang umum dikerjakan. Penetapan antibodi anti-CMV IgM spesifik
dalam serum, meskipun tidak sempurna benar, merupakan metoda
laboratorik yang dapat diterima untuk menilai infeksi akut, primer dan
infeksi kongenital. Pada keadaan dengan IgM negatif atau nonreaktif,
bukan berarti penderita sembuh, karena tetap dapat timbul reaktivasi,
replikasi, reinfeksi. Demikian pula hasil IgM positif tidak hanya
terbatas pada infeksi primer akut, karena dapat juga dijumpai hasil
positif pada reaktivasi atau reinfeksi. Perlu dilakukan pemantauan serial
terhadap tes serologik dengan interval waktu 2 3 minggu untuk
melihat serokonversi atau ada tidaknya peningkatan titer atau kadar
antibodi. Tes IgG dipakai untuk mendeteksi infeksi yang telah terjadi
sebelumnya atau di masa lalu. Apabila hanya ada satu pemeriksaan IgG
yang menunjukkan positif atau titer IgG mencapai fase tinggi mendatar
(plateau) disertai dengan IgM yang positif, maka tidak mungkin
membedakan infeksi primer dengan reaktivasi-reinfeksi atau dengan
kemungkinan suatu stimulasi poliklonal. Infeksi baru dapat dibedakan
dari infeksi lama dengan menetapkan IgG avidity. IgG yang diproduksi
dalam 3- 5 bulan setelah infeksi primer memiliki aviditas rendah,
sedangkan yang diproduksi lebih dari 3-5 bulan atau bertahun-tahun
memiliki aviditas yang tinggi. Pemeriksaan IgG avidity selain dapat
dipakai untuk mengetahui apakah infeksi sudah lama atau baru terjadi,

19

primer atau sekunder, dapat pula dipakai untuk mempertimbangkan


kemungkinan perlu pemberian terapi atau tidak. Secara umum uji
antibodi imunoglobin G spesifik CMV dapat dipercaya sedangkan uji
IgM kurang sensitive. Namun apabila uji igM negative terhadap
antibodi CMV tidak menghapus kemungkinan terjadinya infeksi akut.
2. Kultur virus
Merupakan gold standard untuk infeksi CMV, namun metoda ini
memerlukan waktu 7 10 hari. Spesimen harus diambil selama stadium
akut, yaitu ketika terjadi pelepasan virus tertinggi. Isolasi dilakukan dari
saliva atau urin, kadang-kadang dari darah perifer. Kultur virus tidak
dapat membantu untuk membedakan infeksi primer dengan infeksi
lama, karena virus sering dijumpai pada reaktivasi asimtomatik. Infeksi
dalam jaringan dapat dideteksi , namun lebih mudah terlihat pada sel1,2.
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Dilakukan untuk mendeteksi DNA dari CMV. Bahan pemeriksaan yang
dipakai ialah urin, darah atau jaringan. Deteksi CMV dengan hibridisasi
DNA atau amplifikasi PCR diperlukan untuk memperkuat hasil
serologic. Metode PCR mempunyai sensitivitas 89,2 % dan spesifisitas
95,8%. Peneliti lain melaporkan bahwa spesifisitas metoda PCR adalah
100% untuk menunjang hepatitis CMV. Hasil PCR kualitatif positif
menunjukkan replikasi virus dalam sel, akan tetapi tidak dapat dipakai
untuk menjelaskan risiko perkembangan penyakit dan transmisi ke
fetus. Namun uji ini biasanya tidak diperlukan karena virus dengan
segera di isolasi dalam biakan sel1,2.
4. Antigen CMV pp65
yaitu fosfoprotein tegumen virus yang merupakan salah satu antigen
CMV paling imunogenik dalam leukosit segmen neutrofil darah tepi1,2.
5. Pemeriksaan leukosit darah tepi merupakan tes yang valid dan sensitif
untuk menilai kesembuhan CMV, namun memerlukan waktu lebih lama
dari metoda serologik. Metoda pengecatan imunofluoresen dengan
menggunakan antibodi monoklonal untuk mendeteksi early antigen
memiliki sensitivitas 84%. 1,2

20

Deteksi pada ibu hamil dimana Ibu dengan seronegatif 6 bulan sebelum
konsepsi, berpeluang untuk terinfeksi primer saat hamil. Tes IgG perlu
dilakukan sekurang-kurangnya 2 x yaitu pada 2 bulan dan 4 bulan kehamilan.
Bila hasil negatif, maka tindakan lanjut dapat ditunda, bila didapatkan
serokonversi, maka diagnosis infeksi primer ibu dan prenatal bayi dapat
ditegakkan. Reinfeksi sering terjadi ketika hamil, penetapan muatan virus
dapat dipakai untuk mengetahui risiko transmisi vertikal2.
Sedangkan deteksi pada prenatal dilakukan Isolasi virus dari cairan
amnion dipakai untuk mendeteksi infeksi in utero, kombinasi dengan tes
darah fetus setelah 20 minggu kehamilan memberi hasil sensitivitas
diagnostik 80-100%2.
Pada deteksi congenital dilakukan Isolasi CMV dari darah tali pusat,
urin, saliva, darah atau serum pada minggu pertama setelah lahir atau sebelum
berumur 3 minggu, merupakan pemeriksaan penunjang untuk infeksi
kongenital. Ekskresi CMV tersebut dapat dideteksi dengan metoda PCR.
Penemuan dalam darah menunjukkan prognosis yang jelek. Hasil IgM positif
pada darah tali pusat yang diambil in utero atau saat lahir juga mempunyai
arti diagnostik untuk infeksi kongenital. Kecurigaan terhadap infeksi CMV
kongenital dapat dipikirkan, apabila ditemukan kelainan hematologik yang
menunjukkan

gambaran

limfositosis

reaktif,

anemia

hemolitik,

trombositopeni2
2.9.

Pencegahan Infeksi CMV


Pemberian

imunisasi

dengan

plasma

hiperimun

dan

globulin

dikemukakan telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi


primer dan dapat diberikan kepada penderita yang akan menjalani 31 cangkok
organ. Namun demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum
lazim dijalankan di negeri kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien
dengan CMV negatif idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV
negatif pula.2 Deteksi laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan
pada setiap donor maupun resipien yang akan mendapat transfusi darah atau
cangkok organ. Apabila terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada
pemeriksaan serial yang dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka

21

darah donor seharusnya tidak diberikan kepada resipien mengingat dalam


kondisi tersebut infeksi atau reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu
hendaknya menunda untuk hamil apabila secara laboratorik dinyatakan
terinfeksi CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita infeksi
CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui infeksi kongenital.
Langkah-langkah pencegahan yang perlu diperhatikan antara lain:2
1

Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan
dengan baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di
jamban yang saniter.

Wanita usia subur yang bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja
dikamar bersalin dan bangsal anak) sebaiknya memperhatikan prinsip
tindakan kewaspadaan universal; sedangkan pada tempat penitipan anak
dan anakprasekolah lakukan prosedur standar yang ketat tentang
kebersihan perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap anakanak dengan retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik.

Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang
seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.

Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV kepada


resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka
pemberian immunoglobulin hiperimun atau pemberian antivirus profilaktik
mungkin menolong.

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar yang dapat dilakukan


antara lain: 2
1

Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan resmi tidak


diperlukan,

Isolasi: tidak dilakukan. Lakukan tindakan kewaspadaan terhadap sekret


yang dikeluarkan oleh penderita yang diduga mengekskresikan virus.

Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dari


penderita yang dirawat di Rumah Sakit dan terhadap benda-benda yang
tercemar.

Karantina tidak dilakukan.

Imunisasi kontak : vaksin secara komersial tidak tersedia.

22

Investigasi kontak dan sumber infeksi tidak dilakukan, karena tingginya


angka prevalensi orang yang tidak menunjukkan gejala klinis di
masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN
Cytomegalovirus (CMV) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
cytomegalo yang dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada masa
kanak kanak. Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital
dan perinatal paling umum di seluruh dunia3.
Di Amerika Serikat, sekitar 1% dari semua bayi yang baru lahir yaitu 30.000
sampai 40.000 bayi dalam setahun terinfeksi CMV. Sekitar 5 10% kasus
menunjukkan gejala sejak lahir dan 90 95% bersifat asimptomatik 2. Penularan
dapat terjadi melalui 3 hal, yaitu2 :

Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi


(viremia) ibu menular ke janin.

Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital maupun


melalui air susu ibu

Transmisi postnatal dapat terjadi melalui air ludah, mainan anak-anak


misalnya karena terkontaminasi dari muntah

Cytomegalovirus merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in


vitro dan in vivo. Efek patologis infeksi CMV adalah sel yang membesar dengan
badan inklusi virus (viral inclusion bodies). Virus CMV memasuki sel dengan
cara terikat pada reseptor yang ada di permukaan sel inang, kemudian menembus
membran sel, masuk ke dalam vakuola di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas,
dan nucleocapsid cepat menuju ke nukleus sel inang (uncoating).2
Replikasi DNA virus terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel terinfeksi
CMV dapat berinteraksi satu dengan yang lain, membentuk satu sel besar dengan
nukleus yang banyak. Endothelial giant cells (multinucleated cells) dapat
dijumpai dalam sirkulasi selama infeksi CMV menyebar. Sel berinti ganda yang

23

membesar ini sangat berarti untuk menunjukkan replikasi virus, yaitu apabila
mengandung inklusi intranukleus berukuran besar seperti mata burung hantu (owl
eye)2.
Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam, lesu, sakit kepala, sakit otot
dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang terinfeksi CMV akan menyalurkan pada
bayi yang dikandungnya, sehingga bayi yang dikandungnya akan mendapatkan
kelainan kongenital. Selain itu wanita yang hamil dapat mengalami keguguran
akibat infeksi CMV.6 Sedangkan gejala infeksi pada bayi baru lahir bermacammacam, dari yang tanpa gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice),
gangguan paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik
merah di sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal
ini bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian.
Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir dan
valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet dan
cidofovir. Gansiklovir adalah sebuah analog nukleosida asiklik, sedangkan
cidofovir adalah fosfanat nukleosid asiklik. Asiklovir per oral dan pernteral juga
telah sukses digunakan untuk profilaksis organ padat transplantasi (penerima
seronegatif). Meskipun demikian, asiklovir tidak pernah digunakan untuk terapi
penyakit Cytomegalovirus yang aktif. Pada balita, terapi antiviral dengan
gansiklovir mungkin berguna menurunkan prevalensi sekuel perkembangan
neural, umumnya tuli sensorineural.Imunoglobulin digunakan sebagai imunisasi
pasif untuk mencegah penyakit CMV simtomatik. Valgansiklovir (VGCV) adalah
sebuah prodrug turunan valyl dari gansiklovir.. Zat ini inaktif dan membutuhkan
trifosforilasi untuk aktivitas virostatis. Terapi operatif yang dibutuhkan seperti
pada kejadian dengan cerebral palsy.. 9
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan gejala spesifik yang muncul pada
kehamilan dengan infeksi CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV bawaan,
tidak ada gejala yang muncul saat lahir, tetapi dapat mengembangkan sekuel di
kemudian hari2. Infeksi CMV di diagnose banding dengan toxoplasmma, rubella
dan herpes simplex.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain ialah isolasi virus
dari cairan tubuh (saliva, urin, cairan tubuh lain), kadar antibodi, peningkatan

24

enzim hepar dan petanda laboratorik lain dari organ yang terinfeksi. Interpretasi
terhadap hasil pemeriksaan tersebut diperlukan agar dengan tepat dapat diterapkan
sesuai dugaan klinik. Hasil pemeriksaan CMV positif menunjukkan adanya
infeksi, bukan penyakit. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain : ELISA, kultur virus, Polymerase Chain Reaction (PCR), antigen CMV
pp65, dan pemeriksaan leukosit darah tepi2
BAB IV
HASIL DISKUSI
1. Pilihan obat utama untuk CMV dan efek sampingnya?
Gancyclovir 6 mg/kgBB/dosisIV drip dalam satu jam, diberikan setiap 12
jam selama 6 minggu. Efek sampingnya menyebabkan sumsum tulang dan
atrofi testis13
2. Bagaimana penanganan pada ibu dengan CMV?
Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak
terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam, lesu,
sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang terinfeksi
CMV akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya, sehingga bayi yang
dikandungnya akan mendapatkan kelainan congenital, sehingga akan lebih
baik ibu melakukan screening pada awal kehamilan agar bila terinfeksi dapat
segera di obati2.
Deteksi pada ibu hamil, dimana ibu dengan seronegatif 6 bulan sebelum
konsepsi, berpeluang untuk terinfeksi primer pada saat hamil. Tes IgG perlu
dilakukan sekurang kurangnya 2 x, yaitu pada 2 bulan dan 4 bulan
kehamilan. Bila hasil negatif, maka tindakan lanjut dapat ditunda. Bila
didapatkan serokonversi, maka diagnosis infeksi primer ibu dan prenatal bayi
dapat ditegakkan2.
3. Efek seperti apa yang dapat terjadi apabila infeksi CMV terjadi pada trimester
1, 2 dan 3?
Tidak seperti rubella, CMV dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat
dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I)
atau selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat
25

menyebabkan kelainan serius. Pada trimester I dan II infeksi congenital CMV


dapat menyebabkan prematur, mikrosefali, IUGR, tuli, ikterus, masalah
penglihatan, keterlambatan mental hingga kematian. Pada trimester III
berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan
pertumbuhan somatic atau pembentukkan psikomotor. Bayti cenderung
normal akan tetapi tetap beresiko terjadinya kurazng pendengaran atau
retradasi psikomotor10.
4. Bagaimana cara mengetahui ibu terkena CMV?
Deteksi pada ibu hamil, dimana ibu dengan seronegatif 6 bulan sebelum
konsepsi, berpeluang untuk terinfeksi primer pada saat hamil. Tes IgG perlu
dilakukan sekurang kurangnya 2 x, yaitu pada 2 bulan dan 4 bulan
kehamilan. Bila hasil negatif, maka tindakan lanjut dapat ditunda. Bila
didapatkan serokonversi, maka diagnosis infeksi primer ibu dan prenatal bayi
dapat ditegakkan2.
5. Bagaimana cara membedakan dengan toxoplasma?
Biasanya dibedakan melalui anamnesa dimana infeksi parasit protozoa
toxoplasma biasanya di dapatkan pada ibu yang sering memakan daging yang
kurang matang, binatang peliharaan, serta tinja yang tercemar12.
6. Ibu hamil yang menderita CMV, berapa presentase infeksi primer tertular pada
bayi?
Pada infeksi primer, transmisi infeksi ke bayi sebesar 40%13
7. Pencegahan infeksi CMV?
1. Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan
dengan baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di
jamban yang saniter.
2. Wanita usia subur yang bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja
dikamar bersalin dan bangsal anak) sebaiknya memperhatikan prinsip
tindakan kewaspadaan universal; sedangkan pada tempat penitipan anak
dan anakprasekolah lakukan prosedur standar yang ketat tentang
kebersihan perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap anakanak dengan retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik.

26

3. Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang
seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.
4. Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV kepada
resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka
pemberian

immunoglobulin

hiperimun

atau

pemberian

antivirus

profilaktik mungkin menolong.


8. Bolehkah ibu dengan CMV memberikan ASI?
Ibu dengan seropositif CMV boleh memberikan ASI pada bayi cukup
bulan. Pada bayi kurang bulan, kurang dari 1500 gram, perlu dipertimbangkan
manfaat ASI dengan resiko terjadi transmisi CMV. Cara pembekuan dan atau
pasteurisasi dapat sangat menurunkan virus CMV dalam ASI12.
9. Jelaskan mengenai IgG dan IgM dan sebutkan pemeriksaan yang dapat
dilakukan di probolinggo untuk mengetahui IgG dan IgM?
Dikatakan infeksi CMV congenital positif jika di dapatkan IgM anti CMV
(+) pada saat lahir tetapi hasil IgM anti CMV (-) tidak menyingkrikan
diagnosis infeksi CMV congenital. Pada keadaan dengan IgM negatif atau
nonreaktif, bukan berarti penderita sembuh, karena tetap dapat timbul
reaktivasi, replikasi, reinfeksi. Demikian pula hasil IgM positif tidak hanya
terbatas pada infeksi primer akut, karena dapat juga dijumpai hasil positif pada
reaktivasi atau reinfeksi. Tes IgG dipakai untuk mendeteksi infeksi yang telah
terjadi sebelumnya atau di masa lalu. Titer IgG anti CMV penderita yang
meningkat kemungkinan bayi tersebut menderita infeksi congenital aktif,
tetapi untuk lebih memastikan lakukan pemeriksaan ulang pada bulan I, II,
dan IV. Infeksi baru dapat dibedakan dari infeksi lama dengan menetapkan
IgG avidity. Dimana dengan pemeriksaan IgG avidity dapat mengetahui
apakah infeksi sudah lama atau baru terjadi dan dapat pula di pakai untuk
pertimbangan perlunya pemberian terapi atau tidak1,2,13.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di probolinggo untuk mengetahui IgG
dan IgM adalah dengan pemeriksaan ELISA

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman; Kliegman; Arvin. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15 Vol 1.
Jakarta : EGC p. 647
2. Budipardigdo S, Lisyani. 2007. Kewaspadaan Terhadap Infeksi
Cytomegalovirus Serta Kegunaan Deteksi Secara Laboratorik. Universitas
Diponegoro: Semarang
3. Karger, Freiburg. 2001. Cytomegalovirus (CMV). Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/cmv/transmission.html. Diakses pada 13 November 2014
4. Akhter, Kauser dan Wills, Todd S. 2010. Cytomegalovirus. eMedicine
Infectious
Disease.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview.
Diakses
13
November 2014.
5. Dwindra, Mayenru. 2009. Infeksi Cytomegalovirus. Universitas Riau : Riau
6. Kauser,
Akhter.
2010.
Cytomegalovirus.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview. Diakses pada 13
November 2014
7. Kim CS. 2010. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean
Journal of Pediatrics. 53(1): 14-20.
8. Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al.
2010.
Viral
Infections
and
Pregnancy.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview. Diakses pada 14
November 2014
9. Schleiss, M.R., 2010. Cytomegalovirus Infection: Treatment & Medication.
Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/963090treatment.
Diakses pada 14 November 2014
10. Pass, R F; Karen, B; Fowler,S B; Boppana; Britt, W J; Stagno S. 2005.
Congenital cytomegalovirus infection following first trimester maternal
infection: Symptoms at birth and outcome. USA : Department of Pediatrics,
University of Alabama at Birmingham
11. Revello, M G; Gerna G. 2002. Diagnosis and Management of Human
Cytomegalovirus Infection in the Mother, Fetus, and Newborn Infant. USA :
American Society For Microbiology
12. Kosim M.S; Yunanto A; Dewi R; Sarosa G I; Usman A. 2014. Buku ajar
Neonatologi. Jakarta : IDAI
13. Saharso D. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF ILMU
KESEHATAN ANAK Buku Dua. Surabaya : RSUD DOKTER SOETOMO

28

29

Você também pode gostar