Você está na página 1de 70

Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Isolasi Sosial

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL

Latar Belakang Masalah


Isolasi Sosial atau Menarik Diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri
sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri,
dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan
berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi
diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik
diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan
sosial dan emosional dengan orang lain. Dalam membina hubungan sosial,
individu berada dalam rentang respon yang adaptif sampai dengan maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri
sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis
berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin kepada
pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial : menarik
diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Surjo Dharmono, penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di
perbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien yang datang ke
pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan jiwa. Bentuk yang
paling sering adalah kecemasan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang
utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan
interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam
fenomena kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu
elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau
lingkungan disekitarnya.

Definisi
Menurut Balitbang (2007) isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu
hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan
kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada
perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman.

Isolasi sosial adalah kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas
bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Lynda Juall C., 2009:
1045).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang induividu yang mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain. pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Keliat Anna, dkk., 2011: 131).

Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu
tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan,
dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari
orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Ade Herman S.D.,2011 : 123).

Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
a.

Kurang spontan

b.

Apatis (acuh terhadap lingkungan)

c.

Ekspresi wajah kurang berseri

d.

Tidak merawat diri dan tidak memperlihatkan kebersihan

e.

Tidak ada dan tidak memperhatikan kebersihan

f.

Tidak ada atau kurang komunikasi verbal

g.

Mengisolasi diri

h.

Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar

i.

Asupan makanan dan minuman terganggu

j.

Retensi urin dan feses

k.
l.
m.

Aktivitas menurun
Kurang energi (tenaga)
Rendah diri

n.
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada
posisi tidur)
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi

sensori : halusinasi dan risiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan.
Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi
aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga
orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif). Peranan
keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan
masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping keluarga
tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah (Ade
Herman S.D., 2011 : 125).

Rentang Respon
Pattern of
parenting (Pola
Asuh)

Ineffective
coping (Koping
Individu Tidak
Efektif)

Lack of
Development
task
(Gangguan
Tugas
Perkembanga
n)

Stessor
Internal and
External

Misal :

Misal :

Misal :

Misal :

Pada anak yang


kelahirannya tidak
dikehendaki(unwa
nted child)akibat
kegagalan KB,
hamil diluar nikah,
jenis kelamin
yang tidak di
inginkan, bentuk
fisik kurang
menawan
menyebabkan
keluarga
mengeluarkan
komentarkomentar negatif,
merendahkan,
menyalahkan
anak.

Saat individu
menghadapi
kegagalan
menyalahkan
orang lain,
ketidakberdayaa
n, menyangkal
tidak mampu
menghadapi
kenyataan dan
menarik diri dari
lingkungan,
terlalu
tingginya self
idealdan tidak
mampu
menerima
realitas dengan
rasa syukur.

Kegagalan
menjalani
hubungan intim
dengan sesama
jenis atau lawan
jenis, tidak
mampu mandiri
dan
menyelesaikan
tugas, bekerja,
bergaul,
bersekolah,
menyebabkan
ketergantungan
pada orang tua,
rendahnya
ketahanan
terhadap
berbagai
kegagalan.

Stres terjadi
akibat ansietas
yang
berkepanjanga
n dan terjadi
bersamaan
dengan
keterbatasan
kemampuan
individu untuk
mengatasinya.

(Stres
Internal dan
Eksternal)

Ansietas
terjadi akibat
akibat
berpisah
dengan orang
terdekat,
hilangnya
pekerjaan atau
orang yang
dicintai.

Rentang Respon Isolasi Sosial

Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial :
a.

Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma,
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini
adalah sikap yang termasuk respon adaptif.
1)
Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah terjadi di lingkungan sosialnya
2)
Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3)
Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain.
4)
Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
b.

Respon maladaptif

Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon
maladaptif :
1)
Menarik diri, merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2)
Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
3)
Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
4)

Curiga, seseorang yang mengembangkan rasa curiga terhadap orang lain.

(Stuart dan Sundeen, 1998).

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut :
a.

Penatalaksanaan Medis (Dalami, et.all, 2009 : hal.120)

Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan


maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
1)

Electro Convulsive Therapy (ECT)

Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Indikasi :
a)

Depresi mayor

(1) Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian
lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan dan
adanya ide bunuh diri yang menetap.
(2) Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
(3) Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau
klien tidak dapat menerima antidepresan.
b)

Maniak

Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi lain
berbahaya bagi klien.
c)

Skizofrenia

Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
2)

Psikoterapi

Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
3)

Terapi Okupasi

Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang (Dalami, dkk., 2009 : hal.120).
b.

Penatalaksanaan Keperawatan

Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:


1)

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

a)

Pengertian

TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama (Keliat,
2004 : hal.1)
b)

Tujuan

Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku


yang destruktif dan maladaptif. (Keliat, 2004 : hal.3)
c)
Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi
sosial adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan sosialisasi
dengan individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara
bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa (Keliat, 2004 : hal.14).
c.

Prinsip Perawatan Isolasi Sosial

1)

Psikoterapeutik

a)

Bina hubungan saling percaya :

(1) Buat kontrak dengan pasien memperkenalkan nama perawat pada waktu
interaksi dan tujuan.
(2) Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukan penghargaan yang tulus.
(3) Jelaskan pada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan
diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
b)

Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka

(1) Bicarakan dengan pasien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang
sederhana.
(2) Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraan dengan perawat.
(3) Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
(4) Tunjukan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
c)

Kenal dan dukung kelebihan klien

Tunjukkan dan cari penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien,
cara menceritakan perasaannya kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
(1) Bahas dengan klien tentang koping yang konstruktif.
(2) Dukung koping klien yang konstruktif.
(3) Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d)

Bantu klien mengurangi ansietasnya ketika hubungan interpersonal

(1) Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.

(2) Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.


(3) Temani klien beberapa saat dengan duduk di sampingnya.
(4) Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
(5) Libatkan klien dalam aktifitas kelompok.
2)

Pendidikan kesehatan

a)
Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan klien selain kata-kata
seperti menulis, menangis, menggambar, berolahraga atau bermain musik.
b)

Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.

c)
Jelaskan dan anjurkan pada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan
dengan klien.
d)
Anjurkan kepada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam kegiatan di
masyarakat.
3)

Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

a)
Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat
melaksanakan secara mandiri.
b)

Bimbing klien berpakaian yang rapi.

c)
Batasi kesempatan untuk tidur, sediakan sarana informasi dan hiburan
seperti majalah, surat kabar, radio dan televisi.
d)

Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.

4)

Lingkungan terapeutik

a)
Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang
lain di lingkungan.
b)
Cegah agar klien tidak berada di dalam ruang sendiri dalam jangka waktu
yang lama.
c)
Beri rangsangan sensorik seperti suara musik, gambar hiasan di
ruangan (Nursing Poltekes, 2012).

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Ruang rawat :
a.

Tanggal dirawat :

Identitas Klien :

Inisial

Umur

Informan

(L/P)

Tanggal Pengkajian :
No. Rekam Medik :

b.

Alasan Masuk :

1)

Faktor Predisposisi

a)

Tumbuh kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan menimbulkan
masalah.
Berikut adalah tahap perkembangan beserta tugas yang harus dijalani setiap
individu :

b)

Masa Kembang

Tugas

Bayi

menetapkan rasa percaya

Bermain

mengembangkan otonomi dan awal


perilaku mandiri

Pra sekolah

belajar menunjukkan inisiatif, rasa


tanggung jawab, dan hati nurani

Sekolah

belajar berkompetisi, bekerjasama,


dan berkompromi

Pra remaja

menjalin hubungan intim dengan


teman sesame jenis kelamin

Remaja

menjadi intim dengan teman lawan


jenis atau bergantung

Dewasa muda

menjadi saling bergantung antara


orang tua dan teman, mencari
pasangan, menikah dan mempunyai
anak

Tengah baya

belajar menerima hasil kehidupan


yang sudah dilalui

Dewasa tua

berduka karena kehilangan dan


mengembangkan perasaan
keterikatan dengan budaya

Faktor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya


gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan ekspresi emosi yang tinggi dalam

keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar


keluarga.
c)

Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah yang dianut oleh keluarga, dimana
setiap anggota yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d)

Faktor biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya


gangguan dalam hubungan isolasi sosial. Organ tubuh yang dapat memengaruhi
terjadinya gangguan hubungan adalah otak, misalnya pada pasien Skizofrenia
yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk selsel dalam limbic dan daerah kortikal (Ade Herman Surya D., 2011: 123-125).
2)

Faktor Presipitasi

Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal
dan eksterna seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a)

Faktor eksternal

Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
b)

Faktor internal

Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntunan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan individu (Ade Herman Surya D., 2011: 123-125).
3)

Sumber Koping

Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh


gangguan otak pada prilaku. Kekuatan dapat meliputi model, seperti intelegensi
dan kretifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak anak
dan dewasa muda tentang keterampilan koping kerena mereka biasanya tidak
hanya belajar dari pangalaman ( Nursing Poltekes, 2012).

4)

Mekanisme Koping

Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang


merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.

Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri adalah regresi,
represi dan isolasi.
5)

Penilaian Terhadap Stressor

a)

Kognitif

b)

Afektik

c)

Perilaku

d)

Sosial

e)

fisiologis

Pohon Masalah

Pohon Masalah Isolasi Sosial

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa pada klien dengan gangguan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
a.

Isolasi sosial

b.

Gangguan konsep diri (harga diri rendah)

c.

Halusinasi

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan : Aplikasi Pada Praktis Klinis
Edisi 9. Jakarta : EGC.

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Keliat, Budi Anna. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC
Nursing Poltekes. 2012. Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial. (Online),
(http:// keperawatanpoltekkes26.blogspot.com/2012/01/asuhan-keperawatanisolasi-sosial.html, diakses pada 19 Oktober 2013).

alusinasi (misal : saat berbicara dengan orang lain, saat melakukan kegiatan)

Bersama klien merencanaan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi

Bimbing klien melakukan kegiatan yang tepat.

Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilihnya.

Bimbing klien untuk mencoba cara yang lain.


1.4. Beri penghargaan/pujian atas keberhasilan klien
2. Pendidikan kesehatan
2.1 Bimbing klien mengontrol halusinasinya.

Sarankan kepada klien agar segera memberitahukan perawat bila halusinasinya timbul.

Bersama klien membuat rencana kegiatan yangsesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.

Bimbing klien melaksanakan rencana kegiatan yang telah dibuat.

Beri informasi kepada klien tempat dia minta bantuan apabila sulit mengendalikan diri saat
halusinasinya timbul.
2.2 Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat obat terhadap kesehatan,
efek
samping yang mungkin timbul serta cara-cara mengatasinya.
2.3. Jelaskan kepada keluarga tanda-tanda halusinasi, cara mengatasi serta
fasilitas
kesehatan yang dapat digunakan.
3. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
3.1. Bimbing klien memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

Jelaskan kepada klien bahwa makan, minum yang cukup perlu untuk kesehatannya

Ajak klien ke ruang makan

Bujuk klien untuk makan bila klien menolak

Ajak klien makan bersama klien lain

Ijinkan klien mengganti makanan apabila dia mempunyai persepsi salah terhadap makanan terrentu.
3.2 Bimbing klien melaksanakan kebersihan diri
3.3 Bimbing klien melakukan kegiatan
4. Terapi Somatik

Sediakan dan beri klien obat dengan memperhatikan lima benar

Tanyakan alasan klien tidak minum obat

Bicarakan dengan dokter jika klien menolak minum obat

Ajak klien untuk meyakinkan bahwa obatnya sudah betul-betul diminum.

Beri pujian atas kerja sama klien.


5. Lingkungan terapeutik.
5.1 Siapkan lingkungan fisik yang dapat menguatkan realistik

Sediakan alat petunjuk waktu

Beri tanda/nama pada setiap tempat di ruangan

Kenalkan secara bertahap tentang waktu dan tempat

5.2. Siapkan lingkungan sosial


Panggil klien sesuai dengan nama panggilan yang disukainya.
Sediakan dan pakai papan nama petugas
Kenalkan nama setiap interaksi dengan klien
Sertakan klien dalam kegiatan kelompok
Kenalkan klien pada tempat-tempat umum di sekitar rumah sakit

BAB IV
PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN
Pelaksanaan proses keperawatan dalam bab ini disajikan dalam bentuk umum dan yang
telah dilakukan pada klien. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada lampiran.
1.

Diagnosa keperawatan : Potensial halusinasi sehubungan dengan perilaku menarik diri.


Tujuan : Klien mampu meningkatkan dan memperluas hubungan saling percaya dengan orang lain.
Tindakan :
Membina hubungan saling percaya, melakukan interaksi singkat dan sering, membantu mengenal
perasaan yang menyebabkan menarik diri, membantu klien untuk berinteraksi dengan perawat dan
klien lain, mendorong klien untuk melibatkan diri dalam kegiatan ruangan.
Evaluasi :
Klien mau berkomunikasi dan mau berinteraksi dengan perawat, klien lain, mau ikut kegiatan ruangan
; membersihkan ruangan.
Tindak lanjut :
Pertahankan hubungan saling percaya, tingkatkan stimulus secara terus menerus, ingatkan setiap
ada kegiatan.

2.

Diagnosa Keperawatan : Penampilan diri kurang adequat (kebersihan diri kurang) sehubungan
dengan kurangnya minat merawat diri.
Tujuan : Klien mau meningkatkan kebersihan diri dan menerima stimulus eksternal
Tindakan :
Menjelaskan pentingnya kebersihan diri, membantu klien dalam upaya kebersihan diri, menyediakan
sarana untuk kebersihan diri ; sabun mandi, sikat gigi, odol, handuk, pakaian, sandal, mendorong
klien untuk melaksanakan kebersihan diri secara mandiri, memotivasi klien untuk mempertahankan
kebersihan secara teratur dan terus menerus, memberi dorongan pada keluarga untuk memberikan
dukungan terhadap pemeliharaan kebersihan diri klien.
Evaluasi :
Klien mau mengerti tentang pentingnya kebersihan, dapat menyebutkan manfaat kebersihan
diri, mau melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat, mau melakukan kebersihan diri
secara mandiri, keluarga membantu dalam hal penyediaan fasilitas dan alat kebersihan; sabun
mandi, pasta gigi, serta memberikan dorongan pada saat kunjungan.
Tindak lanjut :
Ingatkan setiap ada kegiatan kebersihan diri dan kolaborasi dengan staf ruangan untuk penyediaan
fasilitas dan alat kebersihan diri dan pemberian stimulus secara kontinyu

3.

Diagnosa Keperawatan : Potensial kambuh sehubungan dengan tidak terprogramnya kegiatan


hidup sehari-hari.
Tujuan : Klien tidak kambuh dan mampu meningkatkan ADL.
Tindakan :

Membantu : klien mengidentifikasi pentingnya kegiatan sehari-hari, memilih kegiatan yang


disenangi , mendorong klien untuk berperan dalam kegiatan ruangan, membuat program aktivitas
harian, mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok (TAK) yaitu terapi gerak dan nyanyi,
membantu keluarga untuk mengidentifikasi kegiatan klien selama di rumah, membantu keluarga
untuk memberi dukungan tentang persiapan kegiatan selama di rumah.
Evaluasi :
Klien mau mengungkapkan beberapa kegiatan yang senang dilakukan : menyanyi bersama diiringi
musik, mau ikut serta kegiatan diruangan: membuang sampah pada tempatnya, menyapu, mengepel
, mau ikut TAK : gerak dan lagu yang diprogramkan oleh perawat.
Tindak Lanjut :
Pertahankan tindakan yang sudah dilakukan oleh klien, kolaborasi dengan perawat untuk
kelanjutannya dan buat program secara terorganisir dan berkelanjutan.

BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini akan dijelaskan sejauh mana keberhasilan tindakan keperawatan
secara teoritis yang telah diaplikasikan pada kasus Tn. M, dimana proses terjadinya menarik diri pada
klien hampir sama dengan teori yang ada yakni disebabkan oleh harga diri yang rendah. Harga diri
rendah disebabkan beberapa kegagalan dan kekecewaan yang pernah dialami pada masa
lalu hingga menyebabkan klien mengisolasi diri dari lingkungan, tidak mau bergaul sesamanya, tidak
peduli segala aktivitas dan tidak memperhatikan penampilannya.
Adapun tindakan keperawatan menarik diri yang paling utama dan pertama adalah membina
hubungan saling percaya, meskipun tidak ada respon dari klien. Tindakan yang dilakukan perawat
antara lain : kontak sering dan singkat, memberi dukungan, mendengarkan ungkapan klien. Kontak
sering dan singkat pada klien hanya mampu 20 menit kemudian dilakukan modifikasi dengan
melakukan kontak selama 10 menit dengan jangka waktu 30 menit. Klien mau menerima tindakan
tersebut dan berhasil dengan baik.
Tindakan keperawatan tentang penampilan diri oleh karena kebersihan diri yang kurang
adalah membantu upaya kebersihan diri. Peran perawat adalah memberikan stimulasi yang terus
menerus dan menyiapkan fasilitas dan alat-alat kebersihan diri. Stimulasi yang kami lakukan adalah
memberikan dorongan, mengingatkan klien untuk mandi, menggosok gigi, cuci rambut dan memotong
kuku yang panjang. Modifikasi yang kami lakukan adalah kolaborasi dengan perawat ruangan dan
keluarga untuk memfasilitasi alat kebersihan diri dan memberikan stimulasi terus menerus pada klien.
Terapi aktivitas kelompok : gerak dan nyanyi yang dilakukan pada Tn M sangat membantu
klien untuk mengisi waktu luang. Hal ini karena, selama ini belum ada kegiatan yang terprogram
untuk klien menarik diri di ruangan. Kelompok juga mengenalkan klien kepada klien lain sebelum
mengikuti TAK. Klien ternyata mau memperkenalkan diri pada acara sosialisasi yang direncanakan.
Dari ketiga diagnosa keperawatan tersebut yang ditemukan pada Tn M dapat diselesaikan
seluruhnya.

BAB VI
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. M dengan
menarik diri, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Membina hubungan saling percaya pada klien menarik diri merupakan tindakan utama yang harus
dilakukan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan klien menarik diri.
2. Terapi aktivitas kelompok : gerak, nyanyi yang terprogram dapat membantu memberikan kegiatan
pada klien menarik diri selama di Rumah Sakit.
3. Mengajarkan dan memberi stimulus yang terus menerus pada klien menarik diri diperlukan untuk
memelihara kebersihan diri secara bertahap.

1.
2.
3.
4.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas kami menyarankan sebagai berikut :
Dalam memberikan asuhan keperawatan menarik diri hendaknya hubungan saling percaya dilakukan
secara bertahap, mulai dari perawat kemudian perawat lain serta pada klien lainnya
Kontrak yang dibuat bersama klien hendaknya dilakukan secara konsisten.
Terapi aktivitas kelompok dan stimulus hendaknya dilakukan secara teratur.
Memberikan reinforcement positip setiap melakukan kegiatan

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Fortinash, K.M. dan Worrest, H.A.P. (1991). Psychiatric Nursing Care Plans, St. Louis: Mosby Year Book.
Kumpulan Kuliah : Mata Ajaran Keperawatan Jiwa Dalam Konteks Keluarga. Disajikan di Fakultas Ilmu
Keperawatan -Universitas Indonesia, Jakarta: tidak dipublikasikan, 1997.
Rawlins, R.P, dan Heacock, P.E. (1993). Clinical Mannual of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W, dan Sundeen, S.J. (1991). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 4 th ed. St. Louis:
Mosby Year Book.

Lampiran
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
I. Identitas Klien

Nama klien
Umur
Jenis kelamin
Suku
Status
Pekerjaan
Agama
Alamat
MRS
Postur tubuh
Penampilan

Kebiasaan

Informasi

: Tn. M .
: 33 Tahun
: Laki-laki
: Jawa
: Belum kawin
: Tidak bekerja
: Islam
: Slipi Petamburan III/25 RT 05 / 04
Kelurahan Slipi
Jakarta Barat
: 10 Januari 1995
: Klien tampak kurus, TB: 176 cm, BB: 42,5 kg,
:Kulit kotor dan berbau dikurumuni lalat , gigi kuning,
mulut kotor dan bau, rambut acak-acakan dan kotor,
mata banyak kotoran, kuku panjang dan kotor
kehitaman disela-sela kuku, disela-sela jari tangan
terdapat luka bekas garukan , kedua kaki bersisik dan
terdapat luka-luka kecil bekas garukan.
Sering menyendiri di tempat tidur dan kadangkadang : tersenyum sendiri, mulut komat-kamit,
melakukan gerakan stereotipe dengan menggesekgesekkan jari-jari tangan kanan dan kiri, dan suka
merebut makanan dari klien lain saat makan.
Klien, keluarga dan perawat ruangan serta status klien.

II. Persepsi dan harapan klien / keluarga


a. Persepsi klien tentang masalah
Klien mengatakan bahwa dia tidak tahu kenapa dibawa kerumah sakit.
b. Persepsi keluarga tentang masalah
Keluarga merasa kesulitan dalam menangani klien yang selalu telanjang , tidak mau
bicara , selalu menyendiri didalam kamar dan tidak mau keluar , tidak mau mandi,
sehingga keluarga membawanya ke rumah sakit jiwa.
c. Harapan klien tentang pemecahan masalah
Klien menyatakan tidak tahu.
d. Harapan keluarga tentang pemecahan masalah
Keluarga menginginkan agar klien sembuh dan tidak kambuh lagi dan bisa kembali
kerumah.
III. Pengkajian Psikologis
a. Status emosi
Ekspresi nampak datar pandangan mata kosong, menyendiri, selalu menghindar bila
didekati dan disapa, selalu menunduk menghindari kontak mata
b. Konsep diri
Harga dirinya tinggi dia menyatakan kuliah di Pajajaran.
Klien tidak dapat mengidentifikasi kekuatan sebagaimana kelemahannya.
Klien tidak dapat melakukan kegiatan dengan baik tanpa bimbingan.

c. Gaya komunikasi
Klien tidak suka berbicara, kadang-kadang bicara sendiri, tidak jelas, bicara bila
waktu makan untuk minta makanan.
d. Pola interaksi
Klien jarang berinteraksi dengan klien lain dan perawat. Klien lebih suka tiduran di
tempat tidur serta melamun. Didalam berinteraksi klien lebih suka diam, mendengarkan pembicaraan
orang lain atau mengalihkan perhatian kearah lain. Klien lebih mengharapkan kedatangan
keluarganya.
e. Pola pertahanan
Klien berespon pada perawat, bila ditanya, tidak mau berespon pada klien lain, apa yang dikatakan klien
tidak sesuai dengan reaksi non verbal klien.
IV. Pengkajian sosial
a. Pendidikan dan pekerjaan :
Pendidikan terakhir SMP tidak lulus, tidak bekerja.
b. Hubungan sosial
Klien tidak berinteraksi dengan klien lain dan suka menyendiri di pojok ruangan.
c. Faktor sosial budaya
Klien tidak aktif dalam mengikuti kegiatan keagamaan, kurang mengikuti kegiatan kemasyarakatan, klien
lebih dekat dengan kakak nomor satu.
d. Gaya hidup
Klien tinggal bersama keluarga, rumah permanen.
V. Pengkajian Keluarga
Genogram

VI. Pengkajian Kesehatan Fisik


A. Masalah kesehatan yang lalu dan sekarang
Ketika klien berumur 13 tahun pernah terserempet truk hingga mengalami gegar otak dan dirawat di
Rumah Sakit selama 9 hari. Sejak itu klien tampak lebih pendiam, menyendiri dan jarang berbicara
dengan keluarganya. Tahun berikutnya klien mengalami kejang karena tetanus dan hanya berobat ke
mantri. Kemudian pada umur 16 tahun klien mengalami stress karena takut tidak lulus sekolah dan
mengeluh pelajran sulit, sulit konsentrasi dan bahkan pernah berkeliling kota tanpa tujuan. Klien
tampak seperti orang bingung suka bicara sendiri sering marah tanpa sebab dijauhi temannya marah
tak terkendali, memecahkan kaca jendela lalu memukul ibu dan kemudian dibawa ke Rumah Sakit
jiwa Jakarta pada tahun 1978, kemudian klien cuti selama tiga bulan , Dan masuk lagi tahun 1990
dan sempat cuti lagi sampai tahun 1995.
1.
Penyakit sekarang
Klien dirawat di Ruang Elang II mulai 10 Januari 1995 dengan masalah tidak suka berpakaian, ngomong
sendiri, selalu mengurung diri di kamar, tidak mau berhubungan dengan orang lain.
2.
Pengobatan sekarang
Clorpromazin
100 mg
Trifluoperazine 5 mg
3.
Alergi

3 x sehari
3 x sehari

Klien tidak ada riwayat alergi / gatal-gatal terhadap makanan atau obat-obatan.
B. Kebiasaan sekarang
1. Penampilan diri
Penampilan klien ; Badan kotor dan bau, rambut kotor dan tidak disisir, gigi kuning,

tidak pernah pakai baju,mulut kotor dan bau, serta kuku panjang dan hitam / kotor. Tidak pernah mandi,
cuci rambut dan tidak sikat gigi.
2. Rokok
Klien tidak merokok
3. Minuman keras
Klien mengatakan tidak pernah meminum minuman keras, seperti yang mengandung alkohol.
4. Pola tidur
Klien cenderung tidur terus atau bila ada yang mendekati pura-pura tidur, tidur tida terpola.
5. Pola makan
Klien makan tiga kali sehari menghabiskan porsi yang diberikan, kadang-kadang merebut makanan klien
lain. Klien makan bersama-sama temannya.
6. Pola eliminasi
Tidak terpola.
7. Tingkat aktifitas
Lebih banyak diam, menyendiri di sudut ruangan, tidak pernah mengikuti kegiatan ruangan.
8. Tingkat energi
Klien tampak malas, dan tiduran terus.
VIII Status atau Keadaan Mental
A. Kebenaran data:
Informasi yang diberikan oleh klien ada yang kurang sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
keluarganya saat melakukan kunjungan rumah.
B. Status sensorik:

Penglihatan
Pendengaran
Penciuman
Pengecapan
Perabaan

Fungsinya baik.
:
Fungsinya baik.
:
Tak ada kelainan
: Tak ada kelainan
: Ada rasa gatal

C. Status persepsi
Klien berperilaku sesuai dengan stimulus yang diberikan
D. Status motorik
Motorik kasar:
Klien berjalan, berpakaian, dan dapat makan minum, mandi dan lain-lain.
Motorik halus :
Klien mampu menulis, menggenggam sesuatu, memasukan kancing ke dalam
lubang kancing tanpa tremor.
E. Afek
Emosi yang ditunjukan sesuai dengan apa yang diungkapkan.
Misalnya jika klien menceritakan hal-hal yang sedih, klien menangis.
F. Orientasi
Klien mengenal orang yang ada disekitarnya. Klien mengetahui berada di RSJ
Klien tidak mengetahui waktu.
G. Ingatan
Klien tidak dapat mengingat kejadian yang pernah dialami. Contoh ketika ditanya kapan
dibawah ke rumah sakit, klien mengatakan tidak tahu.[WORD1]
H. Daya tilik diri (insigt)
Klien tidak mengetahui penyebab di rawat di rumah sakit (insigt negatif)

VIII. Diagnosa Medik


Szchizophrinea simplek
Program pengobatan medik:
Clorpromazine 2x 100 mg.
Trifluoperazine 3 x 5 mg
ANALISA DATA

DATA
DS :
Ibu mengatakan sejak mengalami gegar otak klien
lebih pendianm dan sering menyendiri dikamar.
DO :
Klien sering menyendiri dipojok ruangan, tidur
telanjang dengan posisi fetus, tidak berespon
terhadap sapaan perawat, tidak berinteraksi
dengan klien lain dan perawat, beranjak dari
tempatnya hanya saat pembagian makanan.
DS :
Ibu menyatakan sejak gegar otak klien mengeluh
sulit berkonsentrasi, mengatakan pelajaran
disekolah sulit dan takut tidak lulus sekolah, klien
tidak lulus SMP, menjadi pengangguran dan
mengatakan malu dan sering diejek temannya.
DO :
Klien tidak berani kontak mata, menghindar bila
didekati, bila di tanya klien menunduk dan
melakukan gerakan stereotipe dengan menggesekgesekkan jari tangan.
DS :
Ibu mengatakan saat dirumah klien hanya
menyendiri dan tiduran, tidak melakukan kegiatan
apa-apa.
DO :
Klien tidak perduli dengan lingkungan dan
aktivitas lingkungan, klien beranjak dari tempat
duduknya hanya waktu makan.
DS :
DO :
Badan kotor, berbau dan dikurumunin lalat,
rambut acak-acakan dan kotor, mulut kotor dan
berbau, gigi kuning, mata kotor, disela-sela jari
tangan terdapat luka kecil bekas garukan, kuku
tangan panjang dan kotor, kaki bersisik ada luka
kecil bekas garukan, kuku kaki panjang dan kotor.
DS :
Ibu mengatakan sebelum masuk rumah sakit
klien pernah bicara sendiri, tidak jelas dan tidak
dapat dimengerti.
DO :

MASALAH
Menarik diri

Harga diri rendah

Gangguan aktivitas sehari-hari


(ADL)

Kebersihan diri kurang

Potensial halusinasi

Klien tampak komat-kamit, tertawa sendiri.


DS :
Ketika dikenalkan dengan klien lain, klien sering
menyatakan saya mahasiswa pajajaran.
Ideal diri tinggi
Ibu menyatakan klien tidak lulus SMP
DO :
Klien tidak lulus SMP

DS :
Ibu mengatakan sejak mengalami gegar
otak klien lebih pendianm dan sering
menyendiri dikamar.
DO :
Klien sering menyendiri dipojok ruangan,
tidur telanjang dengan posisi fetus, tidak
berespon terhadap sapaan perawat, tidak
berinteraksi dengan klien lain dan perawat,
beranjak dari tempatnya hanya saat
pembagian makanan.
DS :
Ibu menyatakan sejak gegar otak
klien mengeluh sulit berkonsentrasi,
mengatakan pelajaran disekolah sulit dan
takut tidak lulus sekolah, klien tidak lulus
SMP, menjadi pengangguran dan
mengatakan malu dan sering diejek
temannya.
DO :
Klien tidak berani kontak mata,
menghindar bila didekati, bila di tanya
klien menunduk dan melakukan gerakan
stereotipe dengan menggesek-gesekkan jari
tangan.
DS :
Ibu mengatakan saat dirumah klien hanya
menyendiri dan tiduran, tidak melakukan
kegiatan apa-apa.
DO :
Klien tidak perduli dengan lingkungan dan
aktivitas lingkungan, klien beranjak dari
tempat duduknya hanya waktu makan.

Menarik diri

Harga diri rendah

Gangguan aktivitas sehari-hari (ADL)

Kebersihan diri kurang

DS :
DO :
Badan kotor, berbau dan dikurumunin lalat,
rambut acak-acakan dan kotor, mulut kotor
dan berbau, gigi kuning, mata kotor, diselasela jari tangan terdapat luka kecil bekas
garukan, kuku tangan panjang dan kotor,
kaki bersisik ada luka kecil bekas garukan,
kuku kaki panjang dan kotor.
DS :
Ibu mengatakan sebelum masuk rumah
sakit klien pernah bicara sendiri, tidak jelas
dan tidak dapat dimengerti.

Potensial halusinasi

DO :
Klien tampak komat-kamit, tertawa
sendiri.
DS :
Ketika dikenalkan dengan klien lain,
klien sering menyatakan saya mahasiswa
pajajaran.
Ibu menyatakan klien tidak lulus SMP
DO :
Klien tidak lulus SMP

Ideal diri tinggi

RENCANA KEPERAWATAN JIWA


Nama Klien
: Tn M
Bangsal/tempat : Elang II RSJP Jakarta.
-

No
1.

Tgl.

Dx. Keperawatan

17/4/97

Potensial Halusinasi
s/d peri-laku menarik
diri.
Data Obyektif:
klien menyendiri
dipojok
tidur telanjang dengan
posisi fetus
tidak berespon
terhadap sapan
perawat
tidak berinteraksi
dengan perawat dan
klien lain
beranjak dari
tempatnya hanya
waktu makan

Tujuan
Klien tidak
mengalami
halusinasi.
Tupen :
1.Klien dapat
membina hubungan
saling percaya.

Perencanaan
Kriteria Evaluasi

Tindaka

1. Sesudah 2 kali
1. Bina hub
pertemuan, klien dapat percaya :
berinteraksi dengan
sapa klien
perawat.
verbal mau
Klien mau membalas Perkenalka
sapaan perawat.
menyebut n
Klien mau
jelas.
berkomunikasi dengan Jelaskan m
perawat.
pertemuan.
Buat kontr
Selalu kon
interaksi
Tunjukkan
dan penuh
klien
Terima klie
Mulai inte
hal yang d

Data Subyektif:
Ibu mengatakan, sejak
mengalami gegar
otak, klien lebih
pendian dan sering
menyendiri di kamar

2 .Kontrol
perawat
- selalu siap
klien
- Jawab per
secara jujur
-perhatikan
sesuai oleh
seperti;sam
menggunak
trapeutik dl
klien.
- hindari po
yang mema
rahasia di d
tidak meng
2. Klien dapat
mengenal perasaan

1 Klien akan
mengekspresikan

1. Dorong k
mengungka

yang menyebabkan
perilaku menarik
diri dari lingkungan
sosial.

3.Klien
menunjukkan
penurunan perilaku
menarik diri

perasaannya setelah
pertemuan 2 kali.

2.Gunakan
terapeutik

3. Bersama
mengidenti
jika klien ti
dengan ora
4. Beri rein
atas kemam
mengungka

2. Klien akan
1.Dorong k
menyatakan
mengungka
kepuasannya atas
terhadap hu
hubungan
perawat.
dengan perawat
sesudah 2 kali
pertemuan.
1. Setelah 5 kali
1.Secara bert
pertemuan klien dapat
dalam kelo
berhubungan dengan
menghadirk
perawat dan klien lain
dengan klie
yang ada di ruangan
berkomunik

2.Usahakan p
non verbal
jelas dan ko
komunikas

3.Lakukan pe
interaksi se
sering

4.Beri reinfo
atas apa ya
klien

5.Gunakan te
peran untuk
mengenal p
serta respon
2. Setelah 6-8 kali
dalam men
pertemuan klien dapat
berhubunga
mengembangkan
lain
hubungan melalui;
Keikutsertaan dalam
aktifitas di ruangan
1.Motivasi k
Keikutsertaan dalam
mengikuti a
kelompok terapi
ruangan;
Inisiatip berinteraksi
2.membersih

dengan orang lain

menyapu, m
membersih

3.Beri penjel
tindakan da
reinforcem
keikutserta
kelompok
4.Keluarga dapat
berpar-tisipasi diri
dalam perawatan
klien

4.Beri penjel
Keluarga dapat
keikutserta
menyebutkan hal-hal
kelompok d
yang harus dilakukan
jadwal hari
selama klien di rawat di dilakukan u
rumah sakit Menjenguk waktu luan
klien minmal satu kali
seminggu
5.Anjurkan k
Ikut terlibat dalam
secara man
perawatan dan
berhubunga
pengobatan
lain.

Diskusikan
keluarga :
perilaku kli
penyebab p
diri dan car
menghadap
menarik dir
2

17/4/97

Penampilan diri yang


tidak adequat s/d
kurangnya
minat/kemampuan
merawat diri
Data Obyektif:
badan kotor, berbau
dan dikerumuni lalat
rambut acak-acakan
dan kotor
mulut kotor dan
berbau, gigi kuning
mata kotor
disela-sela jari tangan
terdapat luka kecil
bekas garukan, kuku
panjang dan kotor
kaki bersisik, ada luka
kecil bekas garukan,
kuku kaki panjang

Tupan:
Klien mampu
berpenampilan diri
secara adequat
Tupen:
Setelah 3-4 kali
pertemuan
klien dapat mengerti
tentang
pentingnya
kebersihan diri

1. Klien dapat
Motivasi k
menyebutkan kembali
mengemuk
pengertian kebersihan
kebersihan
diri;
bersih dan
badan bersih dan tidak
berbau
rambut bersih dan rapi Dorong ang
gigi bersih
untuk mem
kuku pendek dan tidak kepada klie
kotor
berkomunik
baju yang dipakai
lain
bersih dan rapi

2.Klien mampu
Motivasi k
menyebutkan kembali
menyebutk
pentingnya kebersihan

dan kotor

diri yaitu;
mencegah penyakit
kulit
menjaga kebersihan
gigi dan mulut
mencegah masuknya
kuman melalui kuku
yang kotor
memberi perasaan segar

kebersihan
menggali p
yang berhu
kebersihan

3.Klien dapat
jelaskan ca
menjelaskan cara
kebersihan
menjaga kebersihan diri mandi 2 ka
antara lain;
gosok gigi
mandi 2 kali sehari
ganti pakai
pakai sabun
cuci rambu
menggosok gigi 2 kali
gunting kuk
sehari dengan pasta gigi
mengganti pakaian 2
2.Klien mampu
kali sehari
melakukan usaha
mencuci rambut 2 kali
mencapai kebersihan seminggu
diri dengan bantuan memotong kuku bila
perawat setelah 3-4
panjang
kali pertemuan
Ajarkan kli
sesuai pros
1.Klien mampu
mendemonstrasikan c Bimbing kl
ara memelihara
menggosok
kebersihan diri yaitu;
mandi pakai sabun,
Beri kesem
bilas sampai bersih,
mendemon
menggosok gigi, ganti
menggosok
pakaian, mencuci
rambut, memotong
Ingatkan da
kuku
untuk meng

Ajarkan ca
secara bena
Beri kesem
untuk menc
Ingatkan un
rambut dua
Amjurkan
mengganti
Anjurkan u
mempertah
diri setiap h

Kolaborasi
ruangan ten
fasilitas dan
diri seperi :
mandi, sabu
dan pakaian
Bekerja sam
keluarga da
fasilitas dan
diri : sabun

3.Klien dapat
melaksanakan
kebersihan diri
secara mandiri

1.Klien dapat
Monitor kl
melaksanakan
melaksanak
kebersihan diri secara
secara terat
rutin dan teratur
sesudah 5 kali
Beri doron
pertemuan :
klien agar k
mandi , gosok gigi,
melaksanak
ganti pakaian 2 kali
teratur.
sehari, mencuci rambut
2 kali seminggu,
Ajarkan da
menggunting kuku.
unuk melak
sebagai ber
gigi, dan ga
mencuci ra
seminggu,

4.Klien dapat
mempertahankan
kebersihan diri
secara teratur dan
terus menerus.

Klien selalu terlihat


bersih dan rapi

5.Keluarga dapat
memberikan

1.Keluarga selalu
mengingatkan klien

Beri reinfo
berhasil me
kegiatan d

Kolaborasi
perawat un
kebersihan

Jelaskan pa
tentang pen

dorongan terhadap
perkembangan
kesehatan klien
dalam hal menjaga
kebersihan diri

hal-hal yang
berhubungan dengan
kebersihan diri

minat menj

Diskusikan
tentang keg
rumah saki
kebersihan

Jelaskan pa
tentang ma
kebersihan

2.Keluarga menyiapkan
sarana untuk membantu Anjurkan p
klien dalam menjaga
menyiapka
kebersihan diri
menjaga ke

Diskusikan
cara memb
kebersihan

ASKEP MENARIK DIRI


LAPORAN PENDAHULUAN
MENARIK DIRI
A. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan Interaksi sosial: Menarik diri
B. Pengertian.
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
( Rawlins,1993 ).
C. Proses Terjadinya Masalah
1. Penyebab :
a.

Perkembangan : Sentuhan, perhatian, kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan


individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak adekuat yang
berakhir dengan menarik diri.

b. Komunikasi dalam keluarga : Klien sering mengalami kecemasan dalam


berhubungan dengan anggota keluarga, sering menjadi kambing hitam,
sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak). Situasi ini
membuat klien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
c. Sosial Budaya : Di kota besar, masing masing individu sibuk
memperjaungkan hidup sehingga tidak waktu bersosialisasi. Situasi ini
mendukung perilaku menarik diri.

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga


merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan,
kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan
emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang
menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha
untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin
kaku (rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang
baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu
menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal
ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan
realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri
dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu
sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri
dari keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang
menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin
kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang
lain. Menarik diri juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran
keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan
anak. Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan sensori
persepsi (halusinasi).
2. Tanda tanda menarik diri dilihat dari beberapa aspek :
a. Aspek fisik :
Makan dan minum kurang
Tidur kurang atau terganggu
Penampilan diri kurang
Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
Merasa malu, bersalah
Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
Duduk menyendiri
Selalu tunduk
Tampak melamun
Tidak peduli lingkungan
Menghindar dari orang lain
Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
Putus asa
Merasa sendiri, tidak ada sokongan
Kurang percaya diri

D. Pohon masalah
E.
1.
a.
b.
c.
2.
a.
1)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
2)
a)
b)
c)
d)

Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Masalah Keperawatan.
Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi..
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konseps diri: harga diri rendah
Data yang perlu di kaji.
Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi..
Data Subjektif
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif
Klien berbicar dan tertawa sendiri
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
Disorientasi

b. Isolasi sosial : menarik diri


1) Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam,
kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan
diri kurang, posisi menekur.

2) Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat, ya atau tidak.
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah
1) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri.

2) Data subyektif:
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa apa,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan
menarik diri.
2. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

G. RENCANA TINDAKAN.
Diagnosa Keperawatan 1: Resiko perubahan persepsi sensori:
halusinasi. Berhubungan dengan menarik diri
1. Tujuan umum:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi .
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:

Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,


jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.

Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab

Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan


terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri


Tindakan:

Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.

Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.


c.

Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain


Tindakan:

Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.

Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.

d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien-perawat,


klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok, klien-keluarga.
Tindakan:

Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat
yang sama.

Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain

Tingkatkan interaksi secara bertahap

Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi

Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi

Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik


e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
Tindakan:

Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan

Beri pujian atas keberhasilan klien


f.

Klien mendapat dukungan keluarga


Tindakan:

Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat


pertemuan keluarga

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

klien

melalui

Diagnosa 2: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan


harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terpeutik
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.

Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.

Utamakan memberi pujian yang realistik.


b. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan :

Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan


selama sakit

Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.


c.

Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampun yang dimiliki
Tindakan :

Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari


sesuai kemampuan

Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien

Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

d. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan


kemampuannya
Tindakan :

Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah


direncanakan

Beri pujian atas keberhasilan klien

Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah


e. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :

Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien


dengan harga diri rendah

Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat

Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
1998
Stuart, G.W and Sundeen. Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed.
St Louis Mosby Year Book.1995

Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed. St


Louis Mosby Year Book. 2001
Townsed, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri:pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Edisi ketiga.
Alih Bahasa: Novi Helera C.D. Jakarta. EGC. Jakarta1998.
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.
Bandung : RSJP Bandung. 2000

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI


SOSIAL: MENARIK DIRI
DECEMBER 4, 2013 ELMORE SAGALA LEAVE A COMMENT

DEFINISI
1.

Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau


merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito,
1998 )

2.

b.

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh

seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan


mengancam (Towsend,1998).
3.

Kerusakan sosial adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi dalam


pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif(Towsend,
1998). Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan
dalam berinteraksi dengan orang lain yang salah satunya mengarah pada
perilaku menarik diri.

4.

Kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang


tidak fleksibel, tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998).

5.

Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi


dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi
atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan
dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri,

tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang
lain (DepKes, 1998).
6.

Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan


orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri
merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya
terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan
Sundeen, 1995).

7.

Perilaku Menarik Diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi


dengan orang lain, menghindari hubungan degan orang lain.(Rawlins, 1993,
hal 336).

8.

Menarik Diri adalah suatu tindakan melepaskan diri dari alam sekitarnya,
individu tidak ada minat dan perhatian terhadap lingkungan sosial secara
langsung. (Petunjuk teknis Askep pasien gangguan skizofrenia hal
53).

9.

Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan


orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
menyadari kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Budi Anna Keliat,
1999).

RENTANG RESPONS SOSIAL


Gangguan hubungan sosial terdiri atas :
1.

Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu


dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri
dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri,
kurangnya kontak mata. Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan minat dan
aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan
pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna.
Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh
orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa
tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep.
Psikiatri, 1998; hal 252).

2.

Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang


individu berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan
atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif, Dengan Karakteristik :
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam
situasi-situasi sosial. Menyatakan secara verbal atau menampakkan
ketidakmampuan untuk menerima atau mengkomunikasikan kepuasan rasa
memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita. Tampak menggunakan
perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan
sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak
menerima tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal.
Ketidakmampuan menunda kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa
Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).

Rentang Respon Sosial

Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada


dalam rentang respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon
adaptif merupakan respons yang dapat diterima oleh norma norma
sosial dan budaya setempat yang secara umum berlaku, sedangkan
respons maladaptif merupakan respons yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma norma
sosial dan budaya setempat. Respons sosial maladaptif yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari hari adalah menarik diri, tergantung
(dependen), manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan kesepian.

Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada


dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat
pada bagan berikut :
Respon adaptif
respon maladaptif
1.

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat.
Respon adaptif terdiri dari :
1.

1.

Menyendiri(Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan

seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan


sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.

2.

2.

Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk

menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan


sosial.
3.

3.

Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam

hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling


memberi dan menerima.
4.

4.

Saling tergantung (interdependen): Merupakan kondisi

saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina


hubungan interpersonal.
2.

B.

Respon maladaptive

Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan


berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon
maladaptif terdiri dari :
1.

1.

Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang

menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan


orang lain.
2.

2.

Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat

pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
3.

3.

Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu,

tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.


4.

4.

Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang

rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,


sikap egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.
5.

5.

Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal

mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi


secara sukses.
6.

6.

Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya

dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan


tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai
dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya
yang dingin dan tanpa emosi.

FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan
perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri,

tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan dan meresa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena
menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto
psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga
sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri
dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
Penyebab dari Menarik Diri
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan
yang diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Tanda dan gejala harga diri rendah :
Ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri
rendah (Stuart dan Sundeen, 1995)
a.

Mengejek dan mengkritik diri sendiri

b.

Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri

c.

Rasa bersalah atau khawatir

d.
Manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
penyalahgunaan zat.
e.
f.
g.
h.

Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan


Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
Menarik diri dari realitas
Merusak diri

i.

Merusak atau melukai orang lain

j.
Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri. Tanda Dan Gejala
Harga Diri Rendah

Gejala Klinis ( Budi Anna Keliat, 1999):


1.

Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)

2.

Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

3.

Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

4.

Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)

5.

Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

Pohon Masalah

Resiko Perubahan Sensori-persepsi :


Halusinasi ..

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


( Budi Anna Keliat, 1999)

TANDA DAN GEJALA


Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul

Menghindar dari orang lain (menyendiri)


Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)

Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata tidak ,
iya, tidak tahu.
Data Objektif :
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari
orang lain, misalnya pada saat makan.
Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain / perawat.
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.

Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan


rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
Posisi janin pada saat tidur.
KARAKTERISTIK PERILAKU
Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
Kemunduran secara fisik.
Tidur berlebihan.
Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
Banyak tidur siang.
Kurang bergairah.
Tidak memperdulikan lingkungan.
Kegiatan menurun.
Immobilisasai.
Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
Keinginan seksual menurun.
Komplikasi dari Menarik Diri
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan
salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya
klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/
rangsangan eksternal.
Gejala Klinis halusinasi :

1.

bicara, senyum dan tertawa sendiri

2.

menarik diri dan menghindar dari orang lain

3.

tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata

4.

tidak dapat memusatkan perhatian

5.

curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),


takut

6.

ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

(Budi Anna Keliat, 1999)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA


KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
Pemberian asuhan keperawatan klien degan masalah utama Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri tetap menggunakan proses
keperawatan yang lazim digunakan pada klien dengan gangguan jiwa
dengan tahap-tahap sebagai berikut :
I. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian
yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam (towsend, 1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi
dengan orang lain. C.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.

Pengkajian

Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama Kerusakan


Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan data,
perumusan masalah keperawatan, pohon masalah dan analisa data.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula
berupa faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart and Sundeen, 1995).

Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan


Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri adalah sebagai berikut
1)

Identitas klien

Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah
utama Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah : biodata yang
meliputi nama, umur, terjadi pada umur atara 15 40 tahun, bisa terjadi
pada semua jenis kelamin, status perkawinan, tangggal MRS , informan,
tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien. dan agama
pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi faktor untuk terjadinya
penyakit Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri.
2)

Alasan masuk rumah sakit

Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu


menunduk, menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri
(menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam
diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari hari, dependen.
3)

Faktor predisposisi

Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan bagi


klien yang telah mengalami gangguan jiwa trauma psikis seperti
penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang
mengalami gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan
bagi klien sebelum mengalami gangguan jiwa. Kehilangan, perpisahan,
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan /
frustrasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan,
dicerai suami , putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi ( korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara tiba tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.
4) Aspek fisik / biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung meningkat, Nadi: cenderung


meningkat, suhu: meningkat, Pernapasan : bertambah, TB, BB: menurun).
5)

Keluhan fisik

Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa


terjadi penurunan berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan
kebersihan dirinya.
5)

Aspeks psikososial

Genogram yang menggambarkan tiga generasi


6) Konsep diri
Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan, pemahaman dan
keyakinan seseorang terhadap dirinya yang memperngaruhi hubungannya
dengan orang lain. Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami gangguan konsep diri seperti :

Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang


berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.

Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan


keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .

Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan


penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.

Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya;


mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah


terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan /
hambatan dalam melakukan hubungan social dengan orang lain terdekat
dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan
klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).

Hubungan sosial

Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, karena


manusia tidak mampu hidup secara normal tanpa bantuan orang lain.
Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki teman
dekat, tidak pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan
mengalami hambatan dalam pergaulan.
6)

Status mental

a)
Penampilan: Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik
Diri berpenampilan tidak rai, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning,
tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta klien tidak
mengetahui kapan dan dimana harus mandi.
b)
Pembicaraan: Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksisosial
Menarik Diripada umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila
berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak
bicara.
c)
Aktivitas motorik: Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam
beraktifitas, kadang gelisah dan mondar-mandir.
d)
Alam perasaan: Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa
dimanifestasikan dengan sering melamun.
e)
Afek: Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap
rangsang yang normal.
f)
Interaksi selama wawancara: Klien menunjukkan kurang kontak
mata dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan orang lain.
g)

Persepsi

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri


pada umumnya mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi

pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang megancam,


sehingga klien cenderung sering menyendiri dan melamun.
h)

Isi pikir

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri


pada umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham
curiga.
i)

Proses pikir

Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada


kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau
blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.
j)

Kesadaran

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri


tidak mengalami gangguan kesadaran.
k)

Memori

Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu


mengingat hal-hal yang telah terjadi.
l)

Konsentrasi dan berhitung

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri


pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
m)

n)

Kemampuan penilaian
Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
Daya tilik diri

Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan


mengingkari penyakit yang dideritanya.

7)

Kebutuhan persiapan pulang

a) Makan
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari
penyakit yang dideritanya.
b) BAB / BAK
Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC kurang.
c) Mandi
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri bisanya
tidak memiliki minat dalam perawatan diri (mandi)
d) Istirahat dan tidur: Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya
terganggu
8)

Mekanisme koping

Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan kadangkadang mencedrai diri.
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya
pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien menarik diri
adalah regresi, represi, dan isolasi.
9)

Masalah psikososial dan lingkungan

Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti


klien direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
10) Pengetahuan

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri,


kurang mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi,
koping mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga
penyakit klien semakin berat.
11) Aspek medic


Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang
digunakan oleh klien selama perawatan.
1.

Status Mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata,


kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan
dan kurang berharga dalam hidup.
1.

Kebutuhan persiapan pulang.

Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan

Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,


membersikan dan merapikan pakaian.

Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas


didalam dan diluar rumah

Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

ASPE MEDIK
PENATALAKSANAAN
Menurut Keliat, dkk.,(1998), prinsip penatalaksanaan klien menarik diri
adalah :
a.

Bina hubungan saling percaya

b.

Ciptakan lingkungan yang terapeutik

c.

Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya

d.

Dengarkan klien dengan penuh empati

e.

Temani klien dan lakukan komunikasi terapeutik

f.
g.

Lakukan kontak sering dan singkat


Lakukan perawatan fisik

h.

Lindungi klien

i.

Rekreasi

j.

Gali latar belakang masalah dan beri alternatif pemecahan

k.
l.

Laksanakan program terapi dokter


Lakukan terapi keluarga

Penatalaksanaan medis (Rasmun,2001) :


1.

Obat anti psikotik

1. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma
sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental:
waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau,
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme kerja: Memblokade dopamine pada reseptor paska sinap di
otak khususnya sistem ekstra piramidal.
Efek samping:Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja
ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.

Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan


jantung, febris,ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran
disebabkan CNS Depresan.
2. Haloperidol (HP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam fungsi kehidupan sehari hari.
Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada
reseptor paska sinaptik neuron di otak khususnya sistem limbik dan sistim
ekstra piramidal.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).
Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan
jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
3. Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada
reseptor p aska sinaptik nauron diotak khususnya sistem limbik dan
sistem ekstra piramidal.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi,
gangguan irama jantung).
Kontra indikasi:Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
fibris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

TerapiFarmakologi:
PENGERTIAN
Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan
gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang
bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf). Pengobatan pada
gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi:
1.

Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka,


lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT)

2.

Psikoterapeutik

3.

Terapi modalitas

Terapisomatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif
menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada
kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan perlakuan fisik adalah fisik
klien, tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik
adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi1.
1.

Pengikatan

Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk


membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera
fisik pada klien sendiri atau orang lain.
2.

Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)

Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang


(Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule)
melalui electrode yang ditempelkan di bebrapa titik pada pelipis kiri/kanan
(lobus frontalis) klien.
3.

Isolasi

Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di


ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi
klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin
terjadi.
4.

Fototerapi

Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada


sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar ruangan dengan posisi
klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5 meter di depan klien diletakkan
lampu setinggi mata.
5.

Terapi Deprivasi Tidur

Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. Cocok diberikan
pada klien dengan depresi.
c.

Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang
maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis terapi modalitas antara
lain1 :
1.

Aktifitas Kelompok

Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi yang


didasarkan pada pembelajaran hubungan interpersonal.Fokus terapi
aktifitas kelompok adalah membuat sadar diri (self-awereness),
peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya.
2.

Terapi keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member perawatan


langsung pada setap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu
keluarga agar mampu melakukan lima tugas kesehatan yaitu mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, member

perawatan pada anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan


yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
3.

Terapi Rehabilitasi

Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain


atau berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi, rekreasi, gerak, dan musik.
4.

Terapi Psikodrama

Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien


dalam suatu drama. Drama ini member kesempatan pada klien untuk
menyadari perasaan, pikiran, dan perilakunya yang mempengaruhi orang
lain.
5.

Terapi Lingkungan

Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita


dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan
dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Upaya terapi harus
bersifat komprehensif, holistik, dan multidisipliner.
KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
1.

Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi

2.

Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka

3.

Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin


dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain

4.

Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter


akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental

5.

Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan


neurotransmitter

KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
1.

Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh,
mengatur jumlah dan kecepatan zat yang memasuki otak

2.

Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat


mempengaruhi sistem saraf

3.

Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi


akibat penggunaan obat penghambat dopamin, agar didapat keseimbangan
antara dopamin dan asetilkolin

4.

Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat


penggunaan obat penghambat acetilkolin

ECT:
Psikomotor:
Terapi okupasional:
TAK:
Rehabilitas:
III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik
aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari
pengkajian adalah sebagai berikut :
1.

Isolasi sosial : menarik diri

2.

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

3.

Resiko perubahan sensori persepsi

4.

Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang


lain

5.

Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.

6.

Intoleransi aktifitas.

7.

Kekerasan resiko tinggi.

A.

Masalah Utama

Kerusakan interaksi social : menarik diri


B.

Proses Terjadinya Masalah

Selain itu terdapat beberapa faktor predisposisi (pendukung) dan factor


presipitasi (pencetus) terjadinya gangguan hubungan sosial :
a.

Faktor Predisposisi

1)

Faktor perkembangan

Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman


selam proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap tumbuh
kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi kasih
sayang, perhatian dan kehangatan dari (pengasuh) pada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
2)

Faktor biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa kelainan


pada struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
dan volume otak diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3)

Faktor sosial budaya

Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukugn terjadinya


gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain
(lingkungan sosialnya).
b.

Faktor presipitasi (pencetus)

1)

Stresor sosial budaya

Stresor sosial budaya dapat menyebabkan gangguan dalam


berhubungan, misalnya keluarga yang labil.
2)

Stresor psikologis

Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan kemampuan individu


untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan (Menarik Diri).

5.

Mekanisme Sebab Akibat

Sebab : Harga diri rendah yang kronis


Mekanisme : Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa
malu sehingga klien lebih suka sendiri dan selalu menghidari orang lain.
Pasien mengurung diri sehingga hal ini dapat menyebabkan klien berfikir
yang tidak realistik.
Akibat : Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa ada rangsangan dari luar
yang dapat mempengaruhi semua sistem penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu baik. (Carpenito,1996)
Mekanisme : Menarik diri pada individu dapat mengakibatkan perubahan
persepsi sensori : halusinasi. Hal ini disebabkan karena dengan menarik
diri, klien hanya menerima rangsangan internal dengan imajinasi yang
berlebihan.

7.
No
.
1.

DAFTAR MASALAH

Data Fokus

Masalah

Etiologi

DO :Berbicara dan
tertawa sendiri

Perubahan
Persepsi
sensori
halusinasi

Isolasi sosial

Bersikap seperti
mendengar atau melihat
sesuatu.


Berhenti berbicara di
tengah kalimat seperti
mendengar sesuatu.

Disorientasi.

DS :

Pasien mengatakan :
Mendengar suara suara,
melihat gambaran tanpa
adanya stimulasi yang
nyata, mencium bau tanpa
stimulasi.

DO:-

Tidur berlebihan

Tidak memeprdulikan
lingkungan.

Kegiatan menurun,
mobilitas kurang

Klien tampak diam,


melamun dan menyendiri.
DS :

2.
3,

Klien mengatakan
lebih suka sendiri daripada
berhubungan dengan orang
lain.

DO :Klien tampak
lebih suka menyendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan,
menciderai diri/mengakhiri
kehidupan.
DS :

KLien mengatakan
saya tidak bisa, saya tidak
mampu, bodoh tidak tau apa
apa, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan rasa malu

Gangguan
isolasi sosial
: menari diri
Harga diri
rendah

Harga diri
rendah
Mekanisme
koping tidak
adekuat

terhadap diri sendiri.

2.

Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji

a.

Masalah Keperawatan

1)

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

2)

Isolasi Sosial : menarik diri

3)

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

b.

Data yang perlu dikaji

1)

Perubahanm persepsi sensori : halusinasi

a)

Data Subjektif

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata

Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang


nyata

Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus

Klien merasa makan sesuatu

Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya

Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar

Klien ingin memukul/melempar barang-barang

b)

Data Objektif

Klien berbicara dan tertawa sendiri

Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu


Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu

Disorientasi

2)

Isolasi sosial : menarik diri

a)

Data obyektif

Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar,


banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
b)

Data subyektif

Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab


dengan singkat, ya atau tidak
3)

Gangguan konseps diri: harga diri rendah

a)

Data obyektif

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri
b)

Data subyektif

Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa
apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri.

3.

Diagnosa Keperawatan

a.

Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.

b.

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

c.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak
efektifnya koping individu : koping defensif.

4.

Fokus Intervensi

a.
Perubahan persepsi sensori : halusinasi. berhubungan dengan
menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1)

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk


hubungan selanjutnya
Tindakan:
a)
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :

sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

perkenalkan diri dengan sopan

tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

jelaskan tujuan pertemuan

jujur dan menepati janji

tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar

klien
2)

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Rasional : Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya


dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaaan menarik diri
Tindakan :
a)
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya
b)
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c)
Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d)
Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3)
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasional :

Untuk mengetahui keuntungan dari bergaul dengan orang lain.

Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri.

Tindakan :
a)
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan

tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain

Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan

orang lain

Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan

perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain


b)
Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan

dengan orang lain

Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain

Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan

perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain


4)

Klien dapat melaksanakan hubungan social

Rasional :

Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri yang

biasa dilakukan.

Untuk mengetahui perilaku menarik diria dilakukan dan dengan

bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan destruktif.


Tindakan :
a)

Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

b)
Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :

KP

: Klien Perawat

K P P lain

: Klien Perawat Perawat lain

K P P lain K lain : Klien Perawat Perawat lain Klien lain

K Kel/ Klp/ Masy

: Klien Keluarga/Kelompok/Masyarakat

c)

Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai

d)

Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

e)
Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f)

Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

g)
Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
5)
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
Rasional : Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat
menyelesaikan masalah
Tindakan :
a)
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b)
Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain
c)
Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6)

Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

Rasional : memberikan penanganan bantuan terapi melalui pengumpulan


data yang lengkap dan akurat kondisi fisik dan non fisik pasien serta
keadaan perilaku dan sikap keluarganya
Tindakan :
a)

Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

salam, perkenalan diri

jelaskan tujuan

buat kontrak

eksplorasi perasaan klien

b)

Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :


perilaku menarik diri

penyebab perilaku menarik diri

akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

cara keluarga menghadapi klien menarik diri

c)
Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
d)
Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
e)
Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
7)

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Rasionalisasi : Dengan mengetahui prinsip yang benar dalam


menggunakan obat, akan meminimalkan terjadinya ketidakefektifan
pengobatan atau keracunan. Hal ini juga dimaksudkan untuk memotivasi
klien agar bersedia minum obat (patuh dalam pengobatan) dengan
kriteria evaluasi :

Klien dapat minum obat dengan prinsip yang benar

Mengetahui efek obat dan mengkomunikasikan dengan perawat

jika terjadi keluhan.


Tindakan :
a)
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
samping minum obat)
b)
Bantu dalam mengguanakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara, waktu)
c)
Anjurkan klien untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
d)
Beri reinforcement positif bila klien menggunakan obat dengan
benar.

b.

Isolasi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1)

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan :
a)
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapetutik
b)

sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

c)

Perkenalkan diri dengan sopan

d)
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
e)

Jelaskan tujuan pertemuan

f)

Jujur dan menepati janji

g)

Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya

h)

Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

2)
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Rasional :

Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas,

kontrol diri atau integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan


keperawatannya.

Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien

Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan

hanya karena ingin mendapatkan pujian


Tindakan :
a)

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

b)

Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative

c)

Utamakan memberikan pujian yang realistic

3)

Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

Rasional :

Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki

adalah prasyarat untuk berubah

Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk

tetap mempertahankan penggunaannya


Tindakan :
a)
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
b)

Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4)
Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Rasional :

Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya

sendiri

Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.

Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk

melaksanakan kegiatan

Tindakan :
a)
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan

Kegiatan mandiri

Kegiatan dengan bantuan sebagian

Kegiatan yang membutuhkan bantuan total

b)

Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

c)

Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5)
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya
Rasional :

Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan

motivasi dan harga diri klien

Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien

Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan

kegiatan yang bisa dilakukan


Tindakan :
a)
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b)

Beri pujian atas keberhasilan klien

c)

Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6)

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Rasional :

Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah

Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam

mempercepat proses penyembuhan klien.

Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.

Tindakan :
a)
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah
b)

Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat

c)

Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

DAFTAR PUSTAKA

1.
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3.
Jakarta : EGC. 1998
2.
Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik
Diri. Jakarta : FIK UI. 1999
3.
Townsed, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatri:pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan.
Edisi ketiga. Alih Bahasa: Novi Helera C.D. Jakarta. EGC. Jakarta1998.
4.

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Daftar Pustaka
Townsend M. C, (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri, Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan , Jakarta :
EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi


Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.
Stuart and Sundeen, Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa, alih
bahasa Hapid AYS, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
, (1998). Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan
Asuhan Keperawatan pada Kasus di Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
Direktorat Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Dep-Kes
RI, Jakarta.

Você também pode gostar