Você está na página 1de 14

Komplikasi fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan
patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Komplikasi fraktur
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.

b) Kompartement Syndrom
Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup.
Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Gejala
utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama pada
pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya
paralysis, dan berkurangnnya denyut nadi.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk
ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. Serangan biasanya 2-3 hari
setelah cedera.

d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.

f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

a) Delayed Union dan nonunion


Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak menyambung kembali.
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dnegan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal. Nonunion dari tulang yang telah patah dapat menajdi
komplikasi yang membahayakan Banyak keadaan yang menjadi predisposisi dari nonunion
seperti reduksi yang tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap
tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik cara terbuka maupun tertutup.
b) Malunion
Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Contoh yang khas adalah patah tulang paha
yang dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan
gerakan untuk rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya
sesudah gips dibuang ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar,
dan penderita tidak dapat mempertahankan posisi tubuhnya dalam posisi netral.
Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut
dapat kembali normal. Menurut kumar (1997), prinsip dasar penanganan fraktur adalah
aposisi dan immobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik. Pertimbanganpertimbangan awal saat menangani kasus fraktur adalah menyelamatkan jiwa penderita yang
kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan tubuh yang keluar dan kejadian shock,
kemudian baru menormalkan kembali fungsi jaringan yang mengalami kerusakan.

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti
jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila
lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi.
Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting
dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat
esensial dalam penyembuhan fraktur.

Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Fase hematoma

Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah
di sekitar fraktur. Pembuluh darah robek dan membentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Hematoma ini disertai dengan pembengkakan jaringan lunak. Sel-sel darah membentuk fibrin
guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast.Pada ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa milimeter dari garis
patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut. Stadium ini
berlangsung 24 48 jam.
2. Fase proliferatif
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel-sel periosteal dan endoosteal menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Kemudian, hematoma akan terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi
oleh tubuh. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan di sanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Bersamaan
dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari
lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari periosteum
dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu preses yang sama,
proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut sehingga menjembatani
permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulaupulau kartilago, yang mungkin banyak sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak
dalam penyembuhan tulang. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan
kalsium. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat resorbsi
kalsium untuk penyembuhan. Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik
dan osteogenik mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast yang mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang
yang mati. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan
polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature
atau young callus. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal makapada akhir stadium akan
terdapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut external
callus. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga
gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas,
callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela. Pada
setadium ini sebenarnya proses penyembuhan sudah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian
fibrous callus menjadi primary callus. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada
umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi
dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.

5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak dan tulang
sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang. Apabila
union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi
daerah fraktur di luar maupun di dalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis.
Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan
sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan
kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya.

Komplikasi
FRAKTUR

A. Pengertian:
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur
digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsi .
B. Klasifikasi fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.

b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur


5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
At axim : membentuk sudut.
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal : berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

C. Etiologi:
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

D. Patofisiologis :

Jenis fraktur :
-Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran
-Fraktur

inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

-Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.


-Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada
kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi
menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas, Grade
II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III, yang
sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi, merupakan
yang paling berat.
Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum
terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah
terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi,
dimana sel-sel pembentuk tulang premitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi
kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang akan merangsang
deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini
terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya
dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi
fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus
tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru
sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yanng rusak sehingga akhirnya
akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya

E. Manifestasi klinis:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau

beberapa hari setelah cedera.

F. Komplikasi fraktur
-Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
-Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
-Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
-Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di
dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
-Shock,
-Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70
sam pai 80 fraktur tahun.
-Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila
terjadi pada bedah ortopedil
-Infeksi
-Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
-Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.

G. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
Radiologi :
X-Ray
dapat
dilihat
gambaran
fraktur,
Venogram/anterogram menggambarkan arus
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.

H. Penanganan fraktur

deformitas
dan
vascularisasi. CT

metalikment.
scan untuk

Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian


fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

-Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan


rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi
terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur

-Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya


(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

-Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi


atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.
Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik
gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang
berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra
trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.

-Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada


penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;

-Mempertahankan reduksi dan imobilisasi


-Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
-Memantau status neurologi.
-Mengontrol kecemasan dan nyeri
-Latihan isometrik dan setting otot
-Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
-Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :

-Imobilisasi fragmen tulang.


-Kontak fragmen tulang minimal.
-Asupan darah yang memadai.

-Nutrisi yang baik.


-Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
-Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
-Potensial listrik pada patahan tulang.
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1.Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
2.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan
disuse
4. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas
5. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive

6.Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan


terhadap informasi, terbatasnya kognitif

RENPRA FRAKTUR

N
o

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Nyeri
akut Setelah
dilakukan
b/d
agen Asuhan
injuri
fisik, keperawatan . jam
fraktur
tingkat
kenyamanan klien
meningkat, tingkat
nyeri terkontrol dg
KH:
Klien
melaporkan
nyeri berkurang dg
scala 2-3

-Ekspresi

wajah

tenang
klien

dapat

Manajemen nyeri :

1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi ).

2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak


nyamanan.

3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik


untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya.

4. Kontrol

faktor
lingkungan
mempengaruhi
nyeri
seperti

yang
suhu

istirahat dan tidur


v/s dbn

ruangan, pencahayaan, kebisingan.

5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.


6. Pilih

dan lakukan penanganan


(farmakologis/non farmakologis).

nyeri

7. Ajarkan

teknik
non
farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..

8. Kolaborasi untuk pemberian analgetik


untuk mengurangi nyeri.

9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol


nyeri.

10. Kolaborasi

dengan dokter bila ada


komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
efek samping.

Resiko
terhadap
cidera
b/d
kerusakan
neuromuskul
er, tekanan
dan disuse

Setelah dilakukan
askep jam terjadi
peningkatan
Status
keselamatan
Injuri fisik dgn KH :

Memberikan
Klien:

posisi

yang

nyaman

untuk

-Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan


meningkatkan obsevasi pasien, beri pengaman
tempat tidur

Bebas dari cidera

-Periksa sirkulasi perifer dan status neurologi

Mampu mencegah -Menilai ROM pasien


cidera

-Menilai integritas kulit pasien.


-Libatkan banyak orang dalam memindahkan
pasien, atur posisi pasien yang nyaman

Sindrom
defisit
self
care
b/d
kelemahan,
fraktur

Setelah dilakukan
akep

jam
kebutuhan
ADLs
terpenuhi dg KH:

Bantuan perawatan diri

-Pasien dapat

-Monitor kebutuhan akan personal hygiene,

diri

berpakaian, toileting dan makan

-melakukan
aktivitas
hari.

-Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan

sehari-

-Kebersihan

diri
pasien terpenuhi

-Beri

bantuan sampai pasien


kemapuan untuk merawat diri

mempunyai

-Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.


-Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kemampuannya

-Pertahankan aktivitas perawatan diri secara


rutin

Risiko infeksi
b/d imunitas
tubuh primer
menurun,
prosedur
invasive,
fraktur

Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan

jam tidak terdapat


faktor
risiko
infeksi
dan
infeksi terdeteksi
dg KH:

Kontrol infeksi :

-Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien


lain.

-Batasi pengunjung bila perlu.


-Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci

-Tdk

ada tandatanda infeksi

tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

-Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci


-AL

normal
10.000 )

<

tangan.

-Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah


-Suhu normal ( 36 tindakan keperawatan.
37 C )

-Gunakan baju, masker dan sarung tangan

sebagai alat pelindung.

-Pertahankan lingkungan yang aseptik selama


pemasangan alat.

-Lakukan perawatan luka, drainage, dresing infus


dan dan kateter sesuai kebutuhan.

-Tingkatkan intake nutrisi dan cairan


-Kolaborasi untuk pemberian antibiotik sesuai
program.

-Jelaskan tanda gejala infeksi dan anjurkan u/


segera lapor petugas

-Monitor V/S

Proteksi terhadap infeksi

-Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan


lokal.

-Monitor hitung granulosit dan WBC.


-Monitor kerentanan terhadap infeksi..
-Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
-Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.

-Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.


-Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika
perlu-Anjurkan untuk istirahat yang cukup.
-Dorong peningkatan mobilitas dan latihan sesuai
indikasi

Kerusakan
mobilitas
fisik
berhubunga
n
dengan
patah tulang

Setelah dilakukan
askep jam terjadi
peningkatan
Ambulasi
:Tingkat
mobilisasi,

Terapi ambulasi

-Kaji

kemampuan
ambulasi

pasien

dalam

melakukan

Perawtan diri Dg
KH :

-Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan

-Peningkatan

-Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan

ambulasi

aktivitas fisik

-Ajarkan

pasien

berpindah

tempat

secara

bertahap

-Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan

-Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya


ambulasi dini

-Edukasi

pada

pasien

dan

keluarga

tahap

ambulasi

-Berikan reinforcement positip atas usaha yang


dilakukan pasien.

Kurang
pengetahua
n
tentang
penyakit dan
perawatanny
a b/d kurang
paparan
terhadap
informasi,
keterbatan
kognitif

Setelah dilakukan
askep
.
Jam
pengetahuan klien
meningkat dg KH:

-Klien

dapat
mengungkapkan
kembali
yg
dijelaskan.

-Klien

kooperatif
saat
dilakukan
tindakan

Pendidikan kesehatan : proses penyakit

-Kaji pengetahuan klien.


-Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala
serta komplikasi yang mungkin terjadi

-Berikan

informasi
perkembangan klien.

pada

keluarga

tentang

-Berikan informasi pada klien dan keluarga


tentang tindakan yang akan dilakukan.

-Diskusikan pilihan terapi


-Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi
dini

-jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan


muncul

Você também pode gostar