Você está na página 1de 41

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH KEAKRABAN ORANGTUA TERHADAP


PRESTASI BELAJAR PADA ANAK ATTENTION DEFICIT
HYPERACTIVE DISORDER

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana


Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Oleh:

ARUM ASTIKA SARI


20080310170

Oleh:

ARUM ASTIKA SARI


20080310170

FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Dalam masa pembangunan saat ini yang paling terkait untuk
meningkatkan dan mengangkat taraf hidup manusia adalah dengan
peningkatan sumber daya manusia (SDM). Salah satu cara untuk
meningkatkan sumber daya manusia adalah dengan memperbaiki atau
meluruskan tingkah laku manusia agar manusia dapat hidup dengan
selaras. Sehingga, untuk mendapatkan peningkatan kualitas tingkah
laku perlu mendapatkan perhatian pada seluruh siklus kehidupan
manusia,

terutama

pada

masa

kanak-kanak

agar

tidak

ikut

mempengaruhi kehidupan manusia.


Sebagaimana diketahui, tingkah laku dapat bersifat normal
(order) dan bersifat gangguan (behavioral disorder). Behavioral
disorder pada anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari semua
pihak. Tak banyak orang yang mengetahui bahwa anak-anak tersebut
mengalami gangguan tingkah laku, begitu pula dengan orangtuanya.
Salah satu bentuk dari gangguan tingkah laku adalah ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder). Menurut American Psychiatric
Assosiation (1994) dalam Diagnostic and Statistic Manual of Mental
Disorder edisi ke-4 (DSM-IV) mendefinisikan ADHD (Attention
Deficit

Hyperactivity

Disorder)

sebagai

suatu

gangguan
2

neurobehavioral yang menetap dengan gejala ketidakmampuan


memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas yang tidak
sesuai dengan perkembangannya.
ADHD merupakan gangguan pervasif yang terjadi setidaknya
pada dua tempat, misalnya lingkungan sekolah dan rumah, serta
mampu mengganggu fungsi akademik dan sosialnya.

Gejala

neurobehavioural sudah tampak dalam usia tujuh tahun dan menetap


selama lebih dari enam bulan (APA, 1994; WHO, 1993)
ADHD merupakan masalah yang cukup besar di Indonesia,
berdasarkan survei yang dilakukan oleh Damodoro (1989) di sekolah
dasar kecamatan Turi kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
menunjukkan bahwa prevalensi sebesar 9,5%. Berdasarkan asumsi
tersebut, jumlah anak yang menderita ADHD di sekolah dasar di
Indonesia pada tahun 2001 diperkirakan sebanyak 3,01 juta orang
(Saputro, 2001). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Amerika,
didapatkan prevalensi anak ADHD sekitar 8,2% (Larson et al., 2011).
Anak-anak ADHD cenderung memiliki kondisi kesehatan mental dan
perkembangan saraf yang berbeda dari anak normal. Hal tersebut
berhubungan dengan salah satu problem pada anak ADHD yaitu
kesulitan belajar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larson
et al., (2007) dilaporkan bahwa terdapat 46% anak ADHD dengan
kesulitan belajar dan 5% anak normal dengan kesulitan belajar. Dari
3

hasil penelitian tersebut, prevalensi kesulitan belajar pada anak ADHD


menunjukan angka yang cukup bermakna.
Untuk mengetahui adanya kesulitan belajar pada anak ADHD
dapat diukur berdasarkan keberhasilan prestasi belajarnya. Prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, biasanya ditunjukkan dengan nilai
tes yang diberikan oleh guru dalam bentuk laporan hasil belajar siswa
atau rapor.
Prestasi belajar seorang anak dapat mencerminkan kecerdasan
serta perkembangannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar seorang anak adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah semua faktor yang ada dalam diri
anak, sedangkan faktor eksternal adalah semua faktor yang berada di
luar diri anak, salah satunya adalah faktor keluarga.
Keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah, adaptasi atau perkawinan (WHO,
1969). Keluarga dapat dibentuk melalui ikatan perkawinan yang sah
yang bertujuan untuk mendapatkan kedamaian, kenyamanan, dan
ketenangan. Keharmonisan dalam keluarga membentuk lingkungan
masyarakat yang lebih baik dan sebagai akibatnya menentukan
kualitas kehidupan di masyarakat.

Dan di antara

tanda-tanda

kekuasaan-Nya

ialah

Dia

menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu


cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di
antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. ArRum: 21)
Keluarga merupakan tempat bercermin dari seorang anak.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang paling berpengaruh
terhadap prestasi belajar anak. Keadaan orangtua yang kurang
harmonis, orangtua yang kurang perhatian terhadap prestasi anak, dan
keadaan ekonomi yang lemah atau berlebihan akan menyebabkan
turunnya prestasi belajar anak (Hamalik, 2001).
Kunci dari semua itu adalah keakraban orangtua. Keakraban
orangtua merupakan komponen emosional yang harus diperhatikan
agar orangtua selalu bertindak bersama-sama dalam mengambil sikap
untuk menghadapi anaknya yang mengalami gangguan tingkah laku.

B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan
permasalahan penelitian yaitu apakah ada pengaruh keakraban
orangtua terhadap prestasi belajar pada anak ADHD.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh keakraban orangtua terhadap
prestasi belajar pada anak ADHD.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui kualitas keakraban orangtua yang memiliki
anak ADHD.
b. Untuk mengetahui prestasi belajar pada anak ADHD.

D. Manfaat penelitian
1. Dinas Kesehatan RI
Sebagai bahan kajian mengenai pengaruh keakraban
orangtua terhadap prestasi belajar pada anak ADHD.
2. Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
3. Orangtua
Sebagai bahan informasi untuk peningkatan keakraban
orangtua yang berdampak positif pada prestasi belajar anak
ADHD.
4. Masyarakat
Sebagai bahan informasi masyarakat, khususnya lembaga
pendidikan agar memberikan penyuluhan kepada orangtua yang
mempunyai anak ADHD.
E. Keaslian penelitian
Keaslian

penelitian

mengenai

hubungan

antara

tingkat

keakraban orang tua dengan tingkat prestasi belajar pada anak ADHD

belum pernah dilakukan. Penelitian dengan variabel yang mirip antara


lain:
1. Rianita (2007) dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul
Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Prestasi Belajar Siswa
Kelas II SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.
Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel
dependennya yaitu prestasi belajar dan instrumen yang digunakan
yaitu nilai rapor siswa.
Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah pada lokasi yaitu
di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan pada variabel
independennya yaitu pola asuh orangtua. Subjek penelitian ini
tidak membedakan antara orangtua yang mempunyai anak ADHD
atau tanpa ADHD. Sedangkan pada penelitian ini lokasinya di SD
Taman

Siswa

Yogyakarta,

variabel

independennya

adalah

keakraban orangtua, dan hanya berfokus pada orangtua yang


memiliki anak ADHD saja.
2. Aristiani (2008) dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul
Perbedaan

Keakraban

Suami

Istri

yang

Memiliki

Anak

Hiperkinetik dan yang Tidak Memilki Anak Hiperkinetik di


Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Desa Taman Tirto Kecamatan
Kasihan Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Persamaan pada penelitian ini adalah

pada

variabel

independennya yaitu keakraban orangtua (suami istri).

Perbedaan penelitian tersebut adalah tempat yang diteliti yaitu


SD Negeri Ngrukeman Desa Taman Tirto kecamatan Kasihan
kabupaten

Bantul

Yogyakarta,

dan

peneliti

tersebut

membandingkan dua variabel dependennya yaitu antara anak


ADHD dan tanpa ADHD. Sedangkan pada penelitian ini lokasinya
di SD Taman Siswa Yogyakarta dan hanya berfokus pada satu
variabel dependen yaitu prestasi anak ADHD.
Dari kedua kemiripan penelitian tersebut diatas, penulis
menyimpulkan bahwa penelitian mengenai pengaruh keakraban orang
tua terhadap prestasi belajar pada anak ADHD belum pernah
dilakukan,

maka

diharapkan

penelitian

ini

akan

membantu

mengembangkan penelitian yang serupa sebelumnya dan yang akan


datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keakraban orangtua
Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan
ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang
dapat membentuk keluarga. Menurut Depkes RI (1998) keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Sedangkan
menurut WHO (1969) keluarga merupakan anggota rumah tangga
yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adaptasi atau
perkawinan.
Menurut Undang-Undang no. 1 tahun 1974 pengertian
pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum
perkawinan masing-masing agama dan kepercayaannya serta tercatat
oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang
berlaku.

Dalam ikatan perkawinan terdapat tiga komponen yang


mendasari kokohnya suatu hubungan (Sternberg, 1986), yaitu: 1)
komitmen, 2) keakraban, 3) nafsu. Komitmen merupakan komponen
kognitif. Pada tahap awal hubungan, hal ini berarti keputusan menjalin
cinta dengan seseorang. Pada tahap lanjut menunjukan keputusan
seseorang untuk terus mencintai seseorang.
Keakraban merupakan komponen emosional. Hal ini menunjuk
pada perasaan kedekatan atau keterikatan dengan seseorang, dan
mencakup kemampuan satu sama lain untuk menceritakan pikiranpikiran

terdalam,

kecemasan-kecemasan,

harapan-harapan,

dan

impian-impian.
Nafsu merupakan komponen motivasional. Hal ini menunjuk
pada aspek romantis dan seksual dalam hubungan. Nafsu merupakan
gejolak fisiologis dan kebutuhan untuk bersatu dengan pasangannya.
Nafsu memiliki dua komponen, yaitu daya tarik dan daya negatif. Bila
salah satu pihak menolak, maka dapat terjadi withdrawl symptoms
(menarik diri) dan depresi.
Apabila dalam ikatan perkawinan ketiga komponen tersebut
tidak seimbang maka akan berpengaruh pada kehidupan rumah
tangganya. Hubungan yang didominasi oleh keakraban dengan

10

minimnya komitmen dan nafsu akan menyebabkan perasaan kosong


dalam suatu hubungan. Sehingga, dapat memunculkan permasalahan,
yaitu ketidaksuksesan dalam ikatan perkawinan.
Keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri atas elemenelemen yang saling terkait antara satu dengan lainnya dan memiliki
hubungan yang kuat untuk menjalankan fungsi-fungsinya. Fungsifungsi keluarga menurut WHO (1978) adalah sebagai berikut: 1)
fungsi biologis, 2) fungsi psikologis, 3) fungsi sosialisasi, 4) fungsi
ekonomi, 5) fungsi pendidikan.
Fungsi biologis dalam keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan
gizi keluarga, serta memelihara dan merawat anggota keluarga. Fungsi
psikologis contohnya adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman,
memberikan

perhatian

di

antara

anggota

keluarga,

membina

pendewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan


identitas keluarga. Di sisi lain keluarga juga mempunyai fungsi
sosialisasi dimana keluarga berfungsi untuk membina sosialisasi pada
anak, membina norma-norma tingkah laku yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak, dan meneruskan nilai-nilai keluarga. Tak kalah
pentingnya keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi. Satu atau dari
beberapa anggota keluarga mencari sumber-sumber penghasilan untuk

11

memenuhi

kebutuhan

keluarga,

pengaturan

dan

penggunaan

penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, serta


menabung untuk investasi di masa yang akan datang, misalnya
pendidikan anak, jaminan di hari tua. Selanjutnya, keluarga
mempunyai fungsi pendidikan, dimana fungsi pendidikan dapat
ditunjukkan

dengan

menyekolahkan

anak

untuk

memberikan

pengetahuan, ketrampilan, dan membentuk perilaku sesuai dengan


bakat dan minat yang dimilki; mempersiapkan anak untuk kehidupan
dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang
dewasa;

dan

mendidik

anak

sesuai

dengan

tingkat-tingkat

perkembangannya.
Menurut Gunarsa (1995) dalam keluarga yang ideal (lengkap)
maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran
ayah dan peran ibu. Peran ibu adalah 1) memenuhi kebutuhan biologis
dan fisik, 2) merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra, dan
konsisten, 3) mendidik, mengatur dan mengendalikan anak, 4) menjadi
contoh dan teladan bagi anak. Sedangkan peran ayah adalah 1) ayah
sebagai pencari nafkah, 2) ayah sebagai suami yang penuh pengertian
dan memberi rasa aman, 3) ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak,
4) ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, dan
mengasihi keluarga.

12

B. Prestasi belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan suatu proses,
sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.
Untuk memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar
harus bertitik tolak kepada pengertian prestasi dan belajar itu sendiri.
Muray dalam Beck (1994) mendefinisikan prestasi sebagai
berikut: To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do
something difficult as well and as quickly as possible. Yang memiliki
arti Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih
kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan sebaik dan
secepat mungkin. Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit
yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Sedangkan belajar
mengandung pengertian proses perubahan yang relative tetap dalam
perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman (Winataputra, 1995).
Winkel

(1996)

mengemukakan

bahwa

prestasi

belajar

merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka


prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan
menurut Gunarso (1993) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah
usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan
usaha-usaha belajar. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak
13

mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan,


maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau
dengan kata lain ia mengalami kegagalan di dalam proses belajar.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari
pengukuran yang dilakukan setelah proses pembelajaran terhadap
peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor
yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang
relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian
usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun
kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak
pada periode tertentu. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut,
prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa
dalam proses pembelajaran dalam bentuk rapor.
Aspek-aspek

belajar

menurut

Taksonomi

Bloom

dkk.,

diklasifikasikan dalam tiga domain, yaitu 1) aspek kognitif, 2) aspek


afektif, 3) aspek psikomotorik.
Aspek kognitif merupakan kemampuan berfikir, termasuk di
dalamnya

kemampuan

menghafal,

memahami,

mengaplikasi,

menganalisis, mensintesis, dan kemampuan evaluasi (Depdiknas,


2004).
Aspek

afektif

adalah

kecenderungan

seseorang

untuk

menerima atau menolak suatu objek bedasarkan nilai yang


14

dianggapnya baik atau tidak baik. Belajar sikap berarti memperoleh


kecenderungan

untuk

menerima

atau

menolak

suatu

objek,

berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau
berharga (sikap positif) dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap
negatif) (Sanjaya, 2006).
Aspek psikomotor adalah aspek yang berhubungan dengan
aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul,
dan sebagainya. Bloom (1979) berpendapat bahwa aspek psikomotor
berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan.
Adanya bentuk perubahan dalam proses belajar harus melalui
proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu
dan di luar individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses
dan hasil belajar, yaitu: 1) faktor internal, meliputi: kesehatan;
intelegensi; minat dan motivasi; serta cara belajar, 2) faktor eksternal,
meliputi: lingkungan keluarga; lingkungan sekolah; serta lingkungan
masyarakat.
Apabila kesehatan anak terganggu dengan sering sakit kepala,
pilek, demam dan lain-lain, maka hal ini dapat membuat anak tidak
bergairah untuk mau belajar. Secara psikologi, gangguan pikiran dan
perasaan kecewa karena konflik juga dapat mempengaruhi proses
belajar.
15

Faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak bisa


diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar, dikarenakan faktor
intelegensi dan bakat memiliki pengaruh terhadap kemampuan belajar
anak. Tingkat intelegensi yang tinggi akan berhasil daripada yang
mempunyai tingkat intelegensi yang rendah (Slameto, 1995). Semakin
tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar
peluang untuk meraih sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan
intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk
meraih sukses (Muhibbin, 1999).
Minat dan motivasi merupakan hal yang penting sebagai motor
penggerak dalam proses belajar mengajar. Minat adalah perubahan
energi dalam diri pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2001).
Sedangkan, motivasi merupakan segala daya yang mendorong manusia
untuk melakukan sesuatu (Nasution, 1995).
Tanpa adanya tujuan, orang tidak akan berminat untuk berbuat
sesuatu. Tetapi dengan adanya minat dan motivasi diharapkan anak
mampu mendapatkan hasil yang memuaskan dalam setiap kegiatan.
Hal ini dikarenakan minat dan motivasi memberi semangat kepada
siswa dalam kegiatan-kegiatan belajarnya.
Terdapat 2 macam motivasi menurut Djamarah (2002), yaitu:
1) motivasi intrinsik, motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu

16

sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu, 2) motivasi ekstrinsik,


motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsangan dari
luar.

Motivasi

belajar

dikatakan

ekstrinsik

bila

anak

didik

menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar.


Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di
luar hal yang dipelajarinya.
Faktor intinsik yang lain adalah cara belajar yang meliputi
bagaimana teknik belajar, bagaimana bentuk catatan buku yang dibuat
oleh anak, pengaturan waktu yang baik, tempat serta fasilitas belajar.
Selain faktor-faktor intrinsik di atas, terdapat faktor ekstrinsik
yang juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor
ekstrinsik yang paling berpengaruh terhadap prestasi belajar anak
adalah lingkungan keluarga. Keadaan keluarga yang kurang harmonis,
orang tua kurang perhatian terhadap prestasi belajar anak dan keadaan
ekonomi yang lemah atau berlebihan dapat menyebabkan turunnya
prestasi belajar anak (Hamalik, 2001). Cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan juga akan
memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar anak (Slameto, 2003).
Lingkungan

sekolah

pun

memiliki

andil

yang

cukup

berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Kondisi lingkungan


sekolah yang dapat mempengaruhi kondisi belajar antara lain adanya
guru yang baik dan jumlah yang memadai sesuai dengan bidang studi
17

yang ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung


sekolah yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses
belajar yang baik, adanya teman dan keharmonisan di antara semua
personil sekolah (Hakim, 2002).
Aspek lingkungan sekolah meliputi: 1) relasi guru dengan
siswa, 2) relasi siswa dengan siswa, 3) sarana belajar, 4) displin
sekolah.
Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab
menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar. Siswa yang
merasa jauh dari guru, maka anak akan segan berpartisipasi aktif
dalam belajar. Bila di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara
tidak sehat, maka jiwa kelas tidak terbina bahkan hubungan
kebersamaan siswa akan tidak tampak. Sarana belajar yang cukup
memadai membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar. Peraturan
sekolah yang tegas dan tertib akan membantu kedisiplinan siswa dalam
menjalankan kegiatan belajar (Slameto, 2003).
Selain

lingkungan

keluarga

dan

lingkungan

sekolah,

lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu faktor ekstrinsik.


Lingkungan masyarakat yang diharapkan adalah masyarakat yang
berpendidikan dan memiliki moral yang baik, sehingga hal tersebut
dapat sebagai pemicu anak untuk lebih giat belajar.

18

C. ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)


ADHD

merupakan

singkatan

dari

Attention

Deficit

Hyperactivity Disorder, atau dalam bahasa Indonesia disebut


Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH). ADHD
berawal dari penelitian Prof. George F. Still , seorang dokter Inggris
pada tahun 1902. Penelitian tersebut ditujukan kepada sekelompok
anak yang menunjukan suatu ketidakmampuan abnormal untuk
memusatkan perhatian yang disertai dengan rasa gelisah dan resah.
ADHD adalah suatu gangguan neurobiologis di dalam otak
yang dapat secara parah mengancam tumbuh kembang seorang anak
(Paternotte, 2010). Hal tersebut terjadi berawal dari masa kanak-kanak
dan dapat berlanjut ke masa dewasa.
ADHD adalah sebuah nama untuk gangguan perilaku dengan
gejala-gejala: 1) gangguan pemusatan perhatian dan kosentrasi
(inattention),

2)

impulsivitas

(impulsivity),

3)

hiperaktifitas

(hyperactivity).
ADHD ditandai oleh perhatian yang buruk atau ciri
hipeaktivitas dan impulsivitas atau keduanya yang tidak sesuai dengan
usianya (Kaplan dan Sadock, 1997).
Tingkat prevalensi anak ADHD bervariasi antara 3% sampai
5% (APA, 1994). Insidensi pada anak laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan anak perempuan dengan rasio 3:1 sampai 5:1.

19

Anak-anak ADHD akan sangat kesulitan mempertahankan


perhatiannya pada suatu tugas tertentu (Paternotte, 2010). Kesulitan ini
disebabkan

karena

adanya

rangsangan-rangsangan

luar

yang

mengganggu mempertahankan perhatiannya. Rangsangan-rangsangan


tersebut berasala dari segala sesuatu yang berkaitan dengan panca
indra., yaitu apa yang diliat, didengar, dirasakan dan dicium oleh indra
penghidunya.
mendorong

Anak-anak

ADHD

rangsangan-rangsangan

kesadarannya.

Gejala

inattention,

mempunyai

kesulitan

untuk

tersebut

menjauh

dari

antara

lain

tidak

suka

memperhatikan lawan bicara, sering kehilangan barang-barang penting


miliknya (seperti pensil, buku, alat-alat tulis lainnya) di sekolahnya
(Delphie, 2009).
Anak dengan ADHD biasanya sangat impulsif. Anak ADHD
berbuat tanpa memikirkan akibat apa yang akan terjadi. Mereka
mempunyai kekurangan pada kerja sistem kontrol yang merupakan
fungsi rem, yang dapat mengatur perilaku mereka (Paternotte, 2010).
Contoh dari gejala impulsivitas, antara lain mempunyai sifat suka
berkata tanpa dipikirkan terlebih dahulu, khususnya menjawab suatu
pertanyaan yang disampaikan guru kepadanya sedangkan kalimat
pertanyaan belum selesai diucapkan, dan sulit untuk menunggu giliran
untuk melakukan salah satu kegiatan sekolah (Delphie, 2009).

20

Hiperaktivitas

pada anak ADHD meliputi

menunjukan

perasaan kegelisahan, selalu sulit untuk tetap duduk di kursi dalam


beberapa menit, dan selalu pergi meninggalkan kursi duduknya saat di
sekolah.
Menurut Paternotte (2010) penyebab ADHD kini sudah
semakin jelas, yaitu karena adanya faktor genetik sebagai faktor
terbesar, adanya fungsi yang berbeda di dalam otak, dan faktor
lingkungan memegang peranan penting.
Faktor

genetik

memegang

peranan

terbesar

terjadinya

gangguan perilaku ADHD. Hal ini dapat terlihat pada sebagian besar
keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang berkelainan secara
psikopatologi, pada umumnya mempunyai anak hiperaktif. Kelainan
psikopatologi dalam hal ini termasuk adanya gangguan tingkah laku,
gangguan suasana hati, rasa ketakutan yang tidak menentu sebabmusababnya, dan penyalahgunaan pemakaian obat-obat penenang
(Delphie, 2009). Anak dengan orang tua yang menyandang ADHD
mempunyai

delapan

kali

kemungkinan

mempunyai

resiko

mendapatkan anak ADHD (Paternotte, 2010)


Dari beberapa penelitian dapat ditemukan adanya beberapa
perbedaan baik dalam fungsi maupun bentuk pada otak anak ADHD
dan tanpa ADHD. Volume otak pada penderita ADHD lebih kecil
dibandingkan dengan anak normal. Dari publikasi kelompok New
21

York menunjukkan bahwa 152 anak-anak (usia 5-18 tahun) dengan


ADHD dan 139 anak tanpa ADHD, akan terlihat bagian otak dari
anak-anak ADHD 3% lebih kecil daripada sebayanya yang tanpa
ADHD.

Pada

bagian

pre-frontal,

korpus

kalosum

yang

menghubungkan belahan otak kiri dan kanan, otak kecil dan di


berbagai nukleus basalis. Di beberapa bagian belahan otak kanan pada
anak ADHD tampak lebih kecil bila dibandingkan dengan anak tanpa
ADHD (Paternotte, 2010).
Pada sistem kimiawi otak, pada anak ADHD kemungkinannya
adalah gangguan ini dikarenakan oleh dua sistem neurotransmiter,
yaitu sistem dopamine dan sistem adrenalin. Sebuah penelitian tentang
orang dewasa dengan ADHD dan kelompok control menunjukkan
bahwa orang dewasa dengan ADHD rata-rata mempunyai 70%
aktivitas dengan dopamine-transporter lebih tinggi, dan juga bahwa
neurotransmitter ini pada orang normal akan menurun dengan
meningkatnya

usia,

tetapi

tidak

terjadi

pada

orang

ADHD

(Paternotte,2010).
Menurut Paternotte (2010), pada anak ADHD terdapat
gangguan yang menyertainya, salah satunya yaitu kesulitan belajar.
Pada beberapa anak ADHD yang mempunyai tingkat IQ normal atau
tinggi sekalipun tetap mempunyai masalah dalam pelajaran membaca
dan berhitung. Pada penelitian terdapat 20-30% dari anak ADHD
22

mempunyai gangguan belajar seperti disleksia (gangguan membaca),


disorthografi (gangguan mengeja), diskalkulia (gangguan berhitung),
dispraksia (gangguan motorik), dan disfasia (gangguan bicara dan
bahasa). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larson et al.,
(2007) dilaporkan bahwa terdapat 46% anak ADHD dengan kesulitan
belajar.
Tabel 1. Kriteria diagnosis ADHD menurut DSM IV, yaitu:
Kriteria A. Jika terdapat (1) dan/atau (2) gejala dibawah ini.
1) Kurangnya pemusatan perhatian: setidaknya mempunyai enam
dari tujuh gejala-gejala di bawah ini yang setidaknya berlangsung
enam bulan lamanya dan tidak bertumpang tindih dengan tingkat
kecerdasan yang rendah:
Kurangnya
a) Seringkali tidak baik dalam melihat hal-hal yang
pemusatan

detail, atau dalam mengerjakan tugas sekolah

perhatian

serta dalam kegiatan-kegiatan lain membuat


kesalahan-kesalahan karena ketidaktelitian;
b) Sering kesulitan memusatkan perhatian untuk
sebuah tugas atau permainan;
c) Sering

tampak

tidak

mendengarkan

bila

seseorang berbicara terhadapnya;


d) Sering kesulitan mengikuti sebuah instruksi
secara penuh atau saat harus mengerjakan tugas

23

sekolah, melakukan pekerjaan atau tugas-tugas


lain tidak sesuai (bukan dikarenakan perilaku
membangkang atau juga bukan karena tidak
mampu memahami instruksi);
e) Sering kali kesulitan mengorganisasi aktivitas dan
tugas;
f) Sering

meninggalkan

tugas-tugas

yang

membutuhkan waktu yang lama (misalnya,


pekerjaan

sekolah

dan

pekerjaan

rumah);

membencinya atau tidak mau memulainya;


g) Sering

kehilangan

barang-barang

yang

dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas atau


aktivitas lain (misalnya mainannya, latihanlatihan dari sekolah, pensil, buku, dan alat-alat
kerja);
h) Sering mudah beralih perhatian;
i) Sering kali lupa pada hal-hal yang sederhana.
2) Hiperaktivitas/impulsivitas: setidaknya enam dari gejala-gejala
sebagai berikut dan enam bulan lamanya yang sesuai dengan
kriteria, dan tidak bertumpang tindih dengan tingkat kecerdasan
rendah:
Hiperaktivitas

a) Tangan atau kaki sering bergerak-gerak tidak

24

tenang atau bergoyang-goyang di kursinya;


b) Berdiri dari tempat duduknya di dalam kelas
atau dalam situasi lain di mana seharusnya anakanak duduk di tempatnya;
c) Sering

berlari-lari

tidak

pada

tempatnya,

berkelilingan, atau mengerjakan yang tidaktidak (yang pada orang dewasa dapat tetap diam
hingga dapat memunculkan peranan subjektif
dari ketenangan);
d) Sulit untuk bermain atau kegiatan lain secara
tenang;
e) Sering melakukan suatu hal terus menerus;
Impulsivitas

f) Sering berbicara terus-menerus;


j) Melempar jawaban sebelum pertanyaan selesai;
k) Mengganggu kegiatan anak lain dan meminta
perhatian;

l) Sering kali sulit menunggu giliran;


Kriteria B. Kriteria ini berlaku bagi anak usia tujuh tahun bila terdapat
gejala-gejala dalam bidang hiperaktivitas, impulsivitas, atau gangguan
pemusatan perhatian, yang menyebabkan terganggunya ia dalam
berfungsi.
Kriteria C. Gangguan fungsi yang disebabkan karena pengaruh
gejala-gejala tersebut sekurang-kurangnya berada di dua tempat

25

(misalnya, rumah dan sekolah).


Kriteria D. Harus ada tanda-tanda yang jelas dan signifikan secara
klinis bahwa ia mengalami gangguan fungsi dalam bidang sosial atau
belajar atau pekerjaaanya.
Kriteria E. Gejala-gejala yang muncul bukan merupakan gangguan
perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikiatrik
lainnya (misalnya gangguan stemming, gangguan rasa takut, atau
gangguan kepribadian).
Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat tiga tipe ADHD, yaitu:
1. ADHD tipe kombinasi, jika kriteria A1 dan A2 terjadi bersamasama selama enam bulan terakhir.
2. ADHD predominan tipe inattentive, jika kriteria A1 di temukan
dan terjadi selama enam bulan terakhir.
3. ADHD predominan tipe hyperactive-impulsive, jika kriteria A2
ditemukan dan terjadi selama enam bulan terakhir.

26

D. Kerangka teori

Faktor eksternal:
-

Lingkungan
keluarga

Lingkungan
sekolah

Lingkungan
masyarakat

kurang
Keakraban orangtua:
-

Komitmen

Keakraban

Nafsu

Proses pendidikan

Prestasi belajar anak


ADHD

cukup

(nilai rapor)
baik

Faktor internal:
-

Kesehatan

Intelegensi

Minta dan
motivasi

Cara belajar

27

E. Hipotesis
Keakraban orangtua mempengaruhi prestasi belajar pada anak
ADHD.

28

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Penelitian ini bersifat analitik non-eksperimental dengan
pendekatan cross-sectional (potong lintang).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada keluarga yang mempunyai anak
ADHD yang bersekolah di SD Pujokusuman 1 Yogyakarta. Penelitian
dilakukan pada bulan Mei 2011 hingga selesai.
C. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keluarga dan anak ADHD yang bersekolah di SD Pujokusuman 1
Yogyakarta.
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada SD Pujokusuman 1
Yogyakarta. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 responden,
yaitu keluarga yang mempunyai anak ADHD.
Kriteria inklusinya, yaitu:

29

a. Anak Sekolah Dasar usia 6 12 tahun


b. Memiliki orangtua kandung lengkap.
c. Bersedia mengisi kuisioner.
Kriteria eksklusinya, yaitu:
a. Anak Sekolah Dasar usia < 6 tahun dan >12 tahun.
b. Tidak memiliki orangtua kandung dan lengkap.
c. Tidak bersedia mengisi kuisioner.
D. Variable penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang akan diukur yaitu:
1. Variabel independent
Variabel independent dari penelitian ini adalah keakraban
orangtua.
2. Variabel dependent
Variabel dependent dari penelitian ini adalah prestasi
belajar pada anak ADHD.
E. Definisi Operasional
Keluarga adalah ayah, ibu atau wali yang tinggal satu rumah
dengan anak. Keluarga dibentuk melalui pernikahan. Pernikahan
dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masingmasing agama dan kepercayaannya serta tercatat oleh lembaga yang
berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

30

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah


gangguan tingkah laku yang bersifat pervasif dan gejalanya sudah
tampak sejak usia 7 tahun dan menetap selama lebih dari 6 bulan.
Meliputi ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan
impusivitas yang tidak sesuai dengan usia perkembangannnya.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang dalam usaha
belajarnya di sekolah yang dinyatakan dalam nilai rapornya.
F. Instrument Penelitian
1. Instrumen keakraban orangtua

Instrumen keakraban orangtua merupakan kuisioner untuk


mengukur dan menilai seberapa jauh rasa memiliki, keintiman,
komunikasi

orangtua.

Instrumen

keakraban

orangtua

ini

mempunyai 15 butir pertanyaan. Tiap tiap butir pertanyaan


mengandung makna bahwasannya seberapa jauh komunikasi
pasangan terealisasikan. Karena tujuan dari komitmen orangtua
salah satunya adalah hidup untuk saling berbagi emosianal dan
keintiman fisik, berbagai tugas yang harus dilakukan, dan sumber
mata pencaharian untuk bertahan hidup. Maka instrumen ini
dirancang untuk mengukur keakraban orangtua yang akan
diberikan kepada pihak suami maupun istri.
Instrumen ini dibuat oleh Prof. Dr. Makmuri dan
Sudiyanto pada tahun 2006 dan sudah divalidasi.
2. Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI)

31

Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia


(SPPAHI) adalah instrumen penilai perilaku yang dirancang
khusus untuk menilai perilaku anak (usia 6-13 tahun) dengan
Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder-ADHD). Instrumen ini dirancang dan
dikembangkan sesuai dengan perilaku anak ADHD di Indonesia.
Penelitian pengembangan SPPAHI dilakukan di Jakarta, dengan
jumlah responden 413 anak, kelompok kontrol 300 orang dan
kelompok kasus 113 orang, laki-laki 191 orang dan Perempuan
222 orang, yang berasal dari 10 Sekolah Dasar di DKI Jakarta.
SPAAHI terdiri dari 35 butir, merupakan narrow band scale, yang
terdiri dari dua struktur utama yaitu faktor tidak mampu
memusatkan perhatian (inattention) dan faktor hiperaktivitasimpulsivitas (hyperactivity-impulsivity).
SPPAHI digunakan sebagai pedoman pemeriksa perilaku
anak untuk deteksi dini ADHD oleh orang tua (sensitivitas 61,3%,
spesifitas 76,8%, PPV 0,48%, NPV 0,89%) dan guru (sensitivitas
62,5%, spesifitas 70,1%, PPV 0,43%, NPV 0,89%). SPPAHI juga
digunakan sebagai pedoman pemeriksa perilaku anak oleh dokter
untuk membuat diagnosis ADHD (sensitivitas 82,7%, spesifitas
79,7%, PPV 0,71%, NPV 0,89%)
Cutoff score untuk tiaptiap pemeriksaan adalah >30
Orang tua, >29 Guru, >22 Dokter. Anak dengan skor SPPAHI
32

lebih besar dari CutOff Score dinyatakan sebagai beresiko tinggi


mengalami

Gangguan

Pemusatan

Perhatian/Hiperaktivitas

(GPPH) atau Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD).


Anak berisiko tinggi dianjurkan untuk segera dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan prosedur pemeriksaan
anak dengan GPPH.
Instrumen ini dibuat oleh Dr. dr. Dwijo Saputro, SpKj (K)
pada tahun 2007 dan sudah divalidasi.
3. Nilai Akhir Siswa (rapor)
Pengambilan data prestasi anak ADHD berdasarkan rata-rata
nilai rapor. Klasifikasi nilai rerata rapor, yaitu:
a. Sangat baik : 8,0
b. Baik
: 7,0 7,9
c. Cukup
: 6,0 6,9
d. Kurang
: < 6,0
Rapor sebagai rumusan terakhir sesaat daripada penilaian hasilhasil pendidikan. Maksud penilaian hasil-hasil pendidikan itu adalah
untuk mengetahui sudah sejauh manakah kemajuan anak didik. Hasil
daripada tindakan mengadakan penilaian itu lalu dinyatakan dalam
suatu pendapat yang perumusannya bermacam-macam. Ada yang
menggolongkan dengan A, B, C, D dan E. selain itu, ada yang
menggolongkan dengan 11 skala, yaitu skala 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1
dan 0. Pada tiap akhir masa tertentu, sekolah mengeluarkan rapor
tentang kelakuan, kerajinan dan kepandaian murid-murid yang
menjadi tanggungjawabnya. Rapor itu merupakan perumusan yang
diberikan oleh guru kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya
33

selama masa tertentu itu, yaitu selama empat atau enam bulan.
(Suryabrata, 1989).
Prestasi belajar dikategorikan kurang (x < (-1,0)); cukup ((1,0) x < (+1,0)); baik ((+1,0) x) (Aswar, 2003). Aplikasi
pada tingkat prestasi dengan = 8,1 dan = 2,1 diperoleh kategori
skor sebagai berikut:
x < 6 dengan kategori kurang
6 x < 10 dengan kategori cukup
10 x
dengan kategori baik
G. Alur Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu: 1) tahap
persiapan, 2) tahap pelaksanaan, 3) tahap akhir.
Kegiatan dalam tahap persiapan ini adalah telaah masalah,
penetapan topik penelitian, telaah pustaka, penyusunan proposal,
penyusunan instrument, dan penyelesaian ijin penelitian. Tahap
persiapan ini terlaksana pada bulan Maret-Mei 2011.
Pada tahap pelaksanaan dilakukan pemberian surat ijin
penelitian kepada pihak sekolah yang akan diteliti. Pengumpulan data
dilakukan pada jam-jam sekolah dengan cara peneliti datang ke SD
Pujokusuman 1 Yogyakarta dan menemui ayah atau ibu yang sedang
menunggui anak sekolah. Setelah peneliti memperkenalkan diri,
memberi penjelasan tentang penelitian yang dilakukan, pengisian

34

kuisioner, serta menanyakan kesediaan untuk menjadi responden maka


peneliti membagikan kuisioner kepada responden untuk diisi.
Responden diberi kebebasan apakah mau mengisi kuisioner pada saat
itu juga atau kuisioner dibawa pulang dengan ketentuan harus
dikembalikan kepada peneliti paling lama dua hari. Selanjutnya, untuk
mendapatkan data prestasi belajar peneliti melihat arsip nilai rapor
siswa SD Pujokusuman 1 Yogyakarta dengan cara meminjam rapor
kepada wali kelas.
Kemudian data yang sudah terkumpul diolah untuk dianalisa
lebih lanjut. Hasil jawaban kuisioner dari masing-masing responden
diberi skor dan dijumlahkan. Selanjutnya peneliti melakukan uji
normalitas pada data keakraban orang tua dan prestasi belajar dengan
menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Setelah data terkumpul
dilakukan pengolahan data diawali dengan coding, scoring kemudian
dianalisa dengan program komputer SPSS 17.0. menggunakan uji
regresi linier sederhana untuk mengetahui pengaruh keakraban
keluarga terhadap prestasi belajar anak ADHD.
Pada tahap akhir, setelah pengumpulan dan pengolahan data
selesai

dilakukan,

peneliti

menyusun

laporan

penelitian

dan

kesimpulan dilanjutkan dengan seminar hasil.

35

H. Teknik Analisa Data


Adapun langkah-langkah dalam analisa data meliputi:
1. Editing
: mengedit kuisioner yang telah diisi
2. Coding
: memberi kode tertentu untuk setiap kelompok
pertanyaan
3. Tabulating : data nilai dikumpul dan dikelompokan secara teliti dan
teratur ke dalam bentul label
4. Analizing : Pengolahan data dengan menggunakan bantuan
komputer.
Data yang telah terkumpul dianalisis secara statistik menggunakan
uji regresi liner sederhana pada program komputer SPSS 17.0.

DAFTAR PUSTAKA
Abror, A.R. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Ahmadi, A., Supriyanto, W. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Beck, J. 1994. Kunci Sukses Meningkatkan Kecerdasan Anak. Jakarta:
Delaprasta.
Beck, J. 2003. Meningkatkan Kecerdasan Anak. Jakarta: Delaprasta.
Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, S.B. 1999. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamarah, S.B. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunarsa, S.D. 1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Hamalik, O. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Kasijan, Z. 1994. Psikologi Pendidikan. Jilid 1. Surabaya: Bina Ilmu.
36

Purwanto, M.N. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Sabri, M. A. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sujanto, A. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Syah, M. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali.
Winkel, W.S. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Delphie, B. 2009. Layanan Perilaku Anak Hiperaktif. Klaten: PT Intan Sejati.
Paternotte, A., Buitelaar, J. 2010. ADHD-Attention Deficit Hyperactivity
Disorder. Jakarta: Prenada Media Group.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Dahlan, M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:
Salemba Medika.
Rianita, T. 2007. Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Prestasi Belajar
Siswa Kelas II SMA Muhammadiyah Yogyakarta. Skipsi, Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Aristiani, W. 2008. Perbedaan Keakraban Suami Istri yang Memiliki Anak
Hiperkinetik dan yang Tidak Memiliki Anak Hiperkinetik di Sekolah Dasar
Negeri Ngrukeman Desa Taman Tirto Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul
Yogyakarta. Skripsi, Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Habib, I., Makiyah, N. 2010. Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI),
Naskah Publikasi dan Etika Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Ahmadi, A. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN
Balai Pustaka.
37

Suryabrata, S. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.


Kaplan, H.I., Sadock, B. J. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Laurer, R. 2002. Marriage and Family. The Quest of Intimacy. San Diego:
McGraw Hill Higler Education.
Sudjana, D. 1994. Peranan Keluarga di Lingkungan Masyarakat. Dalam
American Psychiatric Assosiation, 1994. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. Edisi ke-4. Washington DC.
Hurlock, E.B. 1978. Development Psychology. Edisi ke-6. New York:
McGraw Hill Book Co.
Olson, D.H., Defrain, J. 2000. Marriage and Families. USA: A Division of
The McGraw Hill Co.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
SKALA KEAKRABAN ORANGTUA
Nama suami :
Nama istri

Nama anak

Alamat tinggal:

Petunjuk :
Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban yang sesuai.
Berilah skor:
0=bila tidak pernah terjadi atau sangat jarang terjadi
38

1= bila jarang terjadi


2=kadang-kadang terjadi
3=sering/sangat sering terjadi
4=bila selalu terjadi.

DAFTAR PERISTIWA/KEADAAN

Jawaban
0 1 2 3 4

1 Suami/istri (pasangan) saya penuh pengertian


2 Saya berusaha membuat suami/istri saya merasa senang
DAFTAR PERISTIWA/KEADAAN

Jawaban
1 2 3 4 5

3 Saya dan pasangan saling menyatakan perasaan secara


terbuka
4 Pasangan saya mendukung setiap kegiatan sosial saya
5 Saya bersikap ramah dengan setiap teman pasangan
saya
6 Saya dan pasangan saling kenal dengan teman dekat
masing-masing
7 Kebutuhan seks saya sesuai dengan pasangan
8 Pasangan saya mempunyai sikap/pandangan norma
seksual yang sama dengan saya
9 Saya dan pasangan saling dapat memuaskan dalam
kehidupan seksual
10 Pasangan saya mengutarakan semua problemnya kepada
saya

39

11 Saya menghargai setiap ide/pendapat pasangan saya


12 Saya dan pasangan saling mempunyai bahan
pembicaraan yang menarik dan tidak akan habis untuk
dibicarakan bersama
13 Dalam waktu luang, saya dan pasangan melakukan
kegiatan di dalam atau di luar rumah bersama
14 Dalam waktu luang, pasangan saya melakukakan halhal yang menyenangkan hati saya
15 Saya mempunyai waktu luang untuk santai berdua

Lampiran 2.
SKALA PENILAIAN PERILAKU ANAK HIPERAKTIF (SPPAHI)
Dr. dr. Djiwo Putro, Sp.KJ
No id. :
Nama Anak

: ......................................................................................

Umur

: ......................................................................................

Tanggal lahir

: ......................................................................................

Kelas

: ......................................................................................

Jenis Kelamin

:(L/P)

Nama Sekolah

: ......................................................................................

Alamat Sekolah

: ......................................................................................

Pengisi Kuisioner

: Ayah / Ibu / Wali Murid

Usia

: .................. Th.

Jenis Kelamin

:(L/P)

Pendidikan Terakhir : SD / SMP / SMA / Perguruan Tinggi

40

41

Você também pode gostar