Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB II
KONSEP TEORI
memiliki fungsi elektrik dan mekanik yang menyebabkan sel miokard berinteraksi.
Dalam proses potensial aksi, kontraksi sel otot jantung yang berhubungan dengan
perubahan muatan listrik disebut depolarisasi dan pengembalian muatan listrik disebut
repolarisasi. Sel miokard bersifat depolarisasi spontan, yang berfungsi sebagai back up
sel pacu jantung jika terjadi disfungsi nodal sinus dengan manifestasi klinis aritmia atau
disritmia. (Dharma,2009)
Di bawah kondisi normal, fungsi alat pacu jantung (pacemaker) dilakukan oleh
nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada perbatasan atrium kanan dan vena kava
superior. Nodus SA kira-kira berukuran panjang 1,5 cm dengan lebar 2-3 mm dan
disuplai oleh arteri nodus sinus yang bercabang dari arteri koronaria kanan (60%) atau
arteri koronari sirkumfleks kiri (40%). Jika impuls sudah keluar dari nodus SA dan
jaringan perinodus, impuls akan berjalan di sepanjang atrium hingga mencapai nodus
atrioventrikular (nodus AV). Suplai darah dari nodus AV diturunkan dari arteri koronari
posterior desendens (90%). Nodus AV terletak pada basis septum interatrium tepat diatas
annulus trikuspidalis dan anterior terhadap sinus koronari.
2.2 Definisi
Disritmia adalah gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokard (perubahan bentuk aksi potensial) yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan
irama, frekuensi dan konduksi. (Udjianti, 2011)
Disritmia jantung adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrikal abnormal atau otomatis. Disritmia bermacammacam jenis berat dan efeknya pada fungsi jantung, dimana sebagian dipengaruhi oleh
sisi asal (ventrikel atau supraventrikel). (Doengoes, 2000)
Pada disritmia, konduksi listrik yang abnormal atau perubahan otomatisasi akan
mengubah frekuensi dan irama jantung (Kowalak,2011). Gangguan pembentukan impuls
elektrik jantung disebabkan oleh impuls ektropik yang berasal dari luar nodus SA, dan
menimbulkan depolarisasi jantung serta menyebabkan denyut ektopik (ectopic beat).
Denyut ektopik dapat berasal dari sel-sel pacemaker yang alten (di daerah nodus AV atau
sistem His-Purkinye) di luar nodus SA (escape beat), dari atrium (aritmia
supraventrikular) atau dari ventrikel (aritmia ventrikular). (Tao L, 2013)
2.3 Etiologi
Menurut Udjianti (2011), Faktor predisposisi yang bertanggung jawab terhadap
kejadian disritmia meliputi hal-hal berikut ini.
a. Aterosklerosis koroner (iskemia/injuri jaringan miokard)
b. Hipoksemia
c. Pengaruh sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis)
d. Gangguan metabolisme (asidosis laktat karena gangguan perfusi jaringan)
e. Kelainan hemodinamik
f. Obat-obatan (keracunan digitalis atau keracuna quinidine)
g. Ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperkalsemia)
Menurut Qorry (2014), ada banyak penyebab yang bisa menimbulkan aritmia
jantung seperti: penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba),
penggunaan obat-obatan tertentu tanpa seizin dokter, terlalu banyak menkonsumsi
alkohol dan kafein, stress, dan penyakit tertentu seperti kardiomiopati, arteri koroner,
jaringan parut jantung, hipertensi, diabetes dan obesitas.
2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Syamsudin (2011) beberapa tanda-tanda dan gejala aritmia meliputi :
a. Perasaan seperti pusing berputar
b. Denyut jantung yang bergetar, sangat kuat, atau cepat, yang disebut sebagai
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
palpitasi;
Drowsiness;
Napas pendek;
Kelelahan;
Pingsan;
Nyeri dada yang seperti mau pingsan;
Kurang energi;
Ketidaknyamanan yang nyata saat latihan fisik;
Kesadaran yang terasa tidak nyaman mengenai adanya denyut jantung yang
abnormal
Sedangkan menurut Patrick Davey (2005), gambaran klinis pada aritmia bisa
asimptomatik, menyembuhkan palpitasi ringan intermiten, atau menyebabkan gelap
4
sesaat, gangguan kardiovaskuler berat atau henti jantung. Palpitasi merupakan gejala
yang menunjukkan kesadaran abnormal akan berdenyutnya jantung. Namun, tidak selalu
berarti ada irama jantung abnormal.
2.5 Pathofisiologi
Rangsangan jantung secara normal disalurkan dari sentrum impuls pacu nodus SA
(sinoatrial) melalui atrium, sistem hantaran atrioventrikular (AV), berkas serabut
purkinje, dan otot ventrikel.
Dalam keadaan normal, pacu untuk denyut jantung dimulai di denyut nodus SA
(nodus Keith-Flack). Jadi, ada irama sinus dengan 70-80 kali per menit, di nodus AV
(nodus tawara) dengan 50 kali permenit.
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan, dan sentrum yang
memimpin ini disebut pacemaker. Dalam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah
pun dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
1. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk
pacu yang lebih besar
2. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan ke Bundel His
akibat adanya kerusakan pada sistem hantaran atau penekankan oleh obat.
Aritmia terjadi karena gangguan pembentukan impuls (otomatisitas abnormal atau
gangguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu, antara lain :
1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus, dan aritmia
sinus.
2. Debar ektopik dan irama ektopik:
a. Takikardia sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makanan
sedang dicerna.
b. Takikardia pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti
demam, hipertiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis dan neurosis
jantung.
Dalam keadaan normal, kontraksi jantung diawali dengan b-adrenoseptor yang
menyebabkan pertukaran ion Na dan K disertai influks ion Ca. Depolarisasi terjadi
melalui interaksi aktin dengan mioksin yang menghasilkan kontraksi miokard. Jantung
sebagai organ otonomik dapat berkontraksi sendiri oleh rangsangan yang masuk dari luar
simpul SA, misalnya rangsangan psikis, racun, perdarahan, dan obat. Sistem saraf pada
jantung dipengaruhi oleh nervus vagus (parasimpatis) dan saraf simpatik.
Aritmia atau disritmia adalah irama jantung yang tidak termasuk dalam irama sinus
normal dan frekuensinya tidak normal. Irama sinus normal diatur oleh simpul SA dan
kecepatannya bergantung pada faktor pengontrol otomatis. Dalam keadaan istirahat,
frekuensi denyut jantung biasanya 60-80x/menit. Impuls ini segera disalurkan melalui
jaringan atrium dan masuk kedalam simpul AV.
Kemudian, impuls disalurkan secara lambat melalui jaringan atrium, dan dengan
cepat impuls disalurkan ke bundel his (pada puncak sekat interventrikular) dan ke sistem
konduksi Purkinje yang terdekat, akhirnya sampai ke otot ventrikel. Dalam keadaan
normal, semua impuls sinus (SA) mencapai nodus AV dan semuanya disalurkan kedalam
ventrikel dengan konduksi 1:1 (atrium berdenyut 1x dan ventrikel 1x). (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya, 2008)
Sedangkan menurut Syamsudin (2011), Apabila terjadi perubahan tonus susunan
saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi
aritmia
1. Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan delayed afterdepolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah sebuah potensial aksi,
Apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus simpatis misalnya pada gagal
jantung atau terjadi penghambatan aktivitas sodium-potassium-ATP-ase misalnya
pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau hipomagnesemia atau terjadi reperfusi
jaringan miokard yang iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka
keadaan-keadaan tersebut akan mengubah voltase kecil ini mencapai nilai ambang
potensial sehingga terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang dinamakan
trigger impuls Trigger impuls yang pertama dapat mencetuskan sebuah trigger
impuls yang kedua kemudian yang ketiga dan seterusnya sampai terjadi suatu
2.
iramam takikardai.
Gangguan konduksi
a. re-entry
Bilamana konduksi di dalah satu jalur terganggu sebagai akibat iskemia
atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur
tersebut akan berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap berjalan
seperti semula bahkan dapat berjalan secara retrograd masuk dan terhalang di
jalur A. Apabila beberapa saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A
atau masa refrakter sudah lewat maka gelombang depolarisasi dari jalur B
akan menembus rintangan jalur A dan kembali mengaktifkan jalur B sehingga
terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau reentri loop. Gelombang depolarisasi
yang berjalan melingkar ini bertindak sebagai generator yang secara terusmenerus mencetuskan impuls. Reentri loop ini dapat berupa lingkaran besar
melalui jalur tambahan yang disebut macroentrant atau microentrant.
6
: SA Node
: 100-150 bpm
: reguler
: selalu ada sebelum QRS, ukuran dan bentuk
sama
Interval PR
: 0,12-0,20 detik
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Sinus takikardi biasanya disebabkan karena faktor-faktor
yang
: SA Node
: < 60 bpm
: reguler
: selalu ada sebelum QRS, ukuran dan bentuk
sama
Interval PR
: 0,12-0,20 detik
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Sinus bradikardi umum diantara semua kelompok usia dan ada pada
jantung normal dan penyakit jantung. Dapat terjadi selama tidur dan pada
atlit dengan latihan tinggi, juga pada nyeri berat, infark miokard dinding
inferior, cedera akut pada medula spinalis, dan obat-obatan tertentu
(misalnya digitalis, -blocker, verapamil, diltiazem). (Hudak, 2010)
3) Makna Klinis
Frekwensi lambat ditoleransi dengan baik pada orang-orang dengan
jantung yang sehat. Pada penyakit jantung berat, namun demikian, jantung
tidak dapat mengkompensasi frekwensi lambat dengan meningkatkan
volume darah yang dipompakan perdenyut. Pada situasi ini, sinus
bradikardi akan menyebabkan curah jantung rendah. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Tidak ada pengobatan yang diindikasikan kecuali ada gejala-gejala. Jika
denyut sangat lambat dan ada gejala, tindakan yang tepat meliputi
pemberian atropin (untuk memblok efek vagal), isoproterenol, atau pacu
jantung. (Hudak, 2010)
c. Sinus disritmia
1) Definisi
Sinus aritmia adalah gangguan irama. Ini dikatakan ada jika interval RR
pada strip EKG bervariasi lebih dari 0,12 detik, dari interval RR terpendek
sampai terpanjang. Disritmia ini karena ketidakteraturan pada muatan
nodus sinus, seringkali berhubungan dengan fase dari siklus pernapasan.
: 60-100 bpm
: ireguler, variasi kira-kira 0,12 detik atau lebih
bentuk sama
Interval PR
: 0,12-0,20 detik
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Sinus aritmia merupakan fenomena normal, khususnya terlihat pada orang
muda dengan frekwensi jantung yang lebih rendah. Ini juga terjadi setelah
peningkatan tonus vagal (misalnya digitalis, morfin). (Hudak, 2010)
3) Makna klinis
Sinus aritmia adalah hasil normal dan sehingga tidak menyatakan adanya
penyakit dasar. Gejala-gejala tidak umum kecuali ada penghentian lama
yang berlebihan. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Biasanya tidak diperlukan tindakan. (Hudak, 2010)
d. Sinoatria arrest dan Blok Sinoatrial
1) Definisi
Sinus arrest adalah gangguan pembentukan impuls. Nodus sinus gagal
untuk untuk memuat I atau lebih impuls, menghasilkan penghentian
(pause) dari dalam berbagai panjang karena tak adanya depolarisasi atrial.
Gelombang P tidak ada dan menyebabkan interval PP bukan merupakan
perkalian dari interval dasar PP. Penghentian berakhir pada saat lepasnya
pacemaker dari pengambilalihan junction atau ventrikel atau keambalinya
fungsi nodus sinus.
Blok sinoatrial seringkali sulit untuk dibedakan dari sinus arrest pada
gambaran EKG. Pada blok SA, nodus sinus tercetus tetapi impuls
diperlambat atau diblok dari keluaran nodus sinus. Jika blok komplit,
lamanya penghentian merupakan kelipatan dari interval dasar. (Hudak,
2010)
2) Etiologi
Kedua disritmia dapat karena keterlibatan nodus sinus oleh infark,
perubahan degeneratif, serabut fibrotik, efek obat-obatan (digitalis, -
10
frekuensi
ventrikel,
yang
mungkin
membutuhkan
pada kebanyakan kasus dengan KAP, dan ini berakhir dengan tiba-tiba.
Gelombang P mungkin terlihat mendahului QRS tetapi pada frekwensi
yang lebih cepat mungkin tersembunyi dalam QRS atau mendahului
gelombang T. (Bila beberapa gelombang P tidak diikuti dengan QRS,
maka hal ini disebut sebagai PSVT dengan blok, dan biasanya terjadi
karena toksisitas digitalis). Gelombang P biasanya negatif di lead II, III,
AVF karena konduksi retrogad dari nodus AV ke atrium. QRS biasanya
normal kecuali ada masalah dasar pada konduksi intraventrikular. Irama
teratur dan paroksisme dapat berakhir dari beberapa detik sampai
beberapa jam bahkan beberapa hari.
Istilah PSVT digunakan untuk mengidentifikasi irama sebelumnya
menunjukkan takikardia atrial paroksismal (TAP) dan takikardia nodus
paroksismal (TNP) atau takikardia nodus jangsional (THJ), iramairamanya mirip mirip dalam beberapa hal kecuali sisi asalnya. PSVT juga
dikenal sebagai nodal reentrant tachycardia AV karena mekanismenya
yang paling umum bertanggung jawab terhadap disritmia ini adalah sirkuit
reentrant atau gerakan kacau pada tingkat nodus AV. (Hudak, 2010)
Menurut Udjianti (2011), Takikardia supraventrikular paroksimal
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Site of origin
: diatas Bundle of His. Tachycardia timbul dari
atria-paroxysmal atrial tachcardi (PAT) atau AV Junction
dalam gelombang T
Interval PR
: tidak dapat diukur
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
Onset
: mulai dan berhenti mendadak
2) Etiologi
Takikardia supraventrikular paroksismal seringkali terjadi pada orangorang dewasa dengan jantung yang normal, dan demikian juga pada KAP.
Jika ada penyakit jantung, seperti abnormalitas penyakit jantung rematik,
infark miokard akut dan intoksikasi digitalis dapat merupakan latar
belakang pada disritmia ini. (Hudak, 2010)
3) Makna klinis
13
T.
Kompleks
QRS
memperlihatkan
memperlihatkan
Irama
Gelombang P
Interval PR
: tidak dapat diukur
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Atrial flutter sering terlihat pada pasien dengan penyakit jantung termasuk
penyakit arteri koroner, korpulmonalis, dan penyakit jantung rematik.
(Hudak, 2010)
3) Makna Klinis
Jika flutter atrial terjadi dengan frekwensi ventrikel yang cepat, ruang
ventrikel tidak dapat mengisi secara adekuat, mengakibatkan berbagai
derajat gangguan hemodinamik. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Tidak ada tindakan segera perlu dilakukan bila flutter dengan blok AV
derajat tinggi sehingga frekwensi ventrikel menetap dalam batas normal.
Jika frekwensi ventrikel cepat, tindakan segera untuk mengonrol
frekwensi atau mengembalikan irama ke mekanisme sinus diindikasikan.
Obat-obatan pilihan meliputi digitalis, diltiazem, atau verapamil, yang
meningkatkan derajat blok AV dan sehingga mengontrol frekuensi
ventrikel. Perbaikan pada mekanisme sinus dapat terjadi selanjutnya.
Quinidin dapat menolong dalam mengubah flutter menjadi sinus normal
setelah frekwensi vetrikel diperlambat. Flutter atrial tidak diinginkan
dalam jangka panjang, karena respons ventrikel seringkali sulit dikontrol;
sinkronisasi kardioversi diperlukan untuk mengubah irama ke irama sinus
atau ke irama fibrilasi atrial yang lebih stabil. (Hudak, 2010)
e. Atrial fibrilasi
1) Definisi
Fibrilasi atrial didefinisikan sebagai irama ektopik atrium yang sangat
cepat yang terjadi dengan frekwensi atrium 400-650 denyut/menit. Ini
dicirikan oleh kekacauan aktivitas atrium dengan gelombang yang tidak
dapat didefinisikan. Irama dan frekwensi ventrikel tergantung pada
kemampuan AV jangsion untuk berespons pada rangsangan yang cepat
dari atrium. Pada awalnya respons ventrikel mungkin 140-170
denyut/menit, tetapi dengan tindakan atau penyakit sistem konduksi AV,
respons ventrikel bisa lebih lambat. Irama ventrikel secara karakteristik
adalah ketidakteraturan yang tidak teratur. Fibrilasi atrial biasanya
didahului oleh KAP. (Hudak, 2010)
Menurut Udjianti (2011), Atrial fibrilasi mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
15
Site of origin
Frekuensi
Irama
Gelombang P
AF)
60-100 bpm (AF terkontrol)
101-150 bpm (respons
ventrikel
cepat/fast AF)
>150 bpm (AF tidak terkontrol)
: ireguler
: tidak tampak, ditempati oleh gelombang
4) Tindakan
Jika curah jantung masih cukup dan pasien tidak hipotensi atau
mengalami gagal jantung yang bermakna, terapi obat-obatan biasanya
dicobakan lebih dulu. Digitalis secara khusus bermanfaat karena ini
meningkatkan blok AV dan memungkinkan lebih banyak waktu untuk
pengisian diastolik vetrikel. Irama juga dapat berubah dengan digitalis
menjadi irama sinus normal. Diltiazem atau verapamil juga dapat
digunakan untuk tujuan ini. Quinidin membantu dalam mempertahankan
irama sinus normal. Kardioversi diindikasikan jika terapi obat-obatan
gagal atau terdapat kondisi gangguan hemodinamik. (Hudak, 2010)
2.7 Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo (2010), Sinus takikardi tidak menyebabkan atau bukan
merupakan disritmia yang mematikan tetapi sering merupakan sinyal masalah dasar yang
haru ditindaklanjuti. Selain itu frekuensi yang cepat dari sinus takikardi meningkatkan
kebutuhan oksigen pada otot-otot jantung dan menurunkan waktu pengisian ventrikel.
Pada orang-orang yang telah menurun cadangan jantungnya, iskemia atau GJK,
menetapnya frekuensi cepat dapat memperburuk kondisi dasar.
Sinus bradikardi pada penyakit jantung berat, jantung tidak dapat mengkompensasi
frekuensi lambat dengan meningkatkan volume darah yang dipompakan per denyut. Pada
situasi ini, sinus bradikardi akan menyebabkan curah jantung rendah.
Pada flutter atrial, jika flutter atrial terjadi dengan frekuensi ventrikel yang cepat,
ruang ventrikel tidak dapat mengisi secara adekuat, mengakibatkan berbagai derajat
gangguan hemodinamik.
Fibrilasi atrial menyebabkan curah jantung berkurang karena (1) frekuensi cepat
yang mengakibatkan berkurangnya waktu bagi ventrikel untuk mengisi , dan (2)
hilangnya efektifitas kontraksi atrium (atrial kick).
Pada Asistol ventrikular, tanpa penatalaksaan segera asistol ventrikular akan
berakibat fatal. Pada vibrilasi ventriel, karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung,
maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera
dikoreksi.
2.8 Pemeriksaan Penunjang (Syamsudin, 2011)
1. Elektrokardiogram (EKG) : pencacatan sederhana untuk aktivitas listrik jantung.
2. Ekokardiogram : gambar video dari aktivitas jantung.
3. Pemantau holter : pasien memakai alat EKG portable yang mencatat frekuensi
denyut jantung dan iramanya selama 24 jam. Selain itu, pasien juga mencatat di
dalam buku semua aktivitas yang dilakukan selama alat dipasang.
17
4. Event recorder : serupa dengan pemantau Holter. Pasien mengenakan alat pantau
selama beberapa hari. Pasien menekan tombol jika terjadi gejala. Dengan
pencatatan ini, dokter dapat melihat jenis aritmia yang terjadi ketika ada gejalagejala.
5. Tilt table testing : dapat direkomendasikan oleh dokter jika mengalami fainting
spells. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan bagaimana perubahan posisi
mempengaruhi irama jantung. Selama pemeriksaan, tempat tidur dimiringkan
sambil dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala, frekuensi denyut jantung,
irama jantung dan tekanan darah.
6. Pemeriksaan elektrofisiologis : pemeriksaan yang mencari iregularitas yang
mungkin menyebabkan permasalahan-permasalahan dengan irama jantung.
7. Kateterisasi jantung : pemeriksaan untuk melihat apakah aritmia disebabkan oleh
penyakit arteri koroner
8. Chest X-Ray : menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali) oleh karena
disfungsi katup atau ventrikel.
9. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kadar kalium dan atau kalsium dapat
menyebabkan disritmia.
10. Drug screen : menilai adanya keracunan obat digitalis atau quinidine
11. Hormon tiroid : peningkatan kadar serum tiroid (T3 dan T4) dapat mengakibatkan
disritmia.
Obat
Efek pada
EKG
Dosis dan
Interval
Rute
Digoksin
Memperpa
njang PR
() depresi
ST
Quinidin
Memperpa 100-600 mg
njang QRS, tiap 4-6 jam
QT, dan PR
()
18
PO
Efek Merugikan
Kadar
Plasma
Terapeutik
jantung, takikardia
ventrikel
Prokaina
mid
(pronesty
l)
Memperpa
njang QRS,
QT, dan PR
()
500 mg-1 g; PO
kemudian 2-5 IM
g/hari
IV
250-500 mg
tiap 3-6 jam
100 mg tiap 5
menit sampai
total 1 gram
Pemeliharaan
:
2-4
mg/menit
Disopira
mid
(norpace)
Memperpa Loading:
njang QRS, 200-300 mg
QT, dan PR Pemeliharaan
: 100-200 mg
tiap 6 jam
Lidokain
Tak ada
1
mg/kg; IV
dapat
diulangi 0,5
mg/kg
Mengantuk, kejang
Propanolol
(inderal)
Memperpanjang
PR, tidak
ada
perubahan
QRS, QT
memendek
10-80 mg tiap PO
jam
IV
Total 0,3-5
mg (tidak >1
mg/menit)
Hipotensi,
Tidak
kegagalan jantung, ditetapk
blok jantung, asma
an; 50100
g/ml
diperlu
kan
untuk
blokade
Verapamil
Memperpanjang PR
5-10 mg
IV
80-120 mg 3- PO
4 kali/hari
Hipotensi,
Tidak
bradikardi, pusing, ditetapk
gangguan GI
an
PO
Gejala-gejala
GI, 4-10
psikosis, hipotensi, g/ml
kemerahan,
sindroma like-lupus
b. Prosedur medis
Alat pacu jantung digunakan pada pasien yang detak jantungnya terlalu lambat
serta mereka yang memiliki detak jantung tidak teratur. Alat pacu jantung adalah
perangkat kecil yang diletakkan dibawah kulit di dada atau perut yang membantu
mendeteksi kepekaan listrik jantung. Ketika alat ini merasakan irama jantung yang
tidak normal, amakan akan mengirimkan impuls listrik pada irama jantung yang
tepat. Perangkat serupa bernama Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)
mengendalikan aritmia yang mengancam nyawa dengan memantau detak jantung
19
gangguan
hantaran
atau
loncatan
gangguan
hantaran
yang
20
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
b.
Identitas Pasien
Keluhan utama: Riwayat klien diambil untuk menentukan ada
tidaknya sinkop (pingsan), baik riwayat dulu maupun sekarang, kepala ringan,
pusing, kelelahan, nyeri dada, dan berdebar-debar. Salah satu atau semua gejala
c.
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
B1 (Breating)
Sesak Napas, perubahan pola napas selama peride disritmia, batuk dengan atau
tanpa sputum. Suara napas crackles mengindikasikan edema paru atau fenomena
tromboemboli paru (tachydisritmia)
b.
B2 (Blood)
Pucat, sianosis, nadi cepat/lambat/tidak teratur atau ireguler, palpitasi, skipeed
beats (denyutan hilang). Hipotensi atau hipertensi selama periode disritmia,
Auskultasi : ditemukan adanya irama ireguler, suara ekstrasistol, suara napas
tambahan, khususnya S3 dan S4 yang mencerminkan penurunan daya regang dan
lentur (komplians) miokardium yang tampak dari pengurangan curah jantung.
c.
B3 (Brain)
Adanya keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang dengan
pemberian obat anti angina, sakit kepala, status mental disorientasi, kehilangan
memori, perubahan pola bicara, stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah
halusinasi, reaksi pupil berubah.
Reflex tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa
(ventricular takikardi atau bradikardi berat).
d.
B4 (Bone)
Kelemahan fisik secara umum dan dan keletihan yang berlebihan.
e.
B5 (Bladder)
21
Penurunan urine output, perubahan turgor kulit atau kelembaban kulit. Perubahan
berat badan akibat edema.
f.
B6 (Bowel)
Keluhan berupa intoleransi makanan, mual, muntah. Temuan fisik berupa tidak
nafsu makan.
3.
Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram (EKG) : pencacatan sederhana untuk aktivitas listrik jantung.
b. Ekokardiogram : gambar video dari aktivitas jantung.
c. Pemantau holter : pasien memakai alat EKG portable yang mencatat frekuensi
denyut jantung dan iramanya selama 24 jam. Selain itu, pasien juga mencatat di
dalam buku semua aktivitas yang dilakukan selama alat dipasang.
d. Event recorder : serupa dengan pemantau Holter. Pasien mengenakan alat pantau
selama beberapa hari. Pasien menekan tombol jika terjadi gejala. Dengan
pencatatan ini, dokter dapat melihat jenis aritmia yang terjadi ketika ada gejalagejala.
e. Tilt table testing : dapat direkomendasikan oleh dokter jika mengalami fainting
spells. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan bagaimana perubahan posisi
mempengaruhi irama jantung. Selama pemeriksaan, tempat tidur dimiringkan
sambil dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala, frekuensi denyut jantung,
irama jantung dan tekanan darah.
f. Pemeriksaan elektrofisiologis : pemeriksaan yang mencari iregularitas yang
mungkin menyebabkan permasalahan-permasalahan dengan irama jantung.
g. Kateterisasi jantung : pemeriksaan untuk melihat apakah aritmia disebabkan oleh
penyakit arteri koroner
h. Chest X-Ray : menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali) oleh karena
disfungsi katup atau ventrikel.
i. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kadar kalium dan atau kalsium dapat
menyebabkan disritmia.
j. Drug screen : menilai adanya keracunan obat digitalis atau quinidine
k. Hormon tiroid : peningkatan kadar serum tiroid (T3 dan T4) dapat mengakibatkan
disritmia.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan konduksi elektrik
b.
c.
d.
e.
inotropik,
nitrogliserin,
dan
vasodilator
untuk
Ketidakefektifan
pola
nafas
berhubungan
dengan
sindrom
hipoventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Klien menunjukkan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis, dan
dyspneu, mampu bernafas dengan mudah, klien menunjukkan jalan nafas
yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas, freuensi nafas dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal), tanda-tanda vital dalam
batas normal
Intervensi :
1) Monitor vital sign
23
kebutuhan nutrisi
Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
3)
4)
5)
6)
24
nadi, RR
Intervensi :
1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
2) Bantu klien memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5) Sediakan penguatan positif bagi pasien saat beraktivitas
6) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
BAB IV
25
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau
irama atau keduanya. Disritmia merupakan gangguan sistem hantaran jantung dan
bukan struktur jantung. Disritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisis gelombang
EKG.
4.2 Saran
1. Pasien hendaknya lebih memahami tentang penyakit, tanda dan gejala, penyebab
atau faktor resiko, pengobatan, dan penanganan yang dapat dilakukan.
2. Untuk menjaga kesehatan jantung sebaiknya konsumsi makanan yang sehat,
hindari aktifitas merokok, lakukan exercise secara teratur dan kendalikan tekanan
darah dalam batas normal.
3. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan
kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Abata, Qorry Aina. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Madiun : Yayasan PP Al-Furqon
Bustami, Rahmatina. 2010. Buku Ajar Fisiologi Jantung. Jakarta : EGC
Bakta, Made. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Dharma Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG : Pedoman Praktis. Jakarta:EGC
Hudak , Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Joewono, Boedi Soesetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University
Press
Kendall, K dan L, Tao. 2013. Sinopsis Organ System Kardiovaskular. Tangerang : Karisma
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
26
27