Você está na página 1de 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aritmia adalah denyut jantung abnormal, bisa cepat (takiaritmia) atau lambat
(bradiaritmia). Disritmia adalah gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi
sel-sel miokard (perubahan bentuk aksi potensial) yang pada akhirnya mengakibatkan
gangguan irama, frekuensi dan konduksi. (Udjianti, 2011)
Aritmia ringan sering terjadi. Aritmia menetap yang tersering. Fibrilasi atrium, terjadi
pada 1% populasi berusia 50 tahun ke atas, dan 10% pada usia diatas 80 tahun. Kemudian
jantung mendadak sering disebabkan oleh aritmia menyebabkan 15-40% kematian pada
penyakit jantung koroner (PJK) atau gagal jantung. (Patrick Davey, 2005)
Pada waktu terjadi aritmia, jantung berdenyut tidak teratur, terlalu cepat (takikardia),
terlalu lambat (bradikardia), bahkan tidak berdenyut sama sekali (asistol). Secara klinis,
aritmia dapat ringan tanpa keluhan, hingga yang berat dan mengancam hidup. Aritmia
bisa terjadi pada semua usia. (Lily, 2012)
Menurut Udjianti (2011), faktor predisposisi yang bertanggungjawab terhadap
kejadian disritmia yaitu; aterosklerosis koroner, hipoksemia, pengaruh sistem saraf
otonom, gangguan metabolisme, kelainan hemodinamik, obat-obatan, ketidakseimbnagan
elektrolit.
Pada aritmia, konduksi listrik yang abnormal atau perubahan otomatisitas akan
mengubah frekuensi dan irama jantung. Aritmia memiliki intensitas yang bervariasi mulai
dari yang ringan, asimptomatik (tanpa keluhan dan gejala) dan tidak memerlukan
pengobatan (seperti sinus aritmia dengan peningkatan serta penurunan frekuensi jantung
yang mengikuti respirasi) hingga fibrilasi ventrikel yang fatal sehingga harus dilakukan
resusitasi segera. (Kowalak, 2011)
Menurut Lily dalam bukunya Penyakit Kardiovaskuler (PKV), beberapa kendala
kenapa perkembangan intervensi aritmia di Indonesia begitu lamban, yaitu kesadaran
akan masalah aritmia yang mengancam di masyarakat dan tenaga kesehatan, relatif
rendah sehingga bukan merupakan prioritas.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah Aritmia ini antara lain ;
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i mampu memahami dan melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan aritmia.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan Definisi Aritmia
1

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mahasiswa dapat menyebutkan Etiologi Aritmia


Mahasiswa dapat menyebutkan Manifestasi klinis Aritmia
Mahasiswa dapat menjelaskan Pathofisiologi Aritmia
Mahasiswa dapat menyebutkan Klasifikasi Aritmia Gangguan Pembentukan
Mahasiswa dapat menguraikan Pemeriksaan Penunjang Aritmia
Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan Aritmia
Mahasiswa dapat menjelaskan WOC Aritmia
Mahasiswa dapat menyusun Konsep Asuhan Keperawatan Aritmia

BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Anatomi Sistem Konduksi


Jantung merupakan sistem elektromekanikal dimana signal untuk kontraksi otot
jantung timbul akibat penyebaran arus listrik di sepanjang otot jantung. Sel jantung
2

memiliki fungsi elektrik dan mekanik yang menyebabkan sel miokard berinteraksi.
Dalam proses potensial aksi, kontraksi sel otot jantung yang berhubungan dengan
perubahan muatan listrik disebut depolarisasi dan pengembalian muatan listrik disebut
repolarisasi. Sel miokard bersifat depolarisasi spontan, yang berfungsi sebagai back up
sel pacu jantung jika terjadi disfungsi nodal sinus dengan manifestasi klinis aritmia atau
disritmia. (Dharma,2009)
Di bawah kondisi normal, fungsi alat pacu jantung (pacemaker) dilakukan oleh
nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada perbatasan atrium kanan dan vena kava
superior. Nodus SA kira-kira berukuran panjang 1,5 cm dengan lebar 2-3 mm dan
disuplai oleh arteri nodus sinus yang bercabang dari arteri koronaria kanan (60%) atau
arteri koronari sirkumfleks kiri (40%). Jika impuls sudah keluar dari nodus SA dan
jaringan perinodus, impuls akan berjalan di sepanjang atrium hingga mencapai nodus
atrioventrikular (nodus AV). Suplai darah dari nodus AV diturunkan dari arteri koronari
posterior desendens (90%). Nodus AV terletak pada basis septum interatrium tepat diatas
annulus trikuspidalis dan anterior terhadap sinus koronari.

Gambar 1. Sistem Konduksi Jantung

2.2 Definisi
Disritmia adalah gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokard (perubahan bentuk aksi potensial) yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan
irama, frekuensi dan konduksi. (Udjianti, 2011)
Disritmia jantung adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrikal abnormal atau otomatis. Disritmia bermacammacam jenis berat dan efeknya pada fungsi jantung, dimana sebagian dipengaruhi oleh
sisi asal (ventrikel atau supraventrikel). (Doengoes, 2000)

Pada disritmia, konduksi listrik yang abnormal atau perubahan otomatisasi akan
mengubah frekuensi dan irama jantung (Kowalak,2011). Gangguan pembentukan impuls
elektrik jantung disebabkan oleh impuls ektropik yang berasal dari luar nodus SA, dan
menimbulkan depolarisasi jantung serta menyebabkan denyut ektopik (ectopic beat).
Denyut ektopik dapat berasal dari sel-sel pacemaker yang alten (di daerah nodus AV atau
sistem His-Purkinye) di luar nodus SA (escape beat), dari atrium (aritmia
supraventrikular) atau dari ventrikel (aritmia ventrikular). (Tao L, 2013)
2.3 Etiologi
Menurut Udjianti (2011), Faktor predisposisi yang bertanggung jawab terhadap
kejadian disritmia meliputi hal-hal berikut ini.
a. Aterosklerosis koroner (iskemia/injuri jaringan miokard)
b. Hipoksemia
c. Pengaruh sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis)
d. Gangguan metabolisme (asidosis laktat karena gangguan perfusi jaringan)
e. Kelainan hemodinamik
f. Obat-obatan (keracunan digitalis atau keracuna quinidine)
g. Ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperkalsemia)
Menurut Qorry (2014), ada banyak penyebab yang bisa menimbulkan aritmia
jantung seperti: penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba),
penggunaan obat-obatan tertentu tanpa seizin dokter, terlalu banyak menkonsumsi
alkohol dan kafein, stress, dan penyakit tertentu seperti kardiomiopati, arteri koroner,
jaringan parut jantung, hipertensi, diabetes dan obesitas.
2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Syamsudin (2011) beberapa tanda-tanda dan gejala aritmia meliputi :
a. Perasaan seperti pusing berputar
b. Denyut jantung yang bergetar, sangat kuat, atau cepat, yang disebut sebagai
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

palpitasi;
Drowsiness;
Napas pendek;
Kelelahan;
Pingsan;
Nyeri dada yang seperti mau pingsan;
Kurang energi;
Ketidaknyamanan yang nyata saat latihan fisik;
Kesadaran yang terasa tidak nyaman mengenai adanya denyut jantung yang

abnormal
Sedangkan menurut Patrick Davey (2005), gambaran klinis pada aritmia bisa
asimptomatik, menyembuhkan palpitasi ringan intermiten, atau menyebabkan gelap
4

sesaat, gangguan kardiovaskuler berat atau henti jantung. Palpitasi merupakan gejala
yang menunjukkan kesadaran abnormal akan berdenyutnya jantung. Namun, tidak selalu
berarti ada irama jantung abnormal.
2.5 Pathofisiologi
Rangsangan jantung secara normal disalurkan dari sentrum impuls pacu nodus SA
(sinoatrial) melalui atrium, sistem hantaran atrioventrikular (AV), berkas serabut
purkinje, dan otot ventrikel.
Dalam keadaan normal, pacu untuk denyut jantung dimulai di denyut nodus SA
(nodus Keith-Flack). Jadi, ada irama sinus dengan 70-80 kali per menit, di nodus AV
(nodus tawara) dengan 50 kali permenit.
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan, dan sentrum yang
memimpin ini disebut pacemaker. Dalam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah
pun dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
1. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk
pacu yang lebih besar
2. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan ke Bundel His
akibat adanya kerusakan pada sistem hantaran atau penekankan oleh obat.
Aritmia terjadi karena gangguan pembentukan impuls (otomatisitas abnormal atau
gangguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu, antara lain :
1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus, dan aritmia
sinus.
2. Debar ektopik dan irama ektopik:
a. Takikardia sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makanan
sedang dicerna.
b. Takikardia pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti
demam, hipertiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis dan neurosis
jantung.
Dalam keadaan normal, kontraksi jantung diawali dengan b-adrenoseptor yang
menyebabkan pertukaran ion Na dan K disertai influks ion Ca. Depolarisasi terjadi
melalui interaksi aktin dengan mioksin yang menghasilkan kontraksi miokard. Jantung
sebagai organ otonomik dapat berkontraksi sendiri oleh rangsangan yang masuk dari luar
simpul SA, misalnya rangsangan psikis, racun, perdarahan, dan obat. Sistem saraf pada
jantung dipengaruhi oleh nervus vagus (parasimpatis) dan saraf simpatik.
Aritmia atau disritmia adalah irama jantung yang tidak termasuk dalam irama sinus
normal dan frekuensinya tidak normal. Irama sinus normal diatur oleh simpul SA dan
kecepatannya bergantung pada faktor pengontrol otomatis. Dalam keadaan istirahat,

frekuensi denyut jantung biasanya 60-80x/menit. Impuls ini segera disalurkan melalui
jaringan atrium dan masuk kedalam simpul AV.
Kemudian, impuls disalurkan secara lambat melalui jaringan atrium, dan dengan
cepat impuls disalurkan ke bundel his (pada puncak sekat interventrikular) dan ke sistem
konduksi Purkinje yang terdekat, akhirnya sampai ke otot ventrikel. Dalam keadaan
normal, semua impuls sinus (SA) mencapai nodus AV dan semuanya disalurkan kedalam
ventrikel dengan konduksi 1:1 (atrium berdenyut 1x dan ventrikel 1x). (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya, 2008)
Sedangkan menurut Syamsudin (2011), Apabila terjadi perubahan tonus susunan
saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi
aritmia
1. Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan delayed afterdepolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah sebuah potensial aksi,
Apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus simpatis misalnya pada gagal
jantung atau terjadi penghambatan aktivitas sodium-potassium-ATP-ase misalnya
pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau hipomagnesemia atau terjadi reperfusi
jaringan miokard yang iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka
keadaan-keadaan tersebut akan mengubah voltase kecil ini mencapai nilai ambang
potensial sehingga terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang dinamakan
trigger impuls Trigger impuls yang pertama dapat mencetuskan sebuah trigger
impuls yang kedua kemudian yang ketiga dan seterusnya sampai terjadi suatu
2.

iramam takikardai.
Gangguan konduksi
a. re-entry
Bilamana konduksi di dalah satu jalur terganggu sebagai akibat iskemia
atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur
tersebut akan berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap berjalan
seperti semula bahkan dapat berjalan secara retrograd masuk dan terhalang di
jalur A. Apabila beberapa saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A
atau masa refrakter sudah lewat maka gelombang depolarisasi dari jalur B
akan menembus rintangan jalur A dan kembali mengaktifkan jalur B sehingga
terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau reentri loop. Gelombang depolarisasi
yang berjalan melingkar ini bertindak sebagai generator yang secara terusmenerus mencetuskan impuls. Reentri loop ini dapat berupa lingkaran besar
melalui jalur tambahan yang disebut macroentrant atau microentrant.
6

b. Concealed conduction (konduksi yang tersembunyi)


Impuls-impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat menghambat dan
menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini disebut concealed
conduction. Contoh concealed conduction ini ialah pada fibrilasi atrium, pada
ekstrasistol ventrikel yang dikonduksi secara retrograd. Biasanya gangguan
konduksi jantung ini tidak memiliki arti klinis yang penting.
c. Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi sehingga
dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan konduksi pada perinodal
zone di nodus SA); blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur antara
nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch block=BBB)
yang dapat terjadi di right bundle branch block atau left bundle branch block.
2.6 Klasifikasi Aritmia
Menurut Udjianti (2011), dalam kondisi normal, SA Node berperan sebagai
pacemaker utama jantung dalam menginisiasi impuls secara reguler antara 60-100 beat
per menit (bpm). Jika terjadi gangguan baik karena SA node melepaskan impuls secara
abnormal atau karena suatu pacemaker dari bagian lain (ectopic pacemaker) lebih
berperan dalam mengontrol denyut jantung, maka akan mengakibatkan gangguan
pembentukan impuls (Disturbances in Impulse Formation).
Disritmia dalam kategori ini terbagi berdasarkan bagian yang mengalami gangguan
pembentukan impuls.
1. SA node (sinus disritmia)
2. Atrial (atrial disritmia)
3. Area AV node (Nodal atau Junction dysrhythmia)
4. Ventrikel (ventrikular disritmia)
Gangguan pembentukan impuls ini selanjutnya terbagi berdasarkan mekanisme
disritmia. Ada 6 mekanisme utama disritmia yaitu sebagai berikut :
1. Takikardia
2. Bradikardia
3. Premature/ectopic beat
4. Escape beat
5. Flutter
6. Fibrilasi
Klasifikasi disritmia karena gangguan pembentukan impuls meliputi hal-hal berikut
ini :
1. SA Node atau sinus disritmia
a. Sinus takikardi
1) Definisi
Pada sinus takikardi, nodus sinus mempercepat dan menimbulkan impuls
pada frekwensi 100 kali/menit atau lebih. Batas tertinggi dari sinus
7

takikardi adalah 160 sampai 180 denyut/menit. Semua karakteristik EKG


lainnya, kecuali untuk frekwensi jantung, sama dengan irama sinus normal
(Hudak, 2010).
Menurut Udjianti (2011), Takikardia sinus mempunyai karakteristik
sebagai berikut :
Site of origin
Frekuensi
Irama
Gelombang P

: SA Node
: 100-150 bpm
: reguler
: selalu ada sebelum QRS, ukuran dan bentuk

sama
Interval PR
: 0,12-0,20 detik
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Sinus takikardi biasanya disebabkan karena faktor-faktor

yang

berhubungan dengan peningkatan tonus simpatetik. Stress, latihan, dan


stimulan seperti kafein dan nikotin dapat menghasilkan disritmia ini.
Sinus takikardi juga dihubungkan dengan masalah-masalah klinis sperti
demam anemia, hipertiroidisme, hipoksemia gagal jantung kongestif
(GJK), dan syok. Obat-obatan seperti atropin (yang memblok tonus vagal)
dan katekolamin (misal isoproterenol, epinefrin, dopamin) juga dapat
menghasilkan irama ini. (Hudak, 2010)
3) Makna klinis
Penyebab sinus takikardi dan status dasar dari miokard menentukan
prognosisnya. Sinus takikardi tidak menyebabkan atau bukan merupakan
disritmia yang mematikan tetapi sering merupakan sinyal masalah dasar
yang harus ditindaklanjuti. Selain itu frekwensi yang cepat dari sinus
takikardi mengakibatkan kebutuhan oksigen pada otot-otot jantung dan
menurunkan waktu pengisian ventrikel. Pada orang-orang yang telah
menurun cadangan jantungnya, iskemia, atau GJK, menetapnya frewensi
cepat dapat memperburuk kondisi dasar. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Tindakan biasanya ditujukan untu menghilangkan penyebab dasar.
Tindakan-tindakan khusus termasuk sedasi, pemberian oksigen, digitalis
jika ada gagal jantung, atau propanolol jika takikardia karena
tirotoksikosis. (Hudak, 2010)
b. Sinus bradikardi
1) Definisi

Sinus bradikardi didefinisikan sebagai irama dengan impuls yang berasal


dari nodus sinus dengan frekwensi kurang dari 60 denyut/menit. Irama
(interval RR) dapat terjadi kurang teratur sebagai berlakunya frekwensi
jantung lebih lambat; sebaliknya parameter yang lain normal. (Hudak,
2010)
Menurut Udjianti (2011), sinus bradikardi mempunyai karakteristik
sebagai berikut :
Site of origin
Frekuensi
Irama
Gelombang P

: SA Node
: < 60 bpm
: reguler
: selalu ada sebelum QRS, ukuran dan bentuk

sama
Interval PR
: 0,12-0,20 detik
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Sinus bradikardi umum diantara semua kelompok usia dan ada pada
jantung normal dan penyakit jantung. Dapat terjadi selama tidur dan pada
atlit dengan latihan tinggi, juga pada nyeri berat, infark miokard dinding
inferior, cedera akut pada medula spinalis, dan obat-obatan tertentu
(misalnya digitalis, -blocker, verapamil, diltiazem). (Hudak, 2010)
3) Makna Klinis
Frekwensi lambat ditoleransi dengan baik pada orang-orang dengan
jantung yang sehat. Pada penyakit jantung berat, namun demikian, jantung
tidak dapat mengkompensasi frekwensi lambat dengan meningkatkan
volume darah yang dipompakan perdenyut. Pada situasi ini, sinus
bradikardi akan menyebabkan curah jantung rendah. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Tidak ada pengobatan yang diindikasikan kecuali ada gejala-gejala. Jika
denyut sangat lambat dan ada gejala, tindakan yang tepat meliputi
pemberian atropin (untuk memblok efek vagal), isoproterenol, atau pacu
jantung. (Hudak, 2010)
c. Sinus disritmia
1) Definisi
Sinus aritmia adalah gangguan irama. Ini dikatakan ada jika interval RR
pada strip EKG bervariasi lebih dari 0,12 detik, dari interval RR terpendek
sampai terpanjang. Disritmia ini karena ketidakteraturan pada muatan
nodus sinus, seringkali berhubungan dengan fase dari siklus pernapasan.

Nodus sinus secara bertahap melambat dengan ekspirasi. Juga terdapat


bentuk non-respirasi dari disritmia ini. (Hudak, 2010)
Menurut Udjianti (2011), sinus disritmia mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Frekuensi
Irama

: 60-100 bpm
: ireguler, variasi kira-kira 0,12 detik atau lebih

antara interval R-R terpendek dan terpanjang.


Gelombang P
: normal, selalu ada sebelum QRS, ukuran dan

bentuk sama
Interval PR
: 0,12-0,20 detik
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Sinus aritmia merupakan fenomena normal, khususnya terlihat pada orang
muda dengan frekwensi jantung yang lebih rendah. Ini juga terjadi setelah
peningkatan tonus vagal (misalnya digitalis, morfin). (Hudak, 2010)
3) Makna klinis
Sinus aritmia adalah hasil normal dan sehingga tidak menyatakan adanya
penyakit dasar. Gejala-gejala tidak umum kecuali ada penghentian lama
yang berlebihan. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Biasanya tidak diperlukan tindakan. (Hudak, 2010)
d. Sinoatria arrest dan Blok Sinoatrial
1) Definisi
Sinus arrest adalah gangguan pembentukan impuls. Nodus sinus gagal
untuk untuk memuat I atau lebih impuls, menghasilkan penghentian
(pause) dari dalam berbagai panjang karena tak adanya depolarisasi atrial.
Gelombang P tidak ada dan menyebabkan interval PP bukan merupakan
perkalian dari interval dasar PP. Penghentian berakhir pada saat lepasnya
pacemaker dari pengambilalihan junction atau ventrikel atau keambalinya
fungsi nodus sinus.
Blok sinoatrial seringkali sulit untuk dibedakan dari sinus arrest pada
gambaran EKG. Pada blok SA, nodus sinus tercetus tetapi impuls
diperlambat atau diblok dari keluaran nodus sinus. Jika blok komplit,
lamanya penghentian merupakan kelipatan dari interval dasar. (Hudak,
2010)
2) Etiologi
Kedua disritmia dapat karena keterlibatan nodus sinus oleh infark,
perubahan degeneratif, serabut fibrotik, efek obat-obatan (digitalis, -

10

Bloker, bloker saluran kalsium), atau rangsangan vagal yang berlebihan.


(Hudak, 2010)
3) Makna klinis
Irama ini biasanya sementara dan tidak bermakna kecuali pacu jantung
yang lebih rendah gagal untuk mengambil alih untuk memacu ventrikel.
(Hudak, 2010)
4) Tindakan
Tindakan diindikasikan jika pasien adalah simtomatis. Tujuannya untuk
meningkatkan

frekuensi

ventrikel,

yang

mungkin

membutuhkan

penggunaan atropin atau, adanya gangguan hemodinamik serius,


penggunaan pacu jantung. (Hudak, 2010)
2. Atrial disritmia
a. Premature atrial contraction (PAC)
1) Definisi
Kontraksi atrium prematur terjadi ketika impuls atrial ektopik keluar
secara prematur dan pada kebanyakan kasus, impuls ini dikonduksi dalam
gaya normal melalui sitem konduksi AV ke ventrikel. Pada gambaran
EKG, gelombang P terlihat prematur dan bahkan dapat terbenam pada
gelombang T terdahulu; gelombang ini berbeda dalam konfigurasi dari
gelombang P sinus. Kompleks QRS biasanya merupakan konfigurasi yang
normal tetapi oleh karena waktunya, dapat terlihat melebar dan kacau bila
dihubungkan dengan beberapa derajat pelambatan KAP aberans (kontraksi
atrial prematur) atau tidak terlihat sama sekali bila impuls atrial diblok
dari konduksi ventrikel (blok KAP). Penghentian yang pendek terjadi,
biasanya kurang dari kompensasi (Hudak, 2010)
Menurut Udjianti (2011), Kontraksi atrium prematur mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
Site of origin
: atria
Frekuensi
: bervariasi tergantung irama yang mendasari
Irama
: denyutan prematur (PAC) muncul lebih dini
dibanding waktu denyutan normal. Setelah PAC didapatkan masa

pause sebelum muncul denyutan normal berikutnya.


Gelombang P
: mungkin bentuknya abnormal atau inversi;

berbeda dari gelombang P lainnya


Interval PR
: 0,12-0,20 detik
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Ini merupakan disritmia yang umum terlihat pada semua kelompok. Ini
dapat terjadi pada orang normal dan pada pasien dengan penyakit jantung
11

rematik, penyakit jantung iskemik, atau hipertiroidisme. Ini sering terlihat


pada pasien dengan gagal jantung kongestif (GJK). (Hudak, 2010)
3) Makna Klinis
Kontraksi atrium prematur mungkin suatu prekusor pada takikardia
atrium, menandakan peningkatan iritabilitas atrium. Kontraksi tersebut
juga menandakan kondisi dasar (misalnya GJK). Pasien dapat mengalami
sensasi penghentian atau skip pada irama dimana ada KAP. (Hudak,
2010)
4) Tindakan
Pada beberapa kasus, tidak diperlukan tindakan. Pasien harus dipantau dan
frekwensi denyut prematur di catat. Selain itu, pasien harus dikaji untuk
kondisi dasar dan diatasi. Obat-obatan khusus seperti digitalis atau
quinidin mungkin diprogramkan. (Hudak, 2010)
b. Atrial takikardi
1) Definisi
Takikardi atrial multifokal (TAM) (multifocal atrial tachycardi-MAT)
merupakan irama atrium cepat dengan berbagai bentuk gelombang P,
karena penembakan tiga atau lebih fokus-fokus atrial. Frekwensi atrium
lebih dari 100 denyut/menit dan irama biasanya tidak teratur. Bentuk
gelombang bervariasi dalam bentuk karena fokus-fokus multipel. Interval
PR juga bervariasi tergantung pada dekatnya fokus terhadap nodus AV.
Kompleks QRS normal kecuali kalau impuls dihantarkan tidak biasanya.
(Hudak, 2010)
2) Etologi
Irama ini secara khas terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit
pulmonalis

berat. Pasien yang sering menunjukkan hipoksemia,

hipokalemia, perubahan pada pH serum, atau hipertensi pulmonalis.


(Hudak, 2010)
3) Makna Klinis
Pasien biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang berhubungan dengan
penyakit-penyakit dasar dari disritmia itu sendiri. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Tindakan diarahkan untuk mengontrol penyakit paru dasar dan
memperlambat frekwensi ventrikel jika dibutuhkan. (Hudak, 2010)
c. Paroxymal Supra Ventrikular Tachycardia (PSVT)
1) Definisi
Takikardia supraventrikular paroksimal (paroxymal supraventricular
tachycardia-PSVT) menggambarkan irama atrium yang cepat dengan
frekwensi 150-250 denyut/menit. Takikardia mulai dengan mendadak,
12

pada kebanyakan kasus dengan KAP, dan ini berakhir dengan tiba-tiba.
Gelombang P mungkin terlihat mendahului QRS tetapi pada frekwensi
yang lebih cepat mungkin tersembunyi dalam QRS atau mendahului
gelombang T. (Bila beberapa gelombang P tidak diikuti dengan QRS,
maka hal ini disebut sebagai PSVT dengan blok, dan biasanya terjadi
karena toksisitas digitalis). Gelombang P biasanya negatif di lead II, III,
AVF karena konduksi retrogad dari nodus AV ke atrium. QRS biasanya
normal kecuali ada masalah dasar pada konduksi intraventrikular. Irama
teratur dan paroksisme dapat berakhir dari beberapa detik sampai
beberapa jam bahkan beberapa hari.
Istilah PSVT digunakan untuk mengidentifikasi irama sebelumnya
menunjukkan takikardia atrial paroksismal (TAP) dan takikardia nodus
paroksismal (TNP) atau takikardia nodus jangsional (THJ), iramairamanya mirip mirip dalam beberapa hal kecuali sisi asalnya. PSVT juga
dikenal sebagai nodal reentrant tachycardia AV karena mekanismenya
yang paling umum bertanggung jawab terhadap disritmia ini adalah sirkuit
reentrant atau gerakan kacau pada tingkat nodus AV. (Hudak, 2010)
Menurut Udjianti (2011), Takikardia supraventrikular paroksimal
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Site of origin
: diatas Bundle of His. Tachycardia timbul dari
atria-paroxysmal atrial tachcardi (PAT) atau AV Junction

paroxysmal junction tachycardi (PJT)


Frekuensi
: 151-250 bpm
Irama
: reguler
Gelombang P
: sulit diidentifikasi, tersembunyi atau tenggelam

dalam gelombang T
Interval PR
: tidak dapat diukur
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
Onset
: mulai dan berhenti mendadak
2) Etiologi
Takikardia supraventrikular paroksismal seringkali terjadi pada orangorang dewasa dengan jantung yang normal, dan demikian juga pada KAP.
Jika ada penyakit jantung, seperti abnormalitas penyakit jantung rematik,
infark miokard akut dan intoksikasi digitalis dapat merupakan latar
belakang pada disritmia ini. (Hudak, 2010)
3) Makna klinis

13

Seringkali pada pasien tanpa penyakit jantung dan hanya merasakan


palpitasi dan sakit kepala ringan, tergantung pada frekwensi dan durasi
PSVT. Pada pasien dengan penyakit jantung, dispnea, angina pektoris, dan
GJK dapat terjadi saat waktu pengisian ventrikel, dan maka curah jantung
menurun. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Stimulasi vagal seringkali akan mengakhiri PSVT, juga dengan masase
karotid atau gerakan valsava, jika stimulaso vagal tidak berhasil verapamil
intravena biasanya merupakan terapi pilihan. Diltiazem, b-bloker atau
adenosin juga diindikasikan untuk kasus ini. Kardioversi atau pemacuan
dengan kendali yang berlebihan dapat diperlukan jika terapi dengan obatobatan tidak berhasil. Terapi profilaksis jangka panjang dapat diberikan
pada beberapa pasien. (Hudak, 2010)
d. Atrial flutter
1) Definisi
Flutter atrial merupakan irama ektopik atrium cepat yang terjadi pada
frekwensi atrial 250-350 denyut/menit. Kecuali ada jalur konduksi AV
abnormal, ventrikel dapat berespons hanya setengah dari frekwensi
atrium, dikenal dengan flutter 2:1. Pada tindakan, derajat blok AV
meningkat dan frekwensi ventrikel selanjutnya melambat (flutter 3;1,
flutter 4:1, atau flutter dengan berbagai respons ventrikel).
Frekwensi atrium yang teratur dan cepat menghasilkan gambaran :bentuk
gigi gergaji atau picket fence pada EKG. Ini biasa untuk gelombang
flutter untuk secara parsial tersembunyi di dalam kompleks QRS atau
gelombang

T.

Kompleks

QRS

memperlihatkan

memperlihatkan

konfigurasi normal kecuali bila ada konduksi aberans. (Hudak, 2010)


Menurut Udjianti (2011), Atrial Flutter mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Site of origin
Frekuensi

: satu sisi atrial


: a. Frekuensi atrial : 250-350 bpm
b. frekuensi ventrikular biasanya 60-100 bpm
tergantung pada blok. AV node tidak mampu
mengkonduksikan semua impuls atria dan

Irama
Gelombang P

memblok setiap impuls ke 2,3,4.


: reguler
: tidak tampak, ditempati gelombang flutter yang

berbentuk seperti gigi gergaji diantara QRS kompleks


14

Interval PR
: tidak dapat diukur
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Atrial flutter sering terlihat pada pasien dengan penyakit jantung termasuk
penyakit arteri koroner, korpulmonalis, dan penyakit jantung rematik.
(Hudak, 2010)
3) Makna Klinis
Jika flutter atrial terjadi dengan frekwensi ventrikel yang cepat, ruang
ventrikel tidak dapat mengisi secara adekuat, mengakibatkan berbagai
derajat gangguan hemodinamik. (Hudak, 2010)
4) Tindakan
Tidak ada tindakan segera perlu dilakukan bila flutter dengan blok AV
derajat tinggi sehingga frekwensi ventrikel menetap dalam batas normal.
Jika frekwensi ventrikel cepat, tindakan segera untuk mengonrol
frekwensi atau mengembalikan irama ke mekanisme sinus diindikasikan.
Obat-obatan pilihan meliputi digitalis, diltiazem, atau verapamil, yang
meningkatkan derajat blok AV dan sehingga mengontrol frekuensi
ventrikel. Perbaikan pada mekanisme sinus dapat terjadi selanjutnya.
Quinidin dapat menolong dalam mengubah flutter menjadi sinus normal
setelah frekwensi vetrikel diperlambat. Flutter atrial tidak diinginkan
dalam jangka panjang, karena respons ventrikel seringkali sulit dikontrol;
sinkronisasi kardioversi diperlukan untuk mengubah irama ke irama sinus
atau ke irama fibrilasi atrial yang lebih stabil. (Hudak, 2010)
e. Atrial fibrilasi
1) Definisi
Fibrilasi atrial didefinisikan sebagai irama ektopik atrium yang sangat
cepat yang terjadi dengan frekwensi atrium 400-650 denyut/menit. Ini
dicirikan oleh kekacauan aktivitas atrium dengan gelombang yang tidak
dapat didefinisikan. Irama dan frekwensi ventrikel tergantung pada
kemampuan AV jangsion untuk berespons pada rangsangan yang cepat
dari atrium. Pada awalnya respons ventrikel mungkin 140-170
denyut/menit, tetapi dengan tindakan atau penyakit sistem konduksi AV,
respons ventrikel bisa lebih lambat. Irama ventrikel secara karakteristik
adalah ketidakteraturan yang tidak teratur. Fibrilasi atrial biasanya
didahului oleh KAP. (Hudak, 2010)
Menurut Udjianti (2011), Atrial fibrilasi mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
15

Site of origin
Frekuensi

: atria (lebih dari satu fokus ektopik)


: a. Frekuensi atrial 350-500 atau lebih
b. frekuensi ventrikuler
<60 bpm (respons ventrikel lambat/slow

Irama
Gelombang P

AF)
60-100 bpm (AF terkontrol)
101-150 bpm (respons

ventrikel

cepat/fast AF)
>150 bpm (AF tidak terkontrol)
: ireguler
: tidak tampak, ditempati oleh gelombang

fibrilasi di antara kompleks QRS


Interval PR
: tidak dapat diukur
Komples QRS
: < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
2) Etiologi
Meskipun fibrilasi atrial dapat terjadi sebagai disritmia sementara pada
orang muda yang sehat, adanya fibrilasi atrial permanen hampir selalu
dihubungkan dengan penyakit jantung. Satu atau kedua tanda-tanda
berikut ini terdapat pada pasien dengan fibrilasi atrial permanen : penyakit
otot-otot atrium atau distensi atrium bersamaan dengan penyakit nodus
sinus. Irama ini umumnya terjadi pada pasien dengan GJK atau penyakit
jantung rematik, penyakit paru-paru dan setelah operasi jantung terbuka.
Ini juga terlihat pada pasien dengan penyakit jantung kongenital (bawaan).
(Hudak, 2010)
3) Makna Klinis
Fibrilasi atrial menyebabkan curah jantung berkurang karena (1)
frekwensi cepat yang mengakibatkan berkurangnya waktu bagi ventrikel
untuk mengisi, dan (2) hilangnya efektivitas kontraksi atrium (atrial kick).
Pasien-pasien dengan fungsi jantung borderline dapat mengalami tandatanda dan gejala gangguan hemodinamik pada irama ini. Defisit nadi
seringkali terlihat pada kondisi ini. Nadi radial lebih lambat dari nadi
apikal karena beberapa kontraksi sistolik lemah dan tidak terpalpasi pada
arteri perifer.
Selain itu, pasien dengan fibrilasi atrial kronik beresiko tinggi untuk
terjadi emboli, termasuk stroke. Karena kondisi atrium dilatasi pasif,
trombus dapat terbentuk pada dinding atrium dan terlepas sehingga
mengakibatkan embolisasi. Insiden embolisasi dapat dikurangi dengan
antikoagulasi. (Hudak, 2010)
16

4) Tindakan
Jika curah jantung masih cukup dan pasien tidak hipotensi atau
mengalami gagal jantung yang bermakna, terapi obat-obatan biasanya
dicobakan lebih dulu. Digitalis secara khusus bermanfaat karena ini
meningkatkan blok AV dan memungkinkan lebih banyak waktu untuk
pengisian diastolik vetrikel. Irama juga dapat berubah dengan digitalis
menjadi irama sinus normal. Diltiazem atau verapamil juga dapat
digunakan untuk tujuan ini. Quinidin membantu dalam mempertahankan
irama sinus normal. Kardioversi diindikasikan jika terapi obat-obatan
gagal atau terdapat kondisi gangguan hemodinamik. (Hudak, 2010)
2.7 Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo (2010), Sinus takikardi tidak menyebabkan atau bukan
merupakan disritmia yang mematikan tetapi sering merupakan sinyal masalah dasar yang
haru ditindaklanjuti. Selain itu frekuensi yang cepat dari sinus takikardi meningkatkan
kebutuhan oksigen pada otot-otot jantung dan menurunkan waktu pengisian ventrikel.
Pada orang-orang yang telah menurun cadangan jantungnya, iskemia atau GJK,
menetapnya frekuensi cepat dapat memperburuk kondisi dasar.
Sinus bradikardi pada penyakit jantung berat, jantung tidak dapat mengkompensasi
frekuensi lambat dengan meningkatkan volume darah yang dipompakan per denyut. Pada
situasi ini, sinus bradikardi akan menyebabkan curah jantung rendah.
Pada flutter atrial, jika flutter atrial terjadi dengan frekuensi ventrikel yang cepat,
ruang ventrikel tidak dapat mengisi secara adekuat, mengakibatkan berbagai derajat
gangguan hemodinamik.
Fibrilasi atrial menyebabkan curah jantung berkurang karena (1) frekuensi cepat
yang mengakibatkan berkurangnya waktu bagi ventrikel untuk mengisi , dan (2)
hilangnya efektifitas kontraksi atrium (atrial kick).
Pada Asistol ventrikular, tanpa penatalaksaan segera asistol ventrikular akan
berakibat fatal. Pada vibrilasi ventriel, karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung,
maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera
dikoreksi.
2.8 Pemeriksaan Penunjang (Syamsudin, 2011)
1. Elektrokardiogram (EKG) : pencacatan sederhana untuk aktivitas listrik jantung.
2. Ekokardiogram : gambar video dari aktivitas jantung.
3. Pemantau holter : pasien memakai alat EKG portable yang mencatat frekuensi
denyut jantung dan iramanya selama 24 jam. Selain itu, pasien juga mencatat di
dalam buku semua aktivitas yang dilakukan selama alat dipasang.
17

4. Event recorder : serupa dengan pemantau Holter. Pasien mengenakan alat pantau
selama beberapa hari. Pasien menekan tombol jika terjadi gejala. Dengan
pencatatan ini, dokter dapat melihat jenis aritmia yang terjadi ketika ada gejalagejala.
5. Tilt table testing : dapat direkomendasikan oleh dokter jika mengalami fainting
spells. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan bagaimana perubahan posisi
mempengaruhi irama jantung. Selama pemeriksaan, tempat tidur dimiringkan
sambil dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala, frekuensi denyut jantung,
irama jantung dan tekanan darah.
6. Pemeriksaan elektrofisiologis : pemeriksaan yang mencari iregularitas yang
mungkin menyebabkan permasalahan-permasalahan dengan irama jantung.
7. Kateterisasi jantung : pemeriksaan untuk melihat apakah aritmia disebabkan oleh
penyakit arteri koroner
8. Chest X-Ray : menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali) oleh karena
disfungsi katup atau ventrikel.
9. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kadar kalium dan atau kalsium dapat
menyebabkan disritmia.
10. Drug screen : menilai adanya keracunan obat digitalis atau quinidine
11. Hormon tiroid : peningkatan kadar serum tiroid (T3 dan T4) dapat mengakibatkan
disritmia.

2.9 Penatalaksanaan (Hudak, 2010)


a. Obat-obatan

Obat

Efek pada
EKG

Dosis dan
Interval

Rute

Digoksin

Memperpa
njang PR
() depresi
ST

Quinidin

Memperpa 100-600 mg
njang QRS, tiap 4-6 jam
QT, dan PR
()

Awal 0,5 mg; IV atau


0,25 mg tiap PO
2-4 jam total
1,0-1,5
mg
dalam 24 jam
pertama

18

PO

Efek Merugikan

Kadar
Plasma
Terapeutik

Mual, muntah, nyeri 0,8-1,8


abdomen,
mg/ml
penglihatan kabur
atau
berwarna,
lemah,
psikosis,
KVP, blok jantung
Gejala-gejala
GI, 2,3-5,0
sinkonisme,
g/ml
trombositopenia,
hipotensi,
blok

jantung, takikardia
ventrikel
Prokaina
mid
(pronesty
l)

Memperpa
njang QRS,
QT, dan PR
()

500 mg-1 g; PO
kemudian 2-5 IM
g/hari
IV
250-500 mg
tiap 3-6 jam
100 mg tiap 5
menit sampai
total 1 gram
Pemeliharaan
:
2-4
mg/menit

Disopira
mid
(norpace)

Memperpa Loading:
njang QRS, 200-300 mg
QT, dan PR Pemeliharaan
: 100-200 mg
tiap 6 jam

Lidokain

Tak ada

1
mg/kg; IV
dapat
diulangi 0,5
mg/kg

Mengantuk, kejang

Propanolol
(inderal)

Memperpanjang
PR, tidak
ada
perubahan
QRS, QT
memendek

10-80 mg tiap PO
jam
IV
Total 0,3-5
mg (tidak >1
mg/menit)

Hipotensi,
Tidak
kegagalan jantung, ditetapk
blok jantung, asma
an; 50100
g/ml
diperlu
kan
untuk
blokade

Verapamil

Memperpanjang PR

5-10 mg
IV
80-120 mg 3- PO
4 kali/hari

Hipotensi,
Tidak
bradikardi, pusing, ditetapk
gangguan GI
an

PO

Gejala-gejala
GI, 4-10
psikosis, hipotensi, g/ml
kemerahan,
sindroma like-lupus

Efek antikolinergik, 2-8


hipotensi, kegagalan g/ml
jantung,
blok
jantung, takiaritmia
1,5-6
g/ml

Gambar 2. Farmakokinetik dari Obat-obatan Antiaritmia yang Umum digunakan

b. Prosedur medis
Alat pacu jantung digunakan pada pasien yang detak jantungnya terlalu lambat
serta mereka yang memiliki detak jantung tidak teratur. Alat pacu jantung adalah
perangkat kecil yang diletakkan dibawah kulit di dada atau perut yang membantu
mendeteksi kepekaan listrik jantung. Ketika alat ini merasakan irama jantung yang
tidak normal, amakan akan mengirimkan impuls listrik pada irama jantung yang
tepat. Perangkat serupa bernama Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)
mengendalikan aritmia yang mengancam nyawa dengan memantau detak jantung

19

secara terus-menerus dan mengirimkan kejutan listrik untuk emmulihkan detak


jantung normal.
Kardioversi dapat dilakukan dengan menggunakan kejut energi (kardioversi
listrik) atau obat-obatan (kardioversi farmakologis). Kardioversi listrik atau
defibrilasi adalah sebuah proses dimana sentakan listrik dikirim ke jantung untuk
memperbaiki irama jantung. Namun demikian, proses ini hanya cocok untuk jenis
aritmia tertentu yang mengancam nyawa. Kegagalan fungsi ini bisa membuat
jantung gagal atau lambat untuk berdenyut. Secara normal orang dewasa berdetak
sekitar 60 hingga 100 kali permenit. Pada anak kecil/bayi detakannya lebih cepat.
Namun aktivitas, emosi dan hormonal bisa mempengaruhi denyut ini, sehingga
berubah detakannya. Secara normal, perubahan ini diperlukan untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan metabolisme tubuh.
Menurut Brunner & Suddarth (2002), salah satu penatalaksanaan pada aritmia
yaitu terapi pacemaker. Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan
stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung. Alat ini
memulai dan mempertahankan frekuensi jantung ketika pacemaker alamiah jantung
tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien
mengalami

gangguan

hantaran

atau

loncatan

gangguan

hantaran

yang

mengakibatkan kegagalan curah jantung. Pacemaker bisa bersifat permanen atau


temporer. Pacemaker permanen biasanya digunakan pada penyekat jantung komplet
ireversibel; sedang pacemaker temporer digunakan sebagai terapi tambahan untuk
menyokong pasien yang mengalami penyekat jantung akibat infark miokard atau
setelah pembedahan jantung terbuka. Pada beberapa kasus, pacemaker dapat juga
digunakan untuk mengontrol takikardia disritmia yang tidak berespons terhadap
pengobatan.

20

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
b.

Identitas Pasien
Keluhan utama: Riwayat klien diambil untuk menentukan ada

tidaknya sinkop (pingsan), baik riwayat dulu maupun sekarang, kepala ringan,
pusing, kelelahan, nyeri dada, dan berdebar-debar. Salah satu atau semua gejala
c.

tersebut dapat terjadi bila curah jantung berkurang.


Riwayat Sakit Masa Lalu: Kaji riwayat penyakit jantung
koroner (90-95 % mengalami disritmia), penyakit katup jantung, Hipertensi,

kardiomiopati, CHF, dan riwayat insersi pecemaker.


d.
Riwayat Kesehatan Keluarga : ada tidaknya penyakit jantung
yang didapatkan dari keturunan misalnya hipertensi.
e.
Data Psikososial: Kaji tingkat kecemasan pasien dan persepsi
f.

pasien terhadap penyakitnya.


Data psikologis: Merasa cemas, takut, menarik diri, marah,
menangis dan mudah tersinggung (irritable).

2.

Pemeriksaan Fisik
a.
B1 (Breating)
Sesak Napas, perubahan pola napas selama peride disritmia, batuk dengan atau
tanpa sputum. Suara napas crackles mengindikasikan edema paru atau fenomena
tromboemboli paru (tachydisritmia)
b.
B2 (Blood)
Pucat, sianosis, nadi cepat/lambat/tidak teratur atau ireguler, palpitasi, skipeed
beats (denyutan hilang). Hipotensi atau hipertensi selama periode disritmia,
Auskultasi : ditemukan adanya irama ireguler, suara ekstrasistol, suara napas
tambahan, khususnya S3 dan S4 yang mencerminkan penurunan daya regang dan
lentur (komplians) miokardium yang tampak dari pengurangan curah jantung.
c.
B3 (Brain)
Adanya keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang dengan
pemberian obat anti angina, sakit kepala, status mental disorientasi, kehilangan
memori, perubahan pola bicara, stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah
halusinasi, reaksi pupil berubah.
Reflex tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa
(ventricular takikardi atau bradikardi berat).
d.
B4 (Bone)
Kelemahan fisik secara umum dan dan keletihan yang berlebihan.
e.
B5 (Bladder)

21

Penurunan urine output, perubahan turgor kulit atau kelembaban kulit. Perubahan
berat badan akibat edema.
f.
B6 (Bowel)
Keluhan berupa intoleransi makanan, mual, muntah. Temuan fisik berupa tidak
nafsu makan.
3.

Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram (EKG) : pencacatan sederhana untuk aktivitas listrik jantung.
b. Ekokardiogram : gambar video dari aktivitas jantung.
c. Pemantau holter : pasien memakai alat EKG portable yang mencatat frekuensi
denyut jantung dan iramanya selama 24 jam. Selain itu, pasien juga mencatat di
dalam buku semua aktivitas yang dilakukan selama alat dipasang.
d. Event recorder : serupa dengan pemantau Holter. Pasien mengenakan alat pantau
selama beberapa hari. Pasien menekan tombol jika terjadi gejala. Dengan
pencatatan ini, dokter dapat melihat jenis aritmia yang terjadi ketika ada gejalagejala.
e. Tilt table testing : dapat direkomendasikan oleh dokter jika mengalami fainting
spells. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan bagaimana perubahan posisi
mempengaruhi irama jantung. Selama pemeriksaan, tempat tidur dimiringkan
sambil dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala, frekuensi denyut jantung,
irama jantung dan tekanan darah.
f. Pemeriksaan elektrofisiologis : pemeriksaan yang mencari iregularitas yang
mungkin menyebabkan permasalahan-permasalahan dengan irama jantung.
g. Kateterisasi jantung : pemeriksaan untuk melihat apakah aritmia disebabkan oleh
penyakit arteri koroner
h. Chest X-Ray : menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali) oleh karena
disfungsi katup atau ventrikel.
i. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kadar kalium dan atau kalsium dapat
menyebabkan disritmia.
j. Drug screen : menilai adanya keracunan obat digitalis atau quinidine
k. Hormon tiroid : peningkatan kadar serum tiroid (T3 dan T4) dapat mengakibatkan
disritmia.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan konduksi elektrik
b.
c.
d.
e.

miokard, penurunan kontraktilitas miokard, dan pengisian ventrikel tidak adekuat


Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan suplai O2 ginjal
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan (faktor biologis)
22

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen
3. Intervensi Keperawatan
a.
Diagnosa : Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan konduksi elektrik miocard, penurunan kontraktilitas miokard, dan
pengisian ventrikel tidak adekuat.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau
beban kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang individu yang
dapat diterima, memperlihatkan frekuensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien, after load tidak meningkat dan tidak terjadi vasokonstriksi.
Intervensi:
1) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti-aritmia sesuai
jenis aritmia.
2) Berikan obat

inotropik,

nitrogliserin,

dan

vasodilator

untuk

mempertahankan kontraktilitas, preload dan afterload sesuai dengan


program medis atau protokol.
3) Kolaborasi tindakan kardioversi dan defibrilasi jika diperlukan.
4) Ubah posisi pasien ke posisi datar atau Trendelenburg ketika tekanan
darah pasien berada pada rentang lebih rendah dibandingkan dengan
yang biasanya.
5) Untuk hipotensi yang tiba-tiba, berat atau lama, pasang akses intravena
untuk pemberian cairan intravena atau obat untuk meningkatkan tekanan
darah.
6) Ubah pisisi pasien setiap 2 jam atau pertahankan aktifitas lain yang
sesuai atau dibutuhkan untuk menurunkan stasis sirkulasi perifer.
7) Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus perifer,
sesuai dengan program atau protokol.
b. Diagnosa

Ketidakefektifan

pola

nafas

berhubungan

dengan

sindrom

hipoventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Klien menunjukkan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis, dan
dyspneu, mampu bernafas dengan mudah, klien menunjukkan jalan nafas
yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas, freuensi nafas dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal), tanda-tanda vital dalam
batas normal
Intervensi :
1) Monitor vital sign
23

2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


3) Pertahankan kepatenan jalan nafas
4) Kolaborasikan pemberian terapi O2
c. Diagnosa : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Tujuan dan Kriteria Hasil :
TTV dalam rentang normal, klien mampu berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai kemampuan, klien menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang

utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter


Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Monitor adanya perubahan tingkat kesadaran
3) Kolaborasikan pemberian terapi O2
4) Kolaborasikan pemberian analgesik

d. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan suplai O2


ginjal
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Kandung kemih kosong secara penuh, tidak ada residu urine >100-200 cc,

intake cairan dalam batas normal, balance cairan seimbang


Intervensi:
1) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontinensia (misalnya; output urin, pola berkemih, fungsi kognitif)
2) Memonitor penggunaan terapi obat-obatan seperti calcium channel
blockers dan antikolinergik
3) Pantau input dan output cairan
4) Kolaborasikan pemasangan kateter urine

e. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan penurunan nafsu makan (faktor biologis)
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi, klien tidak mengalami
penurunan berat badan yang berarti, klien mampu mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi
Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
3)
4)
5)
6)

nutrisi yang dibutuhkan pasien.


Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, Ht
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan kandungan kalori

24

f. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan dan kriteria hasil :
Klien berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD,

nadi, RR
Intervensi :
1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
2) Bantu klien memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5) Sediakan penguatan positif bagi pasien saat beraktivitas
6) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

BAB IV
25

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau
irama atau keduanya. Disritmia merupakan gangguan sistem hantaran jantung dan
bukan struktur jantung. Disritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisis gelombang
EKG.
4.2 Saran
1. Pasien hendaknya lebih memahami tentang penyakit, tanda dan gejala, penyebab
atau faktor resiko, pengobatan, dan penanganan yang dapat dilakukan.
2. Untuk menjaga kesehatan jantung sebaiknya konsumsi makanan yang sehat,
hindari aktifitas merokok, lakukan exercise secara teratur dan kendalikan tekanan
darah dalam batas normal.
3. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan
kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Abata, Qorry Aina. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Madiun : Yayasan PP Al-Furqon
Bustami, Rahmatina. 2010. Buku Ajar Fisiologi Jantung. Jakarta : EGC
Bakta, Made. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Dharma Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG : Pedoman Praktis. Jakarta:EGC
Hudak , Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Joewono, Boedi Soesetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University
Press
Kendall, K dan L, Tao. 2013. Sinopsis Organ System Kardiovaskular. Tangerang : Karisma
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
26

Marya, R. K. 2013. Buku Ajar Patofisiologi Mekanisme Terjadinya Penyakit. Tangerang :


Binarupa Aksara
Rilantoro, Lily L. 2012. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Syamsudin, 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular dan Renal. Jakarta : Salemba
Medika
Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah
Farmakologi. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta : EGC
Udjianti, Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

27

Você também pode gostar