Você está na página 1de 16

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) EFUSI PLEURA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya
adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia.
Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga
pleura yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan
sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah
diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi
pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat dari
penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka
pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan
efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan
pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara
akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan
semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem
pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura
dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja
sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat
oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di
rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka
dalam makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
efusi pleura.
1.2

Rumusan Masalah

1.2.1

Bagaimanakah konsep penyakit efusi pleura?

1.2.2

Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?

1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis


dan patofisiologi
2. Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi pengkajian,
analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi

1.4

Manfaat

1.4.1

Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan

gangguan efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi.


1.4.2

Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat

menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah
atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
2.2 Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada
pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor primer
pleura. Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,

karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom,
obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis
akut.
1. Eksudat
1. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
2. Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Perbedaan cairan transudat dan eksudat (Somantri, 2008: 99)

Indikator
1. Warna

Transudat

Eksudat

1. Kuning pucat dan


jernih

1. Jernih, keruh, purulen,


dan hemoragik

2. (-)

2. (-)/(+)

2. Bekuan

1. Berat Jenis

1. <1018

3. >1018

2. Leukosit

2. <1000 /uL

4. Bervariasi, >1000/uL

3. Eritrosit

3. sedikit

5. Biasanya banyak

4. Hitung jenis

4. MN (limfosit/mesotel)

6. Terutama PMN

5. Protein Total

5. <50% serum

7. >50% serum

6. LDH

6. <60% serum

8. >60% serum

7. Glukosa

7. =plasma

9. = / < plasma

10. Fibrinogen
11. Amilase
12. Bakteri

10. 0,3-4%
11. (-)
12. (-)

10. 4-6 % atau lebih


11. >50% serum
12. (-) / (+)

2.3 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat).
Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma.
Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien
dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya
secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada
dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke
dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensi
kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan
pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura. Peningkatan
pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan
adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan
oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas
kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal, dinding
dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke dalam
(paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk
mengempis).
2.4 Manifestasi Klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan
dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan
gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung
cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan
bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi
trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang
signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak
terdapat. Berikut tanda dan gejala:
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik, dan
torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil
tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
2.5 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif,
pneumonia, seosis)
Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila penyebab dasar
adalah malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu.
Torasentesis berulang menyebabkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang

pneumotoraks. Dalam keadaan ini pasien mungkin diatasi dengan pemasangan selang
dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.
Agens yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin, dimasukkan ke dalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Setelah agens dimasukkan, selang dada diklem dan pasien dibantu untuk mengambil
berbagai posisi untuk memastikan penyebaran agens secara merata dan untuk
memaksimalkan kontak agens dengan permukaan pleural. Selang dilepaskan klemnya
sesuai yang diresepkan, dan drainase dada biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama
untuk mencegah reakumulasi cairan dan untuk meningkatkan pembentukan adhesi
antara pleural viseralis dan parietalis.
Modalitas penyakit lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah pleurektomi, dan terapi diuretic. Jika cairan pleura merupakan eksudat, posedur
diagnostic yang lebih jauh dilakukan untuk menetukan penyebabnya. Pengobatan untuk
penyebab primer kemudian dilakukan.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila
permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang
sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena
radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
1. CT SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga
sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
1.
1. menentukan adanya tumor dan ukurannya
2. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum
dan pembuluh darah besar
3. mendeteksi adanya efusi pleura

Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi
kekambuhan dan CT planing radiasi.
2.7 WOC (Web Of Caution)
DOWNLOAD : WOC ASKEP EFUSI PLEURA
ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN
Tanggal MRS

: Rabu, 20 Oktober 2010

Jam Masuk

Tanggal Pengkajian: 22 Oktober 2010

No. RM

Jam Pengkajian

Diagnosa Masuk

: 12.00 WIB

: 13.00 WIB
: 11.09.68.45
: small cell

carcinoma + efusi plera (D)


Ruang/ Kelas

: PALEM I/ 3 (Paru Laki)

IDENTITAS
Nama

: Tn. B

Umur

: 53 tahun/ 3 bulan/ 5 hari

Suku/ Bangsa

: Jawa/ WNI

Agama

: Khatolik

Alamat

: Candi Lontar blok 41-I/ 30, Surabaya, Jawa Timur

Pekerjaan

: Ekspedisi di Perak

Keluhan Utama : sesak napas


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari IRD RKZ dengan mula-mula sesak pada bulan Juli 2010. Sesak
hilang timbul, di sertai nyeri dada terutama saat beraktifitas dan terkadang juga pada
malam hari sesak timbul kembali, ketika pasien sesak, pasien mencoba tidur dengan
posisi duduk. Sebelum sesak pasien mengeluh batuk selama kurang lebih selama satu
bulan. Batuk tanpa disertai dahak, dan mengkonsumsi obat batuk namun tidak sembuh.
Karena sesak bertambah hebat, pasien ke UGD RKZ dan setelah di sana kurang lebih 1,5
jam pasien dirujuk ke poli paru RS. Dr Soetomo karena keadaan ekonomi.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Agustus 2010 pasien operasi hernia di RKZ (preoperasi melakukan rongent dan
di katakana ada sesuatu di paru-paru). Post operasi disuruh untuk control lagi bulan
Oktober (pasien melakukan foto dada dan CT-scan). Sebelumnya tidak ada batuk darah,
keringat dingin, DM, HT, asma, alergi.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit keturunan: keluarga mengaku tidak ada anggota keluarga yang
mengalami sakit seperti pasien. Keluarga mengatakan tidak ada riwayat keganasan,
batuk lama, batuk berdarah, keringat dingin, DM, HT, asma, alergi.
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

Pasien tidak mengkonsumsi alcohol, tetapi pasien adalah perokok berat dimana
dapat mengkonsumsi satu bungkus dalam sehari dan hal itu sudah dilakukan lebih dari
10 tahun. Dalam sehari pasien mampu manghabiskan rokok 1 bungkus bahkan lebih.
Pekerjaan pasien sebagai ekspedisi di perak yang selalu keluar pada malam hari. Saat
pengkajian pasien mengaku tidak mengerti bahwa pola hidupnya dapat mengakibatkan
kanker paru, hal tersebut merupakan kurangnya sumber informasi bagi pasien.
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Tanda Vital
Kesadaran compos mentis.
Tanda-tanda vital:
Suhu: 37C

Nadi: 96/ menit.

RR:26x/menit

TD:140/90mmHg

1. Sistem Pernafasan (B1)


Nafas pasien tersengal-sengal cepat, pendek, terasa lebih sesak meningkat/ bertambah
setelah beraktifitas dan terdapat nyeri. Tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak
ada retraksi otot bantu nafas. Gerak dada kiri dan kanan simetris, terdapat suara nafas
tambahan berupa ronki di bagian dekstra apeks. Adanya secret dan batuk produktif
tetapi batuk tidak efektif. Irama nafas teratur terdapat dispnoe, pasien tidak
menggunakan alat bantu nafas, suara nafas vesikuler. Terdapat hasil torakosintesis yang
dilakukan pada pukul 11.30,dan ternyata masih terdapat cairan di kavum pleura
sebanyak 500 cc.
1. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Pasien tidak mengalami nyeri dada, irama jantung regular. Pasien tidak terpasang CVC
sehingga CVP tidak terkaji. CRT normal kurang dari tiga detik, dan akral merah, hangat
dan kering.
1. Sistem Persyarafan (B3)
Pasien tidak merasa pusing, tidak terdapat gangguan pendengaran, dan tidak mengalami
gangguan penciuman. Istirahat pasien 8 jam/ hari. Dan pasien mengaku tidak mengalami
gangguan tidur. Namun setelah bangun tidur sering sesak nafas.
1. Sistem Perkemihan (B4)
Menurut pasien, alat genetalia nya dalam kondisi bersih, dan tidak mengalami keluhan
kencing. Volume urin pasien normal, dan tidak terpasang kateter.
1. Sistem Pencernaan (B5)

Mulut pasien tampak bersih, lembab dan tidak ada stomatitis, tidak bau mulut, gigi
sempurna (tidak terdapat karies gigi), lidah merah, kelainan tidak ada, pasien tidak
mengalami gangguan menelan. Tidak terdapat luka operasi, peristaltic 9x/ menit dengan
suara peristaltic terdengar lemah, BAB 1x sehari terakhir pada tanggal 22-10-2010
dengan konsistensi lunak warna kecoklatan, dan bau khas, nafsu makan menurun.
1. Sistem Muskoleskeletal (B6)
Pergerakan sendi pasien bebas, tidak mengalami fraktur. Tidak mengalami kelainan
tulang belakang, tidak menggunakan traksi gips spalk, permukaaan kulit terlihat
mengkilat, dan tekstur halus. Rambut putih hitam bersih, tidak terdapat dekubitus.
Pasien mengalami intoleransi aktifitas dikarenakan jika terlalu banyak bergerak, akan
timbul sesak napas.
1. Sistem Endokrin
Leher pasien tidak terlihat membesar, saat pemeriksaan Pasien tidak mengalami
pembesaran kelenjar tiroid dan tidak mengalami pembesaran kelenjar betah bening,
Hiperglikemia (-), hipoglikemia (-).
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien tidak mengalami gangguan pada psikososial. Pasien dapat berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya dan dapat kooperatif dengan tenaga medis.
PERSONAL HYGIENE DAN KEBIASAAN
Klien mengatakan mandi sehari 2x dan keramas 1-2 kali seminggu. Kuku terlihat bersih
dan pendek, memakai arloji di tangan sebelah kanan pasien untuk melihat waktu kapan
dia harus menjalani pengobatan, membersihkan diri, jam istirahat, dan makan. Semua
nya terlihat bersih dan rapi, pakaian ganti sehari 2x, menggosok gigi 2x sehari, tidak
lupa untuk membersihkan telinga serta lubang hidung setiap hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
Hasil torakosintesis pada tanggal 20-10-2010 sebesar 500cc
Hasil torakosintesis 22-10-2010 pukul11.30 sebesar 500cc
Foto Thorak 20-10-2010: efusi pleura dekstra
1. 2.

CT SCAN

CT Scan 20-10-2010: Ca paru dextra


ANALISIS DATA

No.
1

2.

3.

Data
S : Pasien mengatakan
batuk sesekali
O : sesekali batuk tetapi
tidak efektif. Terdapat
ronkhi pada bagian apeks
dextra.
sekret (+) putih
kekuningan, kental
batuk produktif, tidak
efektif

Etiologi
Ca paru

Massa di broncus

Respon silia berusaha


menghilangkan massa dengan
hipersekresi mukus

Secret/mucus tertahan di
saluran napas

Ronkhi (+)

Bersihan jalan napas tidak


efektif
S : Pasien mengeluh sesak Efusi Pleura
napas saat bernapas.

O:
Akumulasi cairan pada
RR = 26 x/ menit
rongga pleura
Denyut nadi = 96

x/menit
Ekspansi paru menurun
Pasien bernapas

tersengal-sengal cepat,
RR meningkat
pendek

ICS melebar dekstra


Pola napas tidak efektif
retraksi (-) otot bantu
nafas (-)
fremitus raba
perkusi redup (D)

S : Pasien mengeluh nyeri


dada sesak saat beraktifitas
yang berat.
O : Pasien tampak lemah.
sesak nyeri saat
dipindahkan posisinya dari
duduk ke berdiri

Masalah
Bersihan jalan napas
tidak efektif.

Pola napas tidak


efektif.

Efusi Pleura
Intoleransi aktifitas

Ekspansi paru tidak


maksimal

Suplai oksigen menurun

RR meningkat

Distribusi oksigen ke seluruh


tubuh menurun

Terjadi metabolisme anaerob


dalam tubuh

Timbul asam laktat

4.

Nyeri

Intoleransi aktifitas
S : Pasien mengeluh nyeri Efusi Pleura
pada bagian dada (D).

P : perpindahan posisi Cairan menekan dinding


Q : nyeri sedang
pleura
R : dada (D)

S : 5
Rangsangan pada nosiseptor
T : muncul saat aktivitas nyeri
O : Nadi 96x/menit,

ekspresi wajah
Nyeri
menyeringai/ kesakitan saat
dipindahkan posisinya dari
duduk ke berdiri.

Nyeri

RENCANA INTERVENSI

Hari / Jam Diagnose


Intervensi
Rasional
tangg
keperawatan
al
(tujuan,
criteria hasil)
22- 12.0 Bersihan
1. Berikan posisi semi fowler (30
10- 0
jalan nafas - 45)
1. Peninggian kepala tempat
2010
tidak efektif
tidur
berhubunga
mempermudah fungsi
n dengan
pernafasan dengan
adanya
menggunakan gravitasi, dan
secret
untuk meningkatkan
tertahan di
ekspansi paru.
jalan nafas
Tuj : 3 X 24
2. Nafas dalam membantu
jam bersihan
memenuhi kecukupan O2
jalan nafas 2. Ajarkan pasien untuk nafas
dan memobilisasi secret
efektif
dalam dan batuk efektif
untuk membersihkan jalan
nafas dan membantu
KH:
mencegah komplikasi
Secret bisa
pernafasan.
keluar (+)
Ronkhi (-)
3. Memobilisasi secret untuk
RR: 16membersihkan jalan nafas
20x/menit
dan membantu mencegah
komplikasi pernafasan.
3. Lakukan postural drainage

4. Obat yang membantu untuk


mengencerkan dahak
sehingga mudah
dikeluarkan.

4. Kolaborasi pemberian
ekspetoran pada pasien

5. Untuk mengencerkan secret


sehingga lebih mudah
untuk dikeluarkan.

5. Anjurkan pasien untuk banyak


minum, terutama air hangat.
22- 12.1 Pola nafas
10- 0
tidak efektif
2010
berhubungan
dengan
penurunan
ekspansi
paru akibat
akumulasi
cairan di
kavum plura.
Tuj : 3X 24
jam pola
nafas pasien
efektif
KH:
Sesak (-)
RR: 1620x/menit
Retraksi otot
bantu nafas
(-)
Pernafasan
cuping
hidung (-)
Pengembang
an dinding
dada simetris
Cairan
pungsi
pleura (-)
Nadi: 60100x/menit

1. Berikan posisi semi fowler


(30 - 45)

1. Meningkatkan
suplai oksigen

1. Kolaborasi oksigen
tambahan sesuai dengan
indikasi

1. Mengatur irama nafas


sehingga meningkatkan
suplai O2

2. Ajarkan pola nafas efektif


(teknik nafas dalam)

2. Klien patuh terhadap terapi


3. Memantau pola nafas
pasien

1. Berikan HE penyebab sesak


2. Observasi TTV terutama
RR dan nadi serta status
pernafasan(pernafasan
cuping hidung, retraksi otot
bantu nafas,kesimetrisan
dinding dada)
3. Kolaborasi
Lakukan torakosintesis ulang atau
pemasangan WSD

2210-

12.2 Intoleransi
0
aktivitas

1. Peninggian kepala tempat


tidur mempermudah fungsi
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi, dan
untuk meningkatkan
ekspansi paru.

1. Rancang jadwal harian

1. Mengurangi cairan pada


kavum pleura sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal dan sesak
berkurang.

2010

berhubungan
dengan
penurunan
suplai 02 ke
jaringan
sekunder
karena
gangguan
pola nafas
tidak efektif.
Tujuan :
3X24 jam
meningkatka
n toleransi
aktivitas
pasien
KH:
Kelelahan
berkurang
Toleransi
terhadap
aktivitas
meningkat
Mampu
beraktivitas
secara
mandiri

pasien

1.

1. Meningkatkan tingkat
toleransi aktivitas Px.

Anjurkan individu untuk


istirahat 1 jam setelah
makan (misalnya berbaring
dan duduk-duduk).
1. Meningkatkan perfusi
jaringan dan meningkatkan
suplai oksigen

1. Tingkatkan aktivitas secara


bertahap dengan periode
istirahat diantara dua
aktifitas misalnya duduk
dulu sebelum berjalan
setelah tidur
2. Kolaborasi : pemberian
oksigen setelah beraktivitas
bila terjadi peningkatan
status pernafasan
3. Observasi respon individu
terhadap aktivitas (status
pernafasan dan pucat)
1. Mencegah aktivitas
Px yang berlebihan
2. Meningkatkan
complain paru-paru
dan mencegah
kelelahan yang
berlebihan.

22- 12:2 Nyeri pada


10- 0
dada yang
1. Mengajarkan.
2010
berhubungan
dengan
Tehnik relaksasi: nafas dalam/
penekanan distraksi
dinding
pleura oleh
cairan efusi
pleura
1. Anjurkan pasien untuk
melakukan tirah baring.
Tujuan :

1. Evaluasi kelemahan dan


tingkat toleransi aktivitas
Px.

nyeri
berkurang
sampai
dengan
hilang 3 X
24 jam
KH :

Nyeri
berkurang
skala (01)

Ekspresi
menyeringai
(-)

Nadi :
60100
x/menit

1. Kolaborasi pemberian obat


analgesic.

1. Evaluasi karakteristik nyeri


(PQRST)
2. Mengalihkan perhatian
pasien terhadap rasa nyeri
yang sedang dirasakan.
3. Untuk meminimalkan
mobilisasi pasien,
diharapkan agar nyeri dapat
berkurang.
4. menghindari puncak
periode nyeri, alat dalam
penyembuhan otot, dan
memperbaiki fungsi
pernafasan dan
kenyamanan / koping emosi
5. untuk mengetahui
perubahan karakteristik
nyeri setelah dilakukan
penatalaksanaan.

Evaluasi
1. Pasien toleran terhadap aktifitasnya sehari-hari.
2. Pasien menunjukkan pola napas normal

3. Pasien dapat mengeluarkan secret sehingga bersihan jalan nafas efektif.


4. Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang atau dapat dikontrol.
5. Pasien menjadi tahu tentang kondisinya dan pengaturan obatnya.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang antara
pleural viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat berupa
transudat(Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan
neoplasma) ; 2 jenis ini penyebab dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura
yang disebabkan oleh infeksi paru disebut infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab efusi
pleura yang sering terjadi di negara maju adalah CHF, keganasan, pneumonia bakterialis,
dan emboli paru. Di Negara berkembang, penyebab paling sering adalah tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri dada, atau
nyeri bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi
yang lebih besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi,
atau friction rub pleura.
4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita penyakit
paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar efusi yang
terjadi tidak terlalu lama menginfeksi pleura.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Muhammad dkk (ed). 1989. Ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga
University Press
2. Baughman, C Diane. 2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
3. Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC

4. Hudak,Carolyn M. 1997. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta:


EGC
5. J., Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Jakarta: Media Aesculapius.
FKUI
6. Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit Ed4.
Jakarta: EGC
7. Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
8. Suzanne, Smeltzer c. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah ( Ed8. Vol.1).
Jakarta: EGC
9. Syamsuhidayat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed. Revisi). Jakarta:
EGC
10.
11. Tucker, Susan Martin. 1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta: EGC
12.
13. Siregar, Elisa. 2010. Efusi Pleura. http://elisasiregar.wordpress.com/efusi-pleura. Di
akses 10 oktober 2010 pukul 20.15 WIB
14.
15. Ns, Sumedi SKp. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Efusi Pleura.
http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-kliendengan-efusi.html. Di akses 11 oktober 2010 pukul 18.44 WIB
16.
17. Abdul Azis, M. 2010. Efusi Pleura. http://nieziz09.co.cc/efusi-pleura. Di akses 10
oktober 2010 pukul 19.23 WIB

Você também pode gostar