Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
REFERAT
MENINGITIS BAKTERIAL
Disusun oleh:
Khulaida Fatila Hayati
102011101055
Dokter Pembimbing:
dr. Eddy Aryo, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi 2
BAB 1 PENDAHULUAN 3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi................ 4
2.2 Etiologi........................................................................................ 10
2.3 Epidemiologi.......... 13
2.4 Cara Penularan 15
2.5 Patofisiologi................................................................................ 16
2.6 Klasifikasi....... 25
2.7 Gejala Klinis................................... 26
2.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................. 28
2.10 Diagnosis .................... 31
2.11 Penatalaksanaan......................................................................... 35
2.12Komplikasi
43
2.14 Prognosis.............. 43
BAB 3 PENUTUP.... 44
Daftar Pustaka................. 46
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat terjadi di beberapa tempat.
Bagian SSP yang sering terinfeksi adalah otak sistem saraf pusat sebenarnya tidak
hanya karena adanya mikroorganisme, tetapi lebih diakibatkan oleh proses
inflamasi sebagai respon adanya mikroorganisme tersebut. Penyakit meningitis
dapat terjadi pada semua tingkat usia,namun kalangan usia muda lebih rentan
terserang penyakit ini.
Data dari salah satu rumah sakit di Surabaya pada tahun 2000 hingga
pertengahan tahun 2001 menunjukkan jumlah 31 penderita meningitis. Usia
kurang dari satu tahun 22,6%; usia 1-5 tahun 3,2%; usia 5-15 tahun 6,4%; usia 1525 tahun 32%; usia 25-45 tahun 16,1%; usia 45-65 tahun 16;1%; usia lebih dari
65 tahun 3,2%. Dari 31 penderita tersebut sebanyak delapan orarng (25,8%)
meninggal dunia.
Proses multiplikasi ini tidak berlalu tanpa pergulatan antara kuman dan
unsur sel dan zat biokimia tubuh
keutuhan tubuh. Aksi kuman dan reaksi tubuh setempat menghasilkan runtuhan
kuman dan unsur-unsur tubuh,yang merupakan racun (toksin) bagi tubuh. Racun
tersebut diserap aliran darah dan menimbulkan keadaan yang disbut sebagai
toksemia. Gejala-gejala yang mencerminkan toksemia itu biasanya terdiri dari
demam, perasaan tidak enak badan,anoreksia, salesma, batuk dan sebagainya,yang
disebut sebagai predorm. Masa antara penetrasi dan mula timbulnya predorm
dikenal sebagai masa inkubasi. Pergulatan antara kuman dan unsure-unsue tubuh
setempat dapat dimenangkan oleh tubuh dan multiplikasi kuman selanjutnya
dapat diberantas sehingga infeksi hanya menimbulkan gejala predorm saja. Infeksi
tersebut dapat berlalu setengah jalan dan dinamakan infeksi abortif. Jika
peperangan dimenangakan pihak kuman, maka kuman-kuman berbiak pesat dan
berusaha masuk ke aliran darah. Keadaan dimana kuman sudah berada di aliran
darah dinamkan septicemia.
berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba di susunan
saraf pusat.Kuman yang bersarang di mastoid dapat juga menjalar secara
perkontunitatum,sutura memberikan kesempatan untuk invasi semacam itu.
Sedangakan invasi secara hematogenik merupakan penyebaran ke otak melalui
arteri serebral secara langsung. Penyebaran hematogen tak langsung dapat
dijumpai, misalnya arteri meningel yang terkena radang lebih dahulu, setelah itu
kuman menyebar ke liquor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui
penerobosan dari piamater. Hal ini dipermudah pada keadaan septicemia atau
bakterimia dimana sawar darah otak blood brain barier terganggu fungsinya.
Infeksi di sekitar otak jarang disebabkan oleh bakterimia saja, karena jaringan
otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi, kecuali jumlah kuman yang
cukup besar atau sebelumnya telah terjadi nekrosis terlebih dahulu.
Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak ini sangat protektif,
namun ia menghambat penetrasi fagosit antibodi dan antibiotik.lagipula
jaringan otak tidak memiliki fungsi fagosit yang efektif dan tidak mempunyai
lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi.(2)
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.1
Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan
berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly
Observed
Treatment
Shortcourse).
World
Health
Organization
(WHO)
dukungan dana).
Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
1.3
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
tuberkulosis.
9. Mengetahui bagaimana pengobatan untuk kasus meningitis tuberkulosis.
10. Mengetahui apa saja komplikasi dari meningitis tuberkulosis.
11. Mengetahui bagaimana prognosis dari meningitis tuberkulosis.
1.4
Manfaat
Sebagai tambahan literatur mengenai tuberkulosis dan meningitis
tuberkulosis sebagai jenis lain dari manifestasi penyakit tuberkulosi pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
belakang, melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan
sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen
terdiri dari 3 lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter. 2
1. Durameter
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat dari
durameter yaitu tebal, tidak elastis, berupa serabut, dan berwarna abu-abu. Bagian
pemisah dura : falx serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian
longitudinal dan tentorium yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk
jaring- jaring membran yang kuat. Jaring ini mendukung hemisfer dan
memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterir). 2
2. Arakhnoid
10
Merupakan membran bagian tengah, yaitu membran yang bersifat tipis dan
lembut yang menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid.
Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid
terdapat
flexus
khoroid
yang
bertanggung
jawab
memproduksi
cairan
serebrospinal (CSS). Membran ini mempunyai bentuk seperti jari tangan yang
disebut arakhnoid vili, yang mengabsorbsi CSS. Pada usia dewasa normal CSS
diproduksi 500 cc dan diabsorbsi oleh vili 150 cc. 2
3. Piameter
Merupakan membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis,
transparan, yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang
disebut trabekel. Piameter merupakn selaput tipis yang melekat pada permukaan
otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura- fisura,
juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal
sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. 2
2.2
11
12
tuberkulosis
merupakan
bakteri
berbentuk
batang
pleomorfik gram positif, berukuran 0,4-3m mempunyai sifat tahan asam, dapat
hidup
selama
berminggu-minggu
dalam
keadaan
kering,
serta
lambat
bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis
bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain
Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis
adalah
Mycobacterium
Mycobacterium microti. 4
bovis,
Mycobacterium
africanum,
13
2.4
14
tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat
juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak
ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke
sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat
menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan
beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. 7
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun
1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di
otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara
hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan
tuberkulosis kronik walaupun jarang. 6 Bila penyebaran hematogen terjadi dalam
jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer
seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat
merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu
pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala. 6
Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.
Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang
reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi
radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang
menyeluruh akan berkembang.
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis
tuberkulosis:
1. Araknoiditis proliferatif
15
2. Vaskulitis
Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark
pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau
berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang
obstruksi
dan
selanjutnya
infark
serebri.
Kelainan
inilah
yang
16
perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior
serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat
mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis
tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel
mononuklear dan perubahan fibrin. 6,7
3. Hidrosefalus Komunikans
Hidrosefalus komunikans terjadi akibat perluasan inflamasi ke
sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan
serebrospinalis. 6,7
Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla
spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.
Gambaran
17
Multiplikasi
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
MENINGITIS TUBERKULOSA
18
sebagai
akibat
terjadinya
kerusakan
pemeriksaan
histologis,
merupakan
19
2.6
20
21
saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum
dan didapatkan sekitar 10-15%.
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I
akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke
stadium III.
2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai
oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung
serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali
pada bayi.
Hemiparesis
yang
timbul
disebabkan
karena
infark/
iskemia,
quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
22
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang
lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin
menurun.
23
opistotonus
pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
hiperpireksia
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu
dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung
selama 1 minggu.
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang
penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. 6,7,8
2.7
24
25
mikroskop CSS yang diwarnai tahan asam dan biakan mikrobakterium terkait
secara langsung dengan ukuran sample CSS. Pemeriksaan atau biakan sejumlah
kecil CSS tidak mungkin memperlihatkan M Tubercelosa. Jika 5-10 ml CSS
lumbal dapat diambil, pewarnaan tahan asam sediment CSS positif sampai 30 %
kasus dan biakan positif pada 50-70% kasus. Biakan cairan lain seperti aspirat
lambung dan urin dapat membantu memperkuat diagnosis.
Pemeriksaan
radiogradi
dapat
membantu
dalam
mendiagnosa
26
Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Pada
anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang paling
bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak
dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga
saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan
penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium
tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian
uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 9
Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux :
27
1. Pembengkakan (indurasi)
: 0-4 mm uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosa.
2. Pembengkakan (indurasi)
: 3-9 mm uji mantoux meragukan.
Arti klinis : hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mycobacterium atypic atau setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (indurasi)
: 10 mm uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosa.
Bila dalam penyuntikan vaksin BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari)
berupa kemerahan dan indurasi 5 mm, maka anak dicurigai telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
Dari pemeriksaan laboratorium biasa disapatkan anemia ringan dan
peningkatan laju endap darah pada 80% kasus.
Pada pemeriksaan cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis
(dengan cara pungsi lumbal) didapatkan:
Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batangbatang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah
sama
banyak
jumlahnya,
atau
kadang-kadang
sel
kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.
Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm 3). Hal ini
menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan
pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang
28
kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.
CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di
2.8
29
yang khas yang disebut dengan pelikel , yakni hasil dari tingginya konsentrasi
fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel proinflamatori. Tekanan pembuka
pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%, pada meningitis
TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi
nilai glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,4
2.9
kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan
tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada
kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.
dengan konsep baku tuberkulosis yakni:
6,7,8,9
30
Terapi Umum
Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif
31
Terapi Khusus
a. Penatalaksanaan meningitis serosa meliputi:
Rejimen terapi : 2RHZE - 7RH
Untuk 2 bulan pertama.
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, oral
Etambutol
:15-20 mg/kgBB/hari, oral
Untuk 7-12 bulan selanjutnya.
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Steroid, diberikan untuk :
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edem cerebri
Mencegah perlengketan arachnoid dan otak
Mencegah arteritis/ infark otak
Indikasi :
Kesadaran menurun
Defisit neurologi fokal
Dosis : Dosis Dexametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4-5 mg
intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1
bulan.
b. Penatalaksanaan meningitis Purulenta
Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat sesuai dengan bakteri
penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil
biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas. Antibiotika
diberikan selama 10-14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah bebas
demam.
Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi Pneumococcus,
Streptococcus, Meningiococcus.
Kloramphenicol dosis 4 x 1 g/hari atau ampisilin 4 x 3 g/hari untuk infeksi
Haemophilus.
32
Karakteristik Obat
Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel
dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh,
termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan
memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis
harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg
/ hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya
dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml.
Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai
dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid
terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar
darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik
dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak
terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan
bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan
piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap
100 mg isoniazid.7
Rifampisin
33
34
Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal
35
Ethambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid
jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,
berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25
gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 24 jam.
Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi
dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu
atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada
keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis
optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari
pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI
menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari
tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10
tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan
tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan
dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB
berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau
tidak dapat digunakan. 7
Tabel 2.2. Efek samping ringan obat dan penatalaksanaannya.
36
37
38
2.10
gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang,
paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa
kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan
spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan.
Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau
oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien
yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang
berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental
subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh.
Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan
hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi
ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin. 6
2.11
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit
ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Tuberkulosis yang menyerang SSP (sistem saraf pusat)
ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis
spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus
terbanyak adalah meningitis tuberkulosis.
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena
morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja
menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah
yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan
sampai 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, dan hampir
tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan.
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula
terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen
selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB
kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat
terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak)
akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid.
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk
kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan
tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada
kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis. Komplikasi yang paling
menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele).
Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan
40
sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus,
ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas.
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien
didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk
prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis
dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang
berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada
pasien yang lebih tua usianya.
3.2 Saran
Saran yang diberikan dalam makalah ini terkait dengan kasus adalah:
Pemberian pengobatan antituberkulosis dapat diberikan secara teratur dan
tanpa terputus untuk menghilangkan bakteri-bakteri penyebabnya.
Selalu memperhatikan adanya efek samping obat yang diberikan, dan
meminimalisir keadaan yang dapat memperoarah kondisi efek samping
obat tersebut.
Pemberian steroid harus diperhitungkan pada anak-anak, dalam indikasi
tertentu yang diperbolehkan baru bisa diberikan.
Gejala sisa dari meningitis harus dapat diminimalisir dengan pemberian
terapi OAT yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran
Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta : 2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in :
www.emedicine.com
41
42
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
364/Menkes/SK/V/2009.
14. Depkes RI. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
15. Depkes RI. 2009. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
16. Scheld, M. 2009. Infection of the Central Nervous System third edition.
Lippincot William and Wilkins. p. 443.
17. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. 2008. Clinical Tuberculosis 2th
edition. IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. p. 160.
18. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak,Infeksi System Saraf Sentral edisi 15, EGC,
Jakarta 2000.
19. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-6,
Dian Rakyat, Jakarta
20. Meningitis. Dr. ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian
BedahUniversitas Sumatera Utara.
21. Darto SaharsoDivisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya
22. Meningitis
Kronik.
Available
from:
http://medicastore.com/penyakit/335/Meningitis_Kronis.html. visited at
August, 8th 2009.