Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang
cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. Beberapa nama disebut oleh beberapa
ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic Polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Post
Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy,
Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending Paralysis, dan Landry Guillain
Barre Syndrome.1,2
SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid
yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya
adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 1 Guillain Barre sering juga disebut
sebagai acute idiopathic demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya
proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut.
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,4-1,7 kasus per 100.000
orang pertahun. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih
banyak terjadi pada usia muda.2,3 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan
antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah
dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama
jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit
putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak
spesifik.1 SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi
kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56-80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.1,3
C. ETIOLOGI
Etiologi SGB masih belum diketahui secara pasti. Teori yang dianut sekarang
adalah suatu kelainan imunologik, baik secara primary imune response maupun
immune mediated response. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB antara lain1:
1. Infeksi.
1
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Infeksi
akut yang sering berhubungan dengan SGB adalah infeksi dari virus (CMV, EBV,
HIV, varisela) dan bakteri (Campilobakter jejuni, Mycoplasma pneumonia). Dua
pertiga penderita berhubungan dengan penyakit infeksi. Interval antara penyakit
yang mendahului dengan awitan biasanya 2-3 minggu. Pada umumnya sindrom
ini sering didahului oleh influenza, infeksi saluran nafas bagian atas atau saluran
2.
3.
4.
5.
pencernaan.2
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistemik seperti: keganasan, SLE, tiroiditis, penyakit addison
Kehamilan/ dalam masa nifas
D. PATOGENESIS
Delapan puluh persen pasien dengan SGB memiliki riwayat pendahulu seperti
infeksi, pembedahan dan trauma.5 Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma,
atau faktor lain yang mencetuskan terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih
belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti
bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi
pada sindroma ini adalah1:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus. Terjadi reaksi inflamasi pada saraf yang terganggu.
Infiltrat terdiri atas sel-sel mononuklear terutama sel limfosit. Terdapat juga sel
makrofag, sel polimorfonuklear. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan
aksonal.1
Organisme yang menyebabkan infeksi terdahulu mengaktivasi sel T, setelah
masa laten beberapa hari sampai minggu, sel B dan T spesifik antigen teraktivasi. IgG
yang diproduksi sel B dapat dideteksi pada serum pada berbagai konsentrasi. Antibodi
ini memblok konduksi impuls sehingga terjadi akut paralisis atau mengaktivasi
komplemen dan makrofag yang menyebabkan lesi pada mielin.4
2
absen/turunnya saraf motorik dan saraf sensorik. Penyembuhan lebih cepat, sering
terjadi pada anak, dan merupakan tipe SGB yang sering di Cina dan Jepang.6,7
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Degenerasi terjadi pada akson sensorik dan motorik, sehingga manifestasi
klinisnya berupa kelemahan motorik dan sensorik, terkadang dengan paralisis otot
pernafasan. Kebanyakan pasien menjadi tetraplegi dan kesulitan bernafas hanya
dalam waktu yang singkat.7
4. Miller Fishers Syndrome
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflexia
danoftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam waktu 13bulan.6
F. MANIFESTASI KLINIS
SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai
hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah
mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik
dan motorik perifer.2 Parestesi dan hilang rasa pada jari-jari kaki dan tangan
merupakan gejala yang paling awal terjadi. Manifestasi klinik mayor berupa
kelemahan pada anggota gerak dalam 1 sampai 2 minggu atau bisa lebih lama.
Biasanya mengenai ekstremitas bawah terlebih dahulu dibanding ekstremitas atas.
Manifestasi klasik dari SGB ditandai dengan adanya kelemahan yang terjadi secara
akut progresif, simetris, dan dimulai dari bawah ke atas, arefleksia, dan abnormalitas
sensorik.4,7 Dapat mengenai nervus kranialis terjadi pada 45-70 % kasus. Defisit
nervus kranial yang sering terkena adalah nervus III, IV, VI, VII, IX, X. Paresis
nervus VII biasanya bilateral, terjadi hampir pada sebagian pasien. 8 Kegagalan otot
pernafasan dapat terjadi rata-rata dalam 1 minggu setelah onset parestesi.5
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu 1,2:
a. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
b. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
Ciri-ciri klinis:
ditemukan.
Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yangmempersarafi lidah dan otot-otot menelan,
kadang < 5% kasusneuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,dapat
dangejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
LP serial
- Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
c. Varian:
- Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggugejala
- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm
d. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan
hantar kurang 60% dari normal.
Pada gangguan neurogenik dengan demielinisasi sering terjadi kehilangan
refleks fisiologi pada tahap awal penyakit, seperti yang terjadi pada Guiilain Barre
Syndrome. Hal ini terjadi karena adanya blok dan ketidaksesuaian serabut saraf aferen
dan eferen.8 Fase progresif dari SGB berlangsung dalam beberapa hari hingga empat
minggu dan diikuti dengan fase plateau, saat gejala berada dalam keadaan persisten
sebelum diakhiri dengan masa resolusi dari gejala yang lamanya bervariasi.6
Sementara kriteria diagnostik Sindrom Guillain Barre menurut Daroff (2012)
yang diadaptasi dari Assessment of current diagnostic criteria for Guillain Barre
Syndrome tahun 1990 dibagi menjadi tiga kriteria yaitu8:
1) manifestasi klinis yang diperlukan untuk diagnosis yaitu kelemahan progresif
2)
- disfungsi otonom,
- periode recovery 2-4 minggu setelah periode progresif.
3) pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis:
- peningkatan protein dalam cairan serebrospinal dengan sel < 10 sel/l
- gambaran elektrodiagnostik pada konduksi nervus lambat atau terhambat
Derajat penyakit SGB didasarkan pada skala disabilitas dari Hughes (Tabel 1).
Pada SGB berat, pasien memiliki skala 4.6
Tabel 1. Skala disabilitas Sindrom Guillain Barre menurut Hughes.6
0
1
2
Sehat
Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual
Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan
3
4
5
6
pekerjaan manual
Dapat berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang
Kegiatan terbatas di tempat tidur/kursi (bed / chair bound)
Membutuhkan bantuan ventilasi
Kematian
G. DIAGNOSIS BANDING
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan
dengan jenis polineuropati lain seperti: Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior akuta,
Porphyria intermitten akuta, Polineuropati post difteri, hypocalemia, meningeal
carsimatosis, neuromuscular transmission disorders, uremic polyneuropathy, diabetic
polyradiculoneuropathy, dan hypophosphatemia,1,8
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang biasa digunakan untuk mendukung diagnosis
Guilllain Barre Sindrom antara lain:9
Pemeriksaan darah rutin, titer EBV, Campylobacter, HIV, CMV, RF, ANA,
hepatitis.
EMG, akan terlihat adanya blok konduksi dengan kecepatan rendah, penurunan
I. TERAPI
6
Untuk Sindrom Guillain Barre dapat dikatakan tidak ada drug of choice.
Terapi
diberikan
untuk
mengurangi
beratnya
penyakit
dan
mempercepat
d. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah1:
-
6 merkaptopurin (6-MP)
Azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
Pengobatan suportif untuk Gullain Barre antara lain10:
-
J. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosa relatif baik. 90-95% terjadi penyembuhan tanpa
gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan antara lain1,2:
-
beberapa bulan. Jika tanpa pengobatan, sekitar 35 % dari pasien memiliki kelemahan
residual, atrofi, hiporefleksia dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk pada pasien
dengan usia tua, didahului penyakit GI track.10
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 26 tahun masuk ke Bangsal Neurologi RSUD Dr.
Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 28 April 2015 dengan :
Keluhan Utama
kedua tangan pasien. Pasien juga merasakan kebas pada jari kedua tangannya.
Rasa lemah tidak hilang setelah pasien beristirahat.
Pasien sebelumnya merasakan demam sekitar 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat trauma (-), riwayat DM (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
9
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Corpus Vertebrae
Inspeksi
: Deformitas (-)
Palpasi
Status Neurologis
Kesadaran
: GCS 15 (E4M6V5)
Brudzinski II : Kernig
:-
10
Suhu : +
Propioseptif : +
Pemeriksaan Otonom :
Miksi : neurogenic bladder (-)
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
Refleks Fisiologis
Biceps
Triceps
: +/+
: +/+
APR
KPR
: +/+
: +/+
Gordon
: -/Schaeffer
: -/Hoffman Tromner ; -
Refleks Patologis
Babinski
Chaddok
Oppenheim
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Hb
: 14,8 gr/dl
Leukosit
: 24.500/mm3
Ht
: 42%
Trombosit
: 492.000/ mm3
GDS
: 129
Diagnosis Kerja
Diagnosis klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi
Diagnosis sekunder
Diagnosis Banding
11
Miastenia Gravis
Periodik Paralisis
Tatalaksana
O2 3 liter/menit
IVFD RL 12 jam / kolf
Inj cefoperazone 2 x 1gram i.v
Inj metilprednisolone 3 x 1amp i.v
Inj omeprazole 1 x 1 amp i.v
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP :
Tanggal 29/4/2015
S/ lemah anggota gerak (+)
demam (-)
O/ KU
sedang
kes
TD
nadi
nafas
suhu
sadar
110/70
78x/i
21x/i
af
SN : motorik :
335 335
, eutonus, eutrofi.
335 335
Reflex patologis : -/A/: Susp SGB
P/: terapi lanjut
BAB III
DISKUSI
12
Telah dirawat seorang pasien perempuan, 26 tahun pada tanggal 28 April 2015 di
Bangsal Neurologi RSUD Dr. Achmad Muchtar dengan diagnosis kerja Tetraparese flaccid,
gloves and stock phenomenon ec susp. Syndrome Guillain Barre. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien merasakan lemah anggota gerak sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan ini dirasakan di seluruh anggota gerak terutama
kaki. Awalnya 1 minggu yang lalu pasien sudah merasakan kakinya terasa kebas. Rasa kebas
ini menjalar dari jari ke telapak kaki pasien dan kemudian kaki pasien mulai terasa berat,
namun pasien masih bisa untuk berjalan. Sejak 2 hari ini kelemahan di kaki semakin terasa
sehingga pasien hanya bisa menyeret kakinya saat berjalan dan sejak 1 hari ini sudah tidak
bisa berdiri lagi. Saat ini kelemahan juga dirasakan di kedua tangan pasien. Pasien juga
merasakan kebas pada jari kedua tangannya. Rasa lemah yang dirasakan pasien tidak hilang
setelah pasien beristirahat. Pasien sebelumnya merasakan demam sekitar 1 minggu yang lalu.
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya, riwayat trauma (-), riwayat
DM (-). Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
komposmentis koperatif dengan GCS 15 (E4M6V5). Tanda vital ditemukan dalam batas
normal. Status internus didapatkan dalam batas normal.
Pada status neurologis tidak ditemukan tanda rangsang meningeal dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Pemeriksaan nervus cranialis tidak ada kelainan. Pada
pemeriksaan fungsi motorik, terdapat kelemahan dimana anggota gerak inferior hanya
mampu melawan gravitasi, sementara anggora gerak superior mampu melawan tahanan kuat
dari pemeriksa. Fungsi sensorik menurun (hipestesi) dan otonom dalam batas normal. Pada
pemeriksaan ditemukan fungsi refleks fisiologis anggota gerak bawah sedikit menurun dan
tidak ditemukan refleks patologis. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 14,8 gr/dl,
Leukosit 24.500/mm3, Ht 42%, Trombosit 492.000 dan Gula darah sewaktu 129 mg/dl.
Pasien didiagnosis dengan Sindrom Guillain Barre. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis yang ada pada pasien ini seperti:
-
13
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Lumbal Punksi (LP)
untuk menilai cairan serebrospinal. Hasil LP pada pasien Sindrom Guillain Barre nantinya
akan ditemukan peningkatan jumlah protein. Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan
KHS untuk melihat hantaran konduksi saraf.
Sindrom Guillain Barre perlu dibedakan dengan Miastenia Gravis, yang sama-sama
merupakan penyakit autoimun. Miastenia gravis juga terjadi kelemahan anggota gerak yang
bersifat flaksid. Namun pada miastenia gravis kelemahan tidak bersifat ascensing. Selain itu
pada miastenia gravis, kelemahan biasanya menghilang jika beristirahat, sedangkan Guillain
Barre kelemahan tidak berkurang walaupun beristirahat.
Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri atas terapi umum dan terapi khusus. Terapi
umum yang diberikan adalah adalah O2 3 liter/menit dan IVFD RL 12 jam/kolf untuk
memenuhi kebutuhan cairannya, sedangkan terapi khusus Inj cefoperazone 2 x 1gram i.v, Inj
metilprednisolone 3 x 1amp i.v dan Inj omeprazole 1 x 1 amp i.v.
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain Barre. USU.
14
2. Perdossi. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press: Jakarta.
Hal 307-310.
3. Ropper, Allan H, Martin A. Sammuels. 2009. Adams and Victors Principles of
Neurology 9th edition. Mc Graw Hill Medical E-book. p1261-1270.
4. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology 2nd Edition. Medical E-book.
Georg Thieme Verlag: Stuttgard. p 326-327.
5. Wijdicks, Eelco. 2003. The Clinical Practice of Critical Care Neurology 2nd Edition.
Oxford University Press: New York. p 405-410.
6. Lukito, Vimaladewi, Irawan Mangunatmadja, Antonius H. Pudjiadji, Tatang M.
Puspandjono. 2010. Plasmaferesis Sebagai Terapi Sindrom Guillain-Barre Berat pada
Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010.
7. Feldman, Eva L, Woflgang Grisold, James W Russell, Udo A. Zifko. 2005. Atlas of
Neuromuscular desease. E-book. Springer-Verlag: Austria. p 288-291.
8. Daroff, Robert B., Gerald M. Fenichel, Joseph Jancovic, John C. Mazziotta. 2012.
Bradleys Neurology in Clinical Practice 6 th Edition Volume 1. Medical E-book.
Elsevier: Philadelphia. p 299, 1956-1964
9. Flaherty, Alice W & Natalia Rost. 2007. The Massachusetts General Hospital
Handbook of Neurology 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins: Massachusetts.
p 37.
10. Gilman, Sid, William J. Herdman, Hadi Manji, Sean Connolly, Neil Dorward, Neil
Kitchen, et al. 2010. Oxford American Handbook of Neurology. Medical E-book.
Oxford University Press: New York. p 96-98.
15