Você está na página 1de 19

BAB 1

PENDAHULUAN
Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia.
BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. BSK dapat menyebabkan gejala nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada
ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria (vesicolithiasis), dan
uretra (urethrolithiasis).(1)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik
yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.(2)
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. BSK pada ginjal (nefrolithiasis)
merupakan faktor pencetus awal terjadinya hidronefrosis. Dimana nefrolithiasis
dapat menimbulkan obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih
yang dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal
dan ureter sehingga mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal.(2)
BSK dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali
penduduk di Indonesia. Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih
menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Berdasarkan data
dalam negeri yang pernah dipublikasi, didapatkan peningkatan jumlah penderita
nefrolithiasis yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari
tahun ke tahun, mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun
2002. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah
batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 47 Medula, Volume 1, Nomor 4,
Oktober 2013 secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL,
1

dan operasi terbuka). Hardjoeno dkk. (19771979) di Makassar menemukan 297


penderita BSK. Rahardjo dkk. (19791980) di Jakarta menemukan 245 penderita
BSK. Puji Rahardjo dari RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit
BSK yang diderita penduduk Indonesia sekitar 0,5% dengan perkiraan kenaikan
penderita sekitar 530 orang penderita BSK pertahun.(3)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
magnesium, asam urat, atau sistein.(4)
BSK dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu
yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat
keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih
bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil.
Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah
antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon
ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat
menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat. (4)
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari Urologic Disease in America pada tahun 2000,
insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih
atas adalah pada kelompok umur 55-64 tahun 11,2 per-100.000 populasi, tertinggi
kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 10,7 per-100.000 populasi. Insidens
rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah
pada jenis kelamin laki-laki 74 per-100.000 populasi, sedangkan pada perempuan
51 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak
batu yaitu saluran kemih bawah adalah pada kelompok umur 75-84 tahun 18 per-

100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 11 per100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu
yaitu saluran kemih bawah adalah Universitas Sumatera Utara jenis kelamin lakilaki 4,6 per-100.000 populasi sedangkan pada perempuan 0,7 per- 100.000
populasi.(5)
Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Amerika Serikat pada tahun
2005, jenis kelamin laki-laki dengan batu kalsium 75%, batu asam urat 23,1%,
batu struvit 5%, dan batu cysteine 0,5%, sedangkan pada perempuan jenis batu
kalsium 86,2%, batu asam urat 11,3%, batu struvit 1,3%, dan batu cysteine 1,3%.
Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Australia Selatan pada tahun 2005
yaitu pada jenis kelamin laki-laki jenis batu kalsium oksalat 73%, batu asam urat
79%, sedangkan pada perempuan jenis batu struvit 58%. Analisis jenis batu
berdasarkan kelompok umur, jenis batu kalsium oksalat 50-60 tahun, batu asam
urat 60-65 tahun dan batu struvit 20-55 tahun.(5)
Penelitian yang dilakukan oleh Hardjoeno dkk pada tahun 2002-2004 di RS
dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi
adalah jenis kelamin laki-laki 79,9 % sedangkan wanita 20,1%.12 Di RSUP
Sanglah Denpasar pada tahun 2007 jumlah pasien rawat inap BSK 113 orang,
berdasarkan kelompok umur proporsi tertinggi adalah kelompok umur 46-60
tahun 39,8%, berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi adalah jenis kelamin
laki-laki 80,5%, dan berdasarkan jenis batu proporsi yang tertinggi adalah jenis
batu kalsium oksalat 100%, struvite 96,5%, dan Cystine 66,4%.
2.3 Penyebab Pembentukan Batu Saluran Kemih
Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak
faktor yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang
berpengaruh terhadap pembentukan BSK yaitu : (5-7)
a. Teori Fisiko Kimiawi
Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika
maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa Universitas
Sumatera Utara terjadinya batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan

pembentuk batu di saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori
pembentukan batu, yaitu:
a.1 Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan
dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan
suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi
sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk
batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu
bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang
suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam
air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut,
tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.
a.2 Teori Matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat
maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di selasela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti labalaba terdiri dari protein
65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal
batu yang seiring waktu batu akan Universitas Sumatera Utara semakin
membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.
a.3 Teori Tidak Adanya Inhibitor
Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik
terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu
yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang
jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan uropontin. Pada inhibitor
anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah
sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang
dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan
mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat
terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal
tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi

pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama


terjadi supersanturasi.
a.4 Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering
yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada.
a.5 Teori Kombinasi
Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari
beberapa teori yang ada.
a.6 Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman
tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu
survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium
dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium
fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan
urease. Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Teori pengaruh infeksi lainnya
adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK adalah bakteri
berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer yang hidup dalam darah,
ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif terhadap
tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras membentuk
cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian
kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar.
Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung nano bakteria.
b. Teori Vaskuler
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol
darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya BSK,
yaitu :

b.1 Hipertensi

Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan


pada orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak
52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180 dan aliran
darah berubah dari aliran lamine r menjadi turbulensi. Pada penderita hipertensi
aliran turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla
(Ranalls plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.
b.2 Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui
glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol
tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium
fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi). Menurut
Hardjoeno (2006), diduga dua proses yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi
dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat
dalam jumlah yang besar dalam urine, yaitu ketika volume urine dan kimia urine
yang menekan pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen
urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat
kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini
dinamakan nukleasi heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu
memahami mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal dalam
penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.
2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih
dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui
adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan
sistin.(2, 5, 7)
a. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu
sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai
dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi

di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua
tipe yang berbeda, yaitu:
a.1 Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/
hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
a.2 Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu
batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih
besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan
ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat
bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk
staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah
dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :
Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi
pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih
yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan
supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine

yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga
terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu
yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.
2.5 Gejala klinis
Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine,
terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya
disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada
gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik). (7, 8)
Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu :
a. Rasa Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik)
tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri
tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka
pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat
menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang
keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut
mengalami kolik ureter.
b. Demam Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam
darah sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal.
Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran
pembuluh darah di kulit.
c. Infeksi BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi
sekunder akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang
terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

d. Hematuria dan kristaluria Terdapatnya sel darah merah bersama dengan


air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu
diagnosis adanya penyakit BSK.
e. Mual dan muntah Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan
ureter) seringkali menyebabkan mual dan muntah.
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan
batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi,
dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara
medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa
operasi, dan pembedahan terbuka.(2, 9)
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
tanpa intervensi medis.3 Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya
kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan
ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum paling sedikit 8 gelas
air sehari.
2. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan
naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat
infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui
komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya.
3.ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

10

Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini


digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu. Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur
invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.
4.Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan
batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika
batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis
tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari
lokasi dimana batu berada, yaitu:
a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di dalam ginjal
b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di ureter
c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang
berada di vesica urinearia
d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di uretra

BAB III
LAPORAN KASUS
11

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny. H

Umur

: 39 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

No. CM

: 1066851

Tanggal Masuk

: 22 Oktober 2015

Tanggal Pemeriksaan

: 27 Oktober 2015

3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
: Nyeri Pinggang kanan
b. Keluhan Tambahan
: Lemas
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kanan
disertai dengan lemas. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 bulan. Nyeri
dirasakan hilang timbul. Riwayat nyeri saat BAK disangkal, BAK
berdarah disangkal, riwayat mual muntah disangkal. Riwayat trauma(- ).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), asam urat dan kolesterol tidak
diketahui.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal.
f. Riwayat Pemakaian Obat
g. Riwayat Kebiasaan Sosial

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
12

Keadaan Umum
: Sakit Sedang
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Frekuensi Jantung
: 60 x/menit reguler
Frekuensi Nafas
: 20 x/menit
Temperatur
: afebris 0C
b. Status General
Kulit
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Edema : (-)
Kepala
Mata
: Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir
: Pucat (+), Sianosis (+)
Leher
Bentuk
: Kesan simetris
Kel. Getah Bening
: Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ
: R+2cmH2O
Axilla
: Pembesaran KGB (-)
Thorax
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan tidak simetris
Tipe Pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi
: (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
3. Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
4. Auskultasi
Suara Pokok
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Suara Tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah

Paru kanan
Normal
Normal
Normal

Paru kiri
Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)

Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)

13

Lap. Paru bawah


Jantung

Rh (-)Wh (-)

Rh (-), Wh(-)

Inspeksi

: Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari lateral ICS 5.

Perkusi

: Batas jantung atas: di ICS III


Batas jantung kanan: di ICS III LPSD
Batas jantung kiri: di 2 jari Lateral LMCS.

Auskultasi : BJ I >BJ II, reguler, bising (-),gallop S3(-).


Abdomen
Inspeksi

: tidak diperiksa

Palpasi

: tidak diperiksa

Perkusi

: tidak diperiksa

Auskultasi : tidak diperiksa


Genetalia

: tidak dilakukan pemeriksaan

Anus

: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Ikterik
Gerakan
Tonus otot
Atrofi otot

Superior
Kanan
Kiri
-

Inferior
Kanan
Kiri
-

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Lab ( 23 Oktober 2015)
Jenis pemeriksaan

23-10-2015

Nilai Rujukan

Hemoglobin

9,9

12-15 g/Dl

Hematokrit

29

37-47 %

Trombosit

135

150-450103/mm3

14

Leukosit

4,9

4,5-10,5103/mm3

Albumin

4,3

3,5-5,2g/dL

Natrium

144

135-145mmol/L

Kalium

4,6

3,5-4,5mmol/L

Klorida

100

90-110mmol/L

Ureum

49

13-43Mg/dL

4,45

0,51-0,95Mg/dL

Kreatinin

2.Foto Polos Abdomen

Kesimpulan:
Tak tampak batu radioopaque sepanjang tractus urinarius.

15

3.5 Diagnosis Sementara


Hidronefrosis kanan + Suspek Nefrolitiasis
3.6 Penatalaksanaan
- Rencana Retrograde Pielografi
- Insersi DJ Stent kanan

BAB IV
ANALISA MASALAH
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kanan. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan disertai dengan badan yang terasa lemas. Secara
umum, nyeri pada area pinggang maupun perut sebelah kanan dapat bersumber
dari gangguan pada sistem digestif, sistem urinaria, dan sistem muskuloskeletal.
Hal ini karena pada pinggang kanan bukanlah gejala khas, banyak sekali penyakit
yang ditandai dengan nyeri pinggang. Lokasi spesifik nyeri, jenis, sifat, onset,
serta keluhan penyerta nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis.(10)
Sensasi nyeri pada flank area (antara abdomen atas dan pinggang)
menandakan bahwa sumber nyeri berasal dari area retroperitoneal, dan paling
sering akibat regangan kapsul ginjal. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya
keluhan-keluhan yang biasa menyertai penyakit saluran cerna seperti mual,
muntah, dan gangguan BAB. (11)
Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalis didapatkan penderita
tampak sakit sedang, tanda vital dalam batas normal, pupil isokor dengan refleks
cahaya semuanya positif. Pembesaran KGB di regio leher negatif, pemeriksaan
fisik paru, jantung, toraks, dan ekstremitas tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan spesifik untuk organ ginjal seperti pemeriksaan ballotement dan
nyeri ketok costovertebrae tidak bisa dilakukan karena pasien sudah selesai
operasi pemasangan stent.
16

Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai


mempunyai batu. Pada kasus ini sudah dilakukan pemeriksaan rontgen BNO dan
USG abdomen sehingga diagnosis seharusnya bisa ditegakkan. Pada hasil foto
BNO abdomen tidak ditemukan adanya gambaran batu saluran kemih yang
biasanya bersifat radioopaque (98%). Sedangkan pada pemeriksaan USG terdapat
bayangan radioopaque pada area renal dextra. Besar kemungkinan bahwa
bayangan radioopaque ini merupakan batu pada ginjal kanan. Pada kesimpulan
USG juga terdapat hydronefrosis ginjal kanan.
Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan di rumah sakit ialah terapi
konservatif dengan rencana terapi operatif. Terapi konservatif yang diberikan
berupa pengendalian nyeri pinggang dengan menggunakan analgetik kuat yaitu
ketorolac injeksi 1 ampul per 12 jam, mencegah infeksi dengan antibiotik yaitu
cefoperazone injeksi 1 gram per 12 jam, dan pencegahan iritasi lambung oleh
asam lambung karena pemberian NSAID yaitu Ranitidin 100 mg per 12 jam.
Adapun rencana terapi operatif yang dilakukan adalah dengan RPG C-Arm
bilateral, pemasangan Double J Stent Ureter, Nefrostomi percutan Dextra
Berdasarkan teori, Retrogard Pyelogram merupakan salah satu pemeriksaan
radiologi untuk mengetahui apakah terdapat obstruksi pada ureter. Sedangkan
tindakan operatif seperti Double J stent ureter dan nefrostomi merupakan tindakan
operatif pada pasien denga hidronefrosis. Tindakan ini bertujuan untuk
mengurangi retensi cairan pada ginjal yang menyebabkan dilatasi dari pelvis dan
kaliks ginjal. Setelah itu, kemungkinan penyebab hidronefrosis seperti
nefrolitiasis harus dapat disingkirkan.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. 2 ed. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2009. p. 5768.
2. Hall PM. Kideney Stone: Formation, Treatment and Prevention. Journal
Cleveland Clinic. 2009;76:583-91.
3. Efendi I, Markum, . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010.
4. Coe FL. Kidney Stone Disease. Journal of Clinical Investigation. 2005.
5. Romero V. Kidney Stone: A Global Picture of Prevalence, Incidence and
Associated Risk Factors. Med Review. 2010.
6. Turk C. Guidline on Urolithiasis. European Association of Urology. 2013.
7. Pearle MS. Campbell Walsh Urology 10 ed2012.
8. Lallas CD. Urolithiasis Location and Size and the Association with
Microhematuria and Stone Related Symptoms. Journal of Endourology. 2011.
9. Stoller ML. Current Medical Diagnosis and Treatment : Urologic Disorder.
Amerika Serikat: McGraw hill; 2009.
10. Straub M SW, Berg W. Diagnosis and metaphylaxis of stone disease
Consensus concept of the National Working Committee on Stone Disease for
the Upcoming German Urolithiasis Guideline. World Journal Urology.
2005;5:309-53.
11. Pearle MS CE, Curhan GC. Urologic diseases in America project:

18

urolithiasis. Journal Urology. 2005;173:848-57.

19

Você também pode gostar