Você está na página 1de 15

Akuntansi Forensik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangannya Akuntansi Forensik Indonesia sekarang ini
hanya sedikit di minati di bandingkan dengan bagian cabang akuntansi
yang lainnya seperti akuntansi biaya, akuntansi keuangan, akuntansi
auditing dan sebagainya dan perkembangannya pun lebih sedikit
terlambat di bandingkan dengan bagian ilmu akuntansi yang lainnya.
Di Indonesia perkembangan ilmu ini masih jauh dari harapan, dari sekian
banyak Kantor Akuntan Publik ( KAP ) Hanya sebagian Kecil saja yang
menawarkan Jasa ini, alasannya apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang
masih minim, secara ilmu ekonomi belum ada pasarnya. Apalagi
standar operasional dan ujian sertifikasi, konon belum begitu memadai,
sangat jauh bila dibandingkn dengan negara tetangga Australia yang
sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik. Kanada dan Amerika
Serikat sudah memiliki standar yang baku, namun belum serinci Standar
Akuntansi Keuangan ( SAK ).
Akuntansi forensik sebenernya sudah di praktekan di Indonesia. Praktek
ini tumbuh dengan pesat tidak lama setelah krisis keuangan tahun 1997.
Akhir-akhir ini ada dorongan yang kuat untuk perkembangannya praktek
akuntansi forensik. Di sektor publik ( keuangan negara), khususnya di
Indonesia, akuntnsi forensik menjadi kebutuhan besar dalam upaya
memerangi pemberantasan korupsi seperti yang sering kita alami pada
msa pemerintahan jaman sekarang ini, bahwa semakin banyak
terungkapnya kasus-kasus korupsi baik di tengah pemerintahan,
perbankan dan sebagainnya.
Perkembangan akuntansi forensik memang sedikit terlambat bila
dibanding ranah akuntansi lainnya - akuntansi keuangan, audit, audit
internal, dan sebagainya. Padahal di Amerika, ilmu ini sudah ada sejak
kasus Al Capone terungkap pada 1931 silam oleh seorang akuntan
forensik, Frank J. Wilson. Namun, organisasi profesinya baru terbentuk
beberapa dekade belakangan. Association of Certified Fraud Examiners
baru terbentuk pada 1988. Kampusnya, American College of Forensic
Examiners juga baru berdiri pada 1992.
Di Indonesia perkembangan ilmu ini masih jauh dari harapan, dari sekian
banyak Kantor Akuntan Publik (KAP) hanya sebagian kecil saja yang
menawarkan jasa ini, alasannya apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang
masih minim, secara ilmu ekonomi belum ada pasarnya. Apalagi standar
operasional dan ujian sertifikasi, konon belum begitu memadai, sangat

jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga Australia yang sedang


menyusun Standar Akuntansi Forensik. Kanada dan Amerika Serikat sudah
memiliki standar yang baku, namun belum serinci Standar Akuntansi
Keuangan (SAK)
Belum adanya standar yang memadai, persoalan tambahan yang
membuat ilmu ini kurang begitu populer adalah penguasaan ilmu yang
cukup luas. Selain akuntansi dan audit, akuntan forensik juga harus
menguasai bidang yang berkaitan dengan kejahatan keuangan (money
laundering), hukum, psikologi, sosiologi, antropologi, viktimologi,
kriminologi, dan lain-lain. Akuntan forensik harus memiliki kemampuan
multitalenta.
Kedepan, beberapa kalangan meramalkan perkembangan profesi ini akan
lebih pesat. Selain makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang
masuk ke Indonesia., juga makin tingginya kesadaran perusahaan untuk
melindungi asset mereka dari pola-pola tindakan kecurangan.
B.

Permasalahan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic ccounting
dalam bahasa Inggris. Merriam websters collegiate dictionary ( edisi ke
10 ) memberikan pengertian sebagai berikut untuk perkataan forensic :
fa-re-sic adj L forensic public, fr. Forum forum (1659) 1 :belonging tp,
used in, or suitable tp court of judicature or to public discussion and
debate. 2.ARGUMENTATIVE, RHETORICAL 3: relating to or dealing with the
application of scientific knowledge to legal problems <- medicine <science <-pathologist <-experts>
Dari kutipn diatas, kita menyimpulkan bahwa kata sifat forensic bermakna
yang berkenaan dengan pengadilan ( makna 1 ) atau berkenaan
dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum (makna 3)
istilah yang sudah akrab di telina kita, sehubungan dengan makna ini
adalah dokter forensik, ia adalah sorang ahli patologi yang memeriksa
jenazah untuk menentukan prnyebab dan waktu kematian. Banyak orang
juga mengenal istilah laboratorium forensik ( labfor ) yang dimiliki
kepolisian kita.
Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan

dengan pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa


akuntansi forensik semata-mata berperkara di pengadilan; istilah lain
untuk kegiatan ini adalah litigasi (litigation).
Beberapa model akuntansi forensik
Kita lihat bahwa akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang
paling sederhana antara akuntansi dan hukum. Contoh : penggunaan
akuntan forensik dalam pembagian harta gono-goni. Di sini terlihat unsur
akuntansinya, unsur hitung menghitung besarnya harta yang akan
diterima pihak ( mantan ) suami dan (mantan) istri. Segi hukumnya dapat
diselesaikan didalam atau diuar pengadilan, secara litigasi atau non
litigasi.
Akuntansi Forensik menekankan tiga area utama: dukungan litigasi,
investigasi dan penyelesaian sengketa. Dukungan litigasi menunjukkan
suatu fakta presentasi permasalahan ekonomi yang berhubungan dengan
litigasi yang sedang berlangsung atau tertunda. Dalam kapasitas ini,
seorang Akuntan forensik profesional menghitung kerugian yang
diakibatkan pihak yang terlibat dalam sengketa hukum dan dapat
membantu dalam menyelesaikan sengketa, bahkan sebelum mereka
sampai di ruang persidangan. Jika sengketa sampai di ruang sidang,
akuntan forensik dapat memberi kesaksian sebagai saksi ahli.
Investigasi adalah tindakan untuk menentukan apakah peristiwa
kejahatan seperti pencurian oleh pegawai, kejahatan pasar modal
(termasuk pemalsuan laporan keuangan), mengidentifikasi pencurian,
kecurangan asuransi atau korupsi dapat terjadi. Sebagai bagian dari
pekerjaan akuntan forensik, dia dapat merekomendasikan tindakan yang
dapat diambil untuk mengurangi risiko kerugian di masa yang akan
datang. Investigasi juga dapat dilaksanakan dalam persoalan perdata.
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi
kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih
menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola
tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran
(ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi
forensic menekankan pada analytical review dan teknik wawancara
mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga
menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi,
konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya
penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditenggarai telah terjadi
tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip
off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar
karena tip off dan ketidaksengajaan (accident)

Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang


akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan
audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan
organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong
terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization,
opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti
keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan
kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
B. Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia
Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk
meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis
keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan,
IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due
Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa
akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari
sampel 6 Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan
overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban
sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan
pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi
tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena
menyebabkan adanya rush dana tabungan dan deposito di bank-bank
swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan
perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik
atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilah
PricewaterhouseCoopers (PwC) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC
dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit
berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst).
Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang
tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak diikuti dengan keberhasilan
sistem pengadilan. Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah
follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in
depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan
pengusaha yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus lain yang tak kalah hebohnya adalah kasus pembongkaran korupsi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tahun 2005 oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Kasus ini mencuatkan Khairinsyah Salman sebagai salah
seorang contoh whistleblower (peniup peluit).
Masih pada tahun yang sama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian
Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun,

dengan menggunakan metode follow the money yang mirip dengan


metode PwC dalam kasus Bank Bali.
Konsep akuntansi forensik, korupsi, strategi pemberantasan korupsi fraud
triangle serta penelitian empiris tentang korupsi dibahas untuk
mengkonstruksi pembahasan peran akuntansi forensik dalam
pemberantasan korupsi. Akuntansi forensik sebagai aplikasi ilmu
akuntansi diarahkan untuk mampu menyediakan informasi, bukti dan
pembuktian yang memadai untuk debat pada persidangan di
pengadilan.
Akuntansi Forensik
Terminologi akuntansi forensik dibahas untuk referensi dalam formulasi
strategi pemberantasan korupsi. Forensik Accounting, Forensik
Investigation, Forensik Audit dan Litigation Support adalah beberapa
terminologi penting dalam memahami akuntnasi forensik sebagai bagian
dari ilmu akuntansi yang bermanfaat dalam penyelesaian dan
pencegahan tindak pidana korupsi. Beberapa terminologi ini dibahasa
sebagai berikut.
Forensik Accounting
Forensik Accounting, provides an accounting analysis that is suitable to
the court which will form the basis for discussion, debate and ultimately
dispute resolution.
Akuntansi forensik, menyediakan suatu analisis akuntansi yang dapat
digunakan dalam perdebatan di pengadilan yang merupakan basis untuk
diskusi serta resolusi di pengadilan. Penerapan pendekatan-pendekatan
dan analisis-analisis akuntansi dalam akuntansi forensik dirancang untuk
menyediakan analisis dan bukti memeadai atas suatu asersi yang
nantinya dapat dijadikan bahan untuk pengambilan berbagai keputusan di
pengadilan.
Forensik Investigation
The utilization of specialized investigative skills in carrying out an inquiry
conducted in such a manner that the outcome will have application to a
court of law. A Forensik Investigation may be grounded in accounting,
medicine, engineering or some other discipline.
Investigasi forensik pemanfaatan keterampilan khusus dalam penyelidikan
untuk menyelesaikan suatu permintaan pemeriksaan yang hasilnya akan
mempunyai aplikasi atau digunakan untuk kepentingan di pengadilan.
Suatu penyelidikan forensik mungkin didasarkan pada akuntansi, obat
kedokteran, rancang-bangun atau beberapa disiplin lain. Prinsipnya
forensik investigasi merupakan penerapan tekink-teknik auditing yang
ditujukan dan dirancang khusus untuk mencari atau menemukan bukti
dan pembuktian atas suatu perngungkapan keuangan yang nantinya
dapat digunakan dalam proses persidangan di pengadilan.

Forensik Audit
An examination of evidence regarding an assertion to determine its
correspondence to established criteria carried out in a manner suitable to
the court.
Suatu pengujian mengenai bukti atas suatu pernyataan atau
pengungkapan informasi keuangan nuntuk menentukan keterkaitannya
dengan ukuran-ukuran standar yang memadai untuk kebutuhan
pembuktian di pengadilan. Audit forensik lebih menekankan proses
pencarian buki serta penilaian keseuaian bukti atau temuan audit tersebut
dengan ukuran pembuktian yang dibutuhkan untuk proses persidangan.
Audit forensik merupakan perluasan dari penerapan prosedur audit
standar ke arah pengumpulan bukti untuk kebutuhan persidangan di
pengadilan.
Litigation Support
"Litigation Support", provides assistance of an accounting nature in a
matter involving existing or pending litigation. It deals primarily with
issues related to the quantification of economic damages. A typical
litigation support assignment would be calculating the economic loss
resulting from a breach of contract.
Litigation support menyediakan bantuan dari pengetahuan akuntansi
dalam hal menyatakan ada atau menunda proses pengadilan terutama
mengenai isu yang berhubugna dengan kuantifikasi dari kerusakan
ekonomi. Jenis dukungan pengadilan menyediakan dukungan menganai
perhitungan kerugian ekonomi dari dilanggarnya suatu kontrak atau tugas
public yang idbebankan kepada seseorang karena jabatannya.
C. Peran dan Tantangan Akuntansi Forensik untuk Pemberantasan
Korupsi dalam Persfektif Fraud Triangle
Fraud triangle adalah model yang menjelaskan alasan orang melakukan
fraud termasuk korupsi yang pertama kali diperkenalkan oleh Donald R.
Cressy dalam disertasinya. Penelitian Cressy diarahkan untuk mengetahui
penyebab dari orang-orang memutuskan untuk melakukan pelanggaran
trust violator. Penelitiannya menggunakan 200 orang responden yang
terdiri dari orang-orang yang secara ansih telah diputuskan oleh
pengadilan sebagai pelaku fraud. Hasil penelitiannya adalah, orang
melakukan fraud didorong oleh tiga hal yang disebutnya sebagai fraud
triangle yaitu pressure, perceived oppertunity dan rationalitation.
Cressy dalam disertasinya membahas bahwa seseorang melakukan
penggelapan karena didorong oleh kebutuhan akan uang yang mendesak
dan tidak mungkin diceritakan kepada orang lain. Himpitan yang
mendesak dan perasaan bahwa tidak ada orang yang dapat membantu
dalam temuan Cressy dikenal dengan perceived non-shareble need.
Situasi yang memunculkan perceived non-shareble need dalam penelitian

Cressy dikelompokan menjadi enam yaitu violation of ascribed obligation,


problem resultig from personal failure, business reversals, pysical
isolation, status gaining dan employer-emloyee relation. Ini berarti
perceived non-shareble need tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan
hidup yang mendesak akan tetapi lebih pada kebutuhan untuk
memperoleh status lebih tinggi atau mempertahankan status yang sudah
ada.
General information dan technical skills adalah dua dimensi utama
yang dipandang oleh pelaku fraud sebagai peluang. Untuk melakukan
fraud seseorang tidak cukup hanya dengan dorongan tekanan kebutuhan.
Informasi yang dimiliki membentuk keyakinan bahwa karena kedudukan
dan kepercayaan institusi yang melekat pada dirinya maka fraud yang
dilakukannya tidak akan diketahui. Untuk melakukan fraud atau korupsi
komponen berikutnya dari opportunity adalah kemampuan atau keahlian
untuk melakukannya. Tanpa kemampuan yang memadai
menyembunyikan fraud atau korupsi tentu tidak mungkin untuk dilakukan
apalagi untuk kasus-kasus korupsi yang bersifat sistemik.
Sisi segitiga fraud yang ketiga adalah rationalitation. Orang sebelum
memutuskan tindakan fraud sebagai solusi dari permasalahan yang
menghimpitnya tentu terlebih dahulu akan mencari alasan pembenar atas
tindakannya. Alasan pembenar merupakan motivator yang penting dalam
pengambilan keputusan utuk melakukan tindakan ilegal. Alasan-alasan
seperti saya akan melakukan korupsi karena toh orang lain juga
melakukan, saya pantas melakukan korupsi karena ini adalah hak saya
karena proyek ini ada atas perjuangan saya adalah bebrapa alasan yang
cukup sering dilontarkan oleh koruptor.
Akuntansi forensik dengan pendekatannya yang efektif dalam
mengungkap dan menyediakan alat bukti tindak kejahatan korupsi di
pengadilan dalam perspektif fraud triangle tentu memiliki aplikasi yang
luas. Akuntansi forensik dengan profesi akuntan forensiknya dapat
menghambat keyakinan dari pelaku atau calon pelaku korupsi bahwa ada
peluang untuk melakukan korupsi dan tidak ada profesi atau lembaga
yang akan mampu mengungkapkannya.
Keyakinan bahwa tindakan-tindakan korupsi tidak akan diketahui baik
dalam bentuk transactive corruption, autogenic corruption, nepotistic
corruption investive corruption, exortive corruption maupun defensive
corruption menjadi terbatasi karena ada profesi kompeten yang akan
menginvestigasi. Dalam kontek ini akuntansi forensik berperan sebagai
strategi preventif untuk mencegah tindak pidana korupsi karena ada
kekawatiran dari pelaku bahwa korupsi yang dilakukan dengan mudah
akan terungkap oleh para akuntan forensik.
Akuntansi forensik juga dapat mengambil peranan dalam upaya
pengungkapan tindak pidana korupsi atau strategi detektif. Secara

sistemik prosedur-prosedur investigasi dalam audit forensik memang


berbeda dari auditing pada umumnya. Audit forensik yang sejak awal
memang dirancang guna mengumpulkan dan menyediakan bukti untuk
kepentingan persidangan di pengadilan akan menghasilkan temuan audit
yang lebih bermanfaat dibandingkan dengan audit umum yang disediakan
oleh jasa profesi akuntan. Dalam kontek strategi detektif audit forensik
menrapkan prosedur-prosedur investigasi unik yang memadukan
kemampuan investigasi bukti keuangan dengan muatan transaksinya
dengan investigasi tindakan pidana dengan muatan untuk mengobservasi
niat atau modus operandi dari pelakunya.
Peran akuntansi dan akuntan forensik di negara maju dalam
pengungkapan dan penyelesaian kasus fraud termasuk korupsi sangatlah
besar. Sayangnya Indonesia belum memiliki lembaga legal untuk profesi
dan juga institusi pendidikan formal untuk menghasilkan akuntan forensik
yang kompeten. Kondisi ini tentu membutuhkan perhatian dari profesi
akuntan di Indoensia khususnya dari kompartemen akuntan pendidik
maupun kompartemen lainnya. Perhatian tersebut dapat berupa
sumbangan kajian empiris atau konseptual mengenai bagaimana
kelembagaan ideal dari profesi akuntan forensik di Indonesia dan
bagaimana sistem pendidikan dan kurikulum ideal untuk menghasilkan
tenaga akuntan forensik yang kompeten. Penelitian empiris juga penting
dilakukan untuk menguji tipologi korupsi dan relevansi model fraud
triangle yang mendorong orang melakukan tindakan korupsi di Indonesia.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
(1) Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan
sebagai strategi preventif, detektif dan persuasif melalui penerapan
prosedur audit forensik dan audit investigatif yang bersifat litigation
suport untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan
dalam proses pengambilan putusan di pengadilan.
(2) Belum tersedianya institusi yang menghasilkan tenaga akuntansi
forensik dan audit forensik memerlukan upaya dari institusi
penyelenggara pendidikan dalam menyediakan kurikulum yang
membekali lulusan dengan kompetensi akuntansi forensik.
(3) Belum tersedianya lembaga dan standar profesi auditor dan akuntan
forensik merupakan tantangan bagi profesi akuntansi di Indonesia untuk
mengoptimalkan peran profesi dalam penanganan masalah nasional
khususnya pengungkapan dan penanganan kasus korupsi.

B. Saran
Mengacu dari pembahasan dan simpulan maka dapat disarankan hal-hal
sebagai berikut.
(1) Kepada para peneliti dapat disarankan untuk melakukan penelitian
empiris yang bertujuan untuk memformulasikan kelembagaan ideal dari
profesi akuntan forensik di Indonesia.
(2) Kepada praktisi akademis dapat disarankan untuk merancang
kurikulum pendidikan yang memungkinkan untuk dihasilkannya tenaga
akuntan forensik yang kompeten.
(3) Penelitian empiris juga penting dilakukan untuk menguji tipologi
korupsi dan relevansi model fraud triangle sebagai penyebab tindakan
orang melakukan tindakan korupsi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Achwan, Rochman. 2000. "Good Governance: Manifesto Politik Abad ke
21". Kompas, 28 Juni 2000
Ackerman, Susan Rese. 1999. "Ekonomi Politik Korupsi" dalam Elliott,
Kimberly Ann, Ed (19;X9) Korupsi dan Ekonomi Dunia. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Adji, Indriyanto Seno. 1999. "Menuju UU Tindak Pidana Korupsi yang
Efektif". Kompas Online, http www kompas com/9709/25/OPINIl menu
html.
Alatas, Syed Hussain. 1987. Korupsi Sifat, Sebab dan Fungsi. Jakarta:
LP3ES.
BPKP .1999. "Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional," Jakarta, Maret.
Busse, Laurence. 1996. "The Perception of Corruption: A Market Discipline
Corruption Model (MDCM)." Goizueta Business School, Emory University,
Atlanta, Georgia U.S.A, http://userwww.service.emory.edu/
%20tyavero/ip/project2.html.
Drake, Earl .1991. "Government and Business Relations in Indonesia".
Simon Fraser University at Harbour Center, David See-Chai Lam Center for
International Communication, Seminar, April 30, 1991.
Gatra Info Service. 1996. "Korupsi: Menurun atau Kian Canggih,"
http://www.%20%20gatra.com/II/3l/l3.%20html
Glendoh, S.H. 1997. "Kejahatan Korupsi." http
://www.petra..ac.id/english/science/ social/korup.html

Glynn, Patric et.al. 1999 "Globalisasi Korupsi" dalam Elliott, Kimberly Ann,
Ed (1999)
Hasibuan, Sayuti. 2000. "Ngobrol dengan Pak Sayuti 22 Agustus 2000"
Johnston, Michael. 1999. "Pejabat Pemerintah, Kepentingan Swasta, dan
Demokrasi Berkelanjutan: Ketika Politik dan Korupsi Bertemu" dalam
Elliott, Kimberly Ann, Ed (1999) Korupsi dan Ekonomi Dunia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Kian Gie, Kwik. 1997. "Korupsi Akar Masalah Defisit Transaksi Berjalan."
Kompas Online, http ://www.kompas. com/9709/23/EKONOMI/koru. html
Kompas (1996) "Tingkat Korupsi Indonesia Nomor Tiga", Kompas Online,
http://www%20.kompas.com/9604/10/LN/ting.%20html
Kompas. 1996. "WTO Bahas Isu Korupsi,"
http://www.kompas.com/9604/25/%20UTAMA/wtob.html
Lubis, Mochtar dan Jarnes C. Scott ed. 1988. "Bunga Rampai Korupsi."
Jakarta: LP3ES.
Mauro, Paolo (1995) "Corruption and Growth." Quarterly Journal of
Economics. August, pp 681712.
Media Indonesia Online. 1997. "Korupsi Membuat Investor Menyingkir,
Pertemuan Bank Dunia-IMF Ditutup" http
//www.rad.net.id/online/mediaind/publik/ 9709/26/MIOI -04.26.html
Mugirahardjo. 1997. "Korupsi Dalam Menyongsong Era Liberalisasi." Suara
Pembaruan Online,
http:www.suarapembaruan.com/News/1997/02/250297/OpEd/opdO1/
opd01. html1
Saefuddin, Ahmad Muflih .1997. "Korupsi Struktural." Gatra Info Service.
http ://www gatra.com/III/28/kol6-28.html
Shleifer, Andrei and Robert. W. Vishny. 1993. "Corruption," Quarterly of
Journal Economy. Vol.CVIII, August 1993. MIT Press, Cambridge,
Massachusetts, pp 598617.
Silalahi, T.B. 1997. "Tak Perlu Dibentuk Badan Antikorupsi," Kompas
Online. http:.//www-kompas.com/9706/23/POLITIK/tak-html
Sukardi, Laksamana. 1997 "Kalau Korupsi Bersifat Endemik, Perizinan
Menjadi Komoditas." LPSI Online,
http://www.lpsi.org/analisis/160897%20/laks.html
Singgih, Jaksa Agung (1997) "Korupsi Bisa Jadi Penyebab Tergulingnya
Pemerintahan. Kompas 30 Oktober 1997
Solihin, Dadang. 1996. "Indonesia: Corruption and Growth." Final Paper
Assignment ECON 6770-Fall 1996, Department of Economics, University of
Colorado. Denver.
Wibisono, Christianto. 1999. "Defisit Transaksi, Kolusi dan Korupsi," Suara
Pembaruan
Online,http://www.suarapembaruan.com/News/1996/12/021296/Headline/
hl4/hl4.html

Yakup, Bahrul Ilmi .1996. "Kualitas Pengadilan Indonesia Terburuk di


Asean." Republika Online, http://www republika. co. id./last/1608-kum.
bah.html.

Gambaran Umum Audit Forensik


Apr 24
Posted by panjikeris
Pendahuluan
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk
membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal
yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), forensic accounting / auditing
merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama,
yaitu:
Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative skills to
provide quantitative financial information about matters before the courts.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA)
Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya,
akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau
dalam proses peninjauan judicial atau administratif.
Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan
membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi
atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka
pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi
terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di
pengadilan.
Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau
kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti)
awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan red flag atau sinyal atas
ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan
dilakukan.

Perbandingan antara Audit Forensik dengan Audit Tradisional (Keuangan)


Audit Forensik

Audit Tradisional
Waktu

Berulang

Tidak berulang

Lingkup

Laporan Keuangan secara


umum

Spesifik

Hasil

Opini

Membuktikan fraud
(kecurangan)

Hubungan

Non-Adversarial

Adversarial (Perseteruan
hukum)

Metodologi

Teknik Audit

Eksaminasi

Standar

Standar Audit

Standar Audit dan Hukum


Positif

Praduga

Professional Scepticism

Bukti awal

Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional adalah pada
masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit
yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen,
observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik
yang digunakan sangatlah kompleks.

Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara


spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang bersifat
mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level mencari tahu siapa
pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit forensik mirip teknik yang
digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak kriminal. Teknik-teknik yang digunakan
antara lain adalah metode kekayaan bersih, penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian
uang, analisa tanda tangan, analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara
mendalam, digital forensic, dan sebagainya.
Praktik Ilmu Audit Forensik
Penilaian risiko fraud
Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensik
yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan
swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko
terjadinya fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa
menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.
Deteksi dan investigasi fraud
Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud
dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang
berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang,
penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.
Deteksi kerugian keuangan
Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan
negara yang disebabkan tindakan fraud.
Kesaksian ahli (Litigation Support)
Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang
berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang
dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan data-data
pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.
Uji Tuntas (Due diligence)
Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna
penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna
memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai
kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.

Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan
KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud
Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit forensik dalam
lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam penerapannya di Indonesia
hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk
menjadi saksi ahli di pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam
mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di
Indonesia.
Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang
luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun KPK.
Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu mengungkap
penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5
Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta
nasional. Selain itu juga ada audit investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century
yang dilakukan BPK meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis
yang sedemikian kental dalam kasus tersebut.
Gambaran Proses Audit Forensik
Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap.
Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup
sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
Pembicaraan dengan klien
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria,
metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk
membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.

Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil
pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what,
where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi
minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini
auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
Pengembangan rencana pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit,
prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan,
maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan
bersama tim audit serta klien.
Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa
atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknikteknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud
tersebut.
Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam
laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain
adalah:
1. Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
2. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan.
Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut
disebut sebagai temuan.
3. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan.
Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail
mengenai fraud tersebut.
About these ads

http://panjikeris.wordpress.com/2012/04/24/audit-forensik/

Você também pode gostar