Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pembimbing :
dr. Semuel, SPOG
Penyaji :
Aria Pratama Hayanto
(07120110062)
dikenal
pula
dengan
nama
endometriosis
interna,
adenomiosis
Thomas
Stephen
dan
endometriosis
Cullen
(1908)
masih
dianggap
menemukan
tumor
miometrium
hipertrofik
dan
hiperplastik.2,3,4
Belakangan
1.3 Masalah
1.3.1 Definisi dan fisiologi dari Adenomiosis
1.3.2
Etiologi,
patogenesis,
serta
manifestasi
klinis
dari
Adenomiosis
1.3.3 Diagnosis, diagnosis banding, pengobatan, serta pencegahan
dari Adenomiosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bird et al. (1972) mengemukakan definisi adenomiosis sebagai invasi
jinak jaringan
endometrium
ke
dalam
lapisan
miometrium yang
2.2 Epidemiologi
Karena diagnosis adeniomiosis ditegakkann secara histologis, angka
insidensi yang pasti tidaklah dapaty ditentukan. Dalam berbagai penelitian,
prevalensinya berkisar antara 5 hingga 70%. Besarnya rentang ini
mungkin dikarenakan oleh banyak faktor termasuk klasifikasi diagnostik
yang beragam, perbedaan jumlah jaringan yang diambil sebagai sampel
biopsi dan bias yang mungkin ntimbul dari hali patologinya sendiri karena
mempertimbangkan perjalanan penyakity pasien. Secara umum, rata rata
frekluensi kejadian adenomiosis pada histerektomi adalah sekitar 20
hingga 30%.
bahwa efek dari kehamilan terdahulu dalam hal patogenesis penyakit ini
tidak adapat diabaikan, namun angka pastinya masih belum dapat
ditentukan.
Tujuh puluh persen hingga 80% adenomiosis dilaporkan pada wanita umur
40 tahuna atau 50 tahunan. Karena diagnosis adenomiosis ditegakkan
secara histologis, pervalensi akan meningkat pada wanitya yang lebih tua,
mungkin karena tingginya riwayat prosedur histerektomiu pada kelompok
wanita tersebut. Mungkin juga ghal ini idkarenakan paparan estrogen yang
semakin meningkat seiring dengan pertmabhan usia. Lima hingga 25
persen kasus adenomiosis dijumpai pada pasien berumur kurangt dari 39
tahun dan hanya 5 persen hiungga 10% saja yang dijumpai pada wanita
usia lebih dari 60 tahun.
dengan
diagnosis
postoperativ
adalah
angka
insidensi
yang
tinggi
lebih
adenomiosis,
pada
wanita
2.3 Etiologi
Pada adenomiosis, kelenjar endometrium dan stroma muncul di jaringan
otot (miometrium) uterus. Meskipun etiologi yang pasti masih belum
diketahui, setidak-tidaknya 4 teori sudah pernah diajukan. Teori yang
pertama dan yang paling populer adalah bahwa adenomiosis dapat
berkembang dari invaginasi jaringan endometrium di miometrium. Teori
kedua menyebutkan bahwa adenomiosis dapat berkembang secara de
novo akibat sisa sisa dari jaringan mullerian pluripotent. Teori ketiga
menyebutkan bahwa adenomyosis terjadi karena invaginasi dari lapisan
basalis pada sistem limfatik intreamiometrium. Dalam tulisan ini, penulis
lebih condong pada teori yang lebih banyak diketahui umum seperti akan
dijelaskan berikut ini.
10
enzim
aromatase
dan
enzim
estrogen
sulfat
yang
sebagaimana
yang
dijumpai
di
septum
rektovaginal
respon
terhadap
perubahan
hormonal
sebagaimana
dibandingkan
endometrium
eutopik.Penelitian
lain
juga
11
Teori ketiga, teori stem cell, didukung oleh fakta bahwa regenerasi
endometrium dapat diinduksi oleh stem cell yang berasal dari sumsum
tulang. Temuan ini memiliki implikasi yang potensial dalam hal
menentukan etiologi endmetriosis dan adenomiosis. Studi imunohistokimia
terkini mengungkapkan adanya jarinagn endometrium tambahan di 4
wanita yang menjalani prosedur transplantasi sumusm tulang dengan
ketidaksesuaian antigen HLA tunggal. Data ini menunjukkan stem sel yang
berasal dari sumsum tulang memiliki peranan daklam pertumbuhan
jaringan endometrium yang baru. Maka dari itu, mungkin saja stem cell
tadi juga dapat menginduksi pertumbuhan oendometrium di jarinagn otot
miometrium, dan menyebabkan adenomiosis dengan proliferasi lokal
kelenjar endmetrium dan stroma nya di miometrium
2.4 Histologi
Junctional zone (JZ) pada lapisan terdalam miometrium atau disebut juga
12
Penelitian terkini berhasil mengungkap sifat dan fungsi JZ. Zona tersebut
bersifat hormone-dependent sehingga mengalami perubahan ketebalan
secara siklis menyerupai endometrium. Karakter itu pula yang memicu
timbulnya peristaltik uterus di luar kehamilan. Lapisan miometrium pasca
menopause tampak kabur pada MRI akibat supresi aktivitas ovarium atau
pemberian analog GnRH.4
2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang memicu invasi jaringan endometrium ke dalam
miometrium masih belum jelas. Lapisan fungsional endometrium secara
fisiologis berproliferasi secara lebih aktif dibandingkan lapisan basalis. Hal
ini
memungkinkan
lapisan
fungsional
menjadi
tempat
implantasi
13
intraselular
dan
gambaran
sitoplasma
bisa
memfasilitasi
perluasan
lapisan basalis
14
mengekspresikan
endometrium
reseptor
yang
mRNA
normal,
hCG/LH
secara
kelenjar-kelenjar
ini
selektif.
Pada
tidak
dapat
pada
karsinoma
endometrii
ekspresi
dibandingkan
estrogen.
reseptor
Dengan
progesterone
yang
menggunakan
lebih
tehnik
tinggi
pelacak
progesteron
pada
lapisan
basalis
endometrium
maupun
adenomiosis.4
15
sirkulasi,
akan
menstimulasi
pertumbuhan
jaringan
yang
2.6 Diagnosis
Gejala klinis seperti menorhagia dan dismenorhea serat pembesaran
uterus cukup mengarahkan ke dugaan adenomiosis, diagnosis akan lebih
pasti ditegakkan dengan analisis jaringan histologi. Karena adanya
16
Secara
mikroskopis,
adenomiosis
menunjukkan
adanya
jarinagn
17
18
19
Bazot
dkk
membandingkan
akurasi
metode
pencitraan
untuk
setelah
dilakukan
histerektomoi.
Penelitian
mereka
leiomioma maka baik USG maupun MRI sama sama memiliki tingkat
akurasi yang rendah, meski demikian, MRI masih sedikit lebih unggul
20
jika
tidak
disertai
dengan
leiomioma.
Tapi
angka
22
23
depo
belum
pernah
diteliti
sebagai
terapi
Levonergestrel AKDR
Sedian LNG AKDR (mirena) mensekresikan 20 ug levonorgesterel per
harinya dan merupkan
adenomiosis.
Penggunaan
desidualisasi
endometrium
LNG
AKDR
untuk
berkaitan
mengurangi
dengan
proses
perdarahan
dan
gejala
dismenorhea
dengan
menurunkan
produksi
24
trans
vaginal
USG.
Keluhan
nyeri
diukur
dengan
terjaid
amenorhea.
Volume
uterus
berkurang
secara
signifikan, dari 115,8 ml menjadi 94,5 ml, dan begitu juga dengan kadar
Ca 125. Secara umum, tingkat kepuasan dan keberhasilan terapi ini
adalah 72,5%.
25
Danazol
Danazol, yang merupakan derivat androgen 19-nortestosterone yang
memiliki efek seperti progestin, akan menginduksi inhibisi langsung enzim
enzim di ovarium yang bertanggung jawab dalam hal produksi estrogen
dan
sekresi
kelenjkar
pituitari
gonadotrofin.
Pengalaman
dengan
26
adenomiosis
ditegakkan
secara
radiologis
dengan
orang
wanita
tersebut
menyatakan
perbaikan
dalam
gejala
Hanyha
pasien
yang
duikeluarkan
dari
penelitian.
27
Agonis GnRH
Agonis GnRH akan berikatan dengan reseptornya yang berada di kelenjar
pituitari, dan berakibat pada terjadinya down reguklasi aktivitas GnRH.
Akibatnya adalah terjadinya keadaan meniopause secara medis yang
masih reversibel. Terapi ini tidak efektif dalam bentuk sediaan opral, dan
diberikan dalam bertuk sediaan injeksi intramuskular maupun subkutan,
dapat juga diberikan sebagai nasal spray 2 kali sehari. Sediaan
inibiasanya digunakan hanya untuk periode singkat 3-6 bulan karena efek
samping yang mungkin timbul meliputi hot flashes dan penurunan densitas
mineral tulang. Kasus yang pertama kali dilaporkan menggunakan
sediaan ini pada pasien yang memang didiagnosis adenomiosis secara
biopsi terjaid pada tahuun 1991. Hasilnya menunjukkan pengecilan ukuran
uterus daro 440 cm2 menjadi 150 cm2, dan terjadi amenorhea, serta
gejala dismenorhea yang mereda. Meski demikian, saat nantinya terapi
dihentikan, gejala akan kembali muncuk dan ukuran uterus kembali
menjadi 420 cm2. Senada dengan hakl tersebit, banyak penelkitian yang
nenyatakan pengecilan ukuran uterus, amenorrhea serta berkurangnya
rasa dismenorhea dengan menggunakan sediaan ini selama 3-6 bulan.
Dalam penelitian lain malah dikatakan bahwa wanita yang telah
mengalami infertiltas akibat adenomiosis, setelah diterapi dengan sediaan
ini, dapat menjadi hamil 6 bulan kemudian.
Aromatase Inhibitor
Ekspresi enzim aromatase inhibitor P450 telah banyak dijumpai pada
implan jaringan endometriosis. Enzim ini mengkonversi androgen menjadi
28
Histerektomi
Histerektomi merupakan pilihan pengobnatan adeniomiosis yang juga
bernilai diagnostik. Histerektomi dari vagina lebih disukai ketimbang
histerektomi dari dinding abdomen, berkaitan dengan angka kematian
yang lebih rendah serta kemungkinan pulih yang lebih cepat. Meski begitu,
dalam suatu studi retrospektif yang melibatkan 1246 histerektomi vaginal,
14 diangtaranya ternyata mengalami cidera kandung kemih. Penleiti
kemudian menyimpulkan bahwa alasan melaksanakan operasi masihlah
belum jelas., namumn kemungkinan hal ini berkaitan dengan fakta bahwa
sulit untuk mengidentifikasi septum supravagina dan bidang vesicovagina
serta vesicocervix. Prosedur histerektomi laparoskopi memungkinkan
untuk mendiseksi area operasi tanpa menimbulkan cedera. Jika
dibandingakn dengan prosedur histerektomni dari vagina, maka angka
kejadian cedera kandung kemih justru banyak berkurang, namun resiko
terhadap kejadian perlukaan uterus justru meningkat. Prosedur ini juga
lebih disukai ketimbang histerektomi vagianl karena rasa nyeri post op
yang ditimbulkan sangat lebih minimal.
29
reseksi
rollerball
pada
adenomioisis
menunjukkan
bahwa
Pada
studi
tersebut,
untuk
wanita
yag
kedalaman
area
dimana
dilakukannya
ablasi,
sehingga
mencetuskan
Ablasi endometrium global juga ternyata telah terbukti efektif pada wanita
untuk megobati perdarahan haid yang terlalu banyak akibat adenomiosis.
30
dengan
penyerta
mioma
uteri.
Namun
untuk
diagnbosis
sampelnya
melipuiti
54
wanita
yang
didiagnosis
dengan
31
memerlukan histerektomi juga. Angka rata rata relaps adalah 17,3 tahun.
Secara umum tingkat kepuasan pasien dengan teknik ini adalah 70
persen.
Pada wanita yang ingin bisa hmail, eksisi dapat dilakukan jika miometrium
tetap dipertahankan dan pembentukan jaringan parut yang ada tidak
mempengaruhi permukaan tempat implantasi. Angka kejadian abortus
spontan jadi lebih tinggi pada kelompok ini juka dibandingkan dengan
masyafrakat umum. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan oleh
pembentukan jaringan parut yang akan mempengaruhi kemampuan
uterus
untuk
mempertahankan
isinya,
Meski
begitu,
suatu
studi
32
Elektrokoagulasi Miometrium
Teknik
elektrokoagulasi
miometrium
dapat
dilakukan
dengan
nantinya
sedikit
lebih
sulit
diablasi.
Prosedur
ini
tidak
dengan
jaringanparut,
dan
oleh
karena
itu
dapat
Reduksi Miometrium
Reduksi miometrium untuk menatalaksana adenomiosis yang difus telah
dilakukan pada berbagai jumlah kasus. Jaringan yang cukup luas dari
miometrium dibuang dengan teknik laparoskopi atau dengan laparotomi.
Insisi klasik dapat dilakukan dengan diseksi dari uterus secara longitudinal
33
transversal
berbentuk
huruf
yang
memungkinakna
kemungkinan
kapasitas
hamil
uterus dan
yang
lebih
mengganggu
rendah
karena
fertilitas.
Tanpa
dilakukan
sendirian,
meskipun
begitu,
ketidakakuratan
34
mengidentifiksi daerah lesi berakibat pada hasil yang sanagt beragam dan
tentunya agak sedikit membahayakan kedaan umum pasien karena
gelombang ultrasound akan menyebar secara difus. Pembedahan
ultrasound dengan guide MRI cukup membantuk untuk mengatasi
permasalahan ini karena posisi anatomis yang benar benar detail dapat
tergambar dengan MRI resolusi tinggi. Prosedur ini telah berhasuil
dilakukan pada kasus mioma uteri dengan angka perbaikan gejala klinis
mencapai 75% pada 108 pasien. Review dari berbagai literatur
mengungkapkan angka komplikasi yang kecil pada populasi dengan
angka sebesar 5%
35
BAB III
PENUTUP
36
3.1 Kesimpulan
Dari literatur diketahui bahwa prevalensi adenomiosis berkisar antara 5%
hingga 70% wanita yang simptomatik, dengan rata rata angkanya adalah
20-30 pada temuan histerektomi. Angka prevalensi yang tinggi ini mungkin
dikarenakan oleh klasifikasi diagnostik yang sangat beragam, dan juga
oleh karena junmlah sampel jaringan yang diperiksa untuk diagnosis.
Diagnosis konfirmasi dapast dilakukan hanya dengan menggunakan
pemeriksaan hitologik dari jaringan uterus. Meski demikian, baik MRI dan
USG telah terbukti akurat dalam menentukan keberadaan adenomiosisl;
Telaah literatur mengungkapkan bahwa USG transvaginal memiliki
sensitivitas 53% hingga 890% dengan spesivisitas mencapai 50% hingga
99%. Sedangkan MRI memiliki sensitivitas 88% hingga 93% dan
spesifisitasnya 67% hingga 99%. Teknik imaging manapun memiliki tingkat
akurasi yang rendah dalam mendiagnosis adenomiosis jika memang
mioma uteri dijumpai, akan tetapi MRI telah terbukti lebih efektif dalam
metode diagnosis jika berbarengan dengan mioma uteri. Meskipun
pemeriksaan USG dan MRI telah lahir sebagai teknologi yang cukup baik
dalam memberikan pencitraan, akan tgetapi masih dibutuhkan penelitian
yang
lebih
lanjut
untuk
menguji
efektivitas
klinisnya
dan
perlu
37
endometrium
basalis
ke
miometrium.
Beberapa
penelitian
klinis
Gejala
paling
utama
dari
adenomiosis
adalah
menorhagia
dan
dismenorhhea. Hal ini mungkin dikarenakan oleh disrupsi dari jalinan otot
uterus karena adanya fokus jaringan adenomiosis yang menyebabkan
dinergia dan ketidakmampuan dari uterus untuk berkontraksi secara
norma. Penatalaksanaan keadaan ini biasanya sangat bergantung pada
keinginan pasien apakah masih ingin hamil lagi atau tidak. Ada beragai
terapi medikamentosa yang tersedia. Meski begitu, kebanyakan obat
tersebut baru diteliti hanya untuk penggunaan jangka pendek saja. Efikasi
dari penggunaan jangka panjang masihlah belum terbukti. Terapi
medikamnetosa yang paling menjanjikan berdasarkan literatur adalah
AKDR LNG karena kemampuan sediaan ini dalam menekan hormon
sehingga meringankan gejala, dengan profil yang lebih rendah dalam hal
efek samping dan tetap memungkinkan wanita untuk mempertahankan
fertilitasnya, Sediaan AKDR LNG terlah terbukti menurunkan dan
menghilangkan gejala dismenorhea dan menurunkan gejala menorhagia,
meningkatkan hematokrit setelah hanya 3 bulan terapi. Pada wanita yang
38
tidak lagi ingin memiliki anak, prosedur bedah yang tidak terlalu invasif
seperti
ablasi
endometrium
dan
reseksi
telah
dibuktikan
dapat
elektrokoagulasi
dapat
dilakukan
namun
tidaklah
seefektif
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Berek, JS. Berek & Novak's Gynecology 14th Ed. 2007. Pennsylvania :
Lippincott Williams & Wilkins.
2. Benagiano G and Brosens I. History of adenomyosis (Abstract). Best Pract
Res Clin Obstet Gynaecol. 2006 Aug;20(4):449-63. Epub 2006 Mar 2.
3. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID
786132.
4. Chopra S, Lev-Toaff AS, Ors F, Bergin D. Adenomyosis:Common and
Uncommon Manifestations on Sonography and Magnetic Resonance Imaging,
J Ultrasound Med 2006; 25:617627.
5. DeCherney AH and Nathan L. Current Obstetric & Gynaecologic Diagnosis &
Treatment 9th Ed. 2003. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
6. Edmonds DK. Dewhursts Handbook of Obstetrics and Gynaecology 7 th Ed.
2007. London : Blackwell Science, Ltd.
7. Ferenczy A. Pathophysiology of adenomyosis. Human Reproduction Update
1998; 4: 312-322.
8. Parazzini F et al. Risk factors for adenomyosis. Human Reproduction vol.12
no.6 pp.12751279, 1997.
9. Pernol ML. Benson and Pernols Handbook of Obstetrics and Gynecology 10 th
Ed. 2001. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
10. Reuter, K. Adenomyosis Imaging, Online (cited on December 21st 2012).
www.medscape.com.
11. Roservear SK. Handbook of Gynecology Management. 2002. London :
Blackwell Science, Ltd.
12. Shrestha A,Shrestha R,Sedhai LB,Pandit U. Adenomyosis at Hysterectomy:
Prevalence, Patient Characteristics, Clinical Profile and Histopatholgical
Findings.Kathmandu Univ Med J 2012;37(1):53-6.
40