Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman modern seperti saat ini, dimana teknologi
berkembang pesat, banyak berkembang makanan cepat saji dengan
warna warna yang menarik. Keberadaan zat warna pada makanan
digunakan bukan hanya sebagai daya pikat agar konsumen tertarik
namun juga digunakan sebagai bahan untuk menutupi kekurangan atau
kecacatan pada makanan. Produsen pangan saat ini banyak yang
beralih menggunakan pewarna sintetik dengan alasan untuk menekan
biaya produksi dan agar warna makanan yang dijual bisa menarik
minat konsumen. Zat pewarna sintetik yang paling banyak beredar
dalam masyarakat kita adalah pewarna sintetik dylon karena harganya
yang murah dan mudah didapatkan dipasaran. Padahal jika kita telaah
lebih jauh lagi makanan yang mengandung zat aditif ini sangat
berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Pengaruh adanya pewarna sintetik pada makanan sebenarnya
tidak langsung menimbulkan dampak yang cepat karena pada tubuh
organisme masih ada mekanisme ekskresi sehingga zat-zat yang
karsinogenik masih bisa ditolerir oleh tubuh dalam jangka waktu
tertentu. Namun tetap saja zat-zat karsinogenik tersebut dapat
menimbulkan masalah bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Karena hal tersebut maka timbul keinginan untuk melakukan penelitian
terkait dampak paparan dari zat pewarna pada tubuh suatu organisme.
Penelitian ini dilakukan kepada Drosophila melanogaster atau dalam
masyarakat umum lebih dikenal dengan nama lalat buah yang
merupakan salah satu hewan yang sering digunakan sebagai objek
penelitian dalam bidang Biologi khususnya bidang Genetika.
Kelebihan lalat buah (D. melanogaster) sehingga sering dijadikan
objek penelitian dikarenakan D. melanogaster merupakan organisme
model bagi organisme multiseluler karena hanya memiliki empat
pasang
kromosom
sehingga
mudah
dipelajari.
Drosophila
1
2.
3.
4.
5.
pengambilan data dimulai dari hari menetasnya pupa (sebagai hari ke1) sampai dengan hari ke-7.
6.
7.
3. fenotip adalah suatu ekspresi gen yang Nampak dari luar. Hal ini
diperkuat oleh pernyataan Ayala, 1984 dalam Corebima, 2013 bahwa
karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang
merupakan interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan
berkembang.
4. homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh 2 gen (sepasang)
identik.
5. heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh 2 gen (sepasang) tidak
identik.
6. Chiasma adalah suatu pemutusan dan penyambungan kembali yang di
ikuti oleh suatu pertukaran resiproknya antara kedua kromatid di dalam
bentukan kovalen (suatu kromatid bersifat paternal sedangkan yang
lain bersifat maternal) (Corebima, 2003).
7. Pindah silang (Crossing Over) adalah peristiwa bertukarnya segmen
dari kromatid kromatid bukan saudara (non-sister) dari sepasang
kromosom homolog (Campbell et al, 2008)
8. Tipe parental adalah keturunan yang memiliki fenotip sama dengan
induknya.
9. Rekombinan adalah turunan yang bukan parental (tidak mirip parental)
(Corebima, 2003).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Drosophila melanogaster
D. melanogaster atau lalat buah merupakan salah satu contoh dari serangga.
Hewan yang sering digunakan sebagai objek penelitian dalam bidang Biologi
khususnya bidang Genetika. Menurut Yatim (1995) Klasifikasi Drosophila
melanogaster :
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Anak Kelas
: Pterygota
Bangsa
: Diptera
Anak Bangsa
: Cyclorrhapha
Suku
: Drosophilidae
Anak Suku
: Drosophilinae
Marga
: Drosophila
Jenis
: Drosophila melanogaster
D. melanogaster
ukuran tubuhnya yang relatif kecil, sehingga populasi yang besar mudah
dipelihara dalam laboratorium, mudah diamati, mempunyai daur hidup yang
sangat cepat, dalam dua minggu dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang
baru, dan lalat betina menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam siklus
hidupnya sangat pendek. Setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan diri dan berkembang biak baik secara aseksual maupun
seksual.
2.2 Ekspresi Fenotip Kelamin
Sekalipun dikenal beragam pola ekspresi kelamin pada makhluk hidup, dan
salah satunya diantaranya adalah pola ekspresi kelaminkromosomal, yang
menentukan ekspresi kelamin adalah gen. Beberapa tipe penentuan jenis kelamin
yang dikenal yaitu tipe XY, ZO, XO dan ZW (Suryo, 1998). Inti tubuh D.
melanogaster hanya memiliki 8 buah kromosom yang dibedakan atas:
a) 6 buah kromosom (atau 3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan
bentuknya sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom
(kromosom tubuh), disingkat dengan huruf A.
b) 2 buah kromosom (atau 1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks
kromosom), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan
jantan. (Suryo, 1998)
Pada Drosophila melanogaster terdapat kromosom kelamin X dan
Y.Individu jantan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) sehingga
dikatakan bersifat heterogametik.Sedangkan individu betina memproduksi satu
macam gamet (X), sehingga dikatakan bersifat homogametik. Dalam keadaan
normal ditemukan pasangan kromosom kelamin XX dan XY atau pasangan
kromosom secara lengkap sebagai AAXX dan AAXY (jumlah autosom
sebanyak tiga pasang). Mekanisme ekspresi kelamin pada Drosophila
melanogaster , dikenal suatu mekanisme perimbangan antara X dan A (X/A).
Pai (1985) dalam Corebima (2013) juga menyebutkan bahwa mekanisme itu
sebagai suatu mekanisme keseimbangan determinasi kelamin.
Bridges dalam Gardner (1991) juga memperkuat hal tersebut yaitu
menyatakan bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada D. melanogaster
7
Gambar 2. Bagan umum satu alternatif peristiwa pindah silang antara dua
kromatid bukan sesaudara dari satu pasang kromosom homolog (Gardner
dkk, 1984 dalam Corebima, 2013)
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi pertukaran
segmen-segmen
kromosom
homolog,
memang
menyebabkan
sebagai
mesin
rekombinasi
multienzim
yang
11
Pada study lain dikatakan bahwa gen mus 309 ini mengontrol
pergantian tempat DNA, penguatan unting, dan penukaran unting. hasil
study yang utama adalah bahwa gen mus309 ini mereparasi atau
memperbaiki unting DNA yang rusak, mempengaruhi pada distribusi
pindah silang dan pengaruh pada pindah silang yang dipengaruhi oleh
usia betina. Kenyataanya bahwa pada organisme wild type gen mus309
ini tidak secara acak mereparasi bagian dari DSB artinya bahwa gen
mus309 ini bekerja secara perintah dan frekuensi pindah silang pada D.
melanogaster ini terikat oleh jarak gen (Suryo, 1991). Menurut Suryo,
1991, pindah silang dibedakan atas:
1. Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat.
Dengan terjadinya pindah silang itu akan terbentuk 4 macam gamet. Dua
macam gamet memiliki gen-gen yang sama dengan gen-gen yang
dimiliki induk (parental), maka dinamakan gamet-gamet tipe parental.
Dua gamet lainnya merupakan gamet-gamet baru yang terjadi akibat
adanya pindah silang. Gamet ini dinamakan gamet tipe rekombinasi.
Gamet-gamet tipe parental jauh lebih banyak dibandingkan dengan
gamet tipe rekombinasi
2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua tempat.
Jika pindah silang ganda (dalam bahasa Inggris: double crssing over)
berlangsung diantara dua gen yang terangkai, maka terjadinya pindah
silang ganda itutidak akan nampak dalam fenotip, sebab gamet-gamet
yang dibentuk hanya dari tipe parental saja atau dari tipe rekombinasi
saja atau dari tipe parental dan tipe rekombinasi akibat pindah silang
tunggal.
Dari keseluruhan penjelasan diatas jika dihubungkan dengan
penelitian yang dilakukan pada D. Melanogaster strain N, ym dan bcl
dapat disimpulakan agar lebih mudah dipahami seperti kerangka
konseptual berikut ini :
Pindah silang adalah pemotongan kromosom dan penyambungan
kembali yang terjadi pada Drosopila melanogaster selama profase13
meiosis I, dimana dalam proses tersebut terjadi pertukaran gen
Faktor Eksternal :
Faktor Internal:
14
Menurut Suryo, 1991 ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pindah
silang antara lain:
1. Temperatur atau suhu, temperatur yang melebihi atau kurang dari
temperatur yang dianjurkan dapat memperbesar kemungkinan tejadinya
pindah silang.
2. Umur, semakin tua suatu individu, semakin kurang mengalami pindah
silang
3. Zat kimia tertentu dapat memperbesar kemungkinan pindah silang.
4. Penyinaran dengan sinar X dapat memperbesar kemungkinan pindah
silang
5. Jarak antara gen-gen yang terangkai. Semakin jauh letak suatu gen dengan
gen yang lainnya, semakin besar kemungkinan pindah silang
6. Jenis kelamin. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada makhluk
hidup betina maupun jantan. Namun demikian ada perkecualian, yaitu
pada ulat sutera
2.5
Nama Gugus
Struktur Kimia
17
Nitroso
NO atau (-N-OH)
Nitro
Grup Azo
-NN-
Grup Etilen
-C=C-
Grup Karbonil
-C O-
Grup
Karbon
-C=NH ; CH=N-
Nitrogen
-C=S ; -C-S-SC-
juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: COOH atau SO3H, dapat juga berupa kelompok pembentuk garam:
NH2 atau OH (Arifin, 2009).
Di dalam struktur Dylon terdapat ikatan dengan senyawa klorin
(Cl) dimana atom klorin tergolong sebagai senyawa halogen dan sifat
halogen yang berada di dalam senyawa organik sangat berbahaya dan
memiliki reaktivitas yang tinggi untuk mencapai kestabilan dalam
tubuh dengan cara berikatan terhadap senyawa-senyawa di dalam
tubuh yang menimbulkan efek toksik dan memicu kanker pada
manusia (Kusmayadi dan Sukandar 2009). Juga senyawa Alkilating
(CH3-CH3 ) dan bentuk struktur kimia yang poli aromatik hidrokarbon
(PAH) dimana bentuk senyawa tersebut bersifat sangat radikal,
18
pewarna
pada
konsentrasi
yang
berbeda
pada
D.
19
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan dan Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kuantitatif
eksperimental karena dilakukan beberapa perlakuan yaitu pemberian
bermacam-macam konsentrasi pewarna sintesis Dylon dengan warna
merah pada medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan D.
Melanogaster dan melihat ada atau tidaknya pengaruh pemberian zat
warna sintetis dylon dan perbedaan macam strain yang dikawinkan
pada persilangan yang dilakukan lapangan dengan menggunakan data
kuantitatif. Penelitian ini menggunakan obyek berupa D. melanogaster
persilangan N >< bcl dan N >< ym beserta resiprok masingmasing sebanyak 3 kali ulangan, dan dilanjutkan dengan penghitungan
anakan F1 dan pengamatan fenotipnya dan dilanjutkan lagi pada
turunan F2.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dalam Laboratorium Genetika,
gedung 05 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu
Negeri
Malang.
Sampelnya
adalah
Drosophila
21
Variabel terikat
Variabel kontrol
: jumlah ulangan
Baskom
o.
Sendok sayur
3.5.2 Bahan
a. Drosophila melanogaster strain N, bcl dan ym
b. Plastik
c. Kertas Label
d. Kertas Pupasi
e. Fermipan atau yeast
22
c. Memberi identitas atau label yaitu dengan memberi tanda berupa tanggal
pemasukan Drosophila melanogaster dan nama strain pada botol.
d. Menunggu hingga ada pupa yang menghitam, kemudian mengampul pupa
tersebut ke dalam selang ampul yang telah diberi sedikit irisan pisang (tiap
selang ampul berisi dua pupa).
e. Menunggu hingga pupa menetas maksimal berumur 2 hari setelah menetas
sehingga siap untuk dikawinkan atau siap untuk melakukan persilangan.
3.6.3 Persilangan F1
3.6.3.1 Perlakuan Normal
a. Memasukkan satu ekor D. melanogaster strain N dan bcl, N dan ym
beserta resiproknya kemudian memberi nama persilangan pada botol yang
sudah berisi medium, fermipan, dan kertas pupasi.
b. Masing-masing persilangan diulang sebanyak 3 kali.
c. Setelah dua hari, Drosophila melanogaster jantan dari persilangan dilepas.
d. Setelah terdapat larva pada botol persilangan, betina dipindahkan ke medium
baru dengan diberi label botol B hingga D.
e. Setelah terdapat pupa yang menghitam, pupa tersebut di ampul dan
menuliskan kode pada botol ampul untuk persilangan F2nya.
f. Menghitung fenotip dan mengamati ciri-ciri fenotip yang muncul ketika pupa
;menetas pada persilangan selama 7 hari berturut-turut.
3.6.3.2 Perlakuan Dylon
a. Menyiapkan medium
b. Membuat perbandingan dan menimbang antara medium dan Dylon yang
berwarna merah (konsentrasi: 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04% dan 0,05%),
yaitu dengan medium 50 gram maka Dylon yang dibutuhkan dengan
konsentrasi (0,01%) adalah 0,005 gram dan seterusnya.
c. Cara perhitungan :
24
3.6.4 Persilangan F2
3.6.4.1 Perlakuan Normal (0%)
a. Memasukkan satu ekor D.melanogaster strain N betina hasil ampulan
persilangan P1 dengan bcl, ym jantan resesif dari stok kemudian memberi
label pada botol.
b. Masing-masing persilangan dilakukan sesuai ulangannya.
c. Setelah dua hari Drosophila melanogaster jantan dari persilangan dilepas.
d. Setelah terdapat larva pada botol persilangan, betina dipindahkan ke medium
baru yaitu botol B hingga D.
e. Menghitung fenotip dan mengamati cirri-ciri fenotip yang muncul ketika
pupa menetas pada persilangan selama 7 hari berturut-turut.
3.6.4.2 Perlakuan Dylon
a. Menyiapkan medium
b. Membuat perbandingan dan menimbang antara medium dan Dylon warna
merah (konsentrasi: 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04% dan 0,05%), yaitu dengan
medium 50 gram maka Dylon yang dibutuhkan dengan konsentrasi (0,01%)
adalah 0,005 gram dan seterusnya.
c. Cara perhitungan :
25
Ulangan
1
0%
Jumlah Jumlah
3
Total
0,01%
0,02%
0,03%
26
0,04%
0,05%
rekombinan
X100 %
parental
rekombinan
27
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Ciri-ciri
Strain D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah N,
bcl, dan ym dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Strain N (normal):
a) Warna mata merah
b) Faset mata halus
c) Warna tubuh kuning kecokelatan
d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna
Hasil persilangan P1
1) N heterozigot
a) Warna mata merah
b) Faset mata halus
c) Warna tubuh kuning kecokelatan
d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna.
Hasil persilangan P2
1) Strain N
a) Warna mata merah
b) Faset mata halus
c) Warna tubuh kuning kecokelatan
d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna.
3) b (black)
a)
b)
c)
d)
29
4) cl (clote eyes)
a) Warna mata coklat gelap
b) Faset mata halus
c) Warna tubuh kuning kecoklatan
d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna.
Konsentrasi
F2
N
b
0%
cl
bcl
N
b
0,01%
cl
bcl
N
0,02%
b
cl
Kelamin
1
82
61
1
0
0
0
0
0
85
42
0
0
0
0
0
0
45
7
0
0
0
0
Ulangan
2
86
56
0
0
0
0
0
0
95
62
0
0
0
0
0
0
15
7
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
168
117
1
0
0
0
0
0
180
104
0
0
0
0
0
0
60
14
0
0
0
0
Jumlah total
285
1
0
0
284
0
0
0
74
0
0
30
bcl
0,03%
N
b
cl
bcl
N
b
0,04%
cl
bcl
N
b
0,05%
cl
bcl
3
0
48
28
0
0
0
0
0
0
23
22
0
1
0
0
0
0
16
14
0
0
0
0
0
0
0
6
33
26
0
0
0
0
0
0
21
27
0
0
0
0
0
0
0
22
14
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
6
81
54
0
0
0
0
0
0
44
49
0
1
0
0
0
0
38
28
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
135
0
0
0
93
1
0
0
66
0
0
0
F2
N
0%
b
cl
Kelamin
100
97
1
0
0
0
100
121
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
Juml
ah
200
218
1
0
0
0
Juml
ah
total
418
1
0
31
bcl
N
b
0,01%
cl
bcl
N
b
0,02%
cl
bcl
0,03%
N
b
cl
bcl
N
b
0,04%
cl
bcl
N
0,05%
b
0
0
83
78
0
0
0
0
0
0
58
64
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
30
25
0
0
0
0
90
89
0
0
0
0
0
0
98
59
0
0
0
0
0
6
69
61
0
0
0
0
0
0
40
42
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
55
57
0
0
0
0
0
0
43
31
0
0
0
0
0
21
21
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
173
167
0
0
0
0
0
0
156
123
0
0
0
0
3
6
124
118
0
0
0
0
0
0
83
73
0
1
0
0
0
0
51
46
0
0
0
340
0
0
0
279
0
0
9
242
0
0
0
156
1
0
0
97
0
32
cl
bcl
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
konsentrasi
F2
N
y
0%
m
ym
N
y
0,01%
m
ym
N
y
0,02%
m
ym
0,03%
N
y
Kelamin
Ulangan
1
2
3
79
80
0
76
81
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
64
62
0
64
51
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
66
58
0
62
55
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
6
0
67
49
0
56
46
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
159
157
0
0
0
0
4
0
126
115
0
0
0
0
0
0
124
117
0
0
0
0
0
0
116
102
0
0
Jumlah total
316
0
0
4
241
0
0
0
241
0
0
2
218
0
33
m
ym
N
y
0,04%
m
ym
N
y
0,05%
m
ym
0
0
1
0
35
41
0
1
0
0
0
0
20
25
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
26
25
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
19
14
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
61
66
0
1
0
0
0
2
39
39
0
0
0
0
1
0
0
1
127
1
0
2
78
0
0
1
konsentrasi
F2
N
y
0%
m
ym
N
0,01%
y
Kelamin
1
104
99
0
0
0
0
1
1
99
95
0
0
Ulangan
2
102
0
88
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
101
0
77
0
0
0
0
0
Jumlah
206
187
0
0
0
0
3
1
200
172
0
0
Jumlah
total
393
0
0
4
372
0
34
m
ym
N
y
0,02%
m
ym
0,03%
N
y
m
ym
N
y
0,04%
m
ym
N
y
0,05%
m
ym
0
0
0
0
76
87
0
0
0
0
0
0
60
82
0
0
0
0
0
1
52
48
0
0
0
0
1
0
45
44
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
94
79
0
0
0
0
1
1
65
44
0
0
0
0
2
0
60
48
0
0
0
0
0
2
56
45
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
170
166
0
0
0
0
0
0
125
126
0
0
0
0
2
1
112
96
0
0
0
0
1
0
101
89
0
0
0
0
0
0
0
0
336
0
0
2
251
0
0
3
208
0
0
1
190
0
0
0
35
bcl
b+cl+
bcl
F1 :
(N heterozigot)
b cl
P2 : N (dari F1 N >< bcl) >< bcl (jantan resesif dari stok)
G2 : b+cl+ ; bcl
b cl
F2 :
bcl
b+cl+ (N)
+
b cl
bcl
bcl (bcl)
bcl
bcl
Rasio fenotip F2 adalah N : bcl = 1:1
Seharusnya anakan yang diperoleh pada persilangan F2 adalah N, N,
bcl, dan bcl, namun pada penelitian yang kami lakukan anakan yang
muncul terdiri dari empat macam strain yaitu strain N, b, cl, dan bcl, hal ini
terjadi kemungkinan karena terjadi pindah silang. Hal ini sesuai dengan
rekonstruksi kromosom dibawah ini :
36
b+cl+
b+
b+
b+
cl+
cl +
bcl
p
cl+
cl
cl
cl
i
+
b+
b+
a
s
cl+
cl
cl+
cl
cl+ cl
cl+
cl
bcl
bcl
b+cl+
b+cl
bcl+
bcl
bcl (bcl)
b+cl+
bcl (N)
b+cl
bcl (B)
bcl+
bcl (cl)
P1
:N
>< ym
><
G1 : y+m+ ; ; ym
F1
(N) ;
( ym)
37
: N (F1) >< ym
P2
><
G2 : y+m+, ym ; ym,
F2 :
ym
y+m+
ym
ym
ym
P1
>< ym
><
G1
: y+m+ , ; ym
F1
P2
: N (F1) >< ym
(N) ;
( ym)
><
y+
y+
m+
m+
38
3.
y+
y+
y+
y+
m +
m+
m+
m+
G2
F2
ym
y+m+
y+m
y m+
ym
ym
ym
: N
>< ym
><
G1 : y+m+ ; ym,
(N) ;
F1
P2
: N (F1) >< ym
(N)
><
G2 : y+m+, ym ; ym,
F2
39
ym
y+m+
ym
ym
ym
P1
>< ym
><
G1
: y+m+ ; ym,
F1
P2
: N (F1) >< ym
(N) ;
( N)
><
y+
y+
m+
m+
y+
y+
y+
y+
m +
m+
m+
m+
G2
F2
ym
y+m+
N
40
4.2.2
y+m
y m+
Ym
ym
ym
frekuensi
pindah
silang
dapat
dihitung
rekombinan
X100 %
parental
rekombinan
Dari data yang diperoleh maka hanya sebagian yang dapat dihitung nilai pindah silang,
yaitu:
BAB V
PEMBAHASAN
disebabkan oleh bahan kimia dan radiasi. mutasi mungkin atau mungkin tidak
membawa perubahan terdeteksi dalam fenotipe. Sejauh mana mutasi mengubah
karakteristik suatu organisme tergantung pada di mana mutasi terjadi dan
sejauh mana mutasi mengubah fungsi dari produk gen. Satu studi menganalisis
mutagenik, sitotoksik dan efek genotoksik dari azo dye CI, dan hasilnya jelas
menunjukkan bahwa zat warna azo ini disebabkan efek tergantung dosis,
menginduksi pembentukan mikronukleus (MN), fragmentasi DNA (Duta,
2015).
Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang
berikatan dengan gugus aromatik dan juga bersifat sangat radikal dan mutagen.
Sehingga gugus azo akan menjadi sangat reaktiv apabila berikatan dengan
unsur organik seperti gen. Senyawa Radikal yang mengandung (-N=N-) akan
menyerangan atom H (H-). sehingga secara garis besar gugus azo yang
merupakan radikal bebas akan berikatan dengan atom H yang ada di DNA
yang secara langsung akan merubah komposisi dari DNA tersebut sehingga
DNA mengalami kerusakan. Senyawa radikal dan Mutagen ini bila menyerang
DNA akan menyebabkan fungsi dari DNA tersebut terganggu, Seperti di
ketahui sususan gen terdiri atas pasangan basa nitrogen yang memiliki ikatan
gugus kimia yang terdiri atas N - 0 H, seperti yang di jelaskan bahwa gugus
azo sangatlah bersifat radikal dimana akan dengan mudah berikatan dengan
unsur H. Dalam masing masing basa memiliki gugus H, bila gugus H dari basa
tersebut berikatan dengan gugus (-N=N-) dari gugus azo maka hal tersebut
akan merubah susan kimia dari basa tersebut sehingga otomatis susunan kimia
dari basa tersebut berubah. Karena gugus H dari basa tersebut telah berikatan
dengan gugus N dari azo maka basa tersebut tidak dapat di kenali lagi oleh
pasangan basanya seningga tidak terbentuk ikatan antar basa yang
menyebabkan terjadinya kegagalan saat terjadi proses pindah silang karena
pasangan basa tidak dapat saling mengenali dan berikatan satu sama lain
dengan basa pasangannya (Duta, 2015).
Pada Universitas Sumatra Utara, tanpa tahun juga dijelaskan bahwa
pemberian pewarna azo dapat menunjukkan beberapa efek toksik, terutama
menyebabkan kerusakan DNA. Hal ini ditunjukkan dengan efek mutagenik
43
dan beracun dari berbagai pewarna pada konsentrasi yang berbeda pada D.
melanogaster. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo
dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Gugus-gugus
penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat wama
terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari
zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna
menjadi mudah bereaksi. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan
baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH
tertentu. Disamping terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat
membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo ester atau
eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan
molekul zat warna. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan
kenaikan temperatur.
Adrian (1973) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa senyawa dalam
pewarna sintetik (Dylon) ini bekerja dengan cara menghambat proses
fosforilasi oksidatif yang berlangsung di mitokondria, pada konsentrasi tinggi,
pewarna sintetik ini menyebabkan hilangnya matrix protein. Zat ini dapat
berikatan dengan protein-protein yang akan menangkap ion H+, akibatnya
proses transfer electron yang akan menghasilkan ATP akan terhambat. Pada
dasarnya ATP digunakan individu dewasa untuk perbaikan kerusakan DNA
yang akan mengkode pembentukan enzim-enzim yang berperan dalam saat
terjadi pembelahan.
Pada dylon ditemukan adanya senyawa Alkilating (CH3-CH3 ) dan
bentuk struktur kimia yang poli aromatik hidrokarbon (PAH) dimana bentuk
senyawa tersebut bersifat sangat radikal, menjadi bentuk metabolit yang reaktif
setelah mengalami aktivasi dengan enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal ini
akan berikatan dengan protein, lemak dan DNA (Levi,1987 ; Zakaria et al.,
1996) dalam Universitas Sumatera Utara, tanpa tahun. Adanya ikatan dengan
DNA dan protein ini. dimungkinkan akan mempengaruhi adanya kejadian
pindah silang, dimana DNA menjadi tidak stabil dan terganggu pada saat
mengalami pembelahan meiosis.
44
Pada saat pindah silang terjadi maka ada beberapa gen, dan protein yang
terlibat yaitu protein synaptonemal complex , dan gen mus 309. Jika
konsentrasi berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang maka senyawa yang
terkandung dalam dylon apabila termakan oleh D. melanogaster dan
menyerang gen-gen pengkode protein synaptonemal complex maka dapat
terjadi gangguan yang dapat menurunkan frekuensi pindah silang. Bila gugus
H pada gen gen pengkode protein synaptonemal complex berikatan dengan
gugs N maka gen gen tersebut tidak akan terekspresikan menjadi protein
synaptonemal complex yang secara otomatis akan mempengaruhi terjadinya
proses pindah silang (Duta, 2015)
. Sedangkan berdasarkan teori menurut Portin, 2009 mus309 adalah gen
yang mengkode recQ pada D. melanogaster yang terlibat dalam perbaikan
kerusakan unting ganda atau double strand break atau DSB. Menurut Portin
(2009) diketahui bahwa terjadinya pindah silang diinisiasi oleh DNA formation
double strand break dimana DSB ini adalah kondisi yang dibutuhkan untuk
terjadinya crossing over, katalisis hampir mirip pada eukaryotik pada
umumnya, yaitu dilakukan oleh protein spo11 yang mirip topoisomerase.
Terjadinya DSB ini diikuti oleh formasi heteroduplex DNA dan pengembalian
single dan invasion intermediet.
Pemberian pewarna dylon tidak menimbulkan efek pada peristiwa pindah
silang artinya pemberian pewarna dylon tidak mempengaruhi proses pindah
silang apabila gen mus 309 yang bertugas dalam perbaikan kerusakan unting
ganda atau double strand break (DSB) memperbaiki kerusakan unting ganda
akibat senyawa aktif yang berada didalam dylon maka dapat memicu terjadinya
peningkatan frekuensi pindah silang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari
Portin (2009) yang menyatakan bahwa gen mus 309 yang bertugas dalam
perbaikan kerusakan unting ganda atau double strand break (DSB)
memperbaiki kerusakan unting ganda akibat senyawa aktif yang berada
didalam zat kimia maka dapat memicu terjadinya peningkatan frekuensi pindah
silang. Semakin banyak senyawa reaktif yang terkandung dalam dylon yang
mengakibatkan kerusakan unting ganda maka semakin banyak pula perbaikan
45
yang dilakukan oleh gen mus 309 ini maka frekuensi pindah silang akan
semakin meningkat.
Hasil lain yang diperoleh diduga pemberian pewarna dylon tidak
berpengaruh pada kejadian pindah silang, hal ini dimungkinkan karena proses
pindah silang merupakan proses rekombinasi. Pernyataan ini juga diperkuat
oleh pernyataan dari Tsuboy et al., (2007) dylon bersifat mutagenik.
Mutagenik yang dapat menyebabkan mutasi, sedangkan peristiwa pindah
silang tersebut bukan merupakan peristiwa mutasi melainkan peristiwa
rekombinasi, karena telah diatur oleh gen-gen yang mengkode pembentukan
Synaptonemal complex (Gardner dkk, 1984).
Jika senyawa reaktif yang terkandung dalam dylon tidak berikatan
dengan gen atau DNA pengkode peristiwa pindah silang maka senyawa reaktif
yang terdapat pada dylon tersebut tidak berpengaruh pada frekuensi pindah
silang, atau dapat dikatakan konsentrasi dylon yang diberikan tersebut tidak
berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang. Dapat juga ketika senyawa
tersebut berikatan dengan gen atau DNA pengkode peristiwa pindah silang
sempat diperbaiki melalui proses rekombinasi. Hal ini sesuai dengan teori yaitu
pindah silang tidak hanya berfungsi dalam menimbulkan keanekaragaman
genetik namun fungsi vitalnya justru memperbaiki kerusakan DNA ((Watson,
dkk, 1987) dalam Corebima, 2012). Tidak berpengaruhnya konsentrasi dylon
kemungkinan dapat juga disebabkan karena jumlah dylon yang diberikan
terlalu sedikit sehingga tidak berpengaruh pada gen atu protein yang berperan
dalam proses pindah silang.
sifat (fenotip) yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti suatu pola yang
khas, yaitu crisscross pattern inheritance yang berarti pola pewarisan
menyilang. Sifat yang terpaut kromosom kelamin X yang memiliki pola
demikian lebih mudah dipahami pada sifat-sifat yang oleh gen-gen resesif.
Karmana (2010) menyatakan bahwa akan ada jumlah turunan berbeda untuk
strain yang berbeda pula namun belum ada informasi yang mengungkap
pengaruh macam strain terhadap jumlah turunan.
Pada penelitian ini kami menggunakan strain N, bcl, dan ym. Strain N
merupakan strain yang normal (tidak mengalami mutasi) dengan memiliki
ciri-ciri mata merah, faset mata halus, tubuh berwarna kuning kecoklatan,
dan sayap menutupi tubuh dengan sempurna, strain bcl memiliki dua gen
mutan yang terletak pada lokus b (black body) dan lokus cl (clot eye) yang
sama-sama terletak pada kromosom II. Pada strain bcl terdiri dari gen b
yang terletak pada titik 48,5 dan gen cl pada titik 16,5. Dengan demikian
jarak kedua lokus tersebut adalah adalah 48,5 16,5 = 32 map unit.
Sedangkan pada strain ym yang mengandung dua gen mutan yang terletak
pada lokus y (yellow) dan m (miniature) yang sama-sama terletak pada satu
kromosom yaitu kromosom dua. Gen y adalah 0.0 map unit dan gen m 36.1
map unit dengan demikian jarak antara gen y dengan m 36.1-0.0= 36.1 map
unit.
Menurut Suryo (2008) jarak antar gen-gen terangkai, makin jauh letak
satu gen dengan gen yang lainnya, makin besar kemungkinan terjadinya
pindah silang. Corebima (2003) juga menyatakan bahwa, ciasma adalah
bentukan yang dihasilkan setelah terjadi pemutusan dan penyambungan
kembali yang diikuti pertukaran resiprok antar kedua kromatid dalam bentuk
bentukan bivalven. Apabila dua gen terpisah jauh tetapi terletak pada satu
kromosom, maka kesempatan untuk terbentuknya suatu ciasma semakin
besar di antara mereka. Semakin dekat dua gen tersebut, semakin kecil
kesempatan untuk terbentuknya suatu ciasma di antara mereka. Dengan
demikian, semakin jauh jarak dua gen terpisah, maka kemungkinan terjadi
pindah silang di antara kedua gen tersebut semakin banyak karena
47
frekuensi
pindah
silang
maka
pengaruh
tersebut
dapat
meningkat, dan apabila terjadi pada strain yang jarak lokusnya lebih besar
maka kemungkinan terbentuknya juga semakin besar. Menurunkan frekuensi
pindah silang jika konsentrasi semakin tinggi maka akan semakin banyak
protein synaptonemal complex yang terserang dan semakin rendah
kemungkinan kiasma yang terbentuk sehingga frekunsi pindah silang akan
semakin menurun, dan jika terjadi pada strain dengan jarak lokus yang
pendek maka juga akan semakin menurunkan frekuensi pindah silang.
Indikasi tidak berpengaruh dapat ditinjau dari adanya macam strain juga
dapat menurunkan pindah silang karena rendahnya jumlah keturunan yang
dihasilkan dari persilangan. Jumlah keturunan ini dapat dipengaruhi oleh
kemampuan strain yang bersangkutan untuk bertahan hidup dan melakukan
perkawinan kemampuan ini alami terjadi pada diri D. Melanogaster dan
tidak dipengaruhi oleh zat kimia apapun. Dobzhansky dalam Indayati (1999),
menyatakan bahwa mutasi dapat mengubah tingkah laku spesies manapun
yang mempengaruhi kesuksesan kawin individu yang bersangkutan. Selain
itu, proses perbaikan diri pada individu Droshophilla melanogaster juga
dapat mengurangi kejadian pindah silang yang dihasilkan.
50
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Karena proyek penelitian kami belum mendapatkan data yang
lengkap maka kesimpulan sementara pada proyek kami adalah :
1) Pemberian pewarna sintetis Dylon (0%, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%,
0,05%) dapat berpengaruh dan dapat tidak berpengaruh terhadap
frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan N >< bcl
dan N >< ym beserta resiprok.
2) Macam strain dapat berpengaruh dan tidak berpengaruh terhadap
frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan N >< bcl
dan N >< ym beserta resiprok.
3) Interaksi antara pemberian konsentrasi pewarna sintetis Dylon (0%,
0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%, 0,05%) dan macam strain terhadap
frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan N >< bcl
dan N >< bdp beserta resiprok dapat berpengaruh dan tidak
berpengaruh.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
a. Sebaiknya dalam melakukan penelitian hendaklah dilakukan
dengan sabar, teliti, hati-hati dan tekun sehingga didapatkan hasil
yang benar dan data yang akurat.
b. Sebaiknya lebih teliti dalam proses pemindahan botol, sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam menghitung fenotip dari masingmasing persilangan yang telah dilakukan.
c. Sebaiknya lebih berhati-hati dalam proses pembuatan medium,
pengampulan strain dan persilangan sehingga tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.
51
52