Você está na página 1de 13

HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP TERJADINYA INFEKSI

SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI


PUSKESMAS PAJANG SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh:
SUMAN YUS MEI HADIANA
J 5000 90 110

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

NASKAH PUBLIKASI

Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan


Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pajang Surakarta
dr. Pratikto Widodo Sp.A1, dr. Ganda Anang S.A1,
Suman Yus Mei Hadiana1
Abstrak
Latar Belakang : Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit
infeksi yang menyerang salah satu bagian dari saluran pernapasan mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA merupakan
50% dari seluruh penyakit pada anak berusia dibawah lima tahun dan masih
merupakan masalah serius dibidang kesehatan terutama terjadi pada masa balita
karena salah satu faktor yaitu status gizi. Pada kasus gizi kurang dapat
menyebabkan imunitas menurun sehingga akan mudah terjadi suatu infeksi.
Tujuan: Untuk mengetahui adanya hubungan antara status gizi terhadap
terjadinya ISPA pada balita di Puskesmas Pajang Surakarta.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional dan pemilihan sampel dengan teknik purposive
sampling.
Hasil: Dari uji Chi square diperoleh p value sebesar 0,000 dengan taraf signifikan
() 0,05 maka dinyatakan Ho ditolak, sehingga H1 diterima. Jadi penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi terhadap
terjadinya ISPA pada balita, selain itu didapatkan nilai RP (ratio prevalensi) =
27,5 dengan (interval kepercayaan 95%, 8,372-90,328), artinya bahwa anak yang
mengalami gizi kurang berisiko 27,5 kali untuk mengalami ISPA dibanding balita
yang mempunyai gizi baik.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status gizi terhadap terjadinya ISPA pada
balita di Puskesmas Pajang Surakarta.
Kata kunci : Status Gizi, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
1
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Relationships Nutritional Status With Occurrence of Acute Respiratory


Infections (ARI) In Toddlers At Pajang Surakarta Health Center
dr. Pratikto Widodo Sp.A1, dr. Ganda Anang S.A1,
Suman Yus Mei Hadiana1
Abstract
Background: Acute respiratory infection (ARI) is an infectious disease attacks a
part of the respiratory tract from the nose (upper respiratory tract) to the alveoli
(lower respiratory tract) including adneksa tissue, like sinuses, middle ear cavity,
and pleura. ISPA represents 50% of all disease in children under five years old
and still a serious problem in healthcare, it mainly occurs in childhood as one of
the factors is nutritional status. Malnutrition can decrease immunity so it can
easily lead to infection.
Objective: To determine the relationship between nutritional status and the
occurrence of ARI in toddlers at Pajang Surakarta Health Center.
Methods: This study used observational approach with cross sectional analytic
and sample selection by purposive sampling technique.
Results: From the obtained Chi square p value of 0.000 with a significance level
() 0.05 H0 rejected then declared, so that H1 is accepted. So this study showed
that there was a significant relationship between the nutritional status of the
occurrence of ARI in toddlers, in addition to the value obtained RP (prevalence
ratio) = 27,5 (95% confidence interval 8,372-90,328) means that children who
experience malnutrition have a risk 27,5 times for ARI compared to toddlers who
have good nutrition.
Conclusion: There is a relationships between the nutritional status and occurrence
of ARI in toddlers at Pajang Surakarta Health Center.
Keywords: Nutritional Status, Acute Respiratory Infections (ARI)
1
Medical Faculty of Muhammadiyah Surakarta University

PENDAHULUAN
Gizi merupakan unsur yang penting dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi,
mengingat zat gizi berfungsi menghasilkan energi, membangun dan memilihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Selain itu gizi
berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas
kerja (Waryana, 2010). Status gizi balita merupakan hal penting yang harus
diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang
di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini
akan berpengaruh pada kualitas tumbuh kembang anak (Marimbi, 2010).
Pada kasus gizi kurang, individu akan lebih rentan terhadap infeksi akibat
menurunnya kekebalan tubuh terhadap invasi patogen (Calder, 2000).
Pertumbuhan yang baik dan status imunologi yang memadai akan menghasilkan
tingkat kesehatan yang baik pula. Sebaliknya, pertumbuhan fisik yang terhambat
biasanya disertai dengan status imunologi yang rendah sehingga balita mudah
terkena penyakit (Aritonang, 2007).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting
morbiditas dan mortalitas pada anak (Pore dkk, 2010). Anak dibawah lima tahun
adalah kelompok umur yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan
membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang
lain (Mulyati, 2004). Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian karena
ISPA terutama pada bayi dan balita (Utomo & Hastuti, 2005).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (Saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,
rongga telinga tengah, dan pleura (Keputusan Menteri Kesehatan, 2002).
Sedangkan pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari.
Klasifikasi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sendiri dibagi menjadi dua
bagian yaitu infeksi saluran pernapasan bagian atas yang terdiri dari rhinitis,
faringitis, tonsillitis, rinosinositis, dan otitis media. Sedangkan untuk infeksi
saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas epiglotitis, group
(laringotrakeobronkitis), bronkhitis, bronkiolitis, dan pneumonia (Rahajoe dkk,
2012).
Kasus ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia
dibawah lima tahun, dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Penelitian oleh The
board on science and technology for internasional Develeopment (BOSTID)
menunjukkan bahwa insidensi ISPA pada anak berusia dibawah 5 tahun mencapai
12,7-16,8 episode per 100 anak perminggu (child-weeks) (Rahajoe dkk, 2012) dan
hampir dua juta anak meninggal setiap tahun, dan sebagian besar anak-anak ini
tinggal di negara berkembang. Di negara maju, angka kejadian infeksi saluran
pernapasan akut tinggi dan menyebabkan 19% menjadi 27% rawat inap pada anak
di bawah usia 5 tahun di Amerika Serikat (Peng dkk, 2009).
Di Indonesa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena menyebabkan kematian bayi
dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Pada
tahun 2010 cakupan penemuan pneumonia sebesar 23% dengan jumlah kasus
yang ditemukan sebanyak 499.259 kasus dan untuk provinsi Jawa Tengah

didapatkan prevalensi sebesar 10,96% (Depkes, 2010). Setiap anak diperkirakan


mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya, dan kunjungan pasien penderita
antara 40 % sampai 60 % rawat jalan serta 15-30 % rawat inap dari kunjungan di
Puskesmas (Depkes, 2008).
Di Indonesia kasus ISPA juga masih menempati urutan pertama dalam
jumlah pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat
ISPA masih tinggi. Angka kematian pneumonia juga masih tinggi, yaitu kurang 5
per 1000 balita (Rahajoe dkk, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memberikan
informasi lebih lanjut mengenai hubungan status gizi terhadap terjadinya infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Pajang Surakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Alsagaff dan Mukty (2008) infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau
disertai radang parenkim paru (Alsagaff, 2008).
a. Etiologi
ISPA dapat disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain dari streptococcus homolitikus, stafilococcus,
pneumococcus, hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan korinobacterium
difteri. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan mikosovarius (virus
influenza, virus parainfluenza, dan virus campak), adenovirus, koronavirus,
pikomavirus, mikoplasma, dan herves virus (Depkes, 2004).
b. Klasifikasi ISPA
Menurut Wati (2005) yang dikutip dari Depkes RI (1996) Dalam
penentuan derajat keparahan penyakit, dibedakan atas dua kelompok umur
yaitu kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
sebagai berikut :
a) Bukan pneumonia adalah salah satu atau lebih gejala berikut, batuk pilek
biasa (common cold) yang tidak menunjukkan gejala peningkatan
frekuensi napas dan tidak menunjukkan penarikan dinding dada ke dalam.
b) Pneumonia adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai peningkatan
frekuensi napas (napas cepat) sesuai umur. Adanya napas cepat (fast
breting), hal ini ditentukan dengan alat menghitung frekuensi pernapasan.
Batas napas cepat adalah frekuensi napas sebanyak :
1. 60 kali permenit atau lebih pada usia kurang 2 bulan.
2. 50 kali permenit atau lebih pada usia 2 bulan sampai kurang dari satu
tahun.
3. 40 kali permenit atau lebih pada usia 1 sampai 5 tahun.
c. Faktor resiko
Adapun salah satu faktor resiko terjadinya ISPA adalah keadaan status
gizi (Rahajoe dkk, 2012). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan atas gizi buruk,
kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2010).

d. Hubungan status gizi balita terhadap terjadinya infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA).
Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai dengan tingkat
berat dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu yang cukup lama. Balita
yang kurang gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita
yang mempunyai status gizi yang baik (Andarini dkk, 2005). Masa balita
menjadi lebih penting lagi karena merupakan masa yang kritis dalam upaya
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Setiap tahun kurang lebih
11 juta balita diseluruh dunia meningal karena penyakit-penyakit infeksi yang
salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Hadi, 2005).
Duarte dan Bothelho (2000) menyebutkan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya ISPA pada balita adalah status gizi, dimana status gizi
yang kurang merupakan hal yang memudahkan proses terganggunya sistem
hormonal dan pertahanan tubuh pada balita.
Seperti dalam firman Allah SWT dalam surat At-Thaha 81, yang
artinya : Makanlah diantara rizqi yang baik (bergizi) yang telah kami berikan
kepadamu, dan janganlah melampui batas padanya, yang menyebakan
kemurkaan ku, maka sesungguhnya binasalah ia.
Dan dalam (QS. 5 : 88) yang artinya ; Dan makanlah makanan yang
halal lagi baik (bergizi) dari apa yang Allah swt telah rizqikan kepadamu, dan
bertaqwalah kepada Allah. Dari firman Allah SWT diatas telah dijelaskan
bahwa makan dan minum merupakan kebutuhan dalam pemenuhan status gizi
sebagai penunjang hidup, dan diharapkan dengan terpenuhnya unsur gizi yang
telah dipenuhi, tubuh berada dalam keadaan yang baik sehingga daya tahan
tubuh akan bekerja (Depag RI, 2004).
Zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk
reaksi kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Tupasi (2000)
mendapatkan bahwa pada kondisi kurang energi protein (KEP), dapat
menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan
tersebut adalah status gizi (Rodriguez, 2011).
Protein merupakan zat gizi yang sangat diperlukan bagi pembentukan
enzim yang berperan dalan metabolisme tubuh, termasuk sitem imun. Antibodi
globulin gamma yang biasanya disebut dengan imunoglobilin merupakan 20 %
dari seluruh energi plasma. Semua immunoglobulin terdiri dari rantai
polipeptida yang mengandung bermacam-macam asam amino-asam amino
yang spesifik. Salah satu asam amino yang berperan dalam sistem imun adalah
asam amino treonin yang memiliki kemampuan untuk mencegah masuknya
virus dan bakteri terutama pada saluran nafas dan paru-paru. Yakni berupa
sekresi lendir yang disebut glikoprotein dan immunoglobulin A. Pada penderita
yang mengalami kekurangan asam amino treonin akan mengalami kemunduran
sistem kekebalan tubuh.
Kekurangan protein yang terjadi dapat menurunkan sistem imun yang
pada akhirnya akan menyebabkan tubuh lebih mudah terpapar penyakit infeksi.
Selain itu, kekurangan protein umumnya dapat juga berpengaruh terhadap

metabolisme vitamin dan mineral yang berperan sebagai anti oksidan tidak
dapat berperan secara maksimal, akibatnya baik flora normal maupun bakteri
dari luar dapat dengan mudah berkembang dan virulensi nya meningkat,
sehingga menyebabkan timbulnya gejala penyakit, termasuk infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) (Andarini dkk, 2005).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian bersifat observasional
analitik, dengan pendekatan cross sectional untuk mempelajari hubungan status
gizi dengan terjadinya ISPA pada balita di Puskesmas Pajang Surakarta.
Penelitian dilakukan di Puskesmas Pajang Surakarta pada Juli - September 2012.
Cara pengambilan sampel yaitu dengan cara purposive sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh
peneliti (Notoatmojdo, 2010).
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah anak berusia di bawah lima
tahun yang terdaftar di Puskesmas Pajang Surakarta, balita yang telah terdiagnosis
ISPA oleh dokter (baik saluran pernapasan atas maupun bawah, infeksi
berlangsung dalam waktu < 14 hari dan status gizi balita baik atau kurang.
Sedangkan kriteria eksklusi meliputi bayi dengan ISPA dan penyakit lainnya,
misalnya disertai diare, kemudian bayi menderita alergi dan status gizi balita
buruk.
Dalam penelitian ini, hasil yang dianalisa adalah untuk mengetahui
hubungan status gizi terhadap terjadinya ISPA pada balita di Puskesmas Pajang
Surakarta. Selanjutnya dilakukan uji statistik dengan metode rasio prevalensi
(RP). Kemudian untuk menentukan rasio prevalensi tersebut bermakna atau tidak,
digunakan nilai interval keyakinan (IK) 95% dengan uji analisis statistik Chi
Square dengan program Windows SPSS versi 17.0.
HASIL
Pengumpulan data penelitian dilakukan pada Juli - September 2012.
Karakteristik responden penelitian dilakukan pada sampel yang memenuhi kriteria
penelitian dengan total responden 104. Responden yang dimaksud adalah balita
yang termasuk dalam pasien yang ada di Puskesmas Pajang Surakarta. Adapun
gambaran responden berdasarkan dari usia , jenis kelamin, status gizi dan ISPA.
Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Pajang
Surakarta.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase (%)
Laki-laki
47
45,19
perempuan
57
54,81
Jumlah
104
100
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 104 responden didapatkan
sebagian besar jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 57 responden
(54,81%) sedangkan laki-laki sebanyak 47 responden (45,19%).

Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan umur balita di Puskesmas Pajang


Surakarta.
Usia
Frekuensi
Presentase (%)
1 tahun
32
30,77
2 tahun
30
28,85
3 tahun
26
25,00
4 tahun
16
15,38
Jumlah
104
100
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 104 responden didapatkan
frekuensi responden yang paling tinggi berada pada usia 1 tahun sebanyak 32
responden (30,77%) dan 2 tahun sebanyak 30 responden (28,85%) serta 3 tahun
sebanyak 26 (25,00%), sedangkan frekuensi usia yang paling rendah berada pada
usia 4 tahun sebanyak 16 responden (28,84%).
Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan status gizi di Puskesmas Pajang
Surakarta.
Status Gizi
Frekuensi
Presentase (%)
Baik
45
43,27
Kurang
59
56,73
Jumlah
104
100
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 104 responden didapatkan
bahwa responden yang memiliki status gizi baik sebanyak 45 responden (43,27%)
dan yang mempunyai status gizi kurang sebanyak 59 responden (56,73%).
Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan kejadian infeksi saluran pernapasan
akut di Puskesmas Pajang Surakarta.
Kejadian ISPA
Frekuensi
Presentase (%)
ISPA
70
67,30
Tidak ISPA
34
32,70
Jumlah
104
100
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 104 responden didapatkan
sebagian besar responden terkena ISPA yaitu sebanyak 70 responden (67,30%)
sedangkan yang tidak terkena ispa sebanyak 39 responden (32,70%).
Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan status gizi dengan kejadian ISPA di
Puskesmas Pajang Surakrta.
ISPA
Jumlah
(-)
(+)
Status
Baik
30 28,84% 15 14,42%
45
44,27%
Gizi
Kurang
4
3,85%
55 52,88%
59
56,73%
Jumlah
70 32.69% 34
67,3%
104
100%
Dari hasil analisis data diatas didapatkan nilai RP = 27,5 dengan interval
kepercayaan 95% (8,372-90,328) dan hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai
p sebesar 0,000.

PEMBAHASAN
Hubungan antara status gizi terhadap terjadinya ISPA pada tabel 14,
menunjukan bahwa persentase anak yang mempunyai status gizi biak dan status
gizi kurang yang mengalai ISPA yaitu sebesar 44,27% : 56,73%. Kemudian dari
uji analisa data Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh p value
sebesar 0,000 dengan taraf signifikan (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungann antara status gizi terhadap terjadinya infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) pada balita di Puskesmas Pajang Surakarta, selain itu didapatkan nilai RP
(ratio prevalensi) = 27,5 dengan (Interval kepercayaan 95% (8,372 - 90,328) yang
artinya bahwa anak yang mengalami gizi kurang berisiko 27,5 kali untuk
mengalami ISPA dibanding balita yang mempunyai gizi baik.Hal ini bermakna
secara statistik karena interval kepercayaan 95% tidak melewati angka 1.
Hasil penelitian Fonseca 1996 di Fortaleza Brazil menunjukkan bahwa
status gizi kurang menempati urutan pertama faktor resiko terjadinya pneumonia
pada anak balita. Maksud dari gizi kurang adalah kekurangan energi protein yang
terkandung didalam makanan sehari-hari yang mempengaruhi keadaan gizi anak.
Selain itu penelitian di Solapur india juga menunjukkan hasil dari 160 anak usia
dibawah lima tahun total hanya 44 (27,50%) memiliki status gizi yang normal
sisanya memiliki status gizi kurang, hasil dari anlisis data nya menemukan hasil
signifikan antara status gizi terhadap terjainya ISPA dengan (p <0,001) dengan
rasio odds 5,17 menunjukkan risiko 5,17 kali lebih buruk untuk terjadinya ISPA
pada balita yang mempunyai status gizi kurang dibandingkan dengan yang
mempunyai status gizi baik (Prasad dkk, 2010). Kemudian penelitian dari
Sukmawati & Sri Dara Ayu (2010) di wilayah kerja Puskesmas Tunikamaseang
Kabupaten Maros Sulawesi juga menunjukkan kejadian ISPA berulang yang lebih
banyak pada balita dengan status gizi kurang dengan p = 0,03, hal ini disebabkan
karena status gizi yang kurang menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan
virulensi patogen lebih kuat, sehingga akan menyebabkan keseimbangan
terganggu dan akan terjadi infeksi. Salah satu determinan dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi yang baik.
Gizi merupakan salah satu penentu dari kualitas sumber daya manusia.
Akibat kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan
dalam pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan.
Akibat lain adalah terjadinya penurunan produktifitas, menurunnya daya tahan
tubuh terhadap penyakit yang akan meningkatkan resiko kesakitan salah satunya
adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Marimbi, 2010). Ditambahkan
oleh Koch (2002) menyatakan bahwa prevalensi ISPA akan meningkat pada anak
dengan status gizi buruk. Menurut Pudjiadi (2001), malnutrisi akan menurunkan
imunitas seluler, kelenjar timus dan tonsil menjadi atrofik dan jumlah T-limfosit
berkurang sehingga tubuh akan lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu malnutrisi
juga dapat mengganggu proses fisiologis saluran napas dalam hal proteksi
terhadap agen penyakit. Pada saluran napas dalam keadaaan normal terdapat
proses fisiologis dalam menghalau agen penyakit, seperti reflex batuk,
peningkatan jumlah cairan mukosa ketika terdapat agen yang membahayakan
kesehatan saluran napas. Pada anak dengan keadaan malnutrisi, proses fisiologi
ini tidak berjalan dengan baik, sehingga agen penyakit yang seharusnya

dikeluarkan oleh tubuh menjadi terakumulasi dalam saluran napas sampai paruparu.
Pada anak yang mengalami kurang gizi pada tingkat ringan atau sedang
masih dapat beraktifitas, tetapi bila diamati dengan seksama badannya akan mulai
kurus, stamina dan daya tahan tubuhnya pun menurun, sehingga mempermudah
untuk terjadinya penyakit infeksi, sebaliknya anak yang menderita penyakit
infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi
sehingga menyebabkan kurang gizi (Andarini dkk, 2005).
Namun dari penelitian ini ditemukan juga responden yang berstatus gizi
baik tetapi terkena ISPA. Hal ini disebabkan oleh faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya ISPA pada balita seperti umur, pemberian ASI,
keteraturan pemberian vitamin A, polusi udara, sosial ekonomi, imunisasi
kepadatan dalam rumah dan BBLR. Selain itu didapatkan juga responden yang
berstatus gizi kurang tetapi tidak terkena ISPA. Hal tersebut bisa terjadi
kemungkinan karena faktor lingkungan tempat tinggalnya yang tidak ada yang
menderita ISPA meskipun status gizinya kurang, atau bisa dikarenakan mereka
sudah mendapatkan imunisasi yang lengkap sehingga mereka mempunyai
kekebalan tubuh terhadap serangan infeksi sehingga tidak mudah terkena ISPA.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa gizi mempunyai peran yang
sangat besar dalam pemeliharaan kesehatan tubuh balita. Jika balita mengalami
status gizi yang kurang maka akan lebih mempermudah kuman-kuman patogen
menyerang tubuh sehingga terjadi ISPA. Maka dari itu untuk mengurangi angka
kejadian ISPA maka status gizi balita harus selalu dijaga dan ditingkatkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari data hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
didapatkan hubungan antara status gizi balita dengan terjadinya infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas pajang Surakarta. Anak yang
mengalami gizi kurang berisiko 27,5 kali untuk mengalami ISPA dibanding balita
yang mempunyai gizi baik.
SARAN
1. Bagi petugas kesehatan sebaiknya secara rutin dapat memberikan penyuluhan
kepada orang tua untuk memberikan pengetahuan tentang gizi balita karena
diharapkan untuk lebih meningkatkan peranannya menurunkan kejadian infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA).
2. Bagi ibu untuk selalu memperhatikan status gizi balita dengan melalukan
penimbangan yang dilakukan setiap bulan nya di posyandu.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan
menggunakan metode dan variabel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alsagaff, H., dan Abdul Mukty., 2008. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya, Airlangga University Press.

Amirudin, Ridwan, 2005. Analisis Faktor Resiko Kejadian Pneumonia Pada


Anak Umur Kurang Dari 1 Tahun Di RSUD Labuang Haji Kota
Makasar. Med Nus Vol 26 No.3.
Andarini, S., Asmika., dan Noviana A., Hubungan antara status gizi dan tingkat
konsumsi energi, protein, dengan frekuensi kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) pada balita diwilayah kerja puskesmas
gondanglegi,
kecematan
gondang
legi
kabupaten
malang.
http://elibrary.ub.ac.id/. Tesis.
Aritonang, I., 2007. Pemantauan Pertmbuhan Balita. Kanisius. Yogyakarta.
Ayu D, S., 2008. Pengaruh Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh,
Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein.
Universitas Diponegoro. Tesis.
Dan Peng., Dongchi Zhao., Jingtao Liu., Xia Wang., Kun Yang., Hong
Xicheng.,Yang Li., dan Fubing Wang., 2009. Multipathogen infections in
hospitalized
children
with
acute
respiratory
infections.
http://www.virologyj.com/content/6/1/155.
Depag RI., 2004. Al-Quran dan Terjemahan. Bandung : CV penerbit jumanatul
Ali-Art.
Depkes RI., 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta. http//
Litbang.Depkes.co.id.
Depkes RI., 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta.
Depkes RI,. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. www.depkes.go.id. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI., 2010. Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset dan Investasi Bangsa
DiMasa Depan. www.depkes.go.id. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Duarte Dirce M. G., dan Bothelho Clvis., 2000. Clinical profile of children
under 5 years of age with acute respiratory tract infections. J Pediatri (Rio
J)2000;76(3):207-12.http://www.jped.com.br/conteudo/00-76-03-207/
ing.asp.
Gordon S., dan Graham S., 2006. Epidemiology of Respiratory Disease in
Malawi.
Medical
Journal
;18(3):
134-146.
http:indexmedicus.afro.who.int/iah/fulltext/MMJ/resp-disease.pdf.
Hadi, H., 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasi Nya Terhadap
Kebijakan Pembanguan Kesehatan Nasional. Dalam Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gdjah Mada
Yogyakarta.
Koch A, Sorensen P, Homoe P. 2002. Populasi-Based Study of Acute Respiratory
Infections In Children, Greenland. Journal of Emergency Infections
Diseases. Vol. 8.pp 586-593.
Marimbi, H., 2010. Tumbuh Kembang Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Nuha medika, Yogyakarta.
Mulyati T., Prawirohartono P, E., dan Sudargo T., 2004. Pengaruh Pendidikan
Gizi Kepada Ibu Terhadap Konsumsi Makanan dan Status Gizi Anak

Balita Penderita Tuberkulosis Primer dirawat jalan RSUP Dr. Kariadi


Semarang. Jurnal Gizi Klinik indonesia. Vol. 1, No 2: 97-101.
Notoatmodjo, Soekidjo., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Philip C. Calder., dan Alan A. Jackson., 2000. Undernutrition, Infection and
Immune Function. Institute of Human Nutrition. University of
Southampton, Bassett Crescent East,Southampton SO16 7PX, UK.
Nutrition Research Reviews, 13,3 29. http : //www.roberhant.se/
Malnutrition4.
Prasad D Pore., Chandrashekhar H Ghattargi., dan Madhavi V Rayate., 2010.
Study of Risk Factors of Acute Respiratory Infection (ARI) in Underfives
Solapur. National Journal of Community Medicine, Vol. 1, Issue 2.
www.njcmindia.org/home/download/41.
Rahajoe N., Supriyatno B., dan Setyanto Budi D., 2012. Buku Ajar Respirologi
Anak, cetakan ketiga. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rodrguez., L.Cervantes., dan E. Ortiz, R., 2011. Malnutrition and
Gastrointestinal and Respiratory Infections in Children: A Public Health
Problem. http://www.mdpi.com/journal/ijerph.
Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholland K, Campbell H., 2008. Bulletin
of the World Health Organization. 86:408-416: Epidemiology and etiology
of childhood pneumonia. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18545744.
Sulistyoningsih H., 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Supariasa I,D,N., Bakri B., dan Fajar B., 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta:
EGC.
Tirtawinata, T. Ch., 2006. Makanan Dalam Perspektif Al Quran dan Ilmu Gizi.
Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Utomo M., dan Hastuti F. Tri., 2005. Hubungan Antara Ventilasi Ruangan,
Kelembaban, Pencahayaan, Kepadatan Hunian dan Status Gizi dengan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak-Anak 1-5 tahun Di
Desa Mojosongo, Kota Surakarta. Jurnal Litbang Universitas
Muhammadiyah Semarang. http://Jurnal.unimus.ac.id.
W. Fonseca, B. R. Kirkwood, C. G. Victora, S. R. Fuchs, J. A. Flores, and C.
Misago., 1996. Risk factors for childhood pneumonia among the urban
poor in Fortaleza, Brazil: a case--control stud. Bull World Health Organ.
74(2): 199208. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2486894/.
Wirandoko H,I., 2007. Determinan Status Gizi anak Usia 2-5 Tahun Di
Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Semarang.
Universitas Diponegoro. Tesis.

Você também pode gostar