Você está na página 1de 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN


MALARIA

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah epidemiologi


Disusun Oleh :
Teguh Alphatino

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2010

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Segala puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT Sang Penguasa sekalian alam yang maha pengasih dan maha
penyayang. Shalawat serta salam senantasa terarah kepada Nabi Muhammad
SAW. Pemimpin para Nabi saya serta umat-umat, keluarga serta sahabat sehingga
penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN KLIEN MALARIA.
Pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam mata
kuliah epidemiologi Dalam penyusunan makalah ini terdapat kesulitan dan
hambatan. Berkat bantuan, bimbingan, arahan dan dukungan berbagai pihak,
akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, saya selaku
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak rangga selaku dosen mata kuliah ini
2. Rekan-rekan mahasiswa/i angkatan ke III
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun ke
arah perbaikan dikemudian hari. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan rekan-rekan semua. Akhir kata semoga Allah SWT
selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 5
2.1 Dismenore......................................................................................... 5
2.2 Nyeri ................................................................................................. 14
2.3 Tehnik Terapi Musik ....................................................................... 23
2.4 Remaja ............................................................................................. 27
2.5 Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................... 30
2.6 Hipotesa Penelitian .......................................................................... 30
BAB III METODELOGI PENELITIAN............................................... 31
3.1 Desain Penelitian............................................................................... 31
3.2 Rancangan Penelitian ....................................................................... 32
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling ...................................................... 33
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ................................ 35
3.5 Prosedur Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisa Data................... 38
3.6 Etika Penelitian ................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan angka kesakitan dan kematian
akibat malaria cukup tinggi Penyakit ini sejak lama telah membunuh ribuan
manusia di Indonesia. Pada Tahun 2003 diperkirakan 50 orang menderita
malaria per 1000 penduduk Salah satu sebab suburnya penyakit malaria di
Indonesia adalah iklim atau lingkungan yang mendukung berkembangbiaknya
nyamuk anopheles yang merupakan nyamuk penyebab penyakit malaria.
Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang
memungkinkan nyamuk untuk berkembangbiak dan berpotensi melakukan
kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria. Contoh faktor-faktor
lingkungan itu antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin,
ketinggian. Salah satu faktor lingkungan yang juga mempengaruhi
peningkatan kasus malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan-hutan
bakau di pinggir pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang
umumnya hanya tinggal di hutan, dapat berpindah di pemukiman manusia,
kerusakan hutan bakau dapat menghilangkan musuh-musuh alami nyamuk
sehingga kepadatan nyamuk menjadi tidak terkontrol.
Untuk membarantas dan membebaskan Indonesia dari penyakit
malaria, Departemen Kesehatan RI telah mengupayakan berbagai kebijakan
dan strategi. Pada Tahun 2030, Indoensia diharapkan dapat mengatasi penyakit
malaria. Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti seminar ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
asuhan keperawatan Malaria.

2. Tujuan khusus
a. Setelah mengikuti seminar ini mahasiswa diharapkan dapat memahami
tentang malaria.
b. Mahasiswa dapat memahami etiologi malaria
c. Mahasiswa dapat menguraikan tanda gejala malaria.
d. Mahasiswa dapat menguraikan patofisiologi malaria
e. Mahasiswa dapat menguraikan asuhan keperawatan pada pemutusan
diagnostik/laboratorium.
f. Penatalaksanaan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang
disebabkan oleh protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar
Zulkarnain, 1999).
Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun
kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam,
anemia dan splenomegali.
B. Etiologi
Protozoa genus plasmodium merupakan penyebab dari malaria yang
terdiri dari empat spesies, yaitu :
1) Plasmodium falcifarum penyebab malaria tropika
2) Plasmodium ovale penyebab malaria ovale
3) Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana
4) Plasmodium malariae penyebab malarua Quartanu
Malaria juga melibatkan proses perantara yaitu manusia maupun
vertebra lainnya, dan rosper definitif yaitu nyamuk anopheles.
C. Tanda dan Gejala
Pada anamnesa adanya riwayat bepergian ke daeah yang endemis
malaria tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah :
1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporulasi) pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale). Pematangan
skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke 3,
sedangkan malaria kuartania (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan
periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap seangan ditandai dengan bebeapa
serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium,

yaitu menggigil (15 menit 1 jam), puncak demam (2 6 jam), dan


tingkat berkeringat (2 4 jam). Demam akan mereda secara bertahan
karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada
respon imun.
2. Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongeori
menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit
dan jaringan ikat yang bertambah.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling kerap
adalah anemia karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh :
a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan
b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama
c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritrosit dalam sumsum tulang belakang.
d. Ikterus
Disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
D. Patofisiologi

a.

Fase aseksual
Fase ini terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan,
sporozoit masuk dalam aliran darah, ke sel hati dan berkembang biak
membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Pada akhir
fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan masuk aliran darah,
disebut sporulasi.
Fase eritrosit dimulai dan merozoit

b.

Fase seksual

E. Pemeriksaan diagnsotik
1. Tes diagnostik cepat (RDTs) digunakan untuk mendiagnosa penyakit
malaria. Test ini berdasar pada pendeteksian antigen parasit malaria di
dalam darah, dengan menggunakan metoda immunochromatographic.
Paling sering mereka menggunakan dipstick atau test strip yang untuk
pengujian monoclonal antidibodies yang secara langsung menyerang target
antigens dari parasit tersebut. Test dapat dilakukan sekitar 15 menit.
Beberapa kotak test sekarang ini banyak tersedia di pasaran. Bidang ilmu
ini sedang dikembangkan dengan cepat, dan peningkatan teknis secara
terus menerus dapat meningkatkan kemampuan RDTs untuk menegakkan
diagnosa malaria.
Antigens yang Ditargetkan Sekarang Disediakan oleh RDTs :
a. Histidine-rich protein II (HRP-II) adalah suatu protein yang dapat larut
dalam air yang diproduksi oleh trophozoites dan muda (tetapi belum
matang) gametocytes P. falcipatarum. Kotak yang tersedia dipasaran
sekarang ini hanya tersedia untuk mendeteksi HRP-ll yang berasal dari
P. falciparum saja.
b. Laktat parasit Dehydrogenase (Pldh) diproduksi oleh asexual dan
sexual stages (gametocytes) yang berasal dari parasit malaria. Kotak
tes yang sekarang ini tersedia mendeteksi Pldh berasal dari semua
empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia. Mereka dapat

membedakan jenis P.falciparum dan jenis yang non-falciparum, tetapi


tidak bisa membedakan antara P.vivax, P.ovale dan P. malariae.
c. Antigen(S) yang lain kini hadir dalam semua empat jenis yang juga
ditargetkan di dalam kotak yang berkombinasi untuk pendeteksian
menyangkut antigen HRP-II dari P.falciparum bersama-sama dengan
sesuatu, hingga kini tak bisa ditentukan, antigen pan-malarial yang
menyangkut jenis lain.
d. Beberapa kotak yang mendeteksi semua empat jenis Plasmodium
menyebutkan di dalam merk dagang mereka atau dalam pemasaran
mereka hanya dua jenis (PF/PV). Ini lebih dapat mendorong kearah
kebingungan tentang kemampuan diagnostik mereka.
Prosedur Test Umum (Variasi Antar kotak) :
1. Spesimen darah finger-prick dikumpulkan (2-50 ml, tergantung pada
kotak), menggunakan berbagai tabung microcapillarv. Beberapa pabrik
menyatakan bahwa plasma atau darah anticoagulated dapat juga
digunakan.
2. Spesimen darah dicampur (di dalam tabung test terpisah atau tempat
yang melengkung, atau pada sample pad) dengan larutan buffer yang
berisi campuran haemolysing sama seperti antibody yang spesifik yang
berlabel dengan visually detecble marker (seperti emas colloidal). Jika
antigen yang sudah diselidiki telah hadir, maka antigen atau antibody
yang kompleks telah terbentuk. Dalam beberapa kotak, antibody yang
berlabel adalah pre-deposited yang selama pembuatan memakai
sample pad atau di dalam tempat yang melengkung dan hanya satu
lysing atau washing buffer yang ditambahkan pada darah.
3. Antigen-antibody yang berlabel yang kompleks pindah tempat atas test
strip (paling sering nitrocellulose atau serat glass) dengan prinsip
kapiler pada bahan reaksi test-specific yang selama pembuatan telah

pre-deposited. Ini meliputi (a) satu baris menangkap antibody yang


spesifik untuk antigen di bawah penyelidikan (beberapa bentuk
digunakan jika beberapa antigens sedang diselidiki) dan (b) sebuah
prosedur mengontrol garis, dengan antibody yang akan menangkap
antibody yang berlabel.
4. Washing

buffer

kemudian

ditambahkan

untuk

memindahkan

haemoglobin dan permit visualisasi dari semua garis yang berwarna di


atas strip. Buffer adalah menambahkan dengan menyimpan secara
langsung di atas strip, dengan menempatkannya di dalam tempat yang
lengkung dimana yang berpindah tempat itu adalah strip, atau dengan
mencuci keseluruhan strip di dalam tabung test.
5. Jika yang berada di bawah penyelidikan adalah darah yang berisi
antigen, antigen-antibody yang berlabel yang kompleks akan
dihentikan pada garis pre-deposited yang menangkap antibody dan
akan dapat ditemukan secara visual. Apakah darah tidak berisi antigen
atau tidak, garis pengontrol akan menjadi kelihatan sama seperti
antibody yang berlabel ditangkap oleh antibody garis pre-deposited
dari antibody yang secara langsung melawannya. (Catatan: desain ini
mengakibatkan garis kendali tidak muncul sekalipun tidak ada darah
yang bercampur dengan haemolysing buffer) Tes yang lengkap
memakan waktu bervariasi dari dari 5 sampai 15 menit.
2. Tes Performance dari RDTs
Tes Performance dari RDTs telah ditaksir secara ekstensif di dalam situasi
klinis berbeda, kedua-duanya di negara-negara tidak endemik dan
endemik. Kegunaan dari penilaian ini telah disepakati sedikit banyaknya
variasi di dalam metodologi dan ukuran sample yang biasanya berukuran
kecil. Lanjutan penilaian seperti itu akan menjadi diperlukan dengan
peningkatan pengenalan teknik atau dalam pengembangan kotak peralatan
yang terbaru.

RDTs mendeteksi empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia,


tergantung pada antigens yang menjadi dasarnya. Beberapa RDTs hanya
mendeteksi P. falciparum dan parasit malaria lainnya di dua bagian yang
terpisah. Sampai saat ini, tidak ada RDT yang dipasarkan telah dilaporkan
untuk dapat mempercayai pembedaan antara P.vivax, P.ovale dan
P.malariae, walaupun begitu riset untuk pengembangan test seperti itu
selalu dilanjutkan.
Kepekaan dari RDTs yang telah dipelajari untuk P.falciparum, sejak kotak
untuk P.falciparum (target banyak diarahkan P.falciparum HRP-II) telah
tersedia untuk waktu lebih lama. Tenaga ahli yang dibandingkan dengan
mikroskopi (kadang-kadang yang dilengkapi oleh polymerase reaksi
berantai), RDTs yang biasanya mencapai suatu kepekaan lebih dari 90% di
dalam mendeteksi P.falciparum pada kepadatan di atas 100 parasit per ml
darah (9.24 dan dilaporkan pada saat pertemuan). Di bawah tingkatan 100
parasit per ml darah, dengan jelas kepekaan dapat berkurang.
Kepekaan RDT untuk jenis yang non-falciparum menjadi lebih sedikit
yang dipelajari. Penyelidikan yang diselenggarakan sampai saat ini
menunjukkan bahwa kotak Pldh boleh mencapai suatu kepekaan untuk
P.vivax yang dapat diperbandingkan dengan P.falciparum. Ini belum
termasuk kasus kotak yang menargetkan antigens pan-malarial yang
berbeda.
Ketegasan dari RDTs, diukur dalam penyelidikan yang sama, apakah yang
seragam

mempunyai

hasil

yang

tinggi

(kebanyakan

>

90%).

Bagaimanapun, hasil positif palsu telah dilaporkan di dalam darah dari


pasien dengan faktor rheumatoid, terutama di dalam versi yang lebih awal
dari satu kotak HRP-II; masalahnya, mungkin dihubungkan dengan reaksi
silang dengan antibody monoclonal yang berlabel, terakhir sudah
dilaporkan dengan benar didalam beberapa versi kotak terbaru. Sebagai
tambahan, test HRP-II dapat positif tinggal untuk 7-14 hari yang
mengikuti kemoterapi di dalam proporsi substansil individu, sungguhpun
pasien ini tidak lagi mempunyai gejala atau parasitaernia (seperti ketika

ditaksir oleh blood smears). Derajat tingkat kepositifan yang persisten


seperti itu kelihatannya tidak ditemui di dalam test yang mengarahkan
antigens lain.Nilai-nilai yang bersifat prediksi, kedua-duanya ditemukan
hal positif dan hal negatif, tukar menukar parasit merupakan hal yang
dianggap biasa dan sering ditemukan untuk menjadi bisa diterima.
RDTs yang dilaporkan selalu sama untuk menjadi lebih mudah
dilaksanakan dibanding semua teknik diagnostik berkenaan dengan
malaria lain, dengan beberapa format RDT yang sedang ditemukan
menjadi lebih mudah dioperasikan dibanding dengan yang lain. Kesehatan
para pekerja dengan ketrampilan minimal dapat dilatih; terlatih di dalam
teknik RDT dalam periode yang bermacam-macam dalam tiga jam selama
satu hari.
RDTs adalah lebih lebih sederhana untuk dilaksanakan dan untuk
diinterpretasikan.

Mereka

tidak

memerlukan

pelatihan

dengan

menggunakan listrik. Peralatan yang spesial atau pelatihan penggunaan


mikroskop. Bagi para pekerja kesehatan (dan pekerja kesehatan lainnya
seperti sukarelawan) dapat mengajarkan prosedur yang berarti dalam
beberapa jam, dengan ketrampilan ingatan yang baik di atas periode satu
tahun.
RDTs relatif sempurna dalam tes performance dan dalam tukar menukar
intrepretasi relatif lebih sedikit antar para pemakai. Lebih dari itu,
kebanyakan kotak dapat dikirimkan dan disimpan dalam kondisi yang
sesuai dengan lingkungan.
Sejak RDTs mendeteksi perputaran antigens, itu dapat mendeteksi infeksi
P. falciparum bahkan ketika parasit disita di kompartemen vaskuler dan
tidak begitu bisa mendeteksi oleh pengujian mikroskopik dari sekeliling
blood smear. Pada wanita-wanita dengan placental malaria (seperti ketika
dipertunjukkan oleh placental smears), RDTs sudah mendeteksi putaran
HRP-II sungguhpun blood smears hasilnya negatif dari P.falciparum pada
plasenta.

Sekarang ini sudah tersedia dipasaran RDTs secara yang mengarahkan


HRP-II dapat mendeteksi hanya pada P.falciparum. Kotak itu akan
mendeteksi hanya sebagian dari kasus di mana ada Plasmodium jenis lain
itu merupakan co-endemik. Mereka tidaklah pantas untuk mendiagnosa
kasus malaria yang di import dari area di mana P.falciparum bukan jenis
lazim.
Target RDTs itu HRP-II dari P.falciparum dapat memberi hasil positif
untuk

sampai

dua

minggu

mengikuti

pemeriksaan

parasit

dan

chemotherapi seperti yang telah dikonfirmasikan oleh mikroskopi Alasan


untuk antigen ini perlu untuk diperjelas. Menunggu keputusan klarifikasi,
RDTs mengarahkan HRP-II mungkin meng-hasilkan keputusan yang
membingungkan dalam hubungannya dengan penilaian kegagalan
perawatan perlawanan obat atau RDTs yang sekarang jadilah lebih mahal
dibanding dengan menggunakan mikroskop (mikroskopi).

F. Pengobatan
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta
mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal
adalah yang memenuhi syarat:
1.

Membunuh semua stadium dan jenis parasit

2.

Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps

3.

Toksisitas dan efek samping sedikit

4.

Mudah cara pemberiannya

5.

Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat


Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan

teknis. Hambatan operasioanal itu adalah:


a.

produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan


obat palsu.

b.

distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di


puskesmas.

c.

kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar
yang telah ditetapkan.

d.

kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang
dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)

Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam
pengobatan penyakit malaria, antara lain:
1) Klorokuin
Kerja obat :
sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan
menekan gejala klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat
pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia
hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan lambat dapat dicurigai terjadi
resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum yang resisten
klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap
gamet muda.
Farmokodinamika :
a. menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
b. obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan
pembentukan RNA terganggu.
Toksisitas :
a. Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
b. Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak
atau lebih besar / sama dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
a. gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut
dalam keadaan kosong

b. pandangan kabur
c. sakit kepala, pusing (vertigo)
d. gangguan pendengaran
Formulasi obat:
a. Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan
250 mg berntuk garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan
204 mg garam.
b. Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml
berisi 200 ml basa klorokuin disulfat per ampul.
2) Primakuin
Kerja obat :
a. sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap
p. malariae tidak diketahui.
b. sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan
dosis tinggi sehingga perlu hati-hati.
c. gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
d. hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan
p.ovale.
Farmakodinamika : Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat
oksidan) sehingga lebih berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
a. Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
b. Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
a. Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut
terutama bila dalam keadaan kosong
b. Kejang-kejang/gangguan kesadaran
c. Gangguan sistem haemopoitik
d. Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.

3) Kina
Kerja obat :
a. sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
b. Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan
terhadap spesies lain cukup efektif.
Farmakodinamika : Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA
terganggu yang kemudian menghambat sintesa protein parasit.
Toksisitas :
a. dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
b. dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping : Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing,
sakit kepala, gangguan pendengaran telinga berdenging (tinuitis dll), mual
dan muntah, tremor dan penglihatan kabur.
Formulasi obat:
a. Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
b. Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi
250 mg basa)
4) Sulfadoksin Pirimetamin (SP)
Kerja obat :
a. sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kurang
efektif terhadap parasit lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya
bisa lambat bila dipakai dosis tunggal sehingga harus dikombinasikan
dengan obat lain (Pirimakuin)
b. Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat
mensterilkan gametosit
Farmakodinamika :
a. primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa
asam folat terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu

b. SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan


bahan inti sel dan sitoplasma parasit
Toksisitas :
a. sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7
gr/hari (dewasa)
b. pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih
besar 250 mg/hari (dewasa)
Efek samping :
a. gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah
b. pandangan kabur
c. sakit kepala, pusing (vertigo)
d. haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi
G6PD
Kontra indikasi :
a. idiosinkresi
b. bayi kurang 1 tahun
c. Defisiensi G6PD
Formulasi obat : 500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.
5) Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif,
bagian yang digunakan adalah daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan
banyak cabang. Tingginya Cuma 50 80 cm. Daunnya terbukti tidak beracun
dan memiliki sifat antipiretik (menghilangkan demam). Sifat antipiretik inilah
yang bisa membantu penderita malaria dalam melawan penyakitnya. Dalam
penelitian in vivo (di dalam tubuh makhluk hidup), daun sambiloto memang
tidak mematikan P. berghei pada mencit. Namun, mencit yang tertular bisa
diperpanjang masa hidupnya karena hati dan limpanya terlindung dari
kerusakan. Dengan demikian penggunaan daun sambiloto dapat menunjang
penggunaan

obat

plasmodicide

(bersifat

menghancurkan

plasmodia).

Hasilnya, sudah terlihat pada pemberian pertama. Meski begitu, dianjurkan

untuk menggunakannya secara terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan


sebagai obat oral tunggal tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya
diperlukan sekitar setengah genggam daun sambiloto segar. Bahan itu dicuci,
direbus dengan tiga gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar
bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi madu (kalau dirasa perlu), air
rebusan sudah siap dijadikan obat tradisional untuk malaria. Dalam sehari
penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing sebanyak gelas
minum.
6) Pulai
Kalau di dekat rumah tumbuh pohon pulai (Alstonia scholaris R. Br.), ada
baiknya tanaman ini yang dipilih. Tinggi pohon ini bisa mencapai 25 m
dengan diameter batang 40 60 cm. Di Jawa, pulai umumnya ditemukan di
daerah berketinggian di bawah 900 m di atas permukaan laut. Bagian tanaman
yang digunakan bukan lagi daunnya, tapi kulit pohonnya. Rasa bagian pohon
ini pahit dan tak berbau. Menurut Perry, kulit kayu tsb. Baik untuk pengobatan
malaria kronis yang disertai pembesaran limpa. Di dalamnya terkandung
senyawa alkaloid. Air dari seduhan kulit tanaman ini terbukti tidak beracun.
Secara in vitro (di dalam tabung percobaan) terbukti ekstraknya bersifat
plasmodicide pada konsentrasi 10 100 mikrogram/mikroliter. Apakah
alkaloid yang dikandungnya bersifat plasmodicide, belum terbukti. Untuk
menggunakannya sebagai obat tradisional malaria, diperlukan kulit batangnya
sebesar tiga jari. Kulit itu direbus di dalam tiga gelas minum air bersih hingga
tinggal sekitar -nya. Setelah disaring dan diberi pemanis berupa gula atau
madu, air rebusan tsb. Sudah bisa diminum sebagai obat tradisional. Sekali
minum cukup gelas dan dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya
tiga kali.
7) Johar
Tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) juga sudah banyak diteliti
kemungkinannya sebagai obat malaria. Tanaman ini berupa pohon dan cepat

tumbuhnya. Di Jawa, tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah dengan


ketinggian di bawah 1.000 m di atas permukaan laut. Tingginya bisa
mencapai 15 m dengan batang berdiameter 40 50 cm. Kayunya termasuk
kuat dan awet. Daunnya merupakan bagian yang bisa digunakan sebagai obat
malaria.

Di

dalamnya

oxymethylanthraquinone.

terdapat
Namun,

alkaloid
zat-zat

bersifat
tsb.

racun

Belum

dan

terbukti

bertanggungjawab terhadap khasiatnya sebagai obat malaria.


Dalam penelitian diketahui, sampai dosis 100 mg serbuk daun/100 g tikus
dalam bentuk infus oral tidak mengurangi jumlah eritrosit (sel darah merah)
tertular parasit (plasmodium). Ada kemungkinan perlu dosis lebih besar dan
dengan frekuensi lebih sering supaya efek yang diharapkan bisa dicapai. Juga
telah dibuktikan bahwa ekstrak daun johar termasuk bahan yang tidak
beracun. Secara in vivo ekstrak tersebut tidak bersifat plasmodicide pada P.
berghei, tapi memperpanjang masa hidup mencit tertular, lantaran limpa dan
hatinya tidak rusak. Daun johar juga memiliki daya imunostimulasi
(merangsang produksi zat kekebalan tubuh), bersifat antipiretik yang
potensinya seperti asetosal. Infusnya juga bersifat hepatoproteksif (melindungi
hati dari kerusakan).
Seperti dikutip Heyne, dalam harian Indische dagbladen Juni 1917 disebutkan
seorang bernama Wilkens di Surakarta menganjurkan penggunaan daun johar
untuk pengobatan malaria. Segenggam daun mudanya direbus dengan enam
cangkir air hingga airnya tersisa separuhnya (tiga cangkir). Hasil rebusan ini
diminum tiga kali sehari, masing-masing secangkir. Kalau penderita merasa
agak baik, dosisnya diturunkan menjadi dua kali sehari, masing-masing
secangkir. Setelah kesehatannya normal, dosisnya diturunkan kembali menjadi
secangkir dalam sehari.
Di masa sekarang, ramuan itu sedikit berubah meskipun prinsipnya sama.
Untuk menggunakannya dalam proses pengobatan malaria digunakan
genggam daun johar segar. Semuanya direbus di dalam 3 gelas minum air
hingga air rebusannya tersisa -nya. Air rebusan ini diminum 3 kali sehari,
masing-masing gelas minum.

8) Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan sebagai alternatif bahan obat tradisional
adalah bratawali (Tinospora crispa Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat
dengan gemang batang sebesar kelingking orang dewasa. Batangnya dipenuhi
benjolan-benjolan kecil.
Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya.
Di dalamnya terkandung alkaloid. Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga
binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian pahitnya hingga kalau air
rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-muntah.
Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang
sukar diobati. Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya
sebagai obat deman telah diuji oleh dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka
berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus demam berselang
(mungkin demam sebagai gejala malaria).
Serbuk batang bratawali termasuk bahan yang PNT. Infusnya bersifat
antipiretik. Sifat inilah yang meringankan penderitaan penderita malaria.
Namun, belum diketahui apakah sifat ini disebabkan alkaloid yang
dikandungnya atau oleh sebab lain. Yang pasti, dalam penelitian bahan ini
tidak menurunkan jumlah eritrosit mencit yang tertular P. berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat tunggal tradisional diperlukan jari
batang bratawali segar. Batang itu dipotong-potong seperlunya lalu direbus di
dalam 4 gelas minum air hingga tinggal separuhnya. Air rebusan disaring,
diberi pemanis gula atau madu secukupnya. Hasilnya siap diminum sebagai
obat oral. Tiap hari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masingmasing gelas minum.
9) Vaksin
Kurang memuaskannya hasil penanganan selama ini mengakibatkan para ahli
sependapat bahwa harapan untuk memenangkan perang melawan malaria
terletak pada ditemukannya vaksin antimalaria. Dari ke empat spesies

plasmodium, yang paling banyak menimbulkan kematian adalah P falciparum


sehingga prioritas penemuan vaksin ditujukan terhadap spesies ini. Sementara
ini telah diteliti empat kemungkinan pendekatan tata kerja vaksin:
a) pada stadium pre erythrocyt (sel darah merah),
b) pada tingkat blood stage.
c) pada transmission blocking.
d) kombinasi ketiganya atau multi stage vaccine.
Vaksin yang bekerja pada stadium pre erythrocyte di desain untuk mencegah
infeksi ke sel darah merah yakni mencegah pelepasan merozoit dari hati.
Makanya vaksin tersebut sangat penting peranannya bagi strategi penemuan
multi stage vaccine selanjutnya.
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi
multiplikasi parasit di dalam darah. Sehingga mengurangi gejala klinis
penyakit, namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi. Kemungkinan
mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap protein permukaan
merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau
menginduksi toksin antimalaria
Sedangkan

vaksin

transmission-blocking

vaccinee

(TBVs)

bertujuan

mencegah transmisi parasit dari manusia ke nyamuk dan vaksin jenis ini
digabungkan dengan vaksin berbagai tingkat yang lain (liver dan blood stage).
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua
tingkat pada siklus parasit malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan
tipe SPF66 suatu tipe peptide vaksin. Pada awalnya SPF66 memberikan hasil
yang menjanjikan, namun dalam percobaan skala besar penelitian fase III
hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang dikembangkan serta
vaksin multi stage berbasis DNA juga mulai dikembangkan .
Untuk mengatasi plasmodium memang diperlukan vaksin kompleks namun
ternyata penambahan berbagai elemen justru hasilnya kontra produktif.
Penemuan genetic tools yang baru seperti transcriptome dan teknologi analisa
proteome diharapkan membuat para ahli dapat lebih memahami biologi dari

plasmodium sehingga dapat menolong untuk pengembangan vaksin dan obat


antimalaria yang baru.
Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun tetap
harapannya terletak pada vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum
ditemukan vaksin yang memenuhi syarat, bahkan pengembangannya masih
banyak tantangan. Para ahli tetap mengupayakan ditemukannya vaksin
antimalaria terutama vaksin multi stage.
G. Pencegahan
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah
yang penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini.
Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat
setempat.
Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk dapat
dilakukan dengan cara;
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak
menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang
nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang
bergantungan serta genangan air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk
abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops)
pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa
payau sepanjang pantai.

Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan


sebelum seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya
yang bebas malaria, sebaiknya mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya
klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria. Aturan
pemakaiannya adalah :
a) Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300
mg/minggu, 1 minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai
4 minggu setelah kembali.
b) Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal,
dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu
(3 bulan).
c) Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis
tunggal 600 mg jika daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten
terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak tiga tablet.

BAB III
ASKEP MALARIA
1.

Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan gangguan metabolisme


tubuh.
Kriteria hasil
Mempertahankan suhu tubuh normal
Intervensi
1. Pantau suhu tubuh

Rasional
1. Pemantauan suhu tidak
perlu rutin, cukup pada saat
penderita merasa panas atau

2. Kurangi atau hilangkan sumbersumber panas, baik melalui


evaporasi, konveksi, konduksi,
dan radiasi.

dingin atau peka rangsang.


2. Resiko kehilangan panas
melalui mekanisme
evaporasi, konveksi,
konduksi dan radiasi sangat

3. Lakukan tindakan untuk


mempertahankan suhu tubuh

terkait dengan lingkungan


tubuh klien.
3. Berbagai aplikasi, seperti
selimut, kompres atau
pemanas, dan kipas pengatur
suhu ruangan dapat
diperlukan.

2.

Resiko perubahan suhu tubuh b/d penurunan sirkulasi akibat anemia


Intervensi
1. Ukur suhu tubuh setiap satu
jam atau seperlunya.
2. Kaji faktor lingkungan dan
perilaku yang dapat
menyebabkan hipotermia.
3. Anjurkan klien mengurangi
kontak dengan agens dingin.
Anjurkan juga untuk
menggunakan topi, syal,
jaket atau selimut (elektrik).
4. Ajarkan pentingnya
masukan cairan 8-10 gelas
perhari

Rasional
1. Pengukuran suhu tubuuh
dapat dilakukan lebih sering
setelah upaya menigkatkan
suhu tubuh dilakukan
2. Hipotermia dapat diperburuk
oleh lingkungan atau
perilaku yang tidak
mendukung.
3. Agens dingin meliputi
benda-benda dingin. Kain
pembungkus kulit digunakan
untuk mencegah pengeluran
panas secara radiasi dan
evaporasi dan menghindari
angin dingin.

5. Jelaskan perlunya
menghindari alkohol pada
cuaca sangat dingin.

4. Kebutuhan cairan harus


dipenuhi untuk
mempertahankan
metabolisme dalam rangka
memproduksi panas tubuh.

6. Lakukan kompres atau


mandi panas serta aplikasi
panas lainnya.

5. Alkohol mempengaruhi
hipotalamus dan otak,
menghambat respon tubuh
terhadap dingin.
6. Berbagai aplikasi panas
dapat memfasilitasi
perpindahan panas
lingkungan ke tubuh untuk
meningkatkan suhu tubuh.

3.

Gangguan pemenuhan istrahat b/d peningkatan suhu tubuh.


Kriteria Hasil
Pemenuhan istirahat kembali adekuat

Intervensi
1. Beri kompres hangat
2. Anjurkan klien untuk
mengatur waktu tidurnya
3. Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi cairan kirakira 1500 ml/hari
4. Atur lingkungan yang tenang
dan nyaman
5. Anjurkan kepada keluarga
untuk memberikan susu
hangat sebelum tidur

Rasional
1. Menurunkan suhu dan
menimbulkan rasa nyaman
2. Agar pola tidur klien lebih
teratur sehingga kebutuhan
tidur klien terpenuhi
3. Membantu dalam
mengembangkan cairan
sehingga suhu dapat lebih
terkontrol.
4. Meningkatkan kenyamanan
klien untuk mengawali tidur.
5. Susu hangat memberikan
kalori bagi tubuh dan dapat
merangsang timbulya kantuk
karena klien tidak ada
aktivitas yang lebih.

4.

Resiko gangguan keseimbangan cairan b/d peningkatan suhu tubuh dan out
put yang belebih
Kriteria Hasil
Pemenuhan cairan kembali adekuat

1.
2.
3.

4.
5.

Intervensi
Jelaskan kepada klien tentang
pentingnya cairan tubuh
Berikan cairan / minuman yang
cukup sekitar 1500 ml/hari
Monitor tanda-tanda dehidrasi,
turgor kulit jelek , penurunan
output urin, rasa haus, rasa
kering pada dubur.
Monitor intake dan output cairan
Monitor suhu tubuh

1.
2.

3.
4.

Rasional
Klien mengerti sebagai
kooperatif dalam setiap
tindakan keperawatan
Pemberian cairan yang
cukup dapat membantu
metabolisme dan
keseimbangan suhu tubuh
Untuk memantau terhadap
balance/ keseimbangan
cairan dalam tubuh
Deteksi dini terhadap
keseimbangan cairan dalam

6.
7.

Berikan pelembab pada bibir


klien / selalu dibasah.
Kolaborasi dengan medis untuk
pemberian infus.

5.

6.
7.

tubuh
Peningkatan suhu tubuh
dapat meningkat
pengeluaran cairan melalui
keringat
Mengurangi kerusakan
integritas mukosa
Dengan pemberian infus
dapat membantu intake
cairan

Você também pode gostar