Você está na página 1de 4

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan
maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi antigen. Kedua
cabang ini berinteraksi satu sama lain dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan akhir, mengeliminasi
antigen. Dari dua cabang respon ini, satu diperantarai terutama oleh sel B dan antibodi dalam sirkulasi,
dan dinamakan respon imun humoral (berasal dari cairan tubuh = humor). Cabang yang satunya,
diperantarai oleh sel T, yang tidak mensintesis antibodi, tetapi mensintesis dan melepas bermacam-macam
sitokin yang mempengaruhi sel-sel yang lainnya.
IMUNITAS HUMORAL
Imunitas humoral diperantarai oleh antibodi serum, yang merupakan protein yang disekresi oleh
sel B. Sel B yang diaktifkan, akan mensekresi antibodi, setelah pengikatan antigen ke membran molekul
imunoglobulin (Ig), yaitu reseptor sel B (BCR), yang diekspresikan oleh sel B tersebut. Sudah
diperkirakan bahwa setiap sel B mengekspresikan sampai 105 BCR dari spesifisitas yang sama. Sekali
diikat, sel B menerima signal untuk memulai mensekresi bentuk imunoglobulin ini, yang merupakan
suatu proses yang menginisiasi respon antibodi yang optimal dengan maksud untuk mengeliminasi
antigen dari hospes.
Antibodi adalah suatu campuran heterogenus dari globulin serum, yang saling bekerja sama untuk
menunjukkan kemampuan mengikat antigen spesifik. Semua globulin serum dengan aktivitas antibodi
dinamakan imunoglobulin Semua molekul immunoglobulin mempunyai struktur umum yang
memungkinkan untuk melakukan dua hal : (1) mengenal dan mengikat secara spesifik struktur unik yang
ada pada antigen, yang disebut epitop, dan (2) menampilkan fungsi biologik setelah berkombinasi dengan
antigen. (Uraian tentang struktur imunoglobulin lebih lanjut, diberikan oleh pengampu mata kuliah
imunologi yang lain). Ikatan antara antigen dengan antibodi tidak kovalen, tetapi tergantung pada
bermacam-macam ikatan dengan kekuatan yang lemah, seperti ikatan hidrogen, van der Waals, ikatan
hidrofobik. Karena sifat ikatan yang lemah ini, kesuksesan ikatan antara antigen dan antibodi tergantung
pada area yang sangat dekat dan sesuai, yang dapat dibayangkan seperti kontak antara kunci dan gembok
(a lock and a key).
Elemen lain yang penting dalam respon imun humoral adalah system komplemen. Reaksi antara
antigen dan antibodi mengaktifkan sistem komplemen ini, yang terdiri dari satu seri enzim serum, dan
akhir dari reaksi aktivasi komplemen adalah lisis sel target atau meningkatkan proses fagositosis oleh sel
fagosit. Aktivasi komplemen (lihat BAB I) juga menghasilkan rekrutmen sel PMN (phagocytic
polymorphonuclear), yang merupakan bagian sistem imun perolehan. Aktivitas ini memaksimalkan
efektivitas respon imun humoral terhadap agen yang menyerbu.
IMUNITAS SELULER
Imunitas seluler, terutama diperantarai oleh sel T. Tidak seperti sel B, yang memproduksi antibodi
larut yang disirkulasi untuk mengikat antigen spesifik, setiap sel T, mengekspresikan beberapa reseptor
antigen yang identik, yang dinamakan T cell receptors (TCR), bersirkulasi langsung di sisi aktif antigen
dan membentuk fungsinya, apabila berinteraksi dengan antigen. Lihat Gambar 1.

Ada bermacam-macam subpopulasi sel T, yang setiap subpopulasi mempunyai spesifisitas yang
sama untuk suatu determinan antigenik (epitop), meskipun fungsinya berbeda. Hal ini analog dengan klas
imunoglobulin yang berbeda, yang mempunyai spesifisitas yang identik tetapi fungsi biologiknya
berbeda. Fungsi yang ada berasal dari bermacam-macam subset sel T, yaitu (Lihat Gambar 2) :
1. Bekerja sama dengan sel B, meningkatkan produksi antibodi. Sel T yang demikian disebut sel
T helper (TH) dan fungsi yang disebabkan oleh sitokin yang dilepas menyediakan bermacammacam signal aktivasi untuk sel B.
2. Efek inflamatori. Ketika aktivasi, subpopulasi sel T tertentu melepas sitokin, yang menginduksi
migrasi dan aktivasi monosit dan makrofag, yang menyebabkan reaksi inflamatori delayed-type
hypersensitivity, dan subset sel T tersebut adalah sel TDTH3. Efek sitotoksik. Sel T pada subset ini menjadi sel kiler sitotoksik yang jika kontak dengan sel
target akan menyebabkan kematian sel target. Sel ini disebut sel T cytotoxic (Tc).
4. Efek regulator. Sel T helper dapat dibagi kedalam subset yang fungsinya berbeda yang
ditetapkan dengan sitokin yang niereka lepas, yaitu TH! dan Tn2. Keduanya dapat saling
meregulasi dengan efek negatif.
5. Signal via sitokin. Sel T dan sel lainnya yang terlibat dalam system imun (misal makrofag)
mempengaruhi efek pada bermacam-macam sel limfoid dan non limfoid, melalui sitokin yang
berbeda yang mereka lepas. Jadi, secara langsung atau tidak langsung sel T berkomunikasi dan
berkolaborasi dengan berbagai tipe sel.
Selama bertahun-tahun, para peneliti dibidang imunologi telah mengetahui bahwa sel diaktifkan
antigen, menunjukkan bermacam-macam fenomena efektor. Hanya pada abad terakhir ini mereka

memperhatikan adanya kompleksitas kejadian yang ada dengan adanya aktivasi oleh antigen dan
komunikasi dengan sel yang lain. Sekarang sudah diketahui bahwa hanya kontak antara reseptor sel T
dengan antigen saja tidak cukup untuk mengaktifkan sel tersebut. Dalam kenyataannya, paling tidak dua
signal harus dikirim ke antigen spesifik sel T untuk terjadinya aktivasi: Signal 1 melibatkan pengikatan
TCR ke antigen, yang harus dipresentasikan oleh sel APC yang sesuai. Signal 2 melibatkan molekul
kostimulatori yang diekspresikan pada sel T dan sel APC. Jika mekanisme ini telah tercapai, maka akan
terjadi serangkaian kejadian yang kompleks dan sel yang diaktifkan mensintesis dan melepas sitokin.
Sebaliknya, sitokin-sitokin ini kontak dengan reseptor yang sesuai pada sel yang berbeda dan
menunjukkan efeknya pada sel-sel tersebut.

PERAN ANTIGEN DAN SITOKIN, PERKEMBANGAN SEL TH0,DALAMIMUNITAS SELULER


DAN HUMORAL.
Sitokin yang diproduksi sel yang lain sebagai akibat paparan antigen (misal sel APC, sel NK, dan
sel mast) sangat mempengaruhi fase awal proliferasi dan aktivasi sel T, apabila sel TnO didiferensiasi
menjadi sel 1 dan 2. Contoh : beberapa bakteri intraseluler (misal : Listeria) dan beberapa virus yang
mengaktifkan sel dendritik, makrofag, dan sel NK untuk memproduksi IL-12 dan INF-. Dengan adanya
sitokin-sitokin tersebut, TH0 cenderung berkembang menjadi sel 1. Sebaliknya sel patogen yang lain
(misal parasit cacing), tidak menginduksi produksi IL-12, tetapi memproduksi IL-4 oleh sel yang lain
(misal sel mast). IL-4 menyebabkan perkembangan sel TH0 menjadi sel 2. Jalan yang lain, dimana
antigen dalam mengarahkan diferensiasi sel TH0 naive, tergantung pada jumlah dan asal peptida
antigenik terhadap stimulasi primer.

Level yang rendah: sel T naive, didiferensiasi menjadi sel 2 untuk memproduksi IL-4 dan IL-5
Level yang tinggi: sel T naive cenderung didiferensiasi menjadi sel 1, untuk memproduksi IL-2,
IFN-, dan TNF-.

Akhirnya sitokin yang diproduksi akan menentukan apakah respon akan didominasi oleh aktivasi
makrofag atau produksi antibodi. Jalur sel 1 memfasilitasi imunitas seluler dengan adanya aktivasi

makrofag, sel NK, dan CTL, sedangkan jalur sel 2 penting untuk imunitas humoral. Kedua subset sel
CD4+ dapat saling mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi efektor, bagi keduanya. Fenomena yang
terjadi ini, sebagai hasil aktivitas sitokin yang diproduksi oleh subset yang diaktifkan dan hasil ini untuk
membatasi perubahan respon ke subset yang lain. Sebagai contoh : produksi IL-10 dan TGF- oleh sel 2
menghambat aktivasi dan pertumbuhan sel 1. Hal yang terjadi sebaliknya, INF- yang diproduksi sel 1
menghambat proliferasi sel 2.
Mekanisme yang terjadi diatas, memungkinkan untuk mendominasi respon imun seluler atau
humoral, dengan menghambat pertumbuhan subset yang lain.

Você também pode gostar