Você está na página 1de 8

Tentang Pembiayaan Kesehatan

Tentang Pembiayaan Kesehatan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak,
produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Perkembangan
teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad terakhir ini, yang
manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan
kesehatan ini masih terbatas; artinya masih banyak masyarakat yang belum mampu
menikmati pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal ini sangat ditentukan oleh sistem
pelayanan kesehatan yang berlaku di suatu negara.
Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organitation) untuk pertama kalinya telah
mengadakan analisis terhadap sistim kesehatan di 191 negara di dunia, yang hasilnya telah
dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2000 pada "The World Health Report 2000 - Health
Systems Improfing performance". Analisis yang dilaksanakan dengan menggunakan 5
performance indecator ini, menunjukkan bahwa Perancis mempunyai sistem kesehatan yang
baik, diikuti oleh Italia, Spanyol, Oman, Austria, dan Jepang. USA yang proporsi biaya
pelayanan kesehatan terhadap GDP-nya tinggi (dibanding negara lain) hanya menduduki
rangking ke 37, sedangkan biaya kesehatannya hanya 6 persen dari GDP, menduduki
rangking ke 18.
Hal ini menunjukkan bahwa mutu sistem pelayanan kesehatan tidak semata- mata ditentukan
oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan kesehatan tersebut. Director General
WHO Dr Gro Harlem Brundtland menyatakan, pesan utama dari laporan ini adalah bahwa
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dunia sangat tergantung pada sistem kesehatan yang
diberlakukan bagi masyarakat. Walaupun perkembangan telah terjadi dengan pesat dalam
dekade terakhir ini, namun hampir di semua negara terjadi underutilisasi dari resoucrces yang
ada. Dampak dari sistem kesehatan yang tidak tepat paling dirasakan oleh masyarakat miskin,
yang akan semakin terdorong kepada kemiskinan akibat tidak adanya perlindungan finansial
terhadap kesehatan.
Salah satu rekomendasi kunci dari laporan tersebut adalah agar negara- negara
mengembangkan asuransi kesehatan dengan cakupan populasi yang luas. Agar dapat
mempunyai cakupan populasi yang luas, maka sistem kesehatan dalam suatu negara harus
disusun dalam suatu tatanan yang terintegrasi antara sistem pelayanan itu sendiri dengan
sistem pembiayaan.
1.2 Tujuan
Mahasiswi diharapkan dapat mengerti dan memahami teori yang telah didapat selama proses
belajar mengajar sehingga dapat menerapkan secara nyata sesuai tugas dan wewenang Bidan
tentang penatalaksanaan masalah yg didapat sehingga dapat dijadikan bekal dalam memberi
wawasan yang bermanfaat kemudian hari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tentang Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang
amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
pelayanankesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara
seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk
menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency)
dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. Perencanaan dan
pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care financing) akan menolong
pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan,
mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif.
Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada
masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong tercapainya akses
yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan
mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi. Pelayanan kesehatan itu
sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat mahal baik pada negara maju maupun pada negara
berkembang. Penggunaan yang berlebihan dari pelayanan kesehatan dengan teknologi tinggi
adalah salah satu penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi pembiayaan
pelayanan kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan lemahnya
kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor
management of resources and services).
Meskipun tiap-tiap negara mempunyai perbedaan dalam reformasi pembiayaan kesehatannya
bergantung dari isu-isu dan tantangannya sendiri, akan tetapi pada dasarnya dalam banyak hal
karakteristiknya sama karena kesemua hal itu diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan nasional, regional dan internasional. Organisasi kesehatan se-dunia
(WHO) sendiri memberi fokus strategi pembiayaan kesehatan yang memuat isu-isu pokok,
tantangan, tujuan utama kebijakan dan program aksi itu pada umumnya adalah dalam area
sebagai berikut:
1. meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan,
2. mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan permeliharaan kesehatan
masyarakat miskin,
3. pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya asuransi kesehatan
sosial (SHI),

4. penggalian dukungan nasional dan internasional,


5. penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional,
6. pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data dan fakta
ilmiah, serta
7. pemantauan dan evaluasi.
Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal
pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan
kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan hambatan biaya
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan
efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang
memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Sejalan dengan itu, dalam rencana strategik Depkes 2005-2009 secara jelas disebutkan bahwa
meningkatkan pembiayaan kesehatan merupakan salah satu dari empat strategi utama
departemen kesehatan disamping menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk
hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
serta meningkatkan sistem surveilans, moitoring dan informasi kesehatan. Strategi utama itu
dijabarkan dalam 17 sasaran pembangunan. Selanjutnya sasaran dari strategi utama
meningkatkan pembiayaan kesehatan itu adalah; 1) pembangunan kesehatan mendapatkan
penganggaran yang memadai oleh pemerintah pusat dan daerah (sararan 15), 2) anggaran
kesehatan pemerintah lebih diutamakan untuk pencegahan dan promosi kesehatan (sasaran
16) dan 3) terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi masyarakat
miskin (sasaran 17).
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang
mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna,
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.2 Mencari Model Sistem Pembiayaan Kesehatan
Gizi.net - INDONESIA adalah salah satu negara dari sedikit negara-negara di dunia, yang
belum memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang mantap. Padahal kita telah merdeka lebih
dari 50 tahun. Banyak negara yang lebih muda, yang merdeka setelah Indonesia, justru telah
memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang lebih mantap, yang menjadi model dan
berlaku secara nasional. Dampaknya, jelas terkait dengan kemampuan menyediakan dana
kesehatan bagi seluruh rakyat. Ini terlepas, status kesehatan rakyat tidak semata-mata
tergantung besarnya biaya yang dikeluarkan.
Menurut survei PriceWaterhouse Coopers (1999), sebelum krisis ekonomi (1997), Indonesia
membelanjakan 19,1 dollar AS per kapita per tahun untuk pemeliharaan kesehatan, atau
sekitar 1,7 persen GDP. Bandingkan dengan Malaysia (97,3 dollar AS atau 2,4 persen GDP),
Thailand (108,5 dollar AS atau 4,3 persen GDP), Singapura (667 dollar AS atau 3,5 persen
GDP), Taiwan (623,8 dollar AS atau 4,8 persen GDP). Pada waktu itu, GDP per kapita
Indonesia diperhitungkan sebesar 1.080 dollar AS.
Laporan itu juga mengatakan, harapan untuk hidup (life expectancy) Indonesia adalah
terendah dibanding negara-negara itu, yaitu 68 tahun. Ratio tempat tidur dibanding jumlah
penduduk juga terendah, yaitu 0,6 per 1000. Penyebab kematian, di Indonesia ternyata justru
penyakit-penyakit yang sebenarnya telah diketahui cara diagnosa dan terapinya, yaitu infeksi
alat pernafasan (15,15 persen) dan TBC (11,5 persen). Sedangkan di negara-negara tetangga
kita, penyebab kematian utama adalah kanker atau cardio vaskuler, yang merupakan
penyakit-penyakit yang lebih sulit pengobatannya.
Juga dilaporkan, cakupan kepesertaan penduduk Indonesia dalam program jaminan sosial
sektor kesehatan (compulsory coverage, semacam asuransi kesehatan wajib/sosial) juga

terendah, yaitu sekitar 15 persen. Bandingkan dengan Thailand, yang telah mencapai 56
persen dan Taiwan 96 persen. Rendahnya cakupan kepesertaan dalam program asuransi
kesehatan, ternyata juga menyebabkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
Meski Indonesia hanya membelanjakan sekitar 10 dollar AS per kapita per tahun untuk obatobatan, sedangkan Taiwan membelanjakan sekitar 83 dollar AS per kapita per tahun,
pemakaian obat generik di Indonesia hanya mencapai sekitar 10 persen, sedangkan di
Taiwan, pemekaian obat generik mencapai sekitar 70 persen. Sebabnya, dengan kepesertaan
sekitar 96 persen penduduk dalam program asuransi kesehatan (sosial) Taiwan dapat
menyelenggarakan standardisasi pelayanan, termasuk obat, sehingga dana yang tersedia dapat
dimanfaatkan lebih efisien.
Itulah sedikit gambaran, mengapa belanja kesehatan Indonesia adalah yang terendah.
Dampaknya, ada keterbatasan membangun sarana kesehatan bagi rakyat dan sudah tentu
berpengaruh pada status kesehatan rakyat. Meski status kesehatan tidak semata-mata
ditentukan kemampuan dana, masalah mobilisasi dana untuk pembiayaan kesehatan (di
Indonesia) pada hemat saya, semakin mendesak.
2.3 Berbagai pilihan
Dengan memperhatikan model-model yang dianut banyak negara, misalnya, model asuransi
kesehatan komersil (AS) atau National Health Service/NHS model Inggris, Indonesia
sebenarnya pernah menetapkan pilihan, yaitu ketika tahun 1968 melancarkan program
asuransi kesehatan bagi pegawai negeri dan penerima pensiun, diprakarsai Menteri Kesehatan
saat itu Prof GA Siwabessi- melalui Keputusan Presiden No 230/1968 itu (nantinya)
diharapkan menjadi embrio asuransi kesehatan semesta/nasional yang diberlakukan bagi
seluruh penduduk.
Model ini mirip Bismarek model, diberlakukan di Jerman tahun 1882, yang di dalam
khasanah ekonomi kesehatan dikenal sebagai asuransi kesehatan sosial. Namun, setelah itu,
sampai sekarang, perkembangannya sangat lamban. Berbagai upaya, dengan
memperkenalkan berbagai konsep untuk memperluas cakupan program, sejauh ini belum
menampakkan hasil yang menggembirakan, baik dalam bentuk konsep Dana Upaya
Kesehatan Masyarakat (DUKM) atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang
diprakarsai Departemen Kesehatan ataupun Jaminan Pemeliharaan Tenaga Kerja (JPTK)
yang merupakan bagian program Jamsostek. Cakupan seluruh program itu, baru mencapai
sekitar 13 persen penduduk, dimana peserta yang terbesar adalah peserta PT Askes Indonesia
(sekitar 14 juta orang)%0.
Kini, dengan semakin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, ada kebutuhan makin
mendesak, untuk segera memiliki suatu sistem jaminan pemeliharaan kesehatan, yang dapat
mencakup seluruh penduduk Indonesia, meski pelaksanaannya harus bertahap. Hal ini perlu
guna mengantisipasi era globalisasi, di mana keterbukaan kita atas pasar komoditas kesehatan
juga makin terbuka, sehingga ada kebutuhan untuk melindungi rakyat dari praktik kedokteran
yang mungkin hanya akan mengeruk kantung kita. Model apa yang layak dan dapat
mempercepat cakupan program jaminan pemeliharaan kesehatan-kesehatan?
Dari berbagai model yang telah dikembangkan di berbagai negara, Bismarek model
(asuransi kesehatan sosial), agaknya lebih mendekati kebutuhan untuk mengejar
ketertinggalan kita di bidang ini, karena model ini ternyata mampu mencapai cakupan 100
persen penduduk di banyak negara. Hal ini juga mempertimbangkan kelayakan model ini,
yang ternyata telah diberlakukan di banyak negara, khususnya di Eropa (selain Inggris), Asia
(Jepang, Korea, Taiwan, dan lain sebagainya). Dalam kaitan ini, ada prinsip-prinsip universal
yang perlu memperoleh perhatian.

2.4 Prinsip - Prinsip Universal


Prinsip-prinsip Universal itu adalah :
1. kepesertaan bersifat wajib, terhadap penduduk sesuai perundangan. Jerman dan Jepang
memulai dari kelompok tenaga kerja tertentu, untuk kemudian berkembang ke kelompokkelompok lain sampai tenaga kerja nonformal dan mencapai 100 persen penduduk. Korea
Selatan memulai dari sektor formal dengan jumlah tenaga kerja yang besar (500 tenaga kerja)
untuk secara bertahap menurun, 400, 300, 200, 100 dan kahirnya mencakup kelompok
nonformal. Korea mencapai cakupan kepesertaan 100 persen penduduk hanya dalam waktu
beberapa tahun, karena kuatnya political will dari pemerintah (Dekrit Presiden, 1976).
2. iuran ditanggung bersama, ditetapkan secara proporsional, sesuai tingkat pendapatan,
antara pemberi kerja dan penerima kerja. Pendekatan seperti ini, sebenarnya mengantisipasi
perkembangan masa-depan, di mana biaya pelayanan kesehatan akan menjadi amat mahal,
sehingga tidak mampu ditanggung penerima kerja (sendiri) atau pemberi kerja (sendiri).
Kekeliruan dalam sistem pembiayaan yang telah kita laksanakan adalah, di dalam
pembiayaan kesehatan Askes seluruh iuran ditanggung penerima kerja, sedang pada
Jamsostek seluruhnya ditanggung pemberi kerja. Untuk Askes, telah dilakukan perubahan, di
mana pemberi kerja (pemerintah) harus ikut memberi iuran dan subsidi, namun belum
terlaksana (UU No 43/1999)
3. jenis santunan/benefit package berupa pelayanan kesehatan, sesuai kebutuhan medis.
Ruang lingkupnya ditetapkan berdasar peraturan (pemerintah). Badan penyelenggara akan
membangun sebuah sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan, untuk dapat memperoleh
tingkat efisiensi yang tinggi, yang kini sering dikenal sebagai Managed healtheare concept.
4. kegotongroyongan di antara peserta, dengan demikian amat lengkap. Antara kaya miskin,
tua muda, sehat sakit, bahkan yang memiliki resiko sakit tinggi dan rendah.
Kegotongroyongan seperti ini sesuai dengan sifat pelayanan kesehatan itu sendiri, yang
selayaknya bobot wajah sosial masih dapat dipertahankan.
5. Kelima, berdasar studi perbandingan di banyak negara, negara-negara yang menganut
prinsip ini, ternyata juga membelanjakan biaya kesehatan yang lebih rendah dibanding negara
yang menganut prinsip asuransi kesehatan komersial. Jepang hanya membelanjakan sekitar
50 persen biaya kesehatan dibanding AS. Demikian juga peningkatan pembiayaan kesehatan
setiap tahunnya, AS lebih tinggi dibanding Jepang.
6. badan penyelenggara juga harus bersifat not for profit, sehingga lebih menguntungkan
peserta. Sisa hasil usaha diperuntukkan bagi peningkatan pelayanan kesehatan, misalnya,
pembangunan sarana kesehatan. Dengan luasnya kepesertaan dalam sisetm ini, badan
penyelenggara juga memperoleh peluang menikmati harga komoditas kesehatan, misalnya
obat-obatan dengan harga lebih murah. Dampaknya, tentu amat luas pada ekonomi kesehatan.
Demikianlah, prinsip-prinsip universal dalam asuransi kesehatan sosial yang banyak dianut.
Satu hal yang perlu ditegaskan, dalam prinsip asuransi sosial, sudah tentu pemerintah banyak
berperanan, khususnya di dalam regulasi dan dorongan politis.
2.5 Pembiayaan Kesehatan Melalui Asuransi Kesehatan Sosial
Pembiayaan kesehatan semakin meningkat dari waktu ke waktu dan dirasakan berat baik oleh
pemerintah, dunia usaha terlebih-lebih masyarakat pada umumnya. Untuk itu berbagai
Negara memilih model sistem pembiayaan kesehatan bagi rakyatnya, yang diberlakukan
secara nasional. Berbagai model yang dominan yang implementasinya disesuaikan dengan
keadaan di Negara masing-masing.
Beberapa model yang dominan adalah:
1. Model asuransi kesehatan sosial (Social Health Insurance). Model ini dirintis sejak Jerman
dibawah Bismarck pada tahun 1882. Model inilah yang berkembang di beberapa Negara

Eropa, Jepang (sejak 1922) dan kemudian ke Negara-negara Asia lainnya yakni Philipina,
Korea, Taiwan dll. Kelebihan sistem ini memungkinkan cakupan 100% penduduk dan relatif
rendahnya peningkatan biaya pelayanan kesehatan.
2. Model asuransi kesehatan komersial (Commercial/Private Health Insurance). Model ini
berkembang di AS. Namun sistem ini gagal mencapai cakupan 100% penduduk. Sekitar 38%
penduduk tidak tercakup dalam sistem. Selain itu terjadi peningkatan biaya yang amat besar
karena terbukanya peluang moral hazard. Sejak tahun 1993; oleh Bank Dunia
direkomendasikan pengembangan model Regulated Health Insurance dimana kepesertaan
berdasarkan kelompok dengan syarat jumlah minimal tertentu sehingga mengurangi peluang
moral hazard
3. Model NHS (National Health Services) yang dirintis pemerintah Inggris sejak usai perang
dunia kedua. Model ini juga membuka peluang cakupan 100% penduduk. Namun
pembiayaan kesehatan yang dijamin melalui anggaran pemerintah akan menjadi beban yang
berat.
2.6 Asuransi Kesehatan
Resiko sakit perorangan Kelompok
The law of lsrge number
Ketidakpastian Pasti
Prinsip :
1. Membayar Premi/Iuran(Kecil) Benefit/ santunan yang besar
2. Melindungi Peserta dari resiko (ekonomi)
Diantara berbagai model itu, asuransi kesehatan sosial menjadi pilihan di banyak Negara.
Penggunaan istilah asuransi dalam program ini adalah karena adanya aspek pengalihan resiko
(ekonomi) karena sakit dan syarat hukum the law of the large number. Kecenderungan
(universal) dari implementasi asuransi kesehatan sosial adalah:
1. Bahwa program asuransi kesehatan sosial dimulai dari kelompok formal, tenaga kerja,
untuk kemudian berkembang pada kelompok non-formal dan self employed. Program bagi
masyarakat miskin seringkali dikembangkan menjadi bagian dari kelompok non formal, atau
dikembangkan secara tersendiri bergantung kepada kebijakan negara. Program asuransi
kesehatan sosial di berbagai negara menunjukkan terjadinya peningkatan akses seluruh
penduduk ke fasilitas kesehatan serta terjadinya pengendalian biaya.
2. Di berbagai negara, program ini dimulai dengan beberapa badan penyelenggara akan tetapi
jumlah tersebut semakin menurun. Dimulai dengan kerjasama/koordinasi diantara berbagai
badan penyelenggara, selanjutnya terjadi merger sehingga akhirnya menjadi satu badan
penyelenggara yang menyelenggarakan program secara nasional (contoh; Taiwan, Korea
Selatan). Dengan demikian bargaining power badan penyelengara semakin besar, sementara
3. hukum the law of the large number juga semakin besar.
4. Perkembangan asuransi kesehatan sosial di berbagai Negara telah mengubah konsep
asuransi kesehatan tradisional dimana selanjutnya asuransi kesehatan sosial tidak hanya
dianggap sebagai sistem pembiayaan tetapi juga sistem pemeliharaan kesehatan. Karena itu,
dalam konsep asuransi kesehatan sosial modern, program asuransi kesehatan mendasarkan
kerjanya pada dua hal penting yakni; integrasi sistem pembiayaan (financing of healthcare)
dan sistem pelayanan (delivery of healthcare) yang efisien dan efektif.
5. Perbandingan Berbagai Model Asuransi Kesehatan
Aspek A suransi Kesehatan Sosial
(Social Health Insurance) Asuransi Kesehatan Komersial
(Commercial/ Private Health Insurance) Asuransi Kesehatan Komersial dengan regulasi
(Regulated Health Insurance)
1. Kepesertaan wajib /pokok Sukarela/ Perorangan/ kelompok Sukarela/ kelompok

2. Perhitungan premi group rating/ community rating Rating by class, sex, age dll
Community rating
3.Santunan / Benefit Menyeluruh/ komprehensif Sesuai kontrak Sesuai kontrak
4. Premi/ iuran Persentasi gaji Angka absolute Angka absolut
5. Kegotong-royongan (solidaritas sosial) - Kaya - miskin
- Sehat - sakit
- Tua - muda
- High risk - low risk Sehat - sakit - Sehat - sakit
- High risk - low risk
- Tua - muda
6. Kenaikan biaya + +++ ++
7. Peran pemerintah +++ + ++
8. Pengelolaan Not for profit / nirlaba For profit / laba For profit /laba
6. cat: Konsep asuransi dalam pembiayaan kesehatan telah berkembang melalui berbagai
7. pendekatan yakni sosial (social health insurance) dan komersial (commercial health
insurance). Dantara keduanya berkembang regulated Health Insurance yang dalam laporan
Bank Dunia ( 1993) disarankan untuk dilaksanakan sebagai pengganti prinsip Commercial/
Private Helath Insurance
8. Di Indonesia pengembangan asuransi kesehatan sosial (Jaminan Kesehatan/JK) diatur
dalam UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) yang merupakan salah
satu program bersama program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT),
Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP). Program JK diselenggarakan secara
nasional, berdasar prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Tujuannya adalah untuk memberikan
manfaat pemeliharaan kesehatran dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan
9. Prinsip asuransi sosial program JK dalam SJSN meliputi kepesertaan yang bersifat wajib
dan non diskriminatif bagi kelompok formal, iuran berdasar persentase pendapatan menjadi
beban bersama antara pemberi dan penerima kerja sampai batas tertentu, sehingga ada
kegotong-royongan antara yang kaya-miskin, resiko sakit tinggi-rendah, tua-muda dengan
manfaat pelayanan medik yang sama (prinsip ekuitas), dan pelayanan dapat diakses secara
nasional (portabilitas), bersifat komprehensif, dengan manfaat pelayanan kesehatan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai.
Pengelolaannya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, nirlaba, transparansi dan
akuntabilitas yang tinggi. Dana program merupakan dana amanat yang digunakan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta.
10. Kekhususan program JK dalam SJSN adalah bahwa Badan Penyelenggara harus
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan dan sistem
pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi jaminan kesehatan.
Penyelenggaraan jaminan kesehatan menerapkan prinsip-prinsip managed healthcare concept,
misalnya penerapan konsep dokter keluarga, konsep rujukan, konsep wilayah serta
pembayaran prospektif (Prospective Payment System) misalnya kapitasi, tariff paket, dan
DRGs (Diagnosis Related Groups). Pelayanan obat diberikan sesuai dengan daftar dan harga
tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang ditetapkan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan prinsip-prinsip universal dari konsep asuransi kesehatan sosial sebagaimana
dikemukakan di atas, prinsip-prinsip itu juga sesuai falsafah kita berbangsa dan bernegara.
Prinsip-prinsip yang universal itu, tetap menampakkan pelayanan kesehatan sebagai berwajah
sosial, tanpa menghilangkan aspek ekonomi komoditas kesehatan sebagai barang dan jasa
yang harus diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi. Prinsip-prinsip itu,
memberi peluang seluruh rakyat memperoleh hak dan kewajiban yang sama, tanpa
membedakan status sosialnya. Semoga saran ini memperoleh perhatian berbagai kalangan,
para decision makers di negeri ini dalam waktu sesingkat mungkin, mengingat kita sudah
jauh tertinggal dengan negara lainnya di sektor pembiayaan kesehatan ini.
Tuntutan terhadap pelayanan yang berkualitas baik terhadap penyelenggara asuransi
kesehatan maupun penyelenggaraa pelayanan kesehatan akan semakin meningkat, demikian
pula dalam kerjasama bisnisnya, keduanya mempunyai keterikatan dan ketergantungan yang
tinggi, maka keduanya harus senantiasa meningkatkan performansinya secara terus menerus,
terlebih lagi dalam rangka menghadapi pesaing dari luar.
Upaya peningkatan yang berkesinambungan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemberi
pelayanan kesehatan saja tetapi juga bagi penyelenggara asuransi. Dan benchmarking sebagai
salah satu metoda untuk peningkatannya perlu pula dilaksanakan oleh perusahaan asuransi.
3.2 Kritik dan Saran
Penulis mohon maaf bila pada penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu penulis mohon kritik dan saran dari pembaca guna untuk membangun
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jpkmonline.net/index.php?
option=com_content&task=view&id=22&Itemid=612002 Direktori - Departemen
Kesehatan RI. Dikelola oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Website oleh Penta
Software Indonesia
www.google.com Sistem Pembiayaan Kesehatan
http://pdfdatabase.com/index.php?q=definisi+pembiayaan+kesehatan
http://www.kebijakankesehatan.co.cc/2008/09/definisi-puskesmas.html Kebijakan
Pembiayaan Kesehatan Indonesia.
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1005534630,79955,model-model
Sistem Pembiayaan Kesehatan

Você também pode gostar