Você está na página 1de 10

Analisis Geologi Teknik untuk Pengalihan Jalur Rel Kereta Api Ciganea - Sukatani

KM 110+100 hingga KM 111+220 Purwakarta

Mudrik R. Daryono1; Bandono2; Nasjruddin Lubis3

SARI
Pada tanggal 30 Januari 2002 terjadi longsor di jalur kereta api Ciganea-Sukatani di KM 111+0/2 yang
menyebabkan terputusnya jalur kereta Jakarta-Bandung. Alternatif solusi pengalihan jalur rel kereta (Re-aligment track)
merupakan alternatif jangka panjang satu-satunya yang harus dilakukan.
Jalur rel kereta berada diatas endapan volkanik Kuarter yang berada tidak selaras diatas satuan batulempung
Formasi Subang dan satuan breksi volkanik Formasi Citalang yang berumur Tersier. Pada satuan batulempung dan breksi
volkanik menunjukkan adanya struktur sesar yang tertimbun oleh satuan pasir tufaan.
Penelitian geologi teknik menunjukkan kelongsoran tersebut disebabkan oleh kenaikan muka air tanah yang
sebanding dengan kenaikan curah hujan yang terjadi, satuan pasir tufaan yang bersifat lepas-lepas belum terkompaksi,
perubahan geometri lereng akibat aktifitas manusia maupun proses eksogen, dan adanya gempa yang menggerakkan
kembali sesar-sesar yang telah ada.
Dengan menggunakan metode Simplifikasi Janbu yang dihitung menggunakan software under DOS Stabl
(Wisconsin University, 1991), analisis stabilitas lereng pada daerah galian pada lereng dibawah rencana jalur rel kereta
baru menunjukkan angka faktor keamanan 1.73 , sedang lereng diatas jalur rel kereta menunjukkan angka faktor keamanan
adalah 0.55 dengan bidang gelincir pada garis kontak antara satuan pasir tufaan dan satuan batulempung. Hal ini
menunjukkan pada lereng diatas jalur rel kereta harus mempergunakan perkuatan buatan untuk dapat mencapai faktor
keamanan ≥1.5 yang dipersyaratkan.
Daerah timbunan berdasarkan melewati daerah yang terjadi longsor. Beradasarkan data CPT kedalaman bidang
gelincir adalah berada dikedalaman 4.5m. Stabilitas lereng daerah timbunan menunjukkan angka faktor keamanan sebesar
1.33 sehingga diperlukan perkuatan tambahan untuk mencapai faktor keamanan ≥1.5.

Kata kunci : geologi, geologi teknik, stabilisasi, lereng.


1
Peneliti, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jalan Sangkuriang, Bandung. E-mail:mudr001@geotek.lipi.go.id
2
Dosen Pengajar, Laboratorium Geologi Teknik ITB, Jalan Ganesha 10, Bandung.
3
Pimpinan Projek, Projek Effisiensi Perkeretaapian Koridor Jakarta-Bandung, Jalan Ir. H. Juanda 250, Bandung.

Pendahuluan
Pada tanggal 30 Januari 2002 terjadi longsor di jalur kereta api antara Ciganea-Sukatani
di KM 111+0/2. Pergerakan tanah dilokasi ini telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun.
Kondisi tanah dalam keadaan yang tidak stabil dan diperburuk lagi oleh adanya aliran air tanah
pada lapisan silty sand (Projek Effisiensi Perkeretaapian,2001). Berbagai alternatif solusi jangka
panjang yang telah dipertimbangkan teknis dan non teknis antara lain : menggunakan pile yang
diangkur dan pengalihan jalur rel kereta (Projek Effisiensi Perkeretaapian,2001). Pengalihan jalur
rel kereta api adalah solusi yang dipilih dalam menangani permasalahan ini.
Tetapi pengalihan jalur baru ini berada pada daerah yang berdekatan dan memiliki
kemiripan dengan area yang ditinggalkan. Permasalahan tersebut antara lain adalah kondisi
longsoran yang telah ada, perlapisan batuan yang menyusunnya, kondisi airtanah dan
pergerakannya, dan kondisi struktur geologi.
Penelitian ini menjadi sangat penting karena dalam penelitian ini akan membahas
permasalahan kondisi geologi teknik secara detail yang akan memberikan informasi permasalah
yang akan dihadapi dalam pekerjaan ini. Hal ini diperkuat data geologi (Sudjatmiko,1972) bahwa
daerah penelitian berada pada endapan volkanik Kuarter yang berada tidak selaras diatas satuan
batulempung Subang dan breksi Citalang. Pada satuan endapan volkanik Kuarter ini sering terjadi
longsor terutama pada musim hujan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih detil lokasi penelitian yang akan
digunakan sebagai parameter permasalahan geologi. Sehingga diharapkan dapat digunakan dalam
merekayasa pengalihan jalur kereta yang lebih aman.

Lokasi dan Tatanan Geologi


Daerah penelitian berada di Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta. Jalur kereta ini
menghubungkan stasiun Ciganea dan Sukatani dan berada di KM 110+200 hingga KM111+220.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


Gambar 1. Peta situasi pengalihan jalur baru.

Didalam gambar 1 menunjukkan adanya jalur kereta lama dan jalur sementara dan
rencana jalur baru. Jalur baru akan memotong bukit dan melewati daerah lembah.

Metodelogi Penelitian
Pendekatan yang dilakukan adalah dengan dua cara yaitu penelitian geologi dan analisa
stabilitas lereng. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang menyeluruh
untuk mendapatkan hasil yang efektif. Berikut adalah diagram alur pekerjaan dalam penelitian ini
(gambar 2).
Desain Pengalihan
Jalur Kereta

Penelitian

Permukaan Bawah Permukaan

Studi Data
Studi Data Pemetaan Sekunder
Sekunder
- Peta regional
- laporan dan data
lain,
Pemetaan Lokal Pemetaan Detil Studi Hasil Studi Hasil Galian
Studi Hasil Sondir
1:12500 1:1000 Pemboran - Uji laboratorium
- Log sondir
- Inti bor - Insitu test

Sampling
- kalsimetri Sampling
- petrografi Insitu Test
- Properti batuan
- mikropaleontologi - SPT
dan tanah

Gambar 2. Diagram alur penelitian.

Studi Kondisi Geologi


Pekerjaan yang dilakukan dalam penyelidikan lapangan daerah penelitian adalah
pekerjaan pemetaan geologi local sekitar daerah Ciganea-Sukatani skala 1:12500 dan pemetaan
geologi teknik detail skala 1:1000 disekitar jalur rel kereta KM110+200 hingga KM 111+220.
Pengamatan yang dilakukan adalah meliputi jenis batuan penyusun, struktur geologi,
morfologi, dan hidrogeologi. Penentuan umur batuan menggunakan analisis semikuantitatif
foraminifera. Analisis petrografi juga dilakukan untuk mengetahui komposisi mineral penyusun
batuan.

Analisis Stabilitas Lereng


Analisis ini menggunakan data-data yang telah ada dan digunakan untuk menghitung
angka keamanan lereng. Data yang telah ada meliputi data pemboran, CPT, dan uji laboratorium.
Data tersebut digunakan untuk membuat penampang lapisan dan memodelkan dalam bentuk
analisis numeric. Hasil analisis numeric ini adalah angka keamanan.
Metode yang digunakan untuk menghitung angka faktor kestabilan adalah metode irisan
simplikasi Janbu. Metode ini sesuai untuk analisis dengan asumsi bidang runtuh circular maupun

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


non circular. Hal ini sesuai dengan kasus yang diteliti dengan lereng berlapisan tanah kompleks.
Perhitungan safety factor ini menggunakan software program Stable tahun 1991 buatan
Universitas Wiscosin-USA.

Hasil Studi Kondisi Geologi


Batuan dasar yang menyusun daerah penelitian geologi teknik terdiri atas : satuan Pasir
tufaan, satuan batulempung Formasi Subang ,satuan Breksi volkanik Formasi Citalang dan Tanah
didaerah penelitian. Susunan batuan dasar ini terlihat jelas dalam peta geologi-gambar 4 dan
diagram blok –gambar 5.

Satuan Pasir Tufaan


Satuan pasir tufaan ini yang berada langsung dibawah jalur rel kereta dengan pelamparan
yang luas. Satuan pasir tufaan ini bersifat belum terkompaksi – bersifat lepas-lepas dan porositas
tinggi.
Berdasarkan data bor BH03 satuan pasir tufaan dideskripsikan sebagai sandy clay yang
memiliki nilai SPT antara 8-9 kali per kaki dengan ketebalan 16 meter. Berdasarkan analisa
laboratorium sampel dititik bor BH06 pada kedalaman 10 meter menunjukkan nilai qu=0.480
kg/cm2 ; γ = 1.75 t/m3 ;dan γd’=1.205 t/m3. Sifat batuan yang umumnya belum terkonsolidasi dan
bersifat lepas-lepas menyebabkan tidak dilakukan uji triaksial.

Satuan Batulempung Formasi Subang


Berdasarkan uji lapangan desain jembatan BH355 lapisan ini merupakan pondasi
jembatan pada Km 110+550. Satuan ini dideskripsikan sebagai hard clay dan silt stone, berwarna
abu-abu dengan kekerasan very stiff – hard dengan nilai N-SPT 50 hingga >100. Pada pemboran
dititik bor BH4 pada kedalaman 13 m diketahui litologi ini memiliki qu=1,065 kg/cm2; γ = 1,86
t/m3 ;dan γd’=1,464 t/m3.
Kenampakan batulempung dilapangan memperlihatkan adanya gejala hancuran retak-
retak pipih (slaking) dan mengembang, terutama apabila kondisi basah. Sebagian besar singkapan
batulempung yang dijumpai umumnya telah mengalami gejala hancuran tersebut, hal inilah yang
memicu berkembangnya proses pelapukan yang masih berlangsung hingga saat ini.
Satuan Breksi
Berdasarkan peta geologi, menunjukkan satuan breksi dilewati pengambilan data sondir
yang menunjukkan nilai C= >200 kg/cm2 dan data bor B2(baru) disebut sebagai gravelly sand.

Gambar 4. Peta Geologi menunjukkan sebaran batuan diarea penelitian.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


Gambar 5. Digram blok yang memperlihatkan sebaran satuan batuan secara tiga dimensi dilihat dari arah NE.

Soil (Tanah)
Tipe tanah pada daerah penelitian adalah tipe residual soil, yang merupakan tanah hasil
pelapukan dari batuan induknya dan belum mengalami transportasi. Residual soil dicirikan dengan
tekstur dan material/fragmen yang sama dengan batuan induknya. Hal ini yang menyebabkan
penulis menjelaskan bab material berdasarkan satuan batuan yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya.
Pengamatan lapangan pada lokasi 73 memperlihatkan singkapan tanah lapukan satuan
pasir tufaan, seperti pada foto 4.1. Lapukan dominan berwarna kemerahan menunjukkan
kandungan besi oksida yang merupakan hasil lapukan material volkanik.
Hasil uji laboratorium pada titik bor BH06 pada sampel kedalaman 2 meter
memperlihatkan nilai qu=0.387 kg/cm2 ; γ = 1.6 t/m3 ;dan γd’=0.979 t/m3; C = 0.12 kg/cm2 ;dan φ
= 3 o.
Berdasarkan 10 titik data sondir disekitar rencana lokasi timbunan dibagi menjadi 3
lapisan berdasarkan Robertson dan Campanella (1983) menggunakan grafik antara nilai qc dan
friction ratio, yaitu :
1) Clayey silts dengan konsistensi medium
2) Silt – silty sand
3) Sand

Struktur Geologi
Penyelidikan geologi menunjukkan bahwa pada batuan dasar terdapat struktur sesar yang
tertutupi oleh batuan Kuarter yaitu satuan pasir tufaan dengan adanya struktur mikrofold, struktur
hancuran pada satuan Batulempung dan juga adanya sesar-sesar di satuan Pasir Tufaan (gambar 6a
dan 6b). Pola struktur ini mengalami aktivasi kembali oleh gempa bumi dangkal yang
menyebabkan pasir tufaan tersesarkan karena bersifat getas.

(a) (b)
Gambar 6a. Struktur mikrofold disatuan Batulempung ,b. Sesar yang terdapat disatuan Pasir Tufaan.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


Hidrogeologi
Data permukaan air tanah didapat dari data sondir, data bor dan mata air yang digunakan
untuk membuat peta isophreatik pada gambar 7. Air tanah daerah penelitian adalah air tanah bebas
dengan akifer pada satuan batupasir tufaan dan konglomerat; dan lapisan permeabel adalah satuan
batulempung formasi Subang dan satuan breksi. Data bor BH355 menunjukkan tipe air tanah
influen.
Air tanah tersebut memiliki sistem antar butir yang menjenuhi satuan batupasir tufaan
dan konglomerat. Debit air tanah berubah sesuai dengan jumlah curah hujan.
Arah pergerakan air tanah relatif bergerak kearah N hingga NNE, ditunjukkan dalam peta
isophreatik gambar 7, dimana daerah tersebut merupakan batas antara satuan batulempung dan
breksi. Hal ini penulis menduga bahwa gerakan air tanah bergerak kesatuan batuan breksi vulkanik
karena sifat porositas dan permeabilitasnya lebih memungkinkan dibandingkan dengan satuan
batulempung. Hal-hal lebih detil mengenai kondisi hidrogeologi daerah penelitian perlu dilakukan
penelitian lebuh lanjut.

Gambat 7. Peta Isophreatik yang menunjukkan pola gerakan air tanah.

Studi Geologi Detail Jalur Baru


Jalur rel kereta terletak diatas satuan pasir tufaan berumur Kuarter yang berada tidak
selaras diatas satuan batulempung Formasi Subang dan breksi volkanik Formasi Citalang yang
berumur Tersier.
Studi detail ini dilakukan pemetaan singkapan dan morfologi daerah Jalur Baru dengan
skala 1:500 yang ditunjukkan dalam gambar 8.
Secara umum hal-hal yang perlu ditinjau dalam penanganan kelongsoran dengan
pengalihan jalur dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah galian dan daerah timbunan.
Tinjauan Daerah Galian
Daerah galian berada pada satuan pasir tufaan yang berada diatas satuan batulempung
Formasi Subang seperti dalam gambar 9. Pekerjaan penggalian ini akan menyebabkan
tersingkapnya satuan batulempung yang sebelumnya tertutupi. Batas antara satuan pasir tufaan dan
satuan batulempung sangat berpotensi sebagai bidang gelincir. Batas ini juga merupakan batas
antara lapisan akifer airtanah dan lapisan kedap.
Dilokasi daerah galian inilah juga terdapat adanya sesar-sesar pada satuan Pasir Tufaan
dan juga adanya struktur mikrofold dan hancuran pada satuan Batulempung yang ditunjukkan
dalam gambar 8. Hal ini menunjukkan adanya sturktur sesar yang tertutupi oleh satuan Pasir
Tufaan.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


DAERAH GALIAN

DAERAH TIMBUNAN

Gambar 8. Peta Geologi Teknik Detail daerah pengalihan jalur rel kereta api KM 110 lintas Ciganea-Sukatani, Kab.
Purwakarta.

Gambar 9. Penampang bawah permukaan tanah yang menunjukkan adanya lapisan tanah merah – warna biru, lapisan pasir
tufaan – warna kuning, dan lapisan batulempung – warna hijau.

Tinjauan Daerah Timbunan


Daerah timbunan berada diatas satuan pasir tufaan yang berada tidak selaras diatas satuan breksi
volkanik ditunjukkan dalam gambar10. Dilokasi ini terdapat bentukan morfologi longsoran yang
intensif yang ditunjukkan dalam gambar 8 dengan adanya crown longsoran.
Berdasarkan data sondir pada daerah ini terdapat longsoran dangkal dengan kedalaman 5m yang
terjadi pada satuan pasir tufaan. Dilokasi ini terdapat mataair dan berdasarkan peta isopreatik
menunjukkan arah gerakan airtanah terpusat dilokasi ini.

Gambar 10. Penampang bawah permukaan tanah yang menunjukkan adanya lapisan tanah merah – warna biru, lapisan
pasir tufaan – warna kuning, lapisan batulempung – warna hijau, lapisan breksi – warna coklat dan lapisan tanah bergerak
– warna abu-abu.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


Hasil Analisis Stabilitas Lereng Didaerah Galian
Analisis perhitungan dilakukan menggunakan metode simplifikasi Janbu dengan program
komputer Stable tahun 1991 dibuat oleh Peter J. Basscher – Universitas Wisconsin-Madison.
Berdasarkan korelasi data CPT, Bor, SPT dan uji laboratorium didapat nilai parameter yang
dibutuhkan adalah berikut dalam table 1.
Lapisan 1 Tanah Lapukan 16 Kpa
Lapisan 2 23 Kpa
Satuan Pasir Tufaan
Kohesi Tanah Lapisan 3 31 Kpa
Lapisan 4 100 Kpa
Satuan Batulempung
Lapisan 5 200 Kpa
3
Lapisan 1 Tanah Lapukan 16 KN/m
3
Lapisan 2 16 KN/m
Satuan Pasir Tufaan 3
Berat Isi Tanah Lapisan 3 17.5 KN/m
3
Lapisan 4 18.6 KN/m
Satuan Batulempung 3
Lapisan 5 18.6 KN/m
o
Lapisan 1 Tanah Lapukan 3
o
Lapisan 2 2
Satuan Pasir Tufaan o
sudut geser Lapisan 3 2
o
Lapisan 4 5
Satuan Batulempung o
Lapisan 5 20
Beban Kereta 75 KN/m.m
Tabel 1. Parameter desain stabilitas lereng daerah galian.
Hasil analisis yang dilakukan didapat nilai factor keamanan lereng dibawah rel kereta
terkecil adalah 1.73 dan factor keamanan lereng diatas rel adalah 0.55. Hasil analisis dapat dilihat
pada gambar berikut :

(a) (b)
Gb. IV.12a&b Stabilitas lereng daerah galian.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan pembuatan lereng potongan, lereng dibawah jalur rel
telah memenuhi persyaratan; sedangkan lereng diatas jalur rel memiliki nilai jauh dari persyaratan
(FK≥1.5). Berdasarkan perhitungan bidang gelincir berada dekat dengan batas lapisan antara
satuan pasir tufaan dan satuan batulempung, maka bidang gelincir adalah kontak antara satuan
pasir tufaan dan satuan batulempung.
Perekayasaan dengan melandaikan sudut lereng tidak ekonomis, karena untuk mencapai
faktor keamanan ≥ 1.5 akan mencapai sudut yang sangat landai sehingga memerlukan biaya
pembebasan tanah dan pengerukan tanah yang besar. Hal tersebut yang menyebabkan
perekayasaan dengan perkuatan lebih ekonomis. Perkuatan buatan lereng dapat berupa piling,
counterweight, dan atau ground anchor yang memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
mendapatkan hasil yang ekonomis.
Sifat batuan pasir lepas intensif terjadi erosi sehingga perlu adanya perlindungan dengan
penanaman tumbuhan ataupun dengan pelindung dari bahan lain.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


Hasil Analisis Stabilitas Lereng Daerah Timbunan
Berdasarkan hasil uji CPT , bor, SPT dan uji laboratorium didapat parameter sebagai berikut :
Lapisan 1 45 Kpa
Kohesi Lapisan 2 30 Kpa
Tanah Lapisan 3 70 Kpa
Lapisan 4 185 Kpa
3
Lapisan 1 16 KN/m
3
Berat Isi Lapisan 2 16 KN/m
Tanah Lapisan 3 17 KN/m
3

3
Lapisan 4 17 KN/m
o
Lapisan 1 5
o
Sudut Lapisan 2 1
Geser Lapisan 3 1
o

o
Lapisan 4 20
Beban Kereta 75 KN/m.m

Tabel IV.4 Parameter desain stabilitas lereng daerah timbunan.


Hasil analisis stabilitas lereng timbunan dilakukan dengan program Stable menunjukkan
angka factor keamanan adalah 1.33 . Angka tersebut terjadi pada bidang gelincir tubuh timbunan
dan juga pada satuan pasir tufaan. Keruntuhan dapat dilihat pada gambar berikut :

(a) (b)
Gb. IV.13a&b Stabilitas lereng daerah timbunan.
Berdasarkan ketentuan tanah timbunan, angka factor keamanan belum memenuhi
ketentuan (FK≥1.5) sehingga perlu dilakukan perkuatan. Secara perhitungan bidang gelincir
memotong tanah timbunan dan tanah asli yang berbeda penanganannya. Pada tanah timbunan
dapat dilakukan dengan mengganti jenis tanah yang lebih tinggi kekuatannya, soil improvement
dengan mencampur bahan semen atau kapur, atau menggunakan geotextile. Pada tanah asli dapat
dilakukan dengan penurunan muka air tanah, piling, ground anchor dan atau counterweight.

Pembahasan
Berdasarkan peta geologi lembar Cianjur 1:100000 (Sudjatmiko, 1972) daerah penelitian
tersusun oleh lapisan Kuarter (Qos) yang tersusun atas Batupasir Tufaan dan Konglomerat yang
berada tidak selaras diatas lapisan Batulempung Formasi Subang dan Formasi Jatiluhur. Hasil
pemetaan lapangan skala 1:12500 menunjukkan adanya sebaran satuan Pasir Tufaan yang
melampar menutupi satuan batuan Tersier, yaitu satuan Batulempung dan satuan Breksi Volkanik
yang memiliki kesamaan ciri batuan dengan satuan Breksi Formasi Citalang. Daerah ini
merupakan daerah longsoran (Peta Geologi Tata Lingkungan).

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


Penyelidikan detail kondisi geologi skala 1:1000 memperlihatkan bahwa lokasi ini
merupakan daerah longsoran dengan bentuk morfologi crown longsoran. Batuan penyusun di
lokasi ini adalah satuan Pasir Tufaan yang berada diatas satuan Batulempung Formasi Subang dan
satuan Breksi Volkanik Formasi Citalang. Karakter satuan Pasir Tufaan menunjukkan satuan ini
merupakan satuan yang baik sebagai akuifer dibandingkan dengan satuan dibawahnya. Peta
isophreatik menunjukkan arah aliran tanah yang terpusat pada lokasi-lokasi longsoran. Hasil
pemetaan ini juga memperlihatkan adanya struktur sesar yang tertutupi oleh satuan Kuarter Pasir
Tufaan. Sesar ini diindikasikan merupakan sesar aktif karena sesar ini memotong satuan Kuarter.
Hal ini perlu penelitian lebih mendalam mengenai kepastian adanya sesar aktif.
Longsoran-longsoran didaerah pengalihan jalur rel kereta api ini disebabkan oleh adanya
airtanah, satuan batuan dan paleomorfologi satuan Tersier.
Berdasarkan analisis numerik menunjukkan lokasi galian faktor keamanan lereng
dibawah rel kereta adalah 1.73 sedangkan faktor keamanan lereng diatas rel kereta adalah 0.55
(ketentuan PT.KAI PD.10 FK≥1.5). Dengan data sondir yang ada bidang longsoran dengan
kedalaman 4.5m faktor keamanan daerah timbunan adalah 1.33 dengan bidang gelincir memotong
tanah timbunan dan tanah asli.
Masih dibawahnya nilai keamanan yang ditentukan, menunjukkan bahwa lokasi
penglihan jalur rel kereta api ini harus lebih memperhatikan kondisi air tanah, adanya lonsoran
lama yang telah ada sebelumnya dan kemungkinan adanya sesar aktif.

Kesimpulan
Lokasi pekerjaan jalur baru ini berada diatas satuan batuan Kuarter yaitu satuan Pasir
Tufaan yang melampar menutupi satuan batuan Tersier, yaitu satuan Batulempung dan satuan
Breksi. Kedua satuan batuan ini memiliki karakter hidrologi yang berbeda yang menyebabkan
kontak antar satuan ini merupakan tempat airtanah tertampung.
Kondisi ini diperkuat lagi dengan adanya struktur sesar yang tertutupi lapisan satuan batuan
Kuarter yang merupakan daerah paleomorfologi cekungan.
Hal ini menunjukkan lokasi pengalihan jalur rel kereta api ini harus lebih memperhatikan
kondisi air tanah, adanya lonsoran lama yang telah ada sebelumnya dan kemungkinan adanya
sesar aktif.

Daftar Pustaka
1. Abramson, L., Lee, T., Sharma, S., Boyce, G., 1996, Slope Stability and Stabilization
Methods, John Willey & Sons Inc.
2. van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nijhoff, The Hague,
vol. IA&IB.
3. Davis, G.H., Reynolds, S.J., 1984, Structural Geology of Rocks and Regions, John Wiley
& Sons, New York, USA.
4. Dunn, I.S., Anderson, L.R., Kiefer, F.W., 1980, Fundamentals of Geotechnical Analysis,
John Wiley & Sons, New York, USA.
5. Hunt, Roy E., 1983, Geotechnical Engineering Investigation Manual, McGraw-Hill
Company.
6. Irsyam, M., Hoedajanto, D., Hendriyawan., Kiuchi, T., Wibianto, B , dan Susetyo, H.,
2001, Analisis Mekanisme Kelongsoran dan Penanggulangannya untuk Jalur Kereta Api
Ciganea-Sukatani pada KM 111+0/2, Prosiding Seminar PIT HATTI 2001, Bandung.
7. Sudjatmiko, 1972, Peta Geologi Lembar Cianjur, Direktorat Geologi, Bandung.
8. Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat, vol. I dan II, Fakultas Pasca
Sarjana ITB, Bandung.
9. Maryunani, K. A., 1999, Panduan Praktikum Foraminifera, Laboratorium
Mikropaleontologi Departemen Teknik Geologi ITB, Bandung.
10. Peraturan Dinas No. 10; Perencanaan Konstruksi Jalan Rel ; PJKA; 1986.
11. Powrie, William., 1997, Soil Mechanics: Concepts and Applications, E & FN Spon,
London, UK.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8


12. Pulunggono, A., Martodjojo, S., 1994, Perubahan Tektonik Paleogen – Neogen
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa, Kumpulan Makalah Seminar Geologi
dan Geotektonik Pulau Jawa Sejak Akhir Mesozoikum sampai Kuarter, UGM,
Yogyakarta, p. 1-15.
13. Siegel, Ronald, 1975, Stabl User Manual, School of Civil Engineering-Perdue
University.
14. William, H., Turner, J.F., Gilbert, C.M., 1955, Petrography an Introduction to The Study
of Rock In Thin Section, Freeman, New York.

MEDIA TEKNIK SIPIL – UNIV. SEBELAS MARET/Edisi Khusus/Feb 2007/1-8

Você também pode gostar