Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TERHADAP POLIGAMI
OLEH:
ANNE LOUISE DICKSON
07210565
Mengetahui:
i
ABSTRAK
ii
dalam keadaan tertentu. Poligami diibaratkan sebagai ‘pintu darurat’ yang boleh
digunakan oleh seorang suami jika istrinya sakit atau mandul sehingga kurang
mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Mengenai keyakinan agama, hampir semua informan berpendapat bahwa
seorang laki-laki yang mau berpoligami diharuskan mampu berlaku adil dalam hal
lahir dan batin terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Menurut sembilan informan,
ada pahala bagi pelaku poligami asalkan syarat tertentu dipenuhi dan menurut
sepuluh informan ada pahala bagi istri yang rela dimadu.
Bagaimanapun juga, hanya satu informan yang mau suaminya menikah lagi.
Tiga informan sama sekali menolak dimadu dalam keadaan apapun. Sepuluh
informan tidak mau dimadu tetapi mengatakan bahwa mereka dapat (atau
mungkin dapat) menerima sekarang atau dalam keadaan tertentu.
Menurut peneliti, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pandangan
informan terhadap poligami. Dari faktor pertama, yaitu pengamatan mereka
terhadap pelaksanaan poligami, informan cenderung kurang suka kebiasaan ini.
Namun, faktor ini sering bertentangan dengan kedua faktor lainnya, yaitu
keyakinan agama informan serta kepercayaan mereka tentang fitrah dan peran
laki-laki dan perempuan. Meskipun sebagian besar informan menganggap
poligami sebagai praktek yang biasanya merugikan keluarga, poligami tidak
ditolak pada dasarnya. Para informan rata-rata percaya bahwa poligami itu
dibolehkan dalam agama Islam dan sampai sekarang merupakan ‘hak dan
kebutuhan laki-laki’.
Pandangan kelompok Muslim lain di Malang terhadap masalah poligami
dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya, termasuk pandangan bapak-bapak
Muhammadiyah; pandangan perempuan 'Aisyiyah yang belum menikah, ibu
'Aisyiyah yang janda dan ibu 'Aisyiyah yang suaminya berpoligami; ataupun ibu-
ibu dari aliran Islam yang berbeda. Saran umum yang diajukan peneliti adalah
para suami yang berkehendak untuk menikah lagi sebaiknya mempertimbangkan
pendapat keluarganya terlebih dahulu. Untuk menghindari kesalahpahaman dan
menjaga kerukunan keluarga, sebaiknya semua pasangan suami-istri
membicarakan masalah poligami ini secara mendalam.
iii
ABSTRACT
iv
were mentioned by the informants. Although this is the case, only two informants
firmly oppose the practice of polygamy, no matter what the circumstances. Most
informants accept polygamy if it is practised in certain situations. Polygamy is
described as an ‘emergency exit’ which may be used by a husband if his wife is
sick or infertile and thus incapable of fully carrying out her duties as a wife.
In relation to religious convictions, almost all the informants believe that a
man who wants to practise polygamy must be capable of acting fairly towards his
wives and children in all matters. According to nine informants, there is a reward
for those who practise polygamy as long as certain conditions are fulfilled. Ten
informants believe that wives who are willing to have their husbands take a
second wife will be rewarded.
Only one informant, however, wants her husband to take another wife.
Three informants totally oppose the idea of their husbands practising polygamy
under any circumstance. Ten informants do not want their husbands to take
another wife, but say that they could (or maybe could) accept their husbands
marrying again either now or if certain situations arise in the future.
There seems to be three main factors which influence the views of
informants towards polygamy. From their observation of polygamy in society,
informants are inclined to dislike the practice. However, this factor often conflicts
with the other two factors, that is, the informants’ religious convictions and their
beliefs about the inherent nature and roles of men and women. Although most
informants view polygamy as a practice which usually has negative effects on
families, the practice is not rejected in principle. Generally, the informants believe
that polygamy is allowed in Islam and up until now is the ‘right and need of men’.
The views of other Muslim groups in Malang towards polygamy could be
investigated by future researchers, including the views of men from the
organisation Muhammadiyah; views of 'Aisyiyah women who are unmarried,
widows, or whose husbands practise polygamy; or women from different Muslim
organisations. General recommendations of the researcher are that husbands who
wish to practise polygamy consider the opinions of their families first. To avoid
misunderstandings and to maintain family harmony, married couples should
discuss this matter in depth.
v
KATA PENGANTAR
Peneliti bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan untuk
melakukan penelitian di Malang selama semester ini. Tujuan penulisan laporan ini
adalah untuk menyajikan hasil penelitian mengenai pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah
di Malang terhadap poligami, termasuk kesediaan perempuan Islam dari aliran
Muhammadiyah ini untuk dimadu serta faktor apa saja yang mempengaruhi
pandangan mereka.
Anne Dickson
Malang, Juni 2007
vi
DAFTAR ISI
vii
3.2. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 21
3.2.1. Susuanan Pertanyaan Wawancara .................................................. 22
3.3. Sumber Informasi ..................................................................................... 22
3.4. Teknik Analisa Data ................................................................................. 23
viii
4.3.7.2. Kekurangan pada Istri ........................................................ 42
4.3.8. Ajaran Agama Islam tentang Poligami .................................... 42
4.3.8.1. Alasan Nabi Muhammad Berpoligami .............................. 42
4.3.8.2. Syarat Adil ......................................................................... 42
4.3.8.3. Pahala untuk Poligami ....................................................... 44
4.4. Kesediaan Informan Dimadu ................................................................... 45
4.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Informan terhadap
Poligami ................................................................................................... 49
4.5.1. Kesan dan Pengamatan Pribadi terhadap Pelaksanaan Poligami ... 50
4.5.2. Keyakinan Agama .......................................................................... 51
4.5.3. Kepercayaan tentang Fitrah serta Peran Laki-Laki dan
Perempuan ...................................................................................... 52
LAMPIRAN ................................................................................................... 64
1. Daftar Pertanyaan untuk Wawancara .......................................................... 64
2. Angket ......................................................................................................... 68
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Apakah sebagai pintu darurat yang seharusnya hanya digunakan dalam keadaan
tertentu? Ataukah lembaga patriarkal yang harus ditinggalkan sama sekali pada
Arti dari istilah poligami adalah perkawinan dengan lebih dari satu
pasangan. Poligami termasuk poligini, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu
istri, dan poliandri, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu suami
kepada poligini saja karena praktek ini lebih sering diamalkan daripada poliandri.
Demikian juga dalam laporan ini, poligami dipakai sebagai sinonim poligini.
Ibrani, Arab, Jerman, Saxon, Afrika, Hindu India, Cina dan Jepang (Sabiq 1987,
hlm.169). Dewasa ini, poligami tetap sah di banyak negara termasuk sebagaian
besar negara Islam, kecuali Turki dan Tunisia (Mulia 2005, hlm.205). Dalam
tertentu.
kasus yang terkenal adalah kasus Aa Gym. Pada bulan Desember 2006, pemilik
1
Pesantren Darut Tauhid Bandung ini mengakui bahwa pernikahan keduanya telah
berlangsung selama tiga bulan. Banyak di antara para muslimah Indonesia, yang
dulu mengagumi kyai ini, merasa marah terhadap Aa Gym dan mengasihani istri
pertamanya. Hal yang membuat ibu-ibu makin kecewa adalah Aa Gym pernah
mengatakan bahwa “ia tidak akan berpoligami karena sudah cukup bahagia
dengan keluarganya” (Setiati 2007, hlm.98). Perilaku tokoh agama yang dihormati
ini dikhawatirkan akan diteladani oleh para suami. Kasus Aa Gym ini memicu
perdebatan luas dalam masyarakat Indonesia tentang pro dan kontra poligami
serta ajaran agama Islam. Seringkali ada berita dalam televisi, surat kabar dan
lima artikel tentang poligami diterbitkan dalam Jawa Pos, termasuk laporan
tentang kasus Angel Lelga, wawancara dengan seorang ahli dan laporan tentang
hasil penelitian.
Salah satu ayat Al-Qur’an yang membahas tentang poligami adalah An-
Nisaa’ [4]: 3
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...”
2
Menurut kelompok ini, poligami dianjurkan bagi laki-laki yang mampu
laki” (Setiati 2007, hlm.23). Menurut kelompok kedua, poligami tidak dianjurkan
poligami dapat diamalkan oleh seorang suami untuk mencegah perzinaan, untuk
menolong janda-janda miskin, atau jika istrinya sakit atau mandul sehingga
bahwa poligami itu seharusnya tidak dijalankan pada masa kini. Menurut
kelompok ini, poligami dilakukan oleh Nabi Muhammad karena kondisi tertentu
yang ada pada zaman itu, yaitu masa perang yang menimbulkan banyak janda dan
anak yatim yang perlu dilindungi. Maksud ayat QS An-Nisaa’ [4]: 3 adalah untuk
Muhammad untuk berlaku adil terhadap istri-istri mereka ditekankan oleh orang
poligami?
3
1.3. Tujuan Penelitian
perkawinan poligami;
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
tentang poligami.
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.”
Apa hubungan antara hukum tentang anak yatim dan hukum tentang poligami
dalam ayat ini? Ada beberapa pendapat tentang hal tersebut. Namun, penjelasan
yang disampaikan oleh 'Aisyah, salah satu istri Nabi Muhammad, adalah
penafsiran yang paling sering diterima. Menurut 'Aisyah, maksud ayat tersebut
adalah: wali anak peremuan yatim ingin menikahi anak yang diayominya karena
memberikan mahar. Jika demikian, wali itu tidak boleh menikahi anak yatim
tersebut. Dia boleh menikahi perempuan lain (Sabiq 1987, hlm.147 & Kisyik
1994, hlm.20).
Dalam An-Nisaa’ [4]: 3, telah jelas bahwa seorang laki-laki tidak boleh
menikahi lebih dari empat istri. Demikian pula, dalam Hadits diceritakan bahwa
Harits bin Qais dan Ghailan bin Umayyah Attsaqafi yang masing-masing
5
mempunyai delapan dan sepuluh istri, disuruh oleh Nabi Muhammad untuk
memilih empat saja di antara mereka dan menceraikan yang lain (Sabiq 1987,
hlm.150).
meyakini dia dapat berlaku adil. Hal ini ditekankan dalam Hadits juga, di mana
diperintahkan bahwa seorang pelaku poligami yang tidak berlaku adil akan
suami berbuat adil dinyatakan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ [4]: 129
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung...”
Ada dua pandangan utama mengenai apa yang dimaksudkan dengan istilah ‘adil’
oleh An-Nisaa’ [4]: 3 berbuat adil dalam hal lahir saja. Dia harus membagi waktu
dan hartanya antara istri-istrinya secara adil. Dalam hal batin, yaitu cinta, dia tidak
dituntut bahkan tidak mampu berbuat adil. Inilah yang dimaksudkan dengan An-
Nisaa’ [4]: 129. Dengan demikian, menurut pandangan pertama ini, tidak ada
pertentangan antara satu ayat Al-Qur’an dengan yang lain (Sabiq 1987, hlm.153;
Shihab 1996, hlm.201; Setiati 2007, hlm.13). Menurut pandangan kedua, An-
Nisaa’ [4]: 3 mewajibkan seorang suami berbuat adil dalam segala hal, termasuk
hal batin. Jika dia tidak mampu berbuat adil dalam segala hal, seharusnya dia
memiliki seorang istri saja. Penafsiran ini dijelaskan antara lain oleh A. Chodjim
6
(2007, hlm.54); I. Rais, Wakil Ketua Bagian Dikdasmen Pimpinan Pusat
1998, hlm.239).
istri pertamanya, seorang janda bernama Sayyidah Khadijah, beliau berumur dua
puluh lima tahun dan istrinya berumur empat puluh tahun (Kisyik 1994, hlm.39).
Mereka tinggal bersama di Mekah sampai wafatnya Khadijah dua puluh lima
masa perang (Rais 2005, hlm.167). Beliau menikahi sepuluh istri. 'Aisyah adalah
satu-satunya perawan yang dinikahi Nabi Muhammad, yang lain adalah janda.
PP Nomor 10 Tahun 1983 dan PP Nomor 45 Tahun 1990 (Budiarti et al. 2006,
hlm.20).
7
permohonan kepada Pengadilan (Pasal 4:1). Dia dapat diberikan ijin untuk
menikah lagi jika salah satu dari syarat alternatif dipenuhi (Pasal 4:2):
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
Selain memenuhi salah satu syarat tersebut, semua syarat kumulatif di bawah
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak
anak mereka.
terlibat dalam perkawinan poligami. PNS laki-laki yang mau berpoligami dan
bukan PNS harus memperoleh ijin dari pejabat (Pasal 4:1 & 3). PNS perempuan
Nomor 45 Tahun 1990 merupakan revisi PP Nomor 10 Tahun 1983. Pada bulan
direvisi kembali supaya peraturan yang ada tentang poligami mencakup bukan
hanya PNS tetapi juga pejabat negara, pejabat pemerintah dan masyarakat umum.
8
2.3. Kesaksian Anggota Keluarga Poligami
Pada bulan Desember 2006, Aa Gym mendapatkan Surat Ijin Poligami dari
memenuhi syarat hukum Indonesia untuk poligami, termasuk ijin dari istri
Dia mengatakan bahwa tindakannya “didasari ikhtiar untuk meraih ridha Allah,
ingin meningkatkan amal, melatih kesabaran serta keikhlasan dan bersih hati agar
Aa Gym mau menunjukkan bahwa poligami itu bukan hal buruk. Dia
aib sedangkan pergaulan bebas diterima (Setiyaji 2006, hlm.102 & Setiati 2007,
hlm.96). Sebagaimana busana jilbab yang dianggap aneh dua puluh tahun yang
lalu dewasa ini sudah menjadi lumrah, Aa Gym berharap ajaran agama tentang
poligami dapat diterima masyarakat Islam Indonesia (Setiyaji 2006, hlm.103 &
158). Aa Gym ingin istri pertama dan anak-anaknya belajar lebih mencintai Allah
daripada dia sendiri akibat menempuh kehidupan baru dalam keluarga poligami
(Setiyaji 2006, hlm.57). Dia menjelaskan, dia “hanyalah sekadar makhluk yang
tiada daya dan upaya” sehingga tidak layak dicintai istrinya secara berlebihan
9
Walaupun dia sendiri mencari hikmah yang ada di dalam poligami, Aa Gym
tidak menganjurkan para suami untuk menikah lagi. Katanya, “pemahaman yang
arif dan kesiapan mental” diperlukan (Kusumaputra 2007) dan syaratnya berat.
Dia mengimbau, “kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan” (Tabloid
Pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo yang beristri empat ini
mempersilakan para suami yang mampu “secara materi, spiritual, maupun yang
dipimpinnya, dia memberi nasihat singkat kepada para suami yang “telah terbukti
sukses dengan satu istri... selayaknya mau berpoligami (pindah tugas baru kepada
hlm.11). Pada tahun 2003, Puspo Wardoyo menciptakan ‘Poligami Award’ (Ihsan
2003). Menurut pelaku poligami ini, salah satu keuntungan poligami untuk dia
Indonesia yang memiliki empat istri ini berpendapat bahwa laki-laki dapat
menolong janda dan perawan tua melalui poligami (Rahman 2006, hlm.25).
Demikian juga, Diki Candra, seorang pengusaha dari Jakarta yang menikahi tiga
istri, menganggap dirinya sebagai penolong wanita. Dia mengatakan bahwa dia
“rela membagi kepemimpinan untuk tiga istri menuju ridho Allah” (Arief 2007,
hlm.4).
10
Salah satu keuntungan poligami yang sering disebut adalah untuk mencegah
perselingkuhan dan perzinaan. Antara lain, keuntungan ini diutarakan oleh Fauzan
Teh Ninih, istri pertama Aa Gym, mengakui bahwa reaksinya waktu dia
dan sedih. Dia bertanya apa kekurangan pada dirinya sebagai istri (Lugito &
Siregar 2006, hlm.23). “Selama lima tahun saya dipersiapkan oleh Aa Gym untuk
ikhlas bahkan membantu suaminya mencari istri kedua (Setiyaji 2006, hlm.92).
Dia menjelaskan bahwa seorang istri “harus menaati suami, selama suami sesuai
dengan syariat Islam... saya harus ikhlas” (Setiyaji 2006, hlm.70). Teh Ninih takut
jika menolak sesuatu yang dibolehkan oleh ajaran Allah (Setiyaji 2006, hlm.77 &
91). Keuntungan poligami bagi Teh Ninih adalah dia belajar mencintai dan
mengandalkan Allah, bukan suaminya. “Saya selama ini terlalu mencintai suami...
ini saatnya saya kembali kepada Allah,” katanya pada tanggal 4 Desember 2006
(Setiyaji 2006, hlm.93). Walaupun ada keuntungannya, Teh Ninih pernah merasa
Malaysia pada awal bulan Desember 2006, dia mau menikmati makan bersama
suaminya. Dia kesal melihat Aa Gym sibuk mengirim SMS dan menelpon istri
11
Rini Purwanti, istri pertama Puspo Wardoyo, menangis waktu dia
mengetahui bahwa suaminya sudah berpoligami selama enam bulan (Setiati 2007,
hlm.91). Akhirnya dia menerima perkawinan kedua suaminya. Akan tetapi, Rini
untuk para suami yang mampu secara ekonomi, fisik dan mental. Keinginan
hlm.91). Rini begitu ikhlas dimadu sampai dia membantu suaminya melamar istri
ketiganya dan membantu memilih istri keempat. Rini mengakui bahwa rumah
tangga poligaminya tidak selalu rukun. Namun, konflik yang muncul diatasi
Gina Puspita, seorang istri pertama dari empat istri, sering menyuarakan
menyaksikan kerukunan rumah tangga guru besarnya yang beristri empat. Gina
Puspita mencarikan istri untuk suaminya dengan cara bertanya kepada karyawan
dalam perusahannya siapa yang mau menikah dengan suaminya (Indah 2007,
hlm.57). Kebaikan dari poligami yang merupakan alasan lain yang mendorong
Gina Puspita untuk berbagi suami adalah “untuk mendekatkan diri pada Allah...
membuatku tak selalu tergantung dengan suami... saya bisa mandiri, dan segala
hidupku untuk Allah,” ucapnya (Indah 2007, hlm.57). Pandangan ini senada
dengan yang diutarakan oleh Teh Ninih. Gina Puspita mengakui bahwa pada
awalnya dia merasa cemburu akibat berbagi suami tetapi sekarang “masalah
cemburu itu jadi hal yang kecil” (Indah 2007, hlm.57). Ternyata, sisi positif
12
kehidupan poligami lebih ditekankan oleh perempuan ini. Gina Puspita dan ketiga
madunya tinggal bersama. Mereka senang makan bersama dan dapat dirawat oleh
sesama istri jika sakit. Jika sedang sibuk, Gina Puspita terkadang “bersyukur...
karena ada yang bisa menggantikan kewajiban saya terhadap suami” (Indah 2007,
hlm. 57).
poligami dalam rumah tangganya. Menurut dia, para istri yang suaminya
berpoligami dapat lebih mandiri dan punya waktu untuk mengejar cita-citanya
sendiri karena ada lebih dari satu istri untuk menanggung pekerjaan rumah tangga.
identitas sendiri karena suaminya sering tidak ada (Fahimsyah 2004, hlm.12).
Cerita Endang Budiarti Candra, istri pertama Diki Candra, agak mirip
Budiarti Candra langsung terkejut waktu suaminya mengatakan dia mau menikah
lagi (Arief 2007, hlm.4). Setelah dia minta nasihat dari keluarganya, akhirnya
dari cobaan terberat seorang wanita, namun akan lebih mendekatkan diri ke
surga” (Arief 2007, hlm.4)— seperti yang dijelaskan oleh Gina Puspita. Sama
dengan Teh Ninih, Endang Budiarti Candra dibantu oleh suaminya untuk
ketawakalan, dan dia akrab dengan kedua madunya. Endang Budiarti Candra
yakin bahwa suaminya memiliki niat yang baik untuk berpoligami, yang “tidak
13
lepas dari tujuan perjuangannya” dan bermaksud untuk membantu perempuan
Menurut Dyah Fitri Kusumadewi, istri kedua Diki Candra, poligami itu
merupakan latihan “untuk mengendalikan hawa nafsu (atas rasa cemburu, marah,
menjalani poligami dalam kerangka jihad,” menurut Titani Sri Wikanihati Candra,
istri ketiga Diki Candra, “akan menambah pahala sebagai pencuci dosa-dosa masa
lalu saya” (Arief 2007, hlm.4). Menurut perempuan lulusan S1 Komunikasi ini,
poligami merupakan latihan kesabaran. Kedua wanita ini merasa poligami adalah
orang Islam.
Sebagai kesimpulan dari cerita-cerita tersebut, para istri yang ikhlas dalam
kehidupan poligami umumnya percaya bahwa poligami itu termasuk ajaran Allah
sehingga mereka ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan sikap ikhlas
dalam rangka melatih diri menjadi wanita yang solehah tetapi juga dalam berbagi
Ray Sahetapi, suami Dewi, mau menikah lagi waktu pernikahan pertamanya
14
sudah berlansung selama dua puluh tiga tahun dan menghasilan empat anak. Dewi
mengambil keputusan untuk menggugat cerai karena merasa tidak dapat ikhlas
berbagi suaminya dalam hal cinta (Lely 2007, hlm.38). Melalui cobaan ini, iman
Dewi tambah teguh dan dia merasa lebih dekat dengan Allah— ironisnya sama
dengan yang diungkapkan oleh banyak istri yang iklas dimadu (lihat bagian
2.3.2). Sekarang Dewi mengandalkan Allah dan tidak lagi mencintai salah satu
adalah seorang pria mapan, berposisi strategis, dan pria yang bertanggung jawab”
umum dan merasa cemburu karena dia tidak diutamakan seperti istri pertama.
Machica Muchtar dan suaminya bercerai waktu putranya berumur dua tahun.
perkawinan poligami karena tidak mungkin berlaku adil dalam hal cinta. Machica
yang ideal” sedangkan “poligami adalah perkawinan yang tidak sehat” (Ima 2007,
hlm.39).
dalam Kompas (6 Oktober 2003). Penulis ini mempunyai kenangan indah dengan
bapaknya waktu masih kecil. Akan tetapi, saat bapaknya menikah lagi, dia dan
delapan saudaranya merasa tidak diperhatikan lagi. Menurut penulis ini, bapaknya
tidak berlaku adil. Misalnya, kedua istrinya melahirkan anak perempuan dengan
15
selisih hanya beberapa minggu. Untuk anak dari istri mudanya dilaksanakan
kenduri, sedangkan untuk anak dari istri tuanya tidak diadakannya upacara apa-
apa. Menurut penulis, adik bungsunya ini menjadi pemberontak karena dia tidak
karena dia sudah tua tetapi masih harus bekerja keras untuk menafkahi
Pada sisi lain, ada pendukung poligami di antara anak-anak dari keluarga
Salah satu anak Ustadz Muhammad Umar, pelaku poligami dengan empat
istri, tampaknya senang dengan keluarganya. Anak yang berumur delapan tahun
ini mengatakan, “saya senang jadi punya banyak umi, dan banyak saudara”
16
2.4.1. Sejarah 'Aisyiyah
Yogyakarta oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Tujuannya untuk mendorong umat
Islam untuk menganut agama Islam yang murni, tidak lagi dicampur dengan
disebut Sapa Tresna. Kelompok pengajian ini dijadikan organisasi resmi pada
tanggal 19 Mei 1917 di Yogyakarta dan diberi nama 'Aisyiyah (Pimpinan Pusat
lembaga kesehatan lain, panti asuhan dan lembaga ekonomi telah didirikan serta
yang sejahtera dan berkeadilan serta menciptakan semangat beramal yang dijiwai
ruh berpikir yang Islami dan menjawab tantangan, serta menyelesaikan persoalan
17
2.4.3. Susunan Organisasi 'Aisyiyah
Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA) yang mengurus 'Aisyiyah pada tingkat desa
atau kelurahan. Sekarang terdapat 31 PWA, 331 PDA, 1979 PCA dan 5450 PRA
18
2.5. Hasil Penelitian Sejenis Terdahulu
pandangan perempuan Islam Indonesia terhadap poligami pada bulan Oktober dan
poligami termasuk “penderitaan ibu, laki-laki tidak bisa adil, tidak sesuai dengan
Muhtadawan, 2003
(Muhtadawan 2003).
Sumber informasi adalah empat puluh orang dari pimpinan 'Aisyiyah Kota
tentang ajaran agama Islam mengenai poligami dan pandangan informan tentang
19
“mengkuatifikasi data kualtitatif” yang diperoleh lewat angket. Sebagian hasil
penelitiannya adalah:
baik.
- Menurut 95% informan, poligami dalam agama Islam dibolehkan dengan syarat
diwajibkan.
- Menurut 97.5% informan, berlaku adil adalah syarat mutlak dalam perkawinan
- Menurut 97.5% informan, ‘adil’ dalam ajaran agama Islam meliputi baik hal
Akhirnya kita hanya mengerti pandangan informan terhadap poligami dari sisi
hukum saja. Menurut peneliti, kita belum dapat memahami hati kecil informan.
Adalah sulit untuk mengerti cara berpikir informan jika data diperoleh lewat
angket saja. Walaupun demikian, skripsi ini dapat digunakan sebagai titik tolak
20
BAB III
METODE PENELITIAN
hal ini, peneliti ingin membahas pandangan pribadi orang. Pandangan masing-
mengetahui selisih perbedaan pandangan yang sedikit ini, alasan informan dan
penjelasan secara rinci perlu digali. Peneliti ingin memahami dan menggambarkan
pandangan informan yang rumit itu secara mendalam, bukan secara garis besar
saja. Oleh karena itu, pendekatan kualitatif dianggap paling cocok untuk
penelitian ini.
lampiran-2) supaya data tersebut dapat dikumpulkan dengan cepat dan tepat.
lengkap tentang pandangan mereka serta dapat berbagi cerita dari pengalaman dan
untuk wawancara terdiri dari dua puluh enam pertanyaan pokok (lihat lampran-1).
21
dengan seorang informan biasanya menghabiskan waktu kurang lebih dua jam.
Jika ada sesuatu yang kurang jelas mengenai jawaban informan, informan
Keyakinan agama informan baru ditanyakan mulai dari pertanyaan (20) dan
pertanyaan ‘Apakah Ibu setuju dengan poligami’ adalah pertanyaan (15). Peneliti
berharap informan merasa nyaman untuk memberi tanggapan yang jujur terhadap
sebelum poligami ditinjau dari segi agama. Jika memang keyakinan agama sangat
secara wajar akan mengarahkan semua jawaban informan. Akan tetapi, mungkin
ada informan yang cenderung menyikapi poligami tanpa pengaruh besar dari
faktor agama. Jika pertanyaan (15) dan pertanyaan (20)-(26) mengenai keyakinan
agama diajukan pada awalnya, ada kemungkinan bahwa para informan merasa
saya, seperti ini’ melainkan ‘dengan pertimbangan agama, seharusnya seperti ini’.
Para ibu Indonesia paling diresahkan oleh masalah poligami karena mereka
22
biasanya dibicarakan dalam konteks agama Islam, karena agama yang
mengandung ajaran tentang poligami ini dipeluk oleh sebagian besar penduduk
disikapi oleh para ibu Islam? Atas dasar ini, para ibu 'Aisyiyah di Malang dipilih
informan adalah ibu-ibu yang sudah menikah dan yang suaminya masih hidup.
Alasannya, yang sudah menikah dapat lebih mengerti masalah rumah tangga.
ranting Sengkaling pada tanggal 9 Maret 2007, peneliti sempat bertemu dengan
banyak ibu 'Aisyiyah dan mencari informan. Jumlah informan untuk penelitian ini
diperoleh melalui wawancara dianggap sebagai data dan digunakan untuk laporan
ini. Hanya informasi tertentu yang secara jelas menunjukkan pandangan informan
23
diambil sebagai data untuk penelitian. Data ini diringkaskan, dikelompokkan,
diuraikan. Akhirnya data ini disajikan sebagai gambaran sebuah fenomena sosial,
meninjau hasil wawancara secara keseluruhan untuk mengetahui faktor apa saja
24
BAB IV
di Malang merupakan satu kesatuan tetapi akhirnya dibagi dua— 'Aisyiyah Kota
Malang dan 'Aisyiyah Kabupaten Malang. Sekarang dua bagian ini dipimpin oleh
2004).
dibentuk pada tanggal 21 Desember 2006 dan beranggotakan karyawan dan dosen
membawahi empat puluh lima ranting (Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang
2004).
Kesejahteraan Sosial Masyarakat; dan Kader & Sumber Daya Insani (Pimpinan
25
4.1.2. 'Aisyiyah Kabupaten Malang
'Aisyiyah Kota Malang terdiri dari dua puluh cabang: Lawang, Singosari,
Ploso, Ngantang, Kasembon dan Pujon. Cabang Ngantang, Kasembon dan Pujon
baru bergabung dengan 'Aisyiyah Kabupaten Malang pada bulan April 2007. Pada
belum menerima laporan mengenai berapa ranting yang dibawahi ketiga cabang
tersebut. Ketujuhbelas cabang yang lebih lama membawahi lima puluh satu
ranting.
26
4.2.1. Umur
berumur antara 40 dan 44 tahun. Rata-rata, umur informan adalah 43,4 tahun.
adalah SMA ke bawah dan separuh (8/16) informan sudah lulus dari universitas,
dosen dan yang lulusan S1 adalah guru sekolah atau pensiunan guru sekolah.
Separuh yang berpendidikan SMA ke bawah (4/8) adalah ibu rumah tangga,
27
Jumlah anak Jumlah informan
0 1
1 1
2 6
3 2
4 4
5 2
Keterangan:
PWA= Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah
PDA= Pimpinan Daerah 'Aisyiyah
PCA= Pimpinan Cabang 'Aisyiyah
PRA= Pimpinan Ranting 'Aisyiyah
Pengurus= Ketua, Wakil Ketua, Ketua Majelis, Anggota Majelis, Wakil Sekretaris
Jumlah informan di atas adalah 18 karena ada dua informan yang memiliki
dua jabatan sekaligus dalam 'Aisyiyah. Salah satu informan adalah Pengurus,
PWA, Jawa Timur merangkap Pengurus, PDA, Kota Malang dan salah satu
peserta dari Kota Malang dan Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Pengurus
ranting.
28
4.3. Pandangan Informan terhadap Poligami
dipahami secara lengkap. Untuk pertanyaan (15) ini, satu informan menjawab
“tidak”, dan dua informan tidak mau mengatakan bahwa mereka setuju atau tidak
Menurut informan ini, poligami dibolehkan oleh Allah karena “sek laki-laki lebih
Dari jawaban mereka untuk pertanyaan lain, dapat dilihat bahwa kelima
informan yang menjawab “setuju” untuk pertanyaan (15) sebenarnya kurang suka
menurut C2 tidak ada keuntungannya bagi para istri dan anak. A3, B2 dan D1
29
dibolehkan dalam agama Islam. Kelihatannya mereka merasa harus mengatakan
“setuju” karena poligami dibolehkan dalam agama yang mereka anut, padahal
Sama halnya dengan A2 dan A5, yang ragu-ragu menjawab pertanyaan (15)
ini. Dari jawabannya untuk pertanyaan lain, terlihat jelas bahwa dua informan
tidak mau mengatakan bahwa mereka tidak setuju dengan poligami karena tidak
mau menentang Allah. A2 “tidak mengatakan tidak setuju. Boleh karena dalam
Al-Qur’an. Kalau tidak setuju berarti menentang agama. Syarat adil berat.”
Menurut A5, poligami itu “dari agama dibolehkan dengan syarat... Kalau saya
bilang ‘haram’, menentang Allah. Bisa haram... bisa Sunah... [jawaban saya]
mengharuskan— habis perang, istri sakit berat dan lain-lain”. Padahal untuk
pertanyaan (17), lima informan lain setuju bahwa poligami itu ‘pintu darurat’
yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu. Lima informan ini termasuk
seorang lulusan SMA, seorang lulusan SMP dan tiga orang lulusan SD. Mungkin
jawaban mereka sendiri untuk pertanyaan lain karena pendidikannya lebih rendah.
Jika semua jawaban informan ditinjau, ternyata hanya dua informan (A1, B3)
sama sekali tidak setuju dengan poligami dalam keadaan apapun. Bahkan jika
30
4.3.2. Bentuk Perkawinan yang Paling Baik
Menurut dua informan, monogami dan poligami sama baiknya. Hal yang
menentukan yang mana yang lebih baik untuk suatu keluarga adalah sifat dan
tidak mampu bijaksana, adil— monogami.” Menurut C3, “kalau sudah nyaman,
satu cukup” tetapi jika si suami “sangat membutuhkan” karena istrinya mandul
atau “tidak memuaskan” dia, “lebih baik poligami” kemudian “kalau kyai-kyai
paling baik, tetapi poligami merupakan ‘pintu darurat’ yang dapat dipakai dalam
keadaan tertentu, misalnya jika istrinya sakit, mandul atau tidak dapat melayani
kalau kondisi normal!” Menurut empat informan (A2, A3, B2, C2), lebih mudah
jika istrinya satu saja untuk menghindari konflik dan masalah dan “menjaga
bahagia apalagi kalau dua! Masalah baru— dulu satu soal dijadikan dua soal!”
yang baik. Menurut mereka, poligami bukan ‘pintu darurat’ karena seharusnya
tidak digunakan dalam keadaan apapun. Jika si istri sakit, “suami harus
membantu... dia sakit, suami ikut sakit,” ucap A1. Informan ini berpendapat
bahwa jika salah satu pihak tidak subur, solusi lain dapat dicari, misalnya IVF
atau adopsi. Dari sudut pandangan A1, poligami beralasan tidak mempunyai anak
tidak adil dan tidak masuk akal. “Bagaimana kalau laki-laki yang tidak subur?
31
Poliandri? Tidak! Tidak bisa punya anak bukan alasan... apapun yang terjadi
perkawinan yang paling baik. Persentase ini lebih besar lagi daripada persentase
hasil penelitian Muhtadawan (75%) untuk pertanyaan yang sama yang diajukan
4.3.3.1. Pelaku
mengetahui sejauh mana para informan merasa alasan ini dapat dimakhlumi dan
berdasarkan alasan ini. Menurut beberapa informan, alasan ini dapat dimakhlumi
karena laki-laki memang memiliki dorongan seksual yang tinggi. Mungkin satu
istri memang tidak cukup untuk si suami karena istrinya kurang mampu melayani
dia secara seksual atau karena si suami memiliki kelainan seksual. Selain itu,
berpoligami menurut A1. Ada “faktor wanita” juga, misalnya “yang nakal
Pada sisi lain, alasan nafsu seksual ini dianggap kurang mulia oleh banyak
informan. Menurut A2, biasanya motivasi orang yang berpoligami hanya seksual
32
mengikuti Sunah Rasulullah... mesti lebih cantik, lebih muda,” kata A4. Menurut
A5 dan B3, agama digunakan sebagai pembenar atau alat saja. “Agama sering
dijadikan alasan saja... di dalamnya fakor-faktor lain— cinta dan nafsu saja,”
ucap A5.
Hanya dua informan menyebut alasan menolong wanita secara tegas. Laki-
Sunah” menurut B1, dan “sekarang terlalu banyak wanita, mereka mau
Menurut enam informan, salah satu alasan para istri pertama mengijinkan
tidak dapat melayani suaminya dengan baik. Si suami kuat secara biologis tetapi
istrinya tidak mampu memuaskan dia, misalnya karena dia sudah tua atau sakit.
Menurut B1, “sek orang laki-laki sepuluh kali lipat seorang perempuan.
Perempuan itu “tidak berdaya untuk menolak. Kalau cerai, ‘anak saya makan
merelakan suami menikah lagi. Menurut A4, C2 dan E3, si istri merasa poligami
33
dibolehkan dalam agama sehingga ajarannya ditaati. Istri pertama ikhlas antara
lain karena dia mencari pahala dengan berbagi cinta suami, menurut A1 dan A2.
Dari jawaban mereka untuk pertanyaan (7), jelas bahwa sebagian besar
sudah memiliki istri. Hampir semua informan (13/16) menyebut ekonomi sebagai
alasan perempuan mau menikah dengan seorang laki-laki yang sudah beristri.
Tiga informan dari tiga belas informan tersebut juga menganggap pangkat atau
status seorang laki-laki yang sudah beristri sebagai daya tarik untuk perempuan.
Menurut lima informan, ada perempuan yang tidak peduli bahwa laki-laki yang
mereka sukai sudah menikah. “Yang penting [untuk mereka] dapat uang
walaupun ‘merusak’ rumah tangga orang,” ucap A5. Tiga informan menyebut
alasan diperbolehkan dalam agama. Menurut B1, untuk perempuan yang menikah
dengan laki-laki yang beristri, pilihan mereka merupakan “perjalanan hidup dari
Allah— kalau tidak takdir pasti tidak mau”. Menurut A5, ada perempuan yang
berkeyakinan bahwa dalam Islam poligami dianjurkan dan “poligami itu bukan
34
4.3.4. Dampak Poligami terhadap Keluarga dan Masyarakat
dan mengalami kesulitan dalam mencari sisi positif dari poligami, khususnya
untuk para istri dan anak. “Tidak ada,” menurut tiga informan (A1, A4, E1),
disebut tiga informan (B1, B2, C3) adalah masalah kelebihan wanita dapat diatasi
diperbanyak (6— B1, B2, D1, D2, E2, E3) sekaligus anak-anak tambah saudara
(5— A5, B1, D1, E2, E3). Menurut informan, keuntungan poligami bagi para istri
hanya sedikit, termasuk beban tugas rumah tangga (A3, A5) atau melayan suami
(B2) dapat dibagi antara istri, dan istrinya seperti saudara (D2, E2). Walaupun
keuntungan ini disebut oleh informan, ada yang meragukan berapa sering
itu”.
misalnya dalam membagi waktu dan harta, disebut oleh enam informan (A2, A4,
A5, C1, C3, D2). Tantangan ekonomi atau kesusahan yang dialami karena gajinya
35
harus dibagi disebut oleh enam informan. Enam informan ini meliputi kelima
informan lulusan SD dan SMP. Hal ini mungkin disebabkan oleh perempuan yang
dari segi ekonominya lebih rendah ini dapat membayangkan kesusahan yang akan
dihadapi oleh para istri disebut, termasuk penderitaan secara emosi— sakit hati,
sedih, iri, cemburu (5— A3, A4, A5, C3, D2), kurang perhatian dari suaminya
(4— B1, D1, D2, E2) dan tantangan berhubungan baik dengan istri lain (4— A2,
C2, C3, E3). Bagi anak-anak, kerugian yang disebut termasuk rasa kecewa dan
cemburu serta kasih sayang dari bapaknya kurang bahkan mereka terlantar. Dua
informan (A4, A5) mengatakan bahwa mungkin anak perempuan tidak mau
Lebih baik— tidak ada penyelewengan. Masyarakat lebih sehat.” Menurut enam
dapat berdampak positif jika istri pertama iklas, menurut dua informan (A3, C3)
dan pelakunya mampu, menurut empat informan (A3, B2, C3, D1).
anak,” menurut A1, dan “banyak yang sakit hati, keluarga pertama terlantar,”
36
kata A4. Menurut D1, meluasnya poligami akan menimbulkan “perang terus,
bertengar terus”.
Selain ketiga ibu lulusan SD yang tidak mempunyai saudara atau teman dari
keluarga poligami, semua informan berbagi cerita dari pengamatan pribadi. Tidak
mengherankan bahwa kesan terhadap keluarga poligami yang mereka kenal sesuai
mendukung” dan suaminya “adil, tidak ada masalah”. A3 berbagi dua cerita
sikap suami dan istri”. Pamannya A3 dicarikan istri kedua oleh istri pertamanya.
Menurut A3, “karena pikiran poligami dari istri dan sikap suami adil—
berhasil”. Cerita keluarga poligami yang tidak baik diambil dari pengalaman
suaminya. Suami A3 menjadi “korban” sebagai anak pertama dari istri pertama.
“Bapaknya mampu secara ekonomi tapi tidak adil,” menjelaskan A3. Dari
pengamatan C3, poligami itu “umumnya tidak baik” tetapi ada yang berhasil.
lain dianggap kurang berhasil atau menimbulkan masalah. Dalam cerita tiga
informan (A1, B2, C2), akhirnya istri kedua diceraikan. Dalam dua keluarga lain,
yang diceritakan A5 dan D1, kedua istri menyuruh suaminya pergi ke rumah istri
yang lainnya. Istri pertama dalam cerita A5 mengatakan kepada suaminya, “tidak
usah di sini!” kemudian istri keduanya menyuruh suaminya, “ke sana aja!”,
sehingga “suami di tempat lain— tidak tahu di mana— di mesjid atau di mana
37
dia menginap”. Masalah lain yang dialami keluarga poligami yang dikenal oleh
poligami dianggap sebagai suatu kebiasaan. Orang tua santri sering menawarkan
putrinya kepada kyai karena mereka bangga memiliki kyai sebagai menantu,
bahkan santrinya senang dinikahi. Para kyai menganggap dirinya telah mengikuti
ekonomi dan mungkin mempunyai nafsu seksual yang tinggi sehingga mau
menikah lagi. Tujuh informan (A2, A5, B1, B2, C3, D1, E2) tidak menentang
fenomena tersebut. Menurut A2 dan C3, kyai-kyai boleh saja berpoligami asalkan
syarat tertentu dipenuhi. “Terserah— boleh dalam Islam. Kalau istri pertama
ikhlas— tidak dipaksa, diintimidasi— saya tidak protes,” ucap A2. C3 setuju
asalkan kyai itu memang perlu menikah lagi agar tidak berzina, dia mampu secara
berpoligami. Menurut tiga informan (A1, A4, D2), kyai-kyai tersebut salah
menafsirkan ajaran agama Islam tentang poligami atau agama digunakan sebagai
alasan saja. Tiga informan (A1, B3, E3) tidak setuju karena tidak ada manusia
38
yang mampu berbuat adil. Lima infomran (A1, A3, C1, C2, D2) kurang setuju
boleh saja menikah lagi, menurut B1 dan B2. Empat informan lain setuju atau
tidak apa-apa jika Aa Gym berpoligami. Aa Gym dapat menolong seorang janda
dan anak-anak, menurut C2, dan dia mampu secara ekonomi, menurut D1. E2
“setuju ae— bukan tetangga, saudara”. Namun, sebentar lagi sikapnya berubah
dan dia mengatakan, “aslinya tidak setuju— bukan tetangga biarin saja”.
Menurut C1 dan C3, Teh Ninih “hebat” karena dia rela dimadu. C1
“setengah setuju, setengah tidak” karena dia mengagumi Teh Ninih sekaligus
mengasihani Teh Ninih. Menurut kelima informan lulusan S2/S3, istri pertama Aa
Gym ini kelihatannya terpaksa menerima dimadu, padahal dia tidak mau. “Dia
ikhlas karena benar-benar ikhlas atau karena didoktrin terus selama bertahun-
tahun?” menanyakan A2. Tiga informan (A1, A3, E3) meragukan niat murni Aa
benar tidak berdosa tapi masih kecewa... [saya] tidak akan mengecam dia... tapi
39
tetap kecewa,” kata A2. A5 merasa “tidak bisa menghakimi dia— tidak ada
larangan”.
4.3.7. Syarat-Syarat
Jawaban A1 dan B3 tidak terhitung untuk bagian 4.3.7 ini karena mereka
tidak setuju dengan poligami dalam keadaan apapun. Maka sampel untuk bagian
ini adalah empat belas informan. Para informan sepakat bahwa harus ada
kepastian bahwa seorang suami yang mau berpoligami akan berlaku adil dan
istri sebelum seorang laki-laki menikah lagi, ternyata kurang dapat menggali
pendapat informan yang sebenarnya. Semua informan setuju bahwa sebaiknya ada
informan (A5, C3) menjelaskan bahwa persetujuan tersebut bukan syarat dalam
agama Islam, tetapi “etikanya saja, pantas-pantas saja” (A5). Pada awalnya, dua
belas informan mengatakan bahwa harus ada persetujuan atau si suami harus
minta ijin dulu. Dari penjelasan mereka selanjutnya, ternyata tujuh informan
percaya bahwa seorang laki-laki yang mau berpoligami boleh saja tanpa ijin dari
menetapkan persetujuan dari istri/istri-istri sebagai salah satu syarat poligami (UU
Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 5:1, lihat bagian 2.2). Jika si istri tidak ikhlas, si
suami “bisa memilih cerai istri pertama atau cari jalan lain biar istri pertama
taat agama,” menurut B1. Menurut C3, “tidak harus ada izin tapi harus jujur,
40
harus terus terang”. Untuk menggali informasi lebih lanjut agar pandangan
diperlukan. Menurut lima informan (A4, B2, C2, D2, E3), jika seorang istri sakit
dan tetap menolak memberi ijin, suaminya boleh menikah lagi tanpa persetujuan
dari istrinya. “Istrinya tidak punya hak untuk melarang,” kata C2. “Kalau sakit
atau mandul, udah ditinggal aja istri pertama, walaupun tidak setuju. Kalau
Menurut tujuh informan lain, jika seorang laki-laki mau menikah lagi, tetapi
spontan, bukan karena doktrin terus-menerus”. Menurut A2, si istri memiliki hak
untuk minta cerai jika dia menolak dimadu. A3 dan E2 dengan tegas mengatakan
bahwa jika seorang istri yang sakit tidak mengijinkan suaminya menikah lagi,
suaminya tidak boleh berpoligami. Menurut D1, dalam keadaan tersebut “suami
harus mengerti perasaan istri”. Jika imannya suami kuat, dia tidak akan
berpoligami, walaupun istrinya sakit atau mandul, menurut C1. Menurut A2 dan
A5, lebih baik jika si suami tidak berpoligami dalam kondisi tersebut. Walaupun
tidaknya si suami menikah lagi tanpa ijin dari istrinya jika istrinya sakit atau
mandul. Dari ketujuh informan tersebut, empat informan (A2, A5, C1, D1)
41
4.3.7.2. Kekurangan pada Istri
5:1, lihat bagian 2.2), dua belas informan mengatakan bahwa kekurangan pada
istri bukan syarat poligami. Jika istri sehat mengijinkan suaminya menikah lagi, si
suami boleh berpoligami. Namun demikian, lebih mudah diterima orang lain jika
Dua informan (E1, E2) tidak memberi tanggapan mereka mengenai boleh
tidaknya seorang suami menikah lagi dalam keadaan si istri sehat dan dia
memberi ijin. Menurut E2, istrinya “harus sakit” dan menurut E1, seorang laki-
laki boleh menikah lagi jika ada alasan, misalnya istri sakit atau mandul.
informan, termasuk mereka yang menentang poligami, yakin bahwa alasan Nabi
anak yatim dan untuk “berjuang di jalan Allah” (B3). Tiga informan (A2, A4,
yang mau berpoligami dituntut harus adil dalam hal lahir dan batin. B2
42
merupakan perkecualian. Menurut dia, artinya ‘adil’ dalam An-Nisaa’ [4]: 3
meliputi “waktu, harta, perhatian. Cinta sangat pribadi, tidak bisa adil tapi
(2003, lihat bagian 2.5.2). Dalam penelitian sejenis terdahulu ini, 39/40 informan
percaya bahwa ‘adil’ itu mengacu kepada hal lahir saja. Hasil penelitian ini juga
Pusat 'Aisyiyah dan E. Jasman, mantan Ketua 'Aisyiyah (lihat bagian 2.1).
menekankan bahwa lebih banyak yang tidak mampu. “Jarang” ada yang dapat
berbuat adil, kata A3, “maka banyak konflik”. B1 dan B2 mengatakan bahwa
antara informan tersebut, ada yang menjelaskan bahwa dalam hal harta dan waktu,
mungkin dapat berlaku adil, tetapi dalam hal batin/cinta tidak mungkin. Atas
mungkin seorang suami berlaku adil. Menurut kedua informan ini, Nabi
Muhammad adalah perkecualian dan pada masa kini poligami seharusnya tidak
dilaksanakan. Menurut B3, dari Al-Qur’an, “kalau bisa adil silakan tapi nggak
43
ada manusia yang bisa adil... Kalau dikaji benar, tidak dilakukan. Muhammad
dan kita beda sekali. Nabi disuci bersih. Dia perkecualian karena manusia
pilihanNya.”
Sampel untuk bagian 4.3.8.3 ini adalah empat belas informan. E1 tidak
Lima informan (A1, A4, B3, C1, D2) mengatakan bahwa poligami itu
bukan Sunah, yaitu tidak berpahala bagi mereka yang melakukannya. Menurut
sembilan informan, ada pahala bagi pelaku poligami asalkan mereka memenuhi
(A2, C2, C3, E3) atau poligami itu dijalankan dengan “pertimbangan ibadah”
(B2). Tiga dari kesembilan informan tersebut (A5, C2, D1) mengatakan bahwa
“tergantung niatnya”.
Hanya dua informan (A1, A4) mengatakan bahwa tidak ada pahala untuk
wanita yang rela dimadu. “Yang menyuruh suami nikah lagi karena pikir dapat
pahala, dari mana dapat idea itu?” menanyakan A1. Dua informan (A5, B3)
kurang tahu apakah ada pahala atau tidak bagi seorang istri yang rela dimadu.
hidup”, maupun nanti, pada hari kiamat. Menurut D2, “ada pahala— sangat taat
kepada suami. Jaminan surga.” Kata B2 dan C2, ada pahala bagi perempuan
44
yang rela dimadu untuk “menyelamatkan suami” dari dosa perzinaan. Sebagian
dari informan yang meyakini ada pahala bagi perempuan yang rela dimadu
percaya bahwa pahalanya hanya untuk keadaan tertentu. Misalnya, menurut tiga
informan (A2, A3, E3), ada pahala jika si istri benar-benar ikhlas.
berapapun mau, senang” bahkan jika suaminya mau menikah lagi “saya
keyakinan agamanya. Dia meyakini poligami termasuk ajaran Allah yang harus
diterima. Poligami itu “pasti ada gunanya karena diturunkan dari Allah”. Dia
Akan tetapi, suami B1 tidak mau berpoligami. Menurut B1, suaminya mampu
Meskipun mereka tidak mau dimadu, dua informan lain menekankan bahwa
poligami termasuk ajaran agama Islam, sehingga merasa harus rela jika suami
mereka mau berpoligami— asalkan dia mampu berbuat adil. Jika suaminya mau
menikah lagi, C2 akan, “berusaha ikhlas, Insya Allah ikhlas... dalam hati kecil
tidak mau tapi ada dalam agama”. Ketika reaksinya jika suaminya sudah
terlanjur menikah lagi ditanyakan, jawabannya, “itu mungkin yang bikin kaget.
45
menjawab pertanyaan tentang kesediaannya dimadu. Katanya, “meskipun berat,
ada aturan”.
B2 dan C1 bersedia dimadu pada keadaan tertentu tetapi kurang jelas jika
dalam keadaan yang sekarang. Dua-duanya tidak mau dimadu. Akan tetapi,
menurut C1, “istri yang baik mengizinkan, suami yang baik tidak akan menikah
lagi... seharusnya ikhlas dari ajaran Islam”. Demikian pula, menurut B2, jika
Dua kutipan tersebut memberi kesan bahwa dua informan ini merasa harus rela
mereka malah tidak menerima dimadu dalam keadaan yang sekarang. Mereka rela
hanya jika tidak mampu melayani suami. Kata B2, dia “bisa memenuhi kewajiban
sebagai istri. Pada masa depan kalau tidak bisa melayani, harus beri peluang
kepada suami.” C1 ikhlas “kalau ada alasan murni”, yaitu dia tidak mampu
melayani suaminya karena sakit. Jika suaminya mengatakan bahwa dia sudah
menikah lagi, C1 ikhlas jika alasannya baik, walaupun “pada awalnya kecewa,
marah”. Akan tetapi, jika tidak ada alasan yang dapat diterima dan ternyata
menurut B2, jika suaminya sudah menikah lagi “tidak bisa putus aja. Ini
Enam informan tidak ikhlas dimadu untuk saat ini dalam keadaan normal
tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menerima pada masa depan. Hal yang
berbeda adalah kondisi apa yang memungkinkan dan derajat kesediaan mereka
dimadu pada kondisi tertentu itu. Untuk saat ini, A2 “tidak siap menerima
persaingan dalam cinta” dan jika suaminya mau menikah lagi dia “marah,
46
protes, menolak”. D2 akan memberi saran kepada suaminya jika dia mau menikah
lagi: “agama boleh, keluarga tidak boleh— biar tidak pecah belah”. C3
mengagumi Teh Ninih, istri Aa Gym yang rela dimadu, tetapi C3 sendiri tidak
ikhlas. Dalam keadaan tertentu ada kemungkinan bahwa keenam informan ini
beralih pikiran dan memperbolehkan suaminya menikah lagi. Jika A4 “tidak bisa
melayani suami, mengurus rumah tangga, cacat”, sikap yang diambilnya adalah
“berat hati tapi silakan”. Jika alasan yang diberikan oleh suami A3 untuk
menikah lagi “masuk akal”, misalnya A3 sakit, “mau tidak mau, daripada
jauh dan lama, “daripada dia jatuh dalam yang tidak benar, dibolehkan”. C3
juga “pasrahlah” kepada suaminya sebagai pemimpin keluarga jika dia mau
menikah lagi karena nafsu seksualnya yang kuat dan C3 tidak mampu
suami A2 mau menikah lagi karena A2 sakit dan tidak mampu melayani
suaminya, A2 tidak tahu sikap apa yang akan diambilnya— apakah dia dapat
menerima atau tidak. “Kalau menimpa saya, saya tidak tahu reaksi saya,”
ucapnya. A5 juga ragu mengatakan bahwa dia dapat menerima dimadu dalam
sakit, dengan sangat terpaksa— tapi berat.” Jika D2 tidak mampu melayani
perlu...”
Jika ditanyakan tentang reaksi jika hari ini suami mereka mengakui bahwa
47
informan tersebut berbeda-beda. Sama dengan A1 dan B3 yang tidak bersedia
dimadu dalam keadaan apapun, A2, A4 dan D2 akan menyuruh suami mereka
memilih salau satu istrinya dan menceraikan yang lainnya dalam keadaan
tersebut. Jika suami C3 mengakui bahwa dia sudah menikah lagi dan alasannya
dapat diterima, C3 pasrah. Jika alasannya tidak dapat diterima, dia akan minta
diceraikan atau “kalau kita bisa memaafkan, lebih baik”. Walaupun A5 “tidak
bisa terima— marah, benci, kecewa” jika suaminya menikah lagi tanpa
perceraian dibenci Allah. Menurut A3, tidak mungkin suaminya menikah lagi
tanpa pengetahuannya.
apakah mereka dapat menerima jika keadaan tertentu muncul pada masa depan.
Kelihatannya, alasan kedua ibu lulusan SD ini mengatakan bahwa mereka tidak
akan bercerai jika suami mereka menikah lagi adalah faktor ekonomi. Mereka
tidak ikhlas dimadu, tetapi E3 “tetap karena terpaksa” dan E1 tidak mau bercerai
Tiga informan lain sama sekali tidak rela dimadu. Dalam keadaan apapun
salah satu istri dan bercerai dengan yang lain. A1 khuatir tentang dampaknya
48
supaya mereka “merasa terlindung”. B3 tidak mengijinkan suaminya berpoligami
karena “nggak bisa adil dalam cinta”. Jika suami E2 mau berpoligami “marah-
marah semua, anak dan cucu”. Walaupun E2 tidak dapat menerima jika suaminya
Poligami
poligami kadang-kadang kurang konsisten. Misalnya, tidak ada unsur baik dalam
cerita 10/13 informan yang berkenalan dengan paling sedikit satu anggota
bahwa mereka rela dimadu sekarang atau pada masa depan. Bahkan jawaban-
jawaban satu informan sering bertentangan antara jawaban yang satu dengan yang
lainnya. Misalnya, pada satu sisi, E3 mengatakan bahwa poligami merugikan bagi
kaum istri bahkan dia “tidak setuju, diperintahkan tapi nggak setuju” dengan
poligami. Akan tetapi, pada sisi lain, jika ada seorang istri yang sakit atau
mempunyai kekurangan lain dan tetap menolak memberi ijin kepada suaminya
untuk berpoligami, tanggapan E3 adalah, “kalau terpaksa, nikah aja, kawin lagi,
nggak apa-apa walaupun nggak ada izin”. Kadang-kadang, sikap informan yang
mengenai fitrah dan peran laki-laki dan perempuan sekaligus? Tiga faktor tersebut
49
merupakan faktor utama yang mempengaruhi pandangan informan terhadap
poligami.
pengamatan pribadi mereka. Dua belas informan berkenalan dengan paling sedikit
satu keluarga atau anggota dari keluarga poligami yang dianggapnya kurang
berhasil atau bahagia (lihat bagian 4.3.5). Pandangan informan juga dipengaruhi
oleh pengamatan mereka terhadap cerita yang disampaikan oleh media massa,
kedua Aa Gym dan dua informan lain mengatakan bahwa mereka mengasihani
menikah lagi bukan karena keinginan menolong, melainkan karena nafsu atau
kebutuhan biologisnya (lihat bagian 4.3.3.1). Istri kedua biasanya mau menikah
dengan seorang laki-laki yang sudah beristri untuk kepentingan sendiri saja,
misalnya karena laki-laki itu kaya atau dihormati orang (lihat bagian 4.3.3.3).
Tidak dapat disangkal bahwa sebagian besar informan kurang suka poligami
karena pengamatan pribadi mereka. Oleh karena itu, 14/16 informan mengatakan
bahwa monogami adalah bentuk perkawinan yang paling baik (lihat bagian 4.3.2)
50
4.5.2. Keyakinan Agama
sebagian besar percaya bahwa poligami boleh dilaksanakan (lihat bagian 4.3.1 &
4.3.2) bahkan bermanfaat dalam keadaan tertentu, walaupun mereka sendiri jarang
atau belum pernah melihat sisi positif itu. Karena keyakinan agama mereka,
semua informan setuju dengan kehidupan poligami Nabi Muhammad (lihat bagian
dengan adil— maka poligami dapat bermanfaat. Dengan kata lain, secara teoretis,
dapat bedampak positif terhadap masyarakat Indonesia (lihat bagian 4.3.4.3) dan
Walaupun mereka kurang suka poligami, sebelas informan rela dimadu atau
mungkin rela dalam keadaan tertentu (lihat bagian 4.4). Bahkan sepuluh informan
percaya bahwa ada pahala bagi perempuan yang ikhlas dimadu (lihat bagian
4.3.8.3).
Dalam hati kecil, para informan rata-rata tidak suka poligami, tetapi mereka
‘terpaksa’ oleh keyakinan agamanya untuk menerima praktek ini pada asasnya.
Pertentangan antara pengamatan pribadi dan tuntutan agama ini sangat jelas dalam
pernyataan E3: “Kalau saya pribadi tidak setuju. Al-Qur’an ada jadi saya
percaya boleh berpoligami.” Informan ini tidak suka poligami, tetapi tidak mau
51
menolak ajaran agama. Antara lain, pertentangan antara dua faktor tersebut
terlihat jelas dari jawaban informan yang disajikan dalam bagian 4.3.1 dan 4.4.
Islam untuk menerima poligami, ada cara lain faktor keyakinan agama ini dapat
Baik B1, yang sangat mendukung poligami, maupun A1 dan B3, yang sangat
agama mereka masing-masing (lihat bagian 4.3.1 & 4.3.8.2). Mungkin keyakinan
Faktor ketiga ini tidak dapat dipisahkan dengan faktor kedua tersebut, yaitu
faktor keyakinan agama. Keyakinan agama, budaya Jawa dan hal-hal lain
membentuk kepercayaan informan tentang kodrat, naluri dan peran laki-laki dan
hawa nafsu yang lebih besar daripada kaum perempuan dan dorongan ini tidak
selalu dapat dikendalikan. Oleh karena dorongan hawa nafsu ini, harus ada ‘jalan
52
keluar’ yang halal supaya kaum laki-laki tidak menyeleweng. Para istri harus
mengerti fitrah laki-laki tersebut dan bersedia jika suaminya ‘terpaksa’ menikah
lagi. Pandangan ini senada dengan yang diutarakan oleh istri pertama Puspo
laki-laki” (lihat bagian 2.3.2). Kata C1, seorang istri yang tidak mampu
lewat belakang”. Menurut B2, “kalau tidak cukup satu [istri] sebaiknya izinkan”.
meliputi hak untuk memiliki keturunan dan untuk dipuaskan secara seksual oleh
istrinya. Menurut A5, jika “istri sakit atau mandul, harus rela untuk kepentingan
biologis suami— tidak boleh melarang hak orang lain dapat ketururnan”.
Oleh karena hak dan kebutuhan tersebut, tujuh informan mengatakan bahwa
seorang suami boleh berpoligami tanpa ijin dari istri/istri-istrinya (lihat bagian
4.3.7.1). Peran istri adalah untuk melayani suami, yang berperan sebagai kepala
Kebutuhan atau perasaan istri tidak sepenting kebutuhan suami, sehingga istri
harus pasrah dan menerima nasibnya jika suaminya menikah lagi. Sikap ini mirip
dengan sikap Teh Ninih yang merasa harus ikhlas dimadu sebagai istri yang taat
serta peran laki-laki dan perempuan, dapat menimbulkan suatu pertentangan pada
kita dapat lebih mengerti mengapa para informan rata-rata menjawab pertanyaan
53
dengan cara yang kedengarannya kurang konsisten. Harus disadari bahwa,
54
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
informan tidak setuju dan dua informan tidak menjawab dengan tegas ketika hal
ini langsung ditanyakan. Namun demikian, jelas dari pertanyaan lain bahwa
(A1, B3) menentang poligami dan tidak setuju jika poligami dijalankan dalam
keadaan apapun pada masa kini. Selain tiga informan tersebut yang pandangannya
Ketigabelas informan tersebut kurang suka poligami, tetapi setuju jika poligami
dilakukan oleh orang tertentu dan dalam keadaan tertentu. Walaupun mereka
informan setuju bahwa poligami itu adalah ‘pintu darurat’ yang dapat dipakai oleh
sebagai istri karena dia sakit atau mandul. Bahkan tujuh informan percaya bahwa
seorang suami boleh berpoligami tanpa ijin dari istri/istri-istrinya. Para informan
sepakat bahwa seorang laki-laki yang mau berpoligami harus mampu berlaku adil.
Empat belas informan berpendapat bahwa syarat adil dalam Al-Qu’ran mengacu
kepada hal lahir maupun batin walaupun delapan informan yakin bahwa tidak
mungkin seorang suami berbuat adil. Menurut sembilan informan, poligami dapat
55
Informan rata-rata menganggap nafsu seksual atau kebutuhan biologis
yaitu untuk kepentingan ekonomi, dianggap informan kurang mulia lagi. Menurut
memang membutuhkan, karena terpaksa dari segi ekonomi atau karena dia merasa
tantangannya banyak.
pendapat informan tentang keluarga poligami yang mereka kenal ditanyakan, rata-
rata kesan yang disampaikan mirip. Tiga belas informan mempunyai kenalan dari
berpoligami. Dua informan merasa harus rela dimadu jika suaminya memenuhi
syarat agama. Enam informan tidak ikhlas dimadu untuk saat ini tetapi mungkin
dapat menerima dalam keadaan tertentu, misalnya jika tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai istri. Dua informan lain bersedia dimadu dalam keadaan
tertentu tetapi kurang jelas apakah mereka bersedia untuk saat ini. Tiga informan
sama sekali tidak bersedia dimadu dalam keadaan apaun. Dua informan lain tidak
ikhlas dimadu, tetapi tidak menjelaskan apakah bersedia dalam keadaan tertentu.
56
Menurut peneliti, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pandangan
keyakinan agama; dan kepercayaan tentang fitrah serta peran laki-laki dan
perempuan. Kedua faktor terakhir ini sering bertentangan dengan faktor pertama
praktek ini. Namun demikan, keyakinan agama dan kepercayaan tentang fitrah
serta peran laki-laki dan perempuan adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi
sebagian besar informan, sehingga mereka tidak menolak poligami pada dasarnya.
poligami diperlukan oleh kaum laki-laki sebagai ‘pintu darurat’ dalam keadaan
tertentu. Bahkan, poligami itu dibolehkan dalam agama Islam. Menurut sebagian
ditegaskan dalam tabloid yang dipimpin oleh Puspo Wardoyo, melainkan ‘hak
5.2. Saran
penelitian ini terlalu sempit sehingga tidak adil. Menurut bapak-bapak tersebut,
seharusnya para bapak diwawancarai juga supaya hasil penelitian tidak berat
57
tersebut dan meneliti pandangan bapak-bapak Muhammadiyah di Malang supaya
pandangan aliran ini terhadap poligami dapat dimengerti secara lebih lengkap.
agama mereka mengenai poligami? Apa kepercayaan mereka tentang fitrah serta
‘hak dan kebutuhan laki-laki’? Apa perbedaan antara pandangan para bapak
Untuk penelitian ini, para ibu 'Aisyiyah yang sudah menikah diwawancarai.
dengan pandangan perempuan 'Aisyiyah yang belum menikah, ibu 'Aisyiyah yang
Kelompok ibu lain yang dapat dijadikan informan untuk penelitian sejenis
selanjutnya adalah ibu-ibu dari aliran agama Islam yang lain di Malang.
poligami? Apa perbedaan antara pandangan para ibu 'Aisyiyah dan para ibu dari
58
Ibu-ibu Islam seharusnya membicarakan masalah poligami dengan
laki dan perempuan supaya dapat saling mengerti pandangan dan perasaan
dan keterbukaan dalam komunikasi dan tindakan dapat dijaga dan dibina bersama,
59
DAFTAR SUMBER
1. Daftar Pustaka
Ihsan, M M 2003, ‘“Polygamy award” & wajah seksualitas kita ..!’, Kompas, 5
Agustus 2003.
Ima 2007, ‘Machica Muchtar: “materi bisa saja adil, tapi perasaan tidak!”’, Paras:
bacaan utama wanita Islam, No.41/Tahun IV/Feb 07, hlm.39.
Indah 2007, ‘Dr. Ing. Gina Puspita: “Poligami bisa mendekatkanku pada Tuhan
dengan cara berbagi”’, Paras: bacaan utama wanita Islam, No.41/Tahun
IV/Feb 07, hlm.56-57.
60
‘Kesaksian ucok tentang poligami...!’, Kompas, 6 Oktober 2003.
Lely 2007, ‘Dewi Yull: memilih bercerai daripada harus dimadu’, Paras: bacaan
utama wanita Islam, No.41/Tahun IV/Feb 07, hlm.38.
Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang 2004, Laporan kegiatan tahun 2000-
2004 Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang periode 2000-2005 (sic),
Malang.
61
<www.aisyiyah-pusat.or.id>.
Syarif 2007, ‘Calon doktor dari keluarga poligami sederhana’, Poligami: hak dan
kebutuhan perempuan, ed.2, hlm.8.
Wardoyo, P 2007, ‘Ideal sukses poligami (bibit unggul)’, Poligami: hak dan
kebutuhan perempuan, ed.2, hlm.11.
62
2. Daftar Wawancara
63
LAMPIRAN
1. (a) Bagaimana pendapat Ibu kalau suami Ibu mau berpoligami? Ibu ikhlas
kalau dimadu? Mengapa?
(b) Apakah Ibu selalu berpendapat begitu? Kalau tidak, mengapa Ibu beralih
pikiran?
(c) Pada masa depan, ada kemungkinan Ibu akan beralih pikiran? Mengapa?
(d) Bagaimana reaksi Ibu kalau hari ini suami Ibu mengatakan bahwa dia mau
menikah lagi?
(e) Bagaimana reaksi Ibu kalau hari ini suami Ibu mengakui bahwa dia sudah
menikah dengan perempuan lain selama setahun?
(f) Seandainya suami Ibu mau menikah lagi, apakah Ibu merasa kecewa karena
cinta suami beralih kepada wanita lain? Apakah Ibu merasa suami tidak
setia terhadap Ibu dan anak-anak Ibu?
(g) Apakah Ibu lebih senang kalau dimadu atau kalau tidak dimadu?
2. Kalau suami Ibu menikah lagi, apa dampaknya terhadap Ibu? Misalnya,
terhadap gaya hidup, iman dan lain-lain.
3. Ada yang berkata, ‘Jika seorang istri tidak mengijinkan suami beristri lagi,
sama artinya dia menyukai suami berhubungan seks dengan wanita lain secara
diam-diam.’ Bagaimana tanggapan Ibu tentang pernyataan tersebut?
64
8. Apa keuntungan keluarga yang berpoligami?
(a) Bagi suami?
(b) Bagi istri-istrinya?
(c) Bagi anak-anaknya?
11. Apakah Ibu pernah punya teman atau saudara dari keluarga yang berpoligami?
Bagaimana kesan Ibu tentang keluarga itu?
14. Bagaimana pendapat Ibu kalau poligami menjadi semacam perkawinan yang
biasa di Indonesia dan dilakukan oleh banyak orang? Bagaimana dampak
terhadap masyarakat?
16. Ada yang berkata, ‘Poligami adalah bentuk hubungan timpang antar lelaki dan
perempuan... poligami adalah lembaga patriakal yang menempatkan
65
perempuan sebagai pecundang.’ Bagaimana tanggapan Ibu tentang pernyataan
tersebut?
17. (a) Bentuk perkawinan apa yang paling baik, monogami atau poligami?
Mengapa?
(b) Apakah poligami itu seperti ‘jalan darurat’ untuk keadaan tertentu?
18. (a) Seharusnya ada syarat-syarat tertentu yang dipenuhi sebelum seorang laki-
laki boleh berpoligami?
(b) Haruskah ada persetujuan dari istri/istri-istri?
(pertanyaan tambahan: Kalau si istri sakit atau mandul dan tetap menolak
memberi ijin, bagaimana? Si suami boleh menikah lagi tidak?)
(c) Haruskah adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-
istri dan anak-anaknya?
(d) Haruskah adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup istri-istri dan anak-anaknya?
(e) Haruskah istri seorang laki-laki mempunyai kekurangan? Misalnya, tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; atau mendapat cacat badan
atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau tidak dapat melahirkan
keturunan?
(petanyaan tambahan: Kalau si istri sehat tetapi mengijinkan suaminya
berpoligami, si suami boleh menikah lagi tidak?)
19. Siapa yang boleh diambil sebagai istri kedua? Seharusnya dia seorang janda?
Bagaimana kalau dia muda dan cantik?
21. Tolong jelaskan landasan ajaran agama Islam tentang poligami dari Al-Qur’an
dan Hadits.
66
22. Menurut Al-Qur’an, seorang suami yang berpoligami harus berbuat adil. Apa
definisi ‘adil’ dalam konteks ini? (‘Adil’ ini mengacu kepada keadilan dalam
hal lahir saja atau hal lahir dan batin/cinta?)
23. Dapatkah seorang suami yang berpoligami berbuat adil terhadap istri-istri dan
anak-anaknya?
24. Apakah seorang Muslimah harus rela dimadu? Adakah pahala bagi wanita
yang rela dimadu?
25. Apakah benar poligami itu Sunah, yaitu berpahala bagi yang melakukannya?
26. Memang ajaran tentang poligami termasuk dalam Al-Qur’an. Kalau seorang
Muslim tidak setuju dengan poligami, benarkah itu termasuk menentang Allah
dan menolak firmannya?
67
2. Angket
Nama:
Alamat:
Tempat/Tanggal Lahir:
Pendidikan Terakhir:
Pekerjaan:
Status Pernikahan:
Nomor Telpon:
68